Professional Documents
Culture Documents
DI SUSUN OLEH :
TRI WAHYUDI
1010711089
S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
2010
I. PENDAHULUAN
Setiap sikap atau tindakan yang di lakukan warga negara tidak akan jauh dari
pancasila dan UUD 1945. Di bidang pelayanan kesehatan di Rumah sakit ada 3 (tiga)
pelaku utama yang berperan, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
Ketiga pelaku utama tersebut adalah Pasien, Dokter dan Rumah Sakit. Pengaturan hak
dan kewajiban tersebut, telah ditentukan dalam berbagai peraturan perundangundangan antara lain Undang-Undang Praktek Kedoktetan, Undang-Undang
Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit, Permenkes tentang Rumah Sakit dan Surat
Edaran Dirjen Pelayanan Medik tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter
dan Rumah Sakit.Seperti selayaknya kita belajar yang di dasarkan pada UUD dan
Pancasila.
II. MASALAH
1. Rumah Sakit Tanpa Kelas untuk Warga Miskin Dibangun di Kendal.
2. Dua Rumah Sakit Pemerintah Tolak Persalinan Warga Miskin.
3. Pasien Miskin dan Jaminan Sosial.
4. Rs swasta wajib layani pasien tak mampu
5. Tolak Pasien Gakin, Rumah Sakit Bisa Dipidana
: Kementerian Negara
10. Undang-Undang : Sebagai dasar negara indonesia dan dari semua peraturan
yang ada di indonesia tercatat di undang-undang dan sebagai acuan dalam
pembuatan peraturan yang lain. Dengan adanya undang-undang di harapkan
bangsa indonesia bisa benar-benar di lindungi sehingga dapat melaksanakan
ibadah dengan tenang.
11. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional : Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang perencanaan pembangunan.
12. Informasi : Mengetahui dan memberi info tentang keagamaan di Indonesia
agar lebih memudahkan masyarakat mengawasi perkembangan dan jalannya
keagaan yang ada di Indonesia. Pemerintah / Depag memberi ketegasan mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh di laksanakan bersangkutan dengan
penganut agama.
13. Menteri
Pembangunan
Daerah
Tertinggal
Kementerian
Negara
IV. UPAYA
Pemerintah dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usahausaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka
peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk
lebih eksploratif. Sedemikian berat tugas pemerintah untuk waktu mendatang, apalagi
bila kita amati prilaku masyarakat sekarang ini. Seolah-olah cerminan tidak puasnya
terhadap kinerja pemerintah. Dari ekonomi sepertinya rakyat hidup makin susah.
V. KESIMPULAN
1) Untuk memberikan jaminan kesehatan yang merata kepada rakyat indonesia,
pemerintah harus memberlakukan UU kesehatan.
2) Pemerintah harus menjamin kartu gakin berlaku di rumah sakit pemerintah
maupun swasta.
3) Pemerintah harus menindak tegas kepada rumah sakit yang tidak memberikan
pelayanan kepada pasien yang membawa kartu gakin.
VI. REFERENSI
Internet
Media massa
www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html
www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html
http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html
VII. ARTIKEL
"Semua kamar rawat inap sama. Dengan demikian, tidak ada alasan rumah sakit
menolak pasien miskin karena yang ada ruang VIP," kata Bupati Kendal, Widya
Kandi Susanti kepada Tempo, Selasa (12/10).Berdasarkan pantauan selama ini, Widya
yang juga seorang dokter mennambahkan, sering pelayanan untuk pasien miskin tidak
bisa diberikan secara langsung karena keterbatasan ruang inap yang sesuai dengan
kelas pasien peseta Jaminan Kesehatan Masyarakat.
"Mestinya layanan darurat untuk orang sakit tidak bisa ditunda dengan alasan
apapun." Pendirian rumah sakit tanpa kelas akan direalisasikan tahun depan dengan
dana dari pemerintah pusat sebesar Rp 50 miliar.Rencana ini mendapat dukungan dari
Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kendal. Menurutnya, rumah
sakit ini juga akan memberikan pelayanan bagi warga miskin, baik yang masuk dalam
daftar Jaminan Kesehatan Masyarakat dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
"Asal warga bisa menunjukkan warga miskin, mereka tak akan dipungut biaya," kata
Benny Karnadie, Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kendal.Ditambahkan, rumah sakit ini juga terbuka untuk pasien yang mampu. Namun
bagi yang mampu tetap dikenakan biaya penuh. Hanya saja, karena tanpa kelas, tetap
saja tarifnya lebih murah dibanding rumah sakit pada umumnya.Salah satu komponen
penyebab mahalnya biaya di rumah sakit, lanjutnya, karena pasien juga dikenai tarif
kamar yang berbeda-beda, meski dengan pelayanan dan penangan kesehatan yang
sama.Benny mengingatkan, selain persiapan pembanguan fisik, pemerintah Kendal
juga harus menyiapkan tenaga kesehatan yang baik. Dengan demikian, meski murah,
tapi tidak mengurangi mutu pelayanan.
