Professional Documents
Culture Documents
Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi. Secara
lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan dan
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Penyebaran ketinggian 40-70 mdpl Kota Depok berada di Kecamatan Cinere dan
sebagian kecil di Kecamatan Cimanggis. Sedangkan ketinggian 100-140 mdpl berada di
bagian Selatan Kota Depok, antara lain berada di Kecamatan Sawangan, Kecamatan
14
Cipayung, Kecamatan Cilodong, dan Kecamatan Tapos. Secara umum kemiringan lereng
di Kota Depok hampir rata dengan rata-rata kemiringan 0-8 %, adapun kemiringan 8-15 %
hanya terdapat di wilayah sektor sempadan sungai. Adapun penyebaran wilayah
berdasarkan kemiringan yaitu :
1. 0 3 % terletak di hampir seluruh Kota Depok
2. 3 8 % terletak di hampir seluruh Kota Depok,
3. 8 15 % terletak di Kelurahan Leuwinangung, Tapos, Cimpaeun, Sukmajaya,
Pasir Gunung Selatan, Tugu, Pondok Cina, Bakti Jaya, Kemirimuka, Mekar Jaya,
Depok, Tirta Jaya, Ratu Jaya, Kalimulya, Pondok Jaya, Pangkalan Jati, Cinere,
Limo dan Cinangka (pada umumnya terletak di sekitar sungai)
15
1. Sungai Pesangrahan
Sungai ini merupakan sumberdaya air terpenting untuk Sawangan, dan kondisi air
berwarna cokelat bercampur lumpura dan kotoran. Sungai ini mempunyai fluktuasi yang
tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Bahkan pada musim hujan sering
menimbulkan banjir setempat.
Berdasarkan data debit dari Balitbang PU, Pusat penelitian dan pengembangan
Pengairan Bandung antara 1992-1996 statistik pengukuran Sawangan debit minimum
adalah Qmin = 350 l/detik (sumber: RTRW Kota Depok Tahun 2000-2010).
2. Sungai Ciliwung
Sungai Ciliwung digunakan sebagai sumber mata air baku bagi Kota Depok dan Jakarta.
Pada perbatasan dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat pada musim kemarau mempunyai
debit sebesar 9,06-13,40 m3/detik.
3. Sungai Cikeas
Sungai ini merupakan batas wilayah antara Kota Depok dan Kabupaten Bogor, mengalir
kearah Utara. Sungai Cikeas ini mempunyai perbedaan debit yang besar antara musim
hujan dan musim kemarau.
DAS
Nama
Sungai/Kali
Panjang
Lokasi
1 -
Kali Cibenda
2 -
Kali Cantiga
DAS Ciangke
-
Kec.
Sawangan
Kali Angke
3 Pesanggrahan
10
16
No
DAS
Nama
Sungai/Kali
Panjang
Lokasi
Kec.
Kali
4
Pancoran
Pasanggrahan
20,75 Mas
Kec.
Kali Caringin
4,1 Sawangan
Kec.
Pancoran
Kali Krukut
Kali Grogol
12 Mas
35,2 Kec. Limo
Kec.
Pancoran
Mas-Kec.
Kali Cliliwung
19,25 Sukmajaya
Kec.
Kali Cikumpa
7,25 Sukmajaya
Kec.
10
Kali Sugutamu
5,5 Sukmajaya
Kec.
11
12
Kali Karanji
DAS Ciliwung
1,125 Sukmajaya
Kec.
Kali Cikaret
3,125 Sukmajaya
Kec.
13
Kali Jantung
Sukmajaya
Kec.
14
Kali Laya
3,125 Sukmajaya
Kec.
Kali Ciliwung
15
Katulampa
Sukmajaya 14 Cimanggis
Kec.
16
Kail Cipinang
10,25 Cimanggis
Kec.
17
Kali Citatah
18
Kali Cibogo
17
5,25 Cimanggis
1,875 Kec.
No
DAS
Nama
Sungai/Kali
Panjang
Lokasi
Cimanggis
Kec.
19
Kali Cakung
22,2 Cimanggis
Kec.
20
Kali Angsana
5 Sawangan
Kec.
21
Kali Cilangkap
7,5 Cimanggis
Kec.
22
DAS Cikeas
Kali Manggis
4,25 Cimanggis
Kec.
23
Kali Sunter
6 Cimanggis
Kec.
24
Kali Cikeas
12,5 Cimanggis
18
Selain nama-nama sungai yang sudah disebutkan di atas. Berikut ini hasil pengukuran
Debit pada beberapa sungai Utama Kota Depok.
