You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN KONSEP DAN TEORI

A.PENGERTIAN
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini
merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah
pembedahan.Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh,
dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Adapun
bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang
terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan ( Perry& Potter, 2006).
Nyeri akut yang dirasakan oleh klien pasca operasi merupakan penyebab
stress, frustasi, dan gelisah yang menyebabkan klien mengalami gangguan tidur,
cemas, tidak nafsu makan, dan ekspresi tegang ( Perry& Potter, 2006).
Nyeri adalah : suatu mekanisme perlindungan bagi tubuh, ia timbul bila
jaringan rusak dan ia menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri tersebut.Nyeri pasca operasi mungkin sekali disebabkan
oleh luka operasi, tetapi kemungkinan
Nyeri pasca operasi mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi
kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Pencegahan nyeri sebelum
operasi sebaiknya direncanakan agar penderita Tidak terganggu oleh nyeri setelah
pembedahan. Cara pencegahannya tergantung pada penyebab dan letak nyeri dan
keadaan penderitanya .

Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan


mencari upaya untuk menghilangkan nyeri. Perawat menggunakan berbagai
intervensi untuk menghilangkan nyeri atau mengembalikan kenyamanan.Perawat
tidak dapat melihat atau merasakan nyeri yang klien rasakan. Nyeri bersifat
subjektif, tidak ada dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada
dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon atau perasaan yang identik
pada individu. Nyeri merupakan sumber frustasi, baik klien maupun tenaga
kesehatan (Potter &Perry, 2006).
Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri
tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri
(Potter, 2005).
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius
yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif.Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri.
Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser
fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan
yang rusak.
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis,antara lain:
a. Nyeri akut
Nyeri ini bersifat mendadak, durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6
bulan).Biasa berhubungan dengan kecemasan.Orang bisa merespon nyeri akut

secara fisiologis dan dengan prilaku. Secara fisiologis : diaforesis, peningkatan


denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah.
b. Nyeri kronik
Nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti dengan berbagai macam
gangguan.Terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai
setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau
menit.Nyeri ini biasanya berhungan dengan kerusakan jaringan.Nyeri ini bersifat
terus-menerus atau intermitten.
c. Nyerisomatikdan Nyeri viseral
Bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial), yaitu pada
otot dan tulang.
d. Nyeri menjalar
Nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya terjadi akibat
kerusakan pada cedera organ viseral.
e. Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui secara fisik, biasanya timbul akibat psikososial.
f. Nyeriphantom
Nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstermitas diamputasi.
g.Nyeri neorologis
Bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasmedi sepanjang atau di
beberapa jalur saraf (Hidayat, 2008).
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat ringannya nyeri,
dan waktu lamanya serangan.

1) Nyeri berdasarkan tempatnya:


1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sisitem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.
2) Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama
3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi.
3) Nyeri berdasarkan berat ringannya:
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4) Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan

1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Pola
nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas
dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula pola nyeri kronis yang
terus-menerus terasa makin lama semakin meningkat intensitasnya
walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena
neoplasma (Hidayat,2008).
Penyebab rasa nyeri yang dialami oleh individu antara lain :
1) Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah.
2) Psikis: Trauma psikologis
Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka.Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin.Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh
aliran listrik yan kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau
kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan,
jepitan, atau metastase.
Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.Nyeri yang

disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan akibat trauma


psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik (Asmadi, 2008).
Nyeri

pada

individu

dapat

dikontrol

dengan

teknik

relaksasi

destraksi,macam-macam dari teknik relaksasi destraksi antara lain:


1) Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan
dan gambar termasuk distraksi visual.
2) Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik
air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama
lagu.Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu
seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2007).
Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart.Dari sekian banyak karya musik
klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang
paling dianjurkan.Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat
ketegangan emosi atau nyeri fisik.Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr.
Alfred Tomatis dan Don Campbell.Mereka mengistilahkan sebagai Efek Mozart.

Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karyakarya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan
motivatif di otak.Yang tak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan

musik Mozart itu sendiri.Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya
tidak dapat digunakan (Andreana, 2006).
3) Distraksi pernafasan
Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan meningkatkan oksigenisasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
1. Tujuan
Tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan
efisiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
2. Prosedur teknik relaksasi napas dalam
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan
diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi
yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan
udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas
dalam adalah sebagai berikut
1) Ciptakan lingkungan yang tenang
2) Usahakan tetap rileks dan tenang

3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstremitas atas dan bawah rileks
5) Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 kali
6) Menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8) Usahakan agar tetap konsentrasi/mata sambil terpejam
9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernapas secara dangkal dan
cepat (Priharjo, 2003).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam terhadap
penurunan nyeri
Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri
melalui mekanisme yaitu :
1) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme dan iskemik

2) Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk


melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin
3) Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat
Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat
lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu (Smeltzer
& Bare, 2002).
4) Distraksi intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan
kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5) Tehnik pernafasan
Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang
6) Imajinasi terbimbing
Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan
dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur
membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri (Tamsuri,2007).

