You are on page 1of 12

MAKALAH WAWASAN KEBANGSAAN

RUMAH SAKIT YANG MENOLAK


PASIEN AGAMA LAIN

DI SUSUN OLEH :
TRI WAHYUDI
1010711089
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
2010

I. PENDAHULUAN

Setiap sikap atau tindakan yang di lakukan warga negara tidak akan jauh dari
pancasila dan UUD 1945. Di bidang pelayanan kesehatan di Rumah sakit ada 3 (tiga)
pelaku utama yang berperan, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
Ketiga pelaku utama tersebut adalah Pasien, Dokter dan Rumah Sakit. Pengaturan hak
dan kewajiban tersebut, telah ditentukan dalam berbagai peraturan perundangundangan antara lain Undang-Undang Praktek Kedoktetan, Undang-Undang
Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit, Permenkes tentang Rumah Sakit dan Surat
Edaran Dirjen Pelayanan Medik tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter
dan Rumah Sakit.Seperti selayaknya kita belajar yang di dasarkan pada UUD dan
Pancasila.

II. MASALAH
1. Rumah Sakit Tanpa Kelas untuk Warga Miskin Dibangun di Kendal.
2. Dua Rumah Sakit Pemerintah Tolak Persalinan Warga Miskin.
3. Pasien Miskin dan Jaminan Sosial.
4. Rs swasta wajib layani pasien tak mampu
5. Tolak Pasien Gakin, Rumah Sakit Bisa Dipidana

III. ANALISIS MASALAH


1. Pancasila : Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan
pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk.Sebagai falsafa dan pandangan
hidup bangsa indonesia yang di anut oleh setiap agama yang mengatur tata
hubungan manusia dengan manusia ataupun hubungan manusia dengan Tuhan.
Dengan pancasila sebagai dasar dan falsafa negara di harapkan dapat mengatur
peri kehidupan berbangsa dan beragama serta dapat mewujudkan pemerintah
yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.
2. Depag : Lembaga

yang menyerap, menghimpun, dan menindak lanjuti

aspirasi masyarakat dan membahas menindak lanjuti hasil pengawasan


3. Depdiknas : Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri di bentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan keagamaan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga dan sarana
pendidikan
4. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah : Kementerian Negara
Koperasi dan UKM mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang koperasi dan usaha kecil dan
5. Departement hukum dan HAM : Lembaga hukum yang melindungi hak
asasi manusia bagi golongan etnis, agama ataupun bahasa
6. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

: Kementerian Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam


merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pendayagunaan aparatur
negara dan pengawas
7. Polisi : Menjaga dan mengawasi amannya jalannya peribadatan tiap-tiap
pemeluk agama agar tidak terjadi kekerasan antar umat beragama
8. Menteri Lingkungan Hidup : Kementerian Negara Lingkungan Hidup
mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan
koordinasi di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.
9. Menteri Pemberdayaan Perempuan : Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang pemberdayaan perempuan.

10. Undang-Undang : Sebagai dasar negara indonesia dan dari semua peraturan
yang ada di indonesia tercatat di undang-undang dan sebagai acuan dalam
pembuatan peraturan yang lain. Dengan adanya undang-undang di harapkan
bangsa indonesia bisa benar-benar di lindungi sehingga dapat melaksanakan
ibadah dengan tenang.
11. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional : Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang perencanaan pembangunan.
12. Informasi : Mengetahui dan memberi info tentang keagamaan di Indonesia
agar lebih memudahkan masyarakat mengawasi perkembangan dan jalannya
keagaan yang ada di Indonesia. Pemerintah / Depag memberi ketegasan mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh di laksanakan bersangkutan dengan
penganut agama.
13. Menteri

Pembangunan

Daerah

Tertinggal

Kementerian

Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal mempunyai tugas membantu Presiden dalam


merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembangunan
14. Keuangan : Untuk mengatur masuk dan keluarnya keuangan yang ada di
Indonesia, yang dipergunakan untuk membangun tempat ibadah ataupun
tempat-tempat yang mengenai agama
15. Budaya : merupakan bentuk jamak yang berkaitan dengan keagamaan,
sehingga dengan adanya budaya dapat mempersatukan antar umat beragama
16. Parpol : wadah yang berperan penting dalam menampung aspirasi dan
partisipasi agama di Indonesia
17. Menteri Badan Usaha Milik Negara : Kementerian Negara Badan Usaha
Milik Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang pembinaan badan usaha milik negara.
18. Menhub : suatu intansi yang mengurus tentang lembaga antar wilayah di
suatu negara. Agar

komunikasi dan roda ekonomi suatu negara tetap

menggeliat atau berjalan


19. Hub LN :suatu intansi pemerintah yang bertugas membuka hubungan antar
negara sebagai penghubung kerjasama antar bangsa
20. DPR/ DPRD : wakil rakyat sudah berjamaah dalam berkorupsi maka tindakan
ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat

21. Bidan : membantu persalinan bagi masyarakat khususnya wanita/ibu-ibu yang


hamil atau ingin yang melahirkan.
22. Guru : pahlawan tanpa tanda jasa yang membuat pintar bagi masyarakat akan
segala pengetahuan dan dapat menjadikan tauladan bagi masyarakat.
23. Menteri Perumahan Rakyat : Kementerian Negara Perumahan Rakyat
mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan
koordinasi
24. Taruna siaga bencana (TAGANA) : membantu masyarakat yang terkena
musibah atau korban-korban bencana alam yang sedang melanda daerah
tersebut.
25. Karang taruna : suatu wadah generasi muda untuk mengembangkan bakat
serta kreatif untuk mempersiapkan diri sebagai generasi suatu bangsa
26. Menteri Riset dan Teknologi
Kementerian Negara Ristek mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
27. KPA : suatu lembaga yang mengurusi, melindungi segala penyimpangan yang
terjadi pada anak-anak
28. Koperasi : suatu organisasi yang mendidik anggotanya agar terbina
menggunakan keuangan secara terprogram
29. Budaya : atau kebudayaan berasal daribasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) di artikan sebagai halhal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia
30. Dirjen pajak : suatu lembaga yang bertugas pemasukan negara yang berasal
dari masyarakat untuk kelangsungan pembangunan di segala sektor atau di
segala bidang
31. Pendapatan hasil daerah (PAD) : masing-masing daerah peningkatan GDP
dan pemerintah akan mampu membangun sistem jaminan sosial warganya
32. Menteri Pemuda dan Olahraga : Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan
koordinasi di bidang pemuda dan olahraga.di bidang perumahan rakyat.
33. Depkes : kementriaan yang bertugas mengawasi dan menciptakan suatu
negara terbebas dari penyakit dan terpenuhi cadangan obat untuk rakyatnya

34. Dokter : memberikan layanan kesehatan kepada warga yang membutuhkan


baik itu pengobatan maupun konsultasi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan penyakit.
35. Dosen : memberikan ilmu baik teori maupun praktek dan dapat menjadi
tauladan bagi mahasiswa.
36. Depsos : keadilan sosial masih perlu di wujudkan, antara lain dalam bidang
ekonomi melalui perwujudan kekuatan ekonomi yang meningkatkan
kesejahteraan rakyat pada umumnya.
37. Ahli psikolog : Ahli psikolog menyatakan bahwa banyak mereka yang
mengalami krisis ekonomi yang mengalami stres yang sangat berat , mereka
mengatakan stres yang mereka alami di karenakan pusing memikirkan biaya
hidup mereka.
38. Presiden : presiden adalah kepala negara yang mengayomi masyarakatnya dan
negaranya. Tugas presiden memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya
termasuk kesejahteraan ekonomi dan menghapus kemiskinan yang ada di
indonesia.
39. Adat : di indonesia adat sangat kuat dan masih ada hubungan dengan
pancasila. Adat memegang peran penting bagi persatuan setiap daerah
khususnya bagi mereka yang masih percaya kepada adat yang ada di
daerahnya sendiri.
40. Sekolah : di sekolah harus di terapkan pambelajaran tentang nilai-nilai
pancasila , karena dari bangku sekolah akan tumbuh generasi muda yang akan
membangun perekonomian indonesia.

IV. UPAYA
Pemerintah dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usahausaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka
peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk
lebih eksploratif. Sedemikian berat tugas pemerintah untuk waktu mendatang, apalagi
bila kita amati prilaku masyarakat sekarang ini. Seolah-olah cerminan tidak puasnya
terhadap kinerja pemerintah. Dari ekonomi sepertinya rakyat hidup makin susah.

Korupsi semakin jelas tetapi penindakan hukumnya lemah. Polisinya, kejaksaanya,


pengadilannya hampir semua sektor mengecewakan rakyat.

V. KESIMPULAN
1) Untuk memberikan jaminan kesehatan yang merata kepada rakyat indonesia,
pemerintah harus memberlakukan UU kesehatan.
2) Pemerintah harus menjamin kartu gakin berlaku di rumah sakit pemerintah
maupun swasta.
3) Pemerintah harus menindak tegas kepada rumah sakit yang tidak memberikan
pelayanan kepada pasien yang membawa kartu gakin.

VI. REFERENSI

Internet

Media massa

www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html

www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html

http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html

VII. ARTIKEL

Rumah Sakit Tanpa Kelas untuk Warga Miskin Dibangun di


Kendal
Selasa, 12 Oktober 2010 | 16:32 WIB
TEMPO Interaktif, Kendal - Kabupaten Kendal segera membangun rumah sakit
tanpa kelas. Rumah sakit ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pelyanan kesehatan
bagi warga miskin.

"Semua kamar rawat inap sama. Dengan demikian, tidak ada alasan rumah sakit
menolak pasien miskin karena yang ada ruang VIP," kata Bupati Kendal, Widya
Kandi Susanti kepada Tempo, Selasa (12/10).Berdasarkan pantauan selama ini, Widya
yang juga seorang dokter mennambahkan, sering pelayanan untuk pasien miskin tidak
bisa diberikan secara langsung karena keterbatasan ruang inap yang sesuai dengan
kelas pasien peseta Jaminan Kesehatan Masyarakat.
"Mestinya layanan darurat untuk orang sakit tidak bisa ditunda dengan alasan
apapun." Pendirian rumah sakit tanpa kelas akan direalisasikan tahun depan dengan
dana dari pemerintah pusat sebesar Rp 50 miliar.Rencana ini mendapat dukungan dari
Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kendal. Menurutnya, rumah
sakit ini juga akan memberikan pelayanan bagi warga miskin, baik yang masuk dalam
daftar Jaminan Kesehatan Masyarakat dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
"Asal warga bisa menunjukkan warga miskin, mereka tak akan dipungut biaya," kata
Benny Karnadie, Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kendal.Ditambahkan, rumah sakit ini juga terbuka untuk pasien yang mampu. Namun
bagi yang mampu tetap dikenakan biaya penuh. Hanya saja, karena tanpa kelas, tetap
saja tarifnya lebih murah dibanding rumah sakit pada umumnya.Salah satu komponen
penyebab mahalnya biaya di rumah sakit, lanjutnya, karena pasien juga dikenai tarif
kamar yang berbeda-beda, meski dengan pelayanan dan penangan kesehatan yang
sama.Benny mengingatkan, selain persiapan pembanguan fisik, pemerintah Kendal
juga harus menyiapkan tenaga kesehatan yang baik. Dengan demikian, meski murah,
tapi tidak mengurangi mutu pelayanan.