Nama Kali
Rata-rata
Lebar
Sungai (Cm)
Kedalaman
(Cm)
Q (debit)
(l/dtk)
Krukut
290
48
521
Grogol
375
10
151
Caringin
230
10
110
900
30
789
1035
34
1482
Angsana
315
15
102
Angke
455
42
442
Pasanggrahan
Hulu
Pasanggrahan
Hilir
Sumber: Masterplan Sistem Jaringan Air Bersih Kota Depok, Tahun 2007
Kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah
dalam
Kota Depok memiliki 25 Setu/danau yang tersebar di beberapa kecamatan di Kota Depok
yang dapat di jadikan kawasan resapan air dimana daerah sekitar Setu/danau merupakan
daerah perlindungan setempat (kawasan lindung) yang digunakan sebagai kawasan
resapan air. Dalam Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung disebutkan
bahwa kawasan perlindungan setempat yang fungsinya kawasan sekitar danau atau
21
waduk, kriterianya meliputi daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan
100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau daratan
sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan
kondisi fisik danau atau waduk.
Selain itu, Kota Depok memiliki Hutan Raya Pancoran Mas yang juga dapat dijadikan
kawasan resapan air. Tahura ini memiliki luas mencapai 7,2 Ha. Akan tetapi lokasi hutan
ini sangat dekat dengan permukiman padat sehingga rawan teradi keruskan. Kondisi
seperti ini sangat tidak bagus untuk Ruang Terbuka Hijau yang fungsi utamanya sebagai
ekologis.
Selain memiliki Tahura, Kota Depok juga terdapat beberapa taman kota yang bisa
menjadi daerah resapan air seperti misalnya taman kota yang terdapat Kawasan
Pendidikan Universitas Indonesia yang dibangun di atas lahan seluas 390 Ha, dimana
70% atau + 273 Ha lahannya berfungsi sebagai dearah resapan air. Ada juga di
Harjamukti Kecamatan Cimanggis, Taman Wiladatika biasa digunakan untuk kegiatan
pramuka dan memiliki luas mencapai 19,764 Ha.
Selain itu, terdapat pula luah sumur kurang dari 5 l/det, yang berada di sebagian besar
Kecamatan Kota Depok diantaranya berada di Kecamatan Bojongsari, sebagian besar di
Kecamatan Cinere dan Limo, dan membentang dari Selatan ke Utara Kota Depok di
Kecamatan Cilodong, Sukmajaya dan Cimanggis. Luah sumur kurang dari 5 l/det ini
terdiri dari beberapa akuifer batuan sedimen kuarter berupa batu pasir dan breksi, batuan
gamping koral dan battu gamping pasiran; ketebalan berkisar antara 3-20m, keterusan 71000 m2/hari dengan kedalaman sumur 60-250 m, di bawah muka tanah kapasitas jenis
0, 1-0, 4 l/dtk/m, muka air tanah statis 2-45 m di bawah tanah.
22
Tinjauan air tanah di wilayah Kota Depok tidak terlepas dari daerah Jabotabek. Kondisi air
tanah di daerah Jabotabek dipengaruhi kondisi geologi dan sifat batuan penyusunnya.
Unit hidrogeologi yang erat kaitannya dengan sistem air tanah yang terdapat di wilayah ini
adalah:
-
Endapan kipas vulkanik yang didasari oleh endapan laut dan endapan dataran
banjir
Sistem air tanah di Jabotabek dibagi menjadi 3 (Tiga) kelompok akifer (Sumber: WJEMP
Depok City 3-1). Hal ini didasarkan atas adanya lapisan lempung laut yang merupakan
lapisan pemisah antar kelompok akifer. Kelompok akifer tersebut adalah:
-
Terdapat 2 (dua) jenis air tanah di Kota Depok manurut WJEMP Depok City 3-1, yaitu:
-
Kota Depok
sendiri dilewati oleh formasi genteng dan endapan vulkanik yang mempunyai
potensi 3-4 l/detik/km2, serta alluvium dengan potensi air sebesar 5-7 l/detik/km2.
23
Dari peta proyeksi transverse mercator yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi dan Tata
Lingkungan Tahun 1986 (dikutip dari WJEMP Depok City) diindikasikan bahwa wilayah
Depok berada pada lokasi antara Badak Kulon dan Pasar Minggu yang merupakan ujung
dari kipas alluvium yang merupakan batas dari Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta dan
Bogor dimana akuifer terdapat pada kedalaman < dari 5 m sepanjang 20 km dari Selatan
ke Utara dimana Daerah Pengamatan yang dilakukan UI-BPPT.
Dari hasil sample yang didapat menunjukan hasil yang beragam dan rata-rata adalah laju
infiltrasi sebesar 19,7 l/det dan di lain tempat didapat 22,4 l/det. Hal dapat memberikan
keyakinan bahwa bila dapat dilakukan pemotongan akuifer/penyingkapan dan membuat
sarana pengisian kembali air tanah (recharge) maka sudah dapat diprediksi aliran air
bawah tanah akan sangat optimum dengan biaya yang relative murah.
2.2 Administratif
Secara administrasi merupakan kota yang otonom dengan luas wilayah 200,29 km2, yang
terbagi atas 11 kecamatan dan yang kemudian terbagi lagi menjadi 63 kelurahan. Jumlah
kelurahan dalam satu kecamatan berkisar dari 4 sampai 7 kelurahan.
Kecamatan Beji meliputi wilayah kerja: Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur,
Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kukusan, dan Kelurahan
Tanah Baru.
2.
3.
4.
24
5.
6.
25
7.
8.
9.
2.3 Kependudukan
Dengan luas wilayah 200,29 km,
km berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,
2010 Kota Depok
dihuni oleh 1.736.565 jiwa, dengan sex ratio penduduk laki-laki
laki terhadap perempuan
sebesar 102. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 316.085 jiwa dari tahun 2006 yang
baru mencapai 1.420.480 jiwa. Menurut perhitungan BPS pula, laju pertumbuhan penduduk
(LPP) Kota Depok dalam 10 tahun terakhir menempati posisi kedua setelah Kabupaten
Bekasi dengan nilai rata-rata
rata sebesar 4,27%, dengan laju pertumbuhan
pertumbuhan tertinggi di
kecamatan Limo sebesar 8,48% dan terendah di kecamatan Sukmajaya sebesar 3,27% .
1,800
1,600
1,400
1,200
1,000
PENDUDUK
2005 2006
2007
TAHUN
2008
2009
2010
Pertumbuhan penduduk yang demikian tinggi ini dipengaruhi oleh tingginya arus migrasi
yang masuk ke Kota Depok, mengingat Kota Depok dinilai sebagai daerah yang sangat
strategis dilihat dari seluruh fungsi kota, terutama jasa, perdagangan dan permukiman.
Namun perubahan menyolok ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan sumber data. Data
2005-2009 menggunakan data Depok Dalam Angka yang merupakan hasil proyeksi
penduduk
berdasarkan
Sensus
Penduduk
Tahun
2000.
Sedangkan
data
2010
menggunakan Data Sensus Penduduk 2010 yang mencatat jumlah penduduk faktual yang
ada di lokasi tanpa melihat status administrasi kependudukannya.
Dari sisi kepadatan penduduk, kecamatan terpadat pada tahun 2009 adalah Kecamatan
Sukmajaya (13,8 ribu jiwa/km2) disusul Kecamatan Pancoran Mas (11,5 ribu jiwa/km2) dan
Cimanggis (10,1 ribu jiwa/km2). Sedangkan kepadatan terendah
adalah di Kecamatan
KECAMATAN
JUMLAH
LUAS
KELURAHAN
(km2)
RT
RW
RATA-RATA
PANCORAN MAS
18.12
596
102
11500
CIMANGGIS
21.7
634
91
10100
SAWANGAN
24.86
342
72
4600
LIMO
11.91
206
44
5900
SUKMAJAYA
17.45
873
122
13800
BEJI
14.3
371
72
9700
CIPAYUNG
12.26
274
52
10100
CILODONG
16.27
291
55
7500
CINERE
10.62
198
41
8500
10
TAPOS
33.42
622
127
6300
11
BOJONG SARI
19.38
282
72
4600
DEPOK
63
200.29
4689
850
11500
Sumber: Diolah dari Perda Kota Depok No. 8 Tahun 2007 dan Data Kependudukan SIAK
2010
Profil penduduk Kota Depok dapat dilihat dari komposisi penduduknya, yakni berdasarkan
jenis kelamin, usia, lapangan usaha dan pendidikan. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah
penduduk laki-laki dalam 5 tahun terakhir lebih banyak daripada perempuan. Rasio
28
penduduk laki-laki terhadap perempuan pada 2010 adalah 102. Sedang dari usianya,
persentase penduduk angkatan kerja (usia antara 15 64 tahun) masih cukup tinggi yakni
sekitar 73% pada tahun 2009.
Dari sisi lapangan usaha, komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian cenderung
tetap dalam 5 tahun terakhir (kurang dari 5%), di sektor industri juga cenderung stagnan
dengan kisaran kurang dari 20%. Proporsi terbesar adalah di sektor perdagangan dan jasa
dengan kisaran masing-masing sekitar 30% (Gambar 2.2).
2009
2008
2007
2006
2005
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
2005
2006
2007
2008
2009
PERTANIAN
1.44
2.27
1.71
4.28
2.76
INDUSTRI
15.14
16.63
14.24
12.94
15.04
PERDAGANGAN
27.79
26.92
30.21
28.66
26.53
JASA
29.14
27.98
23.62
29.12
30.57
LAINNYA
26.49
26.19
30.22
25.00
25.09
100%
Menurut tingkat pendidikannya, Depok termasuk daerah dengan tingkat pendidikan rata-rata
cukup baik. Ini dapat dilihat dari proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang memiliki
ijasah setara SMA menempati urutan terbesar yaitu sekitar 35%. Adapun yang terendah
adalah penduduk yang tidak mempunyai ijazah sebanyak 12%, kendati sebagiannya masih
duduk di kelas 5 dan 6 SD. Hal lain yang menggembirakan adalah terjadinya peningkatