You are on page 1of 4

Kebijakan Harga

Menurut Moekijat (2003:441) mengenai: Kebijakan harga adalah suatu keputusankeputusan mengenai harga-harga yang akan diikuti untuk suatu jangka tertentu. Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan, biasanya
kebijakan harga tersebut berlaku untuk sementara waktu saja selama masa menguntungkan
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengikuti perkembangan harga dan situasi
pasar. Unsur harga tersebut dalam waktu tertentu dirubah atau tidak. Apabila selama batas
waktu tertentu keadaan menguntungkan, maka kebijakan harga harga tersebut ditinjau
kembali apabila situasi dan kondisi perusahaan mengalami perubahan, sehingga tidak
mungkin lagi untuk dipertahankan agar produsen maupun konsumen tidak saling dirugikan.
Suatu kebijakan pemerintah dalam perekonomian untuk mempengaruhi bekerjanya
mekanisme pasar, yang bertujuan mengendalikan keseimbangan (ekuilibrium) pasar.
Harga dasar adalah harga eceran terendah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap
suatu barang, disebabkan oleh melimpahnya penawaran barang tersebut di pasar.
Harga tertinggi adalah harga maksimum yang ditetapkan berkenaan dengan
menurunnya penawaran barang di pasar, pemerintah melakukan operasi pasar.
2.2 Aturan Harga Yang Harus Dipatuhi Koperasi
Suatu koperasi yang memiliki kemampuan manajerial dengan para pesaingnya, ia
tetap tidak akan mampu menawarkan pelayanan kepada para anggotanya dengan lebih baik
daripada pesaingnya. Oleh karena itu jika koperasi ingin memberikan keunggulan pelayanan
kepada anggotanya, maka dalam persaingan sempurna, koperasi harus mempunyai
kemampuan mengadakan inovasi yang lebih tinggi tidak hanya dalam jangka pendek tetapi
juga dalam jangka panjang.
Mengingat teori ekonomi mikro disebut juga teori harga,maka ada aturan harga yang
harus diikuti oleh koperasi. Pada koperasi dikenal 5 peraturan harga yaitu :
a) Memaksimumkan Profit
Memaksimumkan profit diartikan sebagai selisih antara total revenue dengan total
cost terbesar pada tingkat penjualan tertentu. Kondisi ini akan sama dengan Marginal cost
dengan Marginal revenue (MC=MR), pada kondisi MC yang menaik.
b) Memaksimumkan Output
Perilaku lain dalam penetapan harga adalah harga ditetapkan pada kondisi dimana
koperasi tidak mendapatkan untung, tetapi juga tidak menderita kerugian (normal profit). Hal
ini berarti harga ditetapkan pada saat biaya rata-rata (AC) sama dengan penerimanaan ratarata (AR), atau AC=AR=P. Perilaku yang menarik adalah koperasi akan memaksimumkan
output dalam melayani kebutuhan anggotanya. Koperasi yang melaksanakan kebijakan harga
seperti ini akan menarik anggota potensial untuk masuk menjadi anggota koperasi.
c) Meminimumkan Biaya Rata-rata
Perilaku lain yang dapat dilakukan oleh perusahaan/koperasi adalah menetapkan
harga pada saat biaya rata-rata mencapai minimum, artinya harga ditetapkan pada saat
AC=MC.
d) Keseimbangan Kompetitif
Pada persaingan sempurna, koperasi dapat beradaptasi mengikuti struktur pasar
dengan cara menjaga keseimbangan agar MC=AR=P (marginal cost=penerimaan ratarata=harga). Pada kondisi ini, koperasi berperilaku seolah-olah dalam struktur persaingan
sempurna. Keseimbangan akan terjadi pada saat MC=AR=P.
e) Memaksimumkan Deviden (SHU) Peranggota

Bila koperasi bertujuan memaksimumkan dividen yang dapat didistribusikan kepada


anggota, koperasi hendaknya memproduksi output pada saat perbedaan harga dan biaya ratarata adalah yang paling besar, atau harga ditetapkan pada saat slope AR=slop AC.
Dari kelima alternatif penetapan harga, alternatif-alternatif prilaku memaksimumkan
output, meminimumkan biaya rata-rata dan pemecahan kompetitif (keseimbangan kompetitif)
merupakan aturan yang paling sering digunakan sebagai pengambil keputusan keputusan
mengenai harga koperasi. Tetapi harus diingat,dari sudut pandang ekonomi tidak dapat
dideduksi bagi semua koperasi. Masing-masing aturan memberikan corak tertentu pada setiap
kelompok dalam koperasi. Maka kebijakan harus disesuaikan bagi agar optimal bagi suatu
koperasi.
2.3 Penentuan Harga Menurut Undang-Undang
UU No.25 Tahun 1992

UU No.17 Tahun 2012

1.

MODAL
1.
Pasal 41
(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri
dan modal pinjaman.
(2) Modal sendiri dapat berasal dari:
a. simpanan pokok;
b. simpanan wajib;
c. dana cadangan;
d. hibah.
(3) Modal pinjaman dapat berasal dari:
a. anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah. Pasal 42
(1) Selain modal sebagai dimaksud dalam Pasal
41, Koperasi dapat pula melakukan
pemupukan modal yang berasal dari modal
penyertaan.
(2) Ketentuan mengenai pemupukan modal
yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan pemerintah.

2.

LAPANGAN USAHA
2.
Pasal 43
(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang
berkaitan langsung dengan kepentingan
anggota untuk meningkatkan usaha dan
kesejahteraan anggota.
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan koperasi
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
(3) Koperasi menjalankan kegiatanusaha dan
berperan utama di segala bidang kehidupan
ekonomi rakyat.
Pasal 44
(1) Koperasi dapat menghimpun dana dan

MODAL
Pasal 66
(1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan
Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.
(2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) modal Koperasi dapat berasal dari:
a. Hibah;
b. Modal Penyertaan;
c. modal pinjaman yang berasal dari:
1. Anggota;
2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
3. bank dan lembaga keuangan lainnya;
4. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
dan/atau
5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
dan/atau
d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Setoran Pokok dibayarkan oleh anggota pada
saat yang bersangkutan mengajukan permohonan
sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.
(2) Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus telah disetor penuh dengan bukti
penyetoran
yang sah.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
penetapan Setoran Pokok pada suatu Koperasi
diatur dalam Anggaran Dasar.
JENIS, TINGKATAN, DAN USAHA
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 82
(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi
dalam Anggaran Dasar.
(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha
dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.
Pasal 83
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 terdiri dari:
a. Koperasi konsumen;
b. Koperasi produsen;

menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan


pinjam dari dan untuk:
a. anggota Koperasi yang bersangkutan;
b. Koperasi lain dan/atau anggotanya.
(2) Kegiatan usaha simpan
pinjamdapatdilaksanakan sebagai salah satu
atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam
oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

3.

SISA HASIL USAHA


3.
Pasal 45
(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan
pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya,
penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk
pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana
cadangan, dibagikan kepada anggota tanding
dengan jasa usaha yang dilakukan oleh,
masing-masing anggota dengan Koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan
perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi,

c. Koperasi jasa; dan


d. Koperasi Simpan Pinjam.
Pasal 84
(1) Koperasi konsumen menyelenggarakan
kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan
barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
(2) Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan
usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana
produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan
Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
(3) Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan
usaha pelayanan jasa non-simpan pinjam yang
diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
(4) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha
simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang
melayani Anggota.
Pasal 85
Ketentuan mengenai tata cara pengembangan jenis
Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
sampai dengan Pasal 84 diatur dalam Peraturan
pemerintah.
Bagian Kedua
Tingkatan
Pasal 86
(1) Untuk meningkatkan usaha Anggota dan
menyatukan potensi usaha, Koperasi dapat
membentuk dan/atau menjadi Anggota koperasi
Sekunder.
(2) Tingkatan dan penggunaan nama pada
Koperasi Sekunder diatur oleh Koperasi yang
bersangkutan.
Bagian Ketiga
UsahaBagian Ketiga
Usaha
Pasal 87
(1) Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang
berkaitan langsung dan sesuai dengan jenis
Koperasi yang dicantumkan dalam Anggaran
Dasar.
(2) Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan
pelaku usaha lain dalam menjalankan usahanya.
(3) Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar
prinsip ekonomi syariah.
(4) Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan
prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
SELISIH HASIL USAHA DAN DANA
CADANGAN
Bagian Kesatu
Surplus Hasil Usaha
Pasal 78
(1) Mengacu pada ketentuan Anggaran Dasar dan
keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha
disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan
dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian
untuk:
a. Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang
dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan
Koperasi;

sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.


(3) Besarnya pemupukan dana cadangan
ditetapkan dalam Rapat Anggota.

b. Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal


Koperasi yang dimiliki;
c. pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus,
dan karyawan Koperasi;
d. pembayaran kewajiban kepada dana
pembangunan Koperasi dan kewajiban lainnya;
dan/atau
e. penggunaan lain yang ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dilarang membagikan kepada
Anggota Surplus Hasil Usaha yang berasal dari
transaksi dengan non-Anggota.
(3) Surplus Hasil Usaha yang berasal dari nonAnggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat digunakan untuk nengembangkan usaha
Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada
Anggota.
Bagian Kedua
Defisit Hasil Usaha
Pasal 79
(1) Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha,
Koperasi dapat menggunakan Dana adangan.
(2) Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
Rapat Anggota.
(3) Dalam hal Dana Cadangan yang ada tidak
cukup untuk menutup Defisit Hasil Usaha, defisit
tersebut diakumulasikan dan dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi pada
tahun berikutnya.
Pasal 80
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada
Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor
tambahan Sertifikat Modal Koperasi
Bagian Ketiga
Dana Cadangan
Pasal 81
(1) Dana Cadangan dikumpulkan dari penyisihan
sebagian Selisih Hasil Usaha.
(2) Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil
Usaha untuk Dana Cadangan sehingga menjadi
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari nilai
Sertifikat Modal Koperasi.
(3) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang belum mencapai jumlah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.

You might also like