Kramatjati.
Jawaban yang diperoleh nyatanya tidak jauh berbeda. Pihak RS meminta Abel untuk
membayar uang muka sebesar Rp 5 juta lantaran proses persalinan harus melalui
operasi cesar. Dalam kondisi linglung, Abel kembali membawa istrinya menyusuri
ruas Jl. Raya Bogor dan singgah di RS Tumbuh Kembang. Ia pun kembali terbentur
masalah yang sama. Pihak RS meminta Abel membayar uang muka sebesar Rp 1,5
juta untuk total biaya sebesar Rp 5 juta.Layanan kesehatan bagi orang miskin
sebenarnya telah difasilitasi pemerintah melalui banyak jalur seperti Gakin (Keluarga
Miskin), SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dan Jamkesmas (Jaminan
Kesehatan Masyarakat). Namun fasilitas tersebut seringkali sulit diakses dan kerap
diabaikan pihak rumah sakit. Pengalaman Abel dan istrinya merupakan satu potret di
antarannya. Haruskah anak mereka dilahirkan di tengah jalan?
Fenomena ini menunjukkan lemahnya implementasi aturan yang ada. Untuk itu, harus
ada upaya keras dari pemerintah sebagai regulator untuk menindak pihak-pihak yang
melakukan pelanggaran. Selain itu, perlu ada upaya yang komprehensif untuk
merapikan sistem sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dari pelaksanaan
aturan-aturan tersebut, termasuk masalah jaminan pembiayaan.Sebagai fasilitas yang
padat modal, padat karya, dan padat teknologi, fasilitas layanan kesehatan, khususnya
rumah sakit, memang dihadapkan pada tuntutan akan adanya jaminan pembiayaan
yang memadai. Tanpa itu, rumah sakit tak mungkin bisa menjalankan fungsinya.
Apalagi, rumah sakit swasta yang dituntut menjadi revenue center (pusat penghasilan)
yang harus membawa keuntungan bagi pemilik dan pengelolanya. Inilah salah satu
dilema yang dihadapi rumah sakit dalam melakukan layanan kesehatan bagi warga
tidak mampu. Jika melayani warga yang tak mampu membayar, tentu rumah sakit
akan kehilangan penghasilan. Dan, ini akan berdampak buruk terhadap
keberlangsungan
operasional
RS
itu
sendiri.
Di sisi lain, program terobosan pemerintah tampaknya belum sepenuhnya efektif.
Pemberian SKTM (surat keterangan tidak mampu) dan program jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas) yang merupakan jaminan pembiayaan kesehatan bagi warga
miskin belum sepenuhnya menjadi solusi. Cakupan yang terbatas, birokrasi yang
lambat dan bertele-tele, dan informasi yang tidak tersebar dengan baik, menjadi titik
lemah program yang menyebabkan warga tidak mampu menjadi korban.
Fakta lain, tidak sedikit warga miskin peserta Jamkesmas, yang seyogianya mendapat
jaminan pembiayaan dari negara, tetap tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan.
Terbatasnya fasilitas layanan untuk pasien Jamkesmas adalah alasannya. Jamkesmas
memang hanya menjamin fasilitas layanan untuk kelas III rumah sakit. Sedangkan
untuk mengejar keuntungan, rumah sakit lebih banyak menyediakan kelas II, I, VIP,
dan bahkan VVIP ketimbang kelas III yang minim keuntungan. Dalam UU No 44
Tahun 2009 disebutkan, rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan
didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan antidiskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan
pasien, serta mempunyai fungsi sosial (pasal 2). Jika melihat penjelasan dari pasal
tersebut, prinsip-prinsip yang tertuang dalam pasal itu mengarahkan pada
pengutamaan layanan kesehatan dan penghilangan diskriminasi baik karena
perbedaan, agama, ras, maupun strata ekonomi. Misalnya, nilai kemanusiaan dalam
penjelasan ayat tersebut dikatakan bahwa penyelenggaraan rumah sakit dilakukan
dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak membedakan
suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras. Adapun yang dimaksud dengan nilai
keadilan adalah bahwa penyelenggaraan rumah sakit mampu memberikan pelayanan
yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya terjangkau oleh masyarakat
dan pelayanan yang bermutu. Sedangkan fungsi sosial rumah sakit, dijelaskan sebagai
bagian dari tanggung jawab yang melekat pada setiap rumah sakit, yang merupakan
ikatan moral dan etik dari rumah sakit dalam membantu pasien, khususnya yang
kurang/tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.Jadi,
secara prinsip dan aturan, tak ada alasan bagi rumah sakit untuk mengabaikan pasien
tidak mampu. Namun, mari kita kembali pada realitas yang ada. Penerapan aturan
tersebut harus diikuti dengan solusi sistemik terkait masalah jaminan pembiayaan
yang sering dikeluhkan pihak penyelenggara layanan kesehatan. UU Kesehatan dan
UU Rumah Sakit memberi jaminan kepada seluruh warga, termasuk warga miskin,
untuk mendapatkan layanan kesehatan. Tentu, UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem
dicabut jika terbukti menolak pasien.Selain mencabut izin IKS, pengelola rumah sakit
juga akan dipidanakan dengan ancaman enam bulan penjara serta denda Rp50 juta.