B.PENGKAJIAN
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri paska pembedahan yang efektif.Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri.Intensitas nyeri harus dinilai sedini
mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri
yang dirasakan.
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian pada masalah nyeri dapat dilakukan dengan cara:
P (Pemacu), Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri,
Q (Quality), Kualitas nyeri dikatakan seperti apa yang dirasakan pasien
misalnya, seperti diiris-iris pisau, dipukul-pukul, disayat,
R (Region), Daerah perjalanan nyeri,
S (Severity), keparahan atau intensitas nyeri,
T (Time), lama/ waktu serangan atau frekuensi nyeri (Hidayat, 2008).
Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasaka individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2006).

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini:


.a. Baker Faces Scale Wong Pain Rating.
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai
dari senyuman sampai menangis karena kesakitan.Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar 1.1 Penilaian nyeri menurut Baker Faces Scale Wong Pain Rating
2. Verbal Rating Scale (VRS)
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan
skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 1.2 Penilaian nyeri menurut Baker Faces Scale Wong Pain Rating
c. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien
ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 5
atau 0 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10
menunjukkan nyeri yang hebat.

Gambar 1.3 Penilaian nyeri menurut Numerical Rating Scale (NRS)

d. Visual Analogue Scale (VAS)


Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak
ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk
membuat

tanda

digaris

tersebut

untuk

mengekspresikan

nyeri

yang

dirasakan.Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah


dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS
telah direkomendasikan oleh Coll karena selain telah digunakan secara luas, VAS
juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya
realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak
menjadi permasalahan.Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga
skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio.Nilai VAS antara 0 4
cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target
untuk tatalaksana analgesia.Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat
sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic
penyelamat (rescue analgetic).

Gambar 1.4 Penilaian nyeri menurut Visual Analogue Scale (VAS)


(Suddarth & Brunner dalam Smeltzer, 2006)
Respon nyeri setiap individu berbeda-beda ,hal ini dipengaruhi oleh
beberapa factor diantaranya adalah:
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak.Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri
jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

b. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya.
c.Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri (misal, suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh
jika ada nyeri).
d. Makna Nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman/persepsi seseorang terhadap nyeri
dan bagaimana mengatasinya.
e. Perhatian
Tingkat

seorang

mempengaruhi

klien
persepsi

memfokuskan
nyeri.Menurut

perhatiannya
Gill

(1990)

pada

nyeri

dapat

perhatian

yang

meningkat.dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi


dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.Teknik relaksasi, guided imagery
merupakan teknik untuk mengatasi nyeri.
f. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.

g. Pengalaman masa lalu


Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan
saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri.
h. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri
dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
i. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan (Potter
& Perry, 2006).

C.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut ) berhubungan dengan distensi jaringan
usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.
2. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi / ruptur pada apendiks, peritonitis , pembentukan abses,
prosedur invasive, insisi bedah.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan
pasca operasi, status hipermetabolik.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder akibat pembedahan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi(Potter & Perry, 2006).
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan
usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
atau hilang.
Kriteria Hasil: Klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang, klien rileks.
Intervensi:
1) Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan


penyembuhan. Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritoritis, memerlukan upaya evaluasi
medik dan intervensi
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen
bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang
3) Dorong untuk ambulasi dini
Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang
peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidak
nyamanan abdomen.
4) Ajarkan klien teknik distraksi dan relaksasi
Rasional: Mengurangi rasa nyeri
5) Ajarkan klien tarik nafas panjang
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan
diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi
yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan
udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas
dalam adalah sebagai berikut :
a)Ciptakan lingkungan yang tenang
b)Usahakan tetap rileks
dan tenang

c)Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
d)Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstremitas atas dan bawah rileks
e)Anjurkan bernapas dengan irama normal 3 kali
f)Menarik napas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan-lahan
g)Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
h)Usahakan agar tetap konsentrasi/mata sambil terpejam
i)Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
j)Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
k)Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
l)Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernapas secara dangkal dan
cepat (Priharjo, 2003).

You might also like