Dua Rumah Sakit Pemerintah Tolak Persalinan Warga


Miskin
Minggu, 03 Oktober 2010 | 11:11 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua rumah sakit pemerintah menolak melayani warga
miskin yang hendak menjalani persalinan. Penolakan dilakukan lantaran pasien tidak
mampu membayar uang muka. Saya diminta bayar Rp 5 juta. Saya bingung. Padahal
uang di kantong cuma Rp 200 ribu, kata Abel, 25 tahun, warga Cibubur, Jakarta
Timur
(3/10).
Peristiwa berawal ketika Tri Ayu Mulyati, 23 tahun, istri Abel, merasakan kontraksi di
bagian perutnya. Rasa mulas yang berlangsung sejak malam hari itu memaksa Abel
membawa istrinya ke RSUD Pasar Rebo pagi tadi dengan menggunakan motor
pinjaman. Tapi saya ditolak. Alasannya kamar untuk pengguna fasilitas Gakin dan
Jamkesmas sudah habis. Saya bisa dilayani kalau mau masuk kelas II atau kelas I,
ujarnya.
Pada saat yang bersamaan, Tempo sempat menghubungi Kepala Dinas Kesehatan
DKI Jakarta, Dien Emawati, guna mempertanyakan kemungkinan penggunaan
fasilitas kesehatan bagi orang miskin. Saat itu ia mengaku sudah meminta kepada
Wakil Direktur RS Pasar Rebo guna mencarikan solusi. Namun yang terjadi jauh dari
harapan. Pihak rumah sakit malah merujuk penanganan ke RS Polri, Dr. Sukamto,

Kramatjati.
Jawaban yang diperoleh nyatanya tidak jauh berbeda. Pihak RS meminta Abel untuk
membayar uang muka sebesar Rp 5 juta lantaran proses persalinan harus melalui
operasi cesar. Dalam kondisi linglung, Abel kembali membawa istrinya menyusuri
ruas Jl. Raya Bogor dan singgah di RS Tumbuh Kembang. Ia pun kembali terbentur
masalah yang sama. Pihak RS meminta Abel membayar uang muka sebesar Rp 1,5
juta untuk total biaya sebesar Rp 5 juta.Layanan kesehatan bagi orang miskin
sebenarnya telah difasilitasi pemerintah melalui banyak jalur seperti Gakin (Keluarga
Miskin), SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dan Jamkesmas (Jaminan
Kesehatan Masyarakat). Namun fasilitas tersebut seringkali sulit diakses dan kerap
diabaikan pihak rumah sakit. Pengalaman Abel dan istrinya merupakan satu potret di
antarannya. Haruskah anak mereka dilahirkan di tengah jalan?

Pasien Miskin dan Jaminan Sosial


Meski sudah banyak aturan dan anjuran agar fasilitas kesehatan mendahulukan
pertolongan kepada pasien, namun penolakan layanan kepada pasien dengan alasan
ekonomi masih kerap terjadi. Kasus penolakan terhadap Elsa Ainurohmah, bayi
berusia enam bulan, putri pasangan Paidi (34) dan Septi Nuraini (30) oleh RS Sari
Asih, Karawaci Tangerang, beberapa waktu lalu, misalnya, menambah panjang
catatan hitam kasus serupa di Tanah Air. Bayi mungil itu tidak mendapatkan layanan
medis semestinya karena orangtuanya tak mampu menyanggupi uang muka Rp 10
juta yang diminta pihak rumah sakit. Akhirnya, orangtuanya memutuskan untuk
memindahkan Elsa ke RSU Tangerang. Namun, akibat terlambat mendapatkan
layanan medis, Elsa meninggal sebelum tiba di RSU Tangerang. Tentu sangat miris
rasanya jika peristiwa seperti ini terus terjadi secara berulang.Padahal, UU Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mewajibkan fasilitas layanan kesehatan agar
mendahulukan upaya penyelamatan pasien. Pada pasal 32 ayat (1) undang-undang ini
disebutkan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Bahkan pada
ayat (2) ditegaskan, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Demikian pula UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam pasal 29 ayat
(1) huruf f undang-undang itu secara tegas dinyatakan rumah sakit wajib
melaksanakan fungsi sosial, antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi
kemanusiaan.
Tapi, realitasnya berkata lain. Kasus Elsa menunjukkan hal yang sebaliknya. Rumah
sakit menolak pasien yang tak bisa menyediakan uang muka sebagai jaminan
pembiayaan. Masalah ketersediaan uang muka atau jaminan pembiayaan memang
sering menjadi titik pangkal persoalan dalam layanan kesehatan. Ketika tidak ada
jaminan pembiayaan, seperti kasus di atas, maka sulit bagi warga masyarakat untuk
mengakses
layanan
kesehatan.

Fenomena ini menunjukkan lemahnya implementasi aturan yang ada. Untuk itu, harus
ada upaya keras dari pemerintah sebagai regulator untuk menindak pihak-pihak yang
melakukan pelanggaran. Selain itu, perlu ada upaya yang komprehensif untuk
merapikan sistem sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dari pelaksanaan
aturan-aturan tersebut, termasuk masalah jaminan pembiayaan.Sebagai fasilitas yang
padat modal, padat karya, dan padat teknologi, fasilitas layanan kesehatan, khususnya
rumah sakit, memang dihadapkan pada tuntutan akan adanya jaminan pembiayaan
yang memadai. Tanpa itu, rumah sakit tak mungkin bisa menjalankan fungsinya.
Apalagi, rumah sakit swasta yang dituntut menjadi revenue center (pusat penghasilan)
yang harus membawa keuntungan bagi pemilik dan pengelolanya. Inilah salah satu
dilema yang dihadapi rumah sakit dalam melakukan layanan kesehatan bagi warga
tidak mampu. Jika melayani warga yang tak mampu membayar, tentu rumah sakit
akan kehilangan penghasilan. Dan, ini akan berdampak buruk terhadap
keberlangsungan
operasional
RS
itu
sendiri.
Di sisi lain, program terobosan pemerintah tampaknya belum sepenuhnya efektif.
Pemberian SKTM (surat keterangan tidak mampu) dan program jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas) yang merupakan jaminan pembiayaan kesehatan bagi warga
miskin belum sepenuhnya menjadi solusi. Cakupan yang terbatas, birokrasi yang
lambat dan bertele-tele, dan informasi yang tidak tersebar dengan baik, menjadi titik
lemah program yang menyebabkan warga tidak mampu menjadi korban.
Fakta lain, tidak sedikit warga miskin peserta Jamkesmas, yang seyogianya mendapat
jaminan pembiayaan dari negara, tetap tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan.
Terbatasnya fasilitas layanan untuk pasien Jamkesmas adalah alasannya. Jamkesmas
memang hanya menjamin fasilitas layanan untuk kelas III rumah sakit. Sedangkan
untuk mengejar keuntungan, rumah sakit lebih banyak menyediakan kelas II, I, VIP,
dan bahkan VVIP ketimbang kelas III yang minim keuntungan. Dalam UU No 44
Tahun 2009 disebutkan, rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan
pasien, serta mempunyai fungsi sosial (pasal 2). Jika melihat penjelasan dari pasal
tersebut, prinsip-prinsip yang tertuang dalam pasal itu mengarahkan pada
pengutamaan layanan kesehatan dan penghilangan diskriminasi baik karena
perbedaan, agama, ras, maupun strata ekonomi. Misalnya, nilai kemanusiaan dalam
penjelasan ayat tersebut dikatakan bahwa penyelenggaraan rumah sakit dilakukan
dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak membedakan
suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras. Adapun yang dimaksud dengan nilai
keadilan adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit mampu memberikan pelayanan
yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya terjangkau oleh masyarakat
dan pelayanan yang bermutu. Sedangkan fungsi sosial rumah sakit, dijelaskan sebagai
bagian dari tanggung jawab yang melekat pada setiap rumah sakit, yang merupakan
ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien, khususnya yang
kurang/tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.Jadi,
secara prinsip dan aturan, tak ada alasan bagi rumah sakit untuk mengabaikan pasien
tidak mampu. Namun, mari kita kembali pada realitas yang ada. Penerapan aturan
tersebut harus diikuti dengan solusi sistemik terkait masalah jaminan pembiayaan
yang sering dikeluhkan pihak penyelenggara layanan kesehatan. UU Kesehatan dan
UU Rumah Sakit memberi jaminan kepada seluruh warga, termasuk warga miskin,
untuk mendapatkan layanan kesehatan. Tentu, UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) seharusnya menjadi jawabannya. Undang-undang ini


mengatur tentang perlindungan sosial bagi masyarakat Indonesia agar bisa memenuhi
kebutuhan dasarnya. Di dalamnya termasuk jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian berdasarkan prinsip
asuransi. Khusus untuk masyarakat miskin, preminya dibayar oleh pemerintah.
Apabila UU ini berhasil dijalankan sepenuhnya, maka pembiayaan kesehatan-seperti
yang sekarang ini sering dikeluhkan-bukan lagi masalah. Sebab, setiap warga negara
Indonesia memiliki jaminan pembiayaan kesehatan. Hanya saja, aturan-aturan turunan
dari Undang-Undang SJSN belum sepenuhnya terselesaikan. Salah satu yang krusial
adalah aturan tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).

RS SWASTA WAJIB LAYANI PASIEN TAK MAMPU


Bekasi, Pengelola rumah sakit swasta wajib melayani pasien dari keluarga tidak
mampu dan mengalokasikan 10 persen tempat tidur yang tersedia untuk pasien-pasien
tersebut. "Sudah ada kesepakatan menyediakan 10 persen tempat tidur bagi pasien
tidak mampu dan bagi pelanggaran yang dilakukan tentu ada sanksi," kata Wali Kota
Bekasi, Mochtar Mohamad, di Bekasi, Selasa. Semula rumah sakit swasta diminta
membayar kuota 10 persen tersebut kepada pemerintah kota yang nantinya akan
menyelenggarakan fasilitas berobat murah, namun mereka keberatan dengan cara
tersebut dan memilih menyediakan sendiri tempat tidur bagi warga kurang mampu.
Aparat Pemkot Bekasi menyatakan tidak akan memperpanjang ijin rumah sakit swasta
di daerah itu yang menolak pasien dari keluarga kurang mampu atau tidak
menyediakan 10 persen dari tempat tidur di rumah sakit tersebut. "RS swasta tidak
boleh murni untuk kepentingan bisnis. Aspek sosial harus tetap ada dan kalau tidak
mau mengikuti ketentuan itu tentu saja kita punya kewenangan termasuk mencabut
ijinnya," ujarnya. Ketentuan menyediakan 10 persen tempat tidur tersebut sudah
dikuatkan dalam peraturan daerah yang sifatnya mengikat. Dari 30-an rumah sakit
swasta di Kota Bekasi, baru beberapa di antaranya saja yang sudah memenuhi kuota
10 persen tersebut. Ia mengaku belum tahu apakah memang warga kurang mampu
enggan datang ke rumah sakit swasta tersebut atau manajemen rumah sakit yang
menolak pasien dari keluarga kurang mampu tersebut. Ia minta bila ada warga kurang
mampu yang ditolak berobat ke RS swasta agar melapor ke Pemkot. Pemkot telah
mengalokasikan dana sebesar Rp4 juta perorang bagi pasien dari keluarga miskin
yang dirawat inap di rumah sakit. Dalam meningkatkan layanan kesehatan bagi warga
kurang mampu, kapasitas kamar dan tempat bagi pasien tersebut di RSU Kota Bekasi
akan ditingkatkan dari yang ada sekarang 120 kamar dengan 250 tempat tidur.

Tolak Pasien Gakin, Rumah Sakit Bisa Dipidana


BERITAJAKARTA.COM 30-10-2009 17:34
Warga kurang mampu di Jakarta Utara kini tak perlu khawatirkan lagi ditolak berobat
di rumah sakit. Sebab, Suku Dinas Kesehatan Masyarakat (Sudin Kesmas) Jakarta
Utara akan menindak pengelola rumah sakit pemerintah maupun swasta yang
menolak pasien, khususnya dari keluarga miskin. Bahkan Izin Kerja Sama (IKS) akan

dicabut jika terbukti menolak pasien.Selain mencabut izin IKS, pengelola rumah sakit
juga akan dipidanakan dengan ancaman enam bulan penjara serta denda Rp50 juta.
Untuk itu, Pemkot Jakut melalui Sudin Kesmas mulai menyosialisasikan kepada 16
rumah sakit baik pemerintah maupun swasta yang beroperasi di wilayah Jakut. Ke-16
rumah sakit itu di antaranya, RSUD Koja, RSPI Sulianto Saroso, RS Sukmul, RS
Pelabuhan, RS Jakarta, RS Medika Griya Danausunter, RS Islam Sukapura, RS
Atmajaya Pluit, dan RS Sunter Agung. Semua rumah sakit itu telah memiliki fasilitas
pelayanan kartu Gakin.Selama ini memang banyak rumah sakit menolak pasien yang
berasal dari keluarga miskin (Gakin) atau yang dilengkapi Surat Keterangan Tidak
Mampu (SKTM) dari kelurahan. Tapi, nantinya diharapkan tidak akan terjadi
lagi. Pemkot Jakut sudah memberikan fasilitas kepada 16 rumah sakit yang ada di
Jakut, untuk menerima pasien pemilik kartu Gakin atau SKTM dari kelurahan. Jika
ternyata ada warga miskin yang dipersulit, silakan langsung melapor ke Sudin
Kesmas di kantor Walikota Jakut, jelas dr Kurnianto Amin, Kasudin Kesehatan
Jakut, di sela-sela kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Kelurahan
Lagoa, Kecamatan Koja, Jakut, Jumat (30/10).Ditegaskannya, jika kedapatan ada
rumah sakit yang memiliki fasilitas Gakin menolak pasien gakin, pihaknya tidak
segan-segan menegur, bahkan menerapkan sanksi tegas. Memang, diakuinya, pada
dasarnya tak ada yang gratis untuk berobat ke rumah sakit. Namun, khusus bagi
warga miskin yang berobat ke rumah sakit, pembiayaannya ditanggung pemerintah
yang dananya sudah dianggarkan. "Jadi, rumah sakit yang memiliki fasilitas Gakin,
jangan coba-coba menolak," tegasnya.Namun kenyataannya, warga Lagoa
mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang menganggap pasien Gakin sebelah mata.
Bahkan, setelah pihak rumah sakit mengetahui kalau pasiennya menggunakan kartu
Gakin, pelayanan pun tak seperti yang dilakukan kepada pasien biasa."Kami selalu
kesulitan setiap kali hendak berobat atau mengantar warga kami yang tidak mampu.
Bahkan, berbagai alasan dilontarkan oleh petugas rumah sakit. Mulai dari kamar
penuh hingga pelayanan yang tidak baik," kata Rasja (45), Ketua RT 7/12 Kelurahan
Lagoa, kecamatan Koja, Jakut yang mengaku pernah mengantar warganya ke RSUD
Koja.Hal senada disampaikan Risma (34) warga lainnya di RW 12. Wanita asal
Madiun ini mengaku, RSUD Koja adalah salah satu rumah sakit yang menjadi tujuan
warga Lagoa, sebab lokasinya dekat dengan pemukiman. Ya, kami sangat berharap,
rumah sakit yang memiliki fasilitas Gakin, tidak mempersulit kami," jelasnya. Wakil
Walikota Jakut, Atma Sanjaya, meminta kepada masyarakat pemegang kartu Gakin
atau SKTM agar sebaiknya tidak bertujuan pada satu rumah sakit yang memiliki
fasilitas Gakin saja. Jika di rumah sakit tersebut penuh, tak ada kamar, bisa mencari
rumah sakit lain yang sama-sama memiliki fasilitas Gakin, ujar Atma.Terkait dengan
pencabutan IKS pada pengelola rumah sakit pemerintah dan swasta jika menolak
melayani pasien Gakin, Atma menegaskan bahwa sanksi diperlukan untuk
menegakkan peraturan. Apalagi, kata Atma, semua pihak harus memberikan
pelayanan prima kepada keluarga miskin. Sanksi bagi pengelola rumah sakit yang
menolak pasien Gakin akan diberikan secara bertahap, mulai dari peringatan lisan,
peringatan tertulis, sampai pencabutan izin operasi, dan tuntutan pidana, tegasnya.

You might also like