Untuk itu, Pemkot Jakut melalui Sudin Kesmas mulai menyosialisasikan kepada 16
rumah sakit baik pemerintah maupun swasta yang beroperasi di wilayah Jakut. Ke-16
rumah sakit itu di antaranya, RSUD Koja, RSPI Sulianto Saroso, RS Sukmul, RS
Pelabuhan, RS Jakarta, RS Medika Griya Danausunter, RS Islam Sukapura, RS
Atmajaya Pluit, dan RS Sunter Agung. Semua rumah sakit itu telah memiliki fasilitas
pelayanan kartu Gakin.Selama ini memang banyak rumah sakit menolak pasien yang
berasal dari keluarga miskin (Gakin) atau yang dilengkapi Surat Keterangan Tidak
Mampu (SKTM) dari kelurahan. Tapi, nantinya diharapkan tidak akan terjadi
lagi. Pemkot Jakut sudah memberikan fasilitas kepada 16 rumah sakit yang ada di
Jakut, untuk menerima pasien pemilik kartu Gakin atau SKTM dari kelurahan. Jika
ternyata ada warga miskin yang dipersulit, silakan langsung melapor ke Sudin
Kesmas di kantor Walikota Jakut, jelas dr Kurnianto Amin, Kasudin Kesehatan
Jakut, di sela-sela kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Kelurahan
Lagoa, Kecamatan Koja, Jakut, Jumat (30/10).Ditegaskannya, jika kedapatan ada
rumah sakit yang memiliki fasilitas Gakin menolak pasien gakin, pihaknya tidak
segan-segan menegur, bahkan menerapkan sanksi tegas. Memang, diakuinya, pada
dasarnya tak ada yang gratis untuk berobat ke rumah sakit. Namun, khusus bagi
warga miskin yang berobat ke rumah sakit, pembiayaannya ditanggung pemerintah
yang dananya sudah dianggarkan. "Jadi, rumah sakit yang memiliki fasilitas Gakin,
jangan coba-coba menolak," tegasnya.Namun kenyataannya, warga Lagoa
mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang menganggap pasien Gakin sebelah mata.
Bahkan, setelah pihak rumah sakit mengetahui kalau pasiennya menggunakan kartu
Gakin, pelayanan pun tak seperti yang dilakukan kepada pasien biasa."Kami selalu
kesulitan setiap kali hendak berobat atau mengantar warga kami yang tidak mampu.
Bahkan, berbagai alasan dilontarkan oleh petugas rumah sakit. Mulai dari kamar
penuh hingga pelayanan yang tidak baik," kata Rasja (45), Ketua RT 7/12 Kelurahan
Lagoa, kecamatan Koja, Jakut yang mengaku pernah mengantar warganya ke RSUD
Koja.Hal senada disampaikan Risma (34) warga lainnya di RW 12. Wanita asal
Madiun ini mengaku, RSUD Koja adalah salah satu rumah sakit yang menjadi tujuan
warga Lagoa, sebab lokasinya dekat dengan pemukiman. Ya, kami sangat berharap,
rumah sakit yang memiliki fasilitas Gakin, tidak mempersulit kami," jelasnya. Wakil
Walikota Jakut, Atma Sanjaya, meminta kepada masyarakat pemegang kartu Gakin
atau SKTM agar sebaiknya tidak bertujuan pada satu rumah sakit yang memiliki
fasilitas Gakin saja. Jika di rumah sakit tersebut penuh, tak ada kamar, bisa mencari
rumah sakit lain yang sama-sama memiliki fasilitas Gakin, ujar Atma.Terkait dengan
pencabutan IKS pada pengelola rumah sakit pemerintah dan swasta jika menolak
melayani pasien Gakin, Atma menegaskan bahwa sanksi diperlukan untuk
menegakkan peraturan. Apalagi, kata Atma, semua pihak harus memberikan
pelayanan prima kepada keluarga miskin. Sanksi bagi pengelola rumah sakit yang
menolak pasien Gakin akan diberikan secara bertahap, mulai dari peringatan lisan,
peringatan tertulis, sampai pencabutan izin operasi, dan tuntutan pidana, tegasnya.