You are on page 1of 19

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan
kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua
macam yaitu endogen dan eksogen (Depkes, 2005).
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal;
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar (Depkes,
2005).
Penyebab kematian neonatal di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2007 adalah :
gangguan/kelainan pernapasan (35,9%), prematuritas (32,4%), sepsis (12%),
hipotermi (6,3%), kelainan darah/ikterus (5,6%), postmatur (2,8%), dan kelainan
kongenital (1,4%).

10

A. Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (Rahajoe, 2008).

1. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
b. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6.
c. Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 7-10.

2. Etiologi dan Faktor Risiko Asfiksia


Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat
berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu
diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah (Gomella, 2009):
a. Faktor ibu
Pre-eklampsi dan eklampsi
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.


Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomella,
2009).

11

b. Faktor Tali Pusat


Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat(Gomella, 2009).
c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,

ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)


Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (Gomella,
2009)

3. Manifestasi Klinis Asfiksia

Denyut jantung janin lebih dari 100x/mnt atau kurang dari l00x/menit

dan tidak teratur


Mekonium dalam air ketuban ibu
Apnue
Pucat
Sianosis
Penurunan kesadaran terhadap stimulus
Kejang (Ghai, 2010)

4. Diagnosis Asfiksia
a. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya
asfiksia neonatorum.

Gangguan/ kesulitan waktu lahir.


Cara dilahirkan.
Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan
(Ghai, 2010).

b. Pemeriksaan fisik
12

Bayi tidak bernafas atau menangis.


Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
Tonus otot menurun.
Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau

sisa mekonium pada tubuh bayi.


BBLR (berat badan lahir rendah) (Ghai, 2010). Pemeriksaan
penunjang

c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosis pada darah tali pusat jika:

PaO2 < 50 mm H2O


PaCO2 > 55 mm H2
pH < 7,30 (Ghai, 2010)

5. Penatalaksanaan
Menurut Perinasia (2006), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain:
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1. Bayi dibungkus dengan kain hangat
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut
3. Bersihkan badan dan tali pusat.
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke
dalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1. Bersihkan jalan napas.
2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum
ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).

13

4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan


natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
4cc disuntikan melalui vena

umbilikus secara perlahan-lahan,

untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)


1.
2.
3.
4.
5.

Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.


Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
Bila tidak berhasil lakukan ETT.
Bersihkan jalan napas melalui ETT.
Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
4cc.

B. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan(< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
1. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan
Ismawati, 2010) :
a. Menurut harapan hidupnya
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500
gram.

14

2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 10001500 gram.
3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir
kurang dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu
dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi
atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan (NKB-SMK).
2. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).

2. Faktor Penyebab
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor Ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu

15

a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia <


20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.

d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Masalah pada BBLR
Menurut Maryunani dkk (2009) masalah yang terjadi pada bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) terutama pada prematur terjadi karena
ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR

16

yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf
pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro interstinal, ginjal, termoregulasi.
4. Penatalaksanaan BBLR
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan
bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus
diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang
dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis.
Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :
a. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen
dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini
diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR
beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam
kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang
pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan
tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi
yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan
penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema
paru dan retinopathy of prematurity.
b. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi
adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas

17

pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan


proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis,
dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral
yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran
kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi
dalam kisaran 36,5C 37,5C, sedangkan menurut Sauer dan Visser
(1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7C 37,3C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) :
1. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi
dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain
sebagai penggantinya.
2. Pemancar pemanas
3. Ruangan yang hangat
4. Inkubator
c. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua
bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR
imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan
denan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi antara lain :
1. Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus
melakukan cuci tangan terlebih dahulu.
2. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan
secara

teratur.

Ruang

perawatan

bayi

juga

harus

dijaga

kebersihannya.
3. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh
memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh

18

atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker


ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.
d. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan
tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting
pada bayi preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi
(70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal
ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik
diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang
sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan
cairan.
e. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena
berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya
berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan
oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral
ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam
pemberian makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oralfaring dapat terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat.
Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas
mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang berhubungan dengan
kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi status
respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi

19

normal dapat menunjukkan stress dan keletihan. Bayi akan mengalami


kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga
berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi
dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat
diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur
sangat terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat
mempengaruhi pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat
diukur sebagai berikut (Jones, 2009) :
Bayi baru lahir: 10-20 ml
1 minggu: 30-90 ml
2-3 mingu: 75-100 ml
1 bulan: 90-150 ml
3 bulan: 150-200 ml
1 tahun: 210-360 ml
C. Angka Kematian Bayi
Angka Kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah
kematian bayi dibawah satu (1) tahun pada setiap 1.000 kelahiran hidup.
Angka ini merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersediaan,
pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama pelayanan Perinatal, disamping
juga merupakan indikator terbaik untuk pembangunan sosial ekonomi
masyarakat secara menyeluruh. Tujuannya, untuk dapat mengetahui berapa
jumlah bayi yang mati di suatu rumah sakit, atau dapat menentukan berapa
persenkah bayi yang telah mati pada tahun tersebut.
Secara matematis Angka Kematian Bayi dirumuskan:

20

Beberapa faktor penyebab kematian bayi adalah:


1. Faktor ibu (umur, paritas, dan interval kelahiran).
2. Lingkungan (kondisi udara, air, makanan, serangga yang menyebabkan
penyakit).
3. Adanya faktor politik (perang, bom), dan
4. Sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Penelitian tingkat mortalitas di beberapa wilayah sangat penting dilakukan
untuk mengetahui beberapa tempat yang dirasa sangat perlu akan fasilitas
kesehatan.

Manfaat penelitian tingkat mortalitas suatu daerah:


1. Mengetahui penyebab neonatal, pos neonatal, bayi dan anak.
2. Mengevaluasi berbagai program yang dijalankan untuk mengurangi
tingkat mortalitas
3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab dan merumuskan suatu program
untuk menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi.

Variasi dalam sosial ekonomi (seperti pendapatan dan pendidikan), demografi


dan fasilitas kesehatan juga berpengaruh pada perbedaan tingkat mortalitas.
Lebih jauh lagi di dalam setiap daerah, tingkat mortalitas ini bervariasi antara
pedesaan dan perkotaan. Beberapa usaha dalam menekan tingkat kematian
bayi, antara lain:
1. Memberikan imunisasi pada bayi.

21

2. Menyediakan banyak fasilitas kesehatan (RS bersalin, puskesmas, dll).


3. Menyediakan asupan gizi yang cukup pada bayi.
Pada dasarnya penyebab utama kematian ibu dan neonatal adalah sama, yaitu
akses perawatan yang kurang baik serta status sosial ibu yang rendah.
Rancangan penelitian adalah cross-sectional dari data mortalitas SKRT 2001
yang berintegrasi dengan Susenas 2001. Rancangan sampel dari Susenas
2001 dipakai sebagai rancangan sampel studi mortalitas SKRT 2001.
Sampling Susenas 2001 berdasarkan prosedur PPS (Probability Proportional
to Size) selection dari blok sensus terpilih. Untuk setiap blok sensus terpilih
diambil secara systematic random sampling sebesar 16 rumah tangga. Jumlah
rumah tangga terpilih adalah sebesar 211.168 rumah tangga dengan 3677
kasus kematian.

Bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya dapat di sebabkan karena


ibunya meninggal. Kematian maternal mempunyai implikasi yang luas
kepada seluruh keluarga dan dampaknya melambung melampui generasi.
Yang paling terasa dan cepat dari komplikasi yang menyebabakn kematian
dan disabilitas pada ibu adalah bayi yang mereka lahirkan. Dari kerangka
kopnsep menurut Lawn,penyebab yang mendasari kematian (underlying
cause) neonatal yang berhubungan dengan masyarakat dan system
pemeliharan kesehatan adalah kesehatan ibu selama kehamilan dan perawatan
ketika hamil, besalin, dan postpartum yang tidak adekuat.

22

Selain peran kesehatan ibu ketika hamil, perawatan yang tidak adekuat dan
tidak tepat selama hamil, bersalin, dan beberapa jam setelah melahirkan juga
mempunyai konsekuensi terhadap terjadinya kematian bayi barun lahir. Untuk
menurunkan angka kematian neonatal, kunci utama terletak pada kualitas
perawatan neonatal emergensi.
Masih ada factor lain yang berkontribusi terhadap kematian neonatal, seperti
status social-ekonomi ibu yang rendah, status gizi ibu dan fertilitas yang
tinggi. Data menunjukan bahwa ada korelasi antara tingkat tingkat pendidikan
ibu dan angka kematian bayi. Agama, budaya, pengalaman yang lalu dan
pendidikan mempengaruhi persepsi ibu. Factor tersebut mewarnai dengan
kuat kepercayaan

masyarakat, pengertian dan penerimaan terhadap

pengobatan tradisional dan modern.

Kontribusi faktor keterlambatan untuk mendapatkan perawatan yang


berkualitas bagi bayi yang sakit merupakan salah satu dari penyebab
kematian neonatal. Keterlambatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keterlambatan dalam mengenal masalah ketika di rumah.
1. Keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari pengobatan.
2. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan akibat hambatan
transportasi dan sumber daya.
3. Keterlambatan dalam menerima perawatan yang berkualitas pada fasilitas
kesehatan.
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar
yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus
sedikitnya 2 kali,selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di

23

fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan


kesehatan neonatus meliputi:
1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 1 7 hari
setelah lahir..
2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-8
sampai dengan harike-28 setelah lahir.
3. Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin
kelainan/masalah kesehatan pada neonatus.
Resiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan
dan minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi
lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal difasilitas
kesehatan selama 24 jam pertama. Salah satu penyebab tersering kematian
bayi ialah asfiksia, BBLR, IUFD, dan lainnya.

D. Kesehatan Ibu dan Anak


Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya kesehatan primer yang
menyangkut pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu dalam menjalankan
fungsi reproduksi yang berkualitas serta upaya kelangsungan hidup,
perkembangan dan perlindungan bayi, anak bawah lima tahun (balita), dan
anak usia prasekolah dalam proses tumbuh kembang.
Pelayanan KIA di Puskesmas terdiri dari:
1. Pelayanan kesehatan asuhan kebidanan di wilayah Puskesmas.

24

Pelayanan

kesehatan

promotif,

preventif

dan

kuratif/penanganan

kedaruratan kebidanan yang meliputi pelayanan pemeliharaan ibu hamil,


pertolongan persalinan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi baru
lahir, Keluarga Berencana, ibu sedang menyusui, serta calon ibu di
wilayah kerja.
2. Pelayanan kesehatan bagi bayi, balita dan anak pra sekolah.
Pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
meliputi pemeliharaan kesehatan anak dalam kandungan, pelayanan
kesehatan neonatal, pemeriksaan bayi, manajemen terpadu balita sakit,
serta deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang balita dan anak pra
sekolah di wilayah kerja.

Tujuan Umum
Terciptanya pelayanan berkualitas dengan partisipasi penuh pengguna jasa
dan keluarganya dalam mewujudkan bahwa setiap ibu mempunyai
kesempatan yang terbaik dalam hal waktu dan jarak antar kehamilan,
melahirkan bayi sehat yang aman dalam lingkungan yang kondusif sehat,
dengan asuhan antenatal yang adekuat, dengan gizi serta persiapan menyusui
yang baik.
Tujuan Khusus
1. Memberikan pelayanan kebidanan dasar dan KIA kepada ibu hamil
termasuk KB berupa pelayanan antenatal, pertolongan persalinan dan
pelayanan nifas serta perawatan bayi baru lahir.

25

2. Memberikan pertolongan pertama penanganan kedaruratan kebidanan dan


neonatal serta merujuk ke fasilitas rujukan primer sesuai dengan
kebutuhan.
3. Memantau

cakupan pelayanan

kebidanan

dasar dan penanganan

kedaruratan kebidanan neonatal


4. Menumbuhkan, mengoptimalkan dan memelihara peran serta masyarakat
dalam upaya KIA.
5. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal esensial seluruh bayi baru lahir
yang meliputi usaha pernafasan spontan, menjaga bayi tetap hangat,
menyusui dini dan eksklusif, mencegah infeksi serta tata laksana neonatal
sakit.
6. Melaksanakan pemeliharaan kesehatan kepada seluruh balita dan anak pra
sekolahyang meliputi perawatan bayi baru lahir,pemeriksaan kesehatan
rutin, pemberian imunisasi dan upaya perbaikan gizi.
7. Melaksanakan secara dini pelayanan program dan stimulasi tumbuh
kembang pada seluruh balita dan anak pra sekolahyang meliputi
perkembangan motorik, kemampuan berbicara dan kognitif serta
sosialisasi dan kemandirian anak.
8. Melaksanakan manajemen terpadu balita sakit yang datang berobat ke
fasilitas rawat jalan termasuk pelayanan pra rujukan dan tindakan lanjutan.
9. Meningkatkan kualitas pelayanan KIA secara berkelanjutan.
Sasaran

26

Sasaran pelayanan KIA adalah ibu, bayi, balita, anak usia pra sekolah dan
keluarga yang tinggal dan berada di wilayah kerja Puskesmas serta yang
berkunjung ke Puskesmas.
Mitra Pelayanan KIA di Puskesmas
1. Petugas Medis dan Paramedis
2. Kader kesehatan dan kader dasawisma
3. Lintas sektor terkait misalnya Pemda dan Sekolah.
4. Sarana pelayanan kesehatan misalnya Polindes, RS Bersalin, Rumah Sakit.
5. Tokoh masyarakat misalnya tokoh agama, tokoh pemuda, dan sebagainya.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Kegiatan
Pelayanan KIA meliputi penyelenggaraan:
1. Pembinaan dan pemantauan kegiatan KIA di wilayah kerja Puskesmas.
2. Pelayanan antenatal.
3. Persalinan/pendampingan persalinan.
4. Pelayanan masa nifas pasca persalinan dan bayi baru lahir.
5. Pelayanan ibu menyusui.
6. Pelayanan gawat darurat kebidanan dan neonatal.
7. Pelayanan kesehatan dan pemantauan tumbuh kembang bayi.
8. Pelayanan kesehatan dan pemantauan tumbuh kembang anak balita.
9. Pelayanan kesehatan dan pemantauan tumbuh kembang anak usia pra
sekolah di taman kanak- kanak.
Posyandu

27

Posyandu adalah program puskesmas yang berhubungan dengan program


KIA. Posyandu dilaksanakan setiap bulan sekali dengan beberapa kegiatan
rutin Posyandu antara lain menyangkut KIA melalui Imunisasi, KB,
Pemeriksaan Ibu hamil, promosi kesehatan. Posyandu memiliki kader-kader
yang melakukan pendataan, pencatatan dan promosi tentang kegiatan
Posyandu sehingga masyarakat ikut serta dalam kegiatan Posyandu.
Dalam program KIA para kader berperan serta dalam pendataan ibu hamil di
wilayah kerjanya sehingga Puskesmas mendapatkan sasaran yang tepat untuk
pencapaian target pelayanan kesehatan. Melalui para kader promosi kesehatan
dapat dilakukan sehingga masyarakat (ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui).
Para kader merupakan masyarakat yang dengan sukarela membantu
terlaksananya posyandu dibawah bimbingan Puskesmas dalam hal ini adalah
petugas Posyandu. Hasil pencatatan sasaran ibu hamil para kader menjadi
sumber data bagi petugas KIA untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi ibu
hamil yang sesuai dengan target jumlah ibu hamil. Sehingga petugas KIA
dapat melakukan tindak lanjut apabila target yang didapatkan tidak sesuai
dengan jumlah sasaran dari ibu hamil di wilayah kerjanya.

28

You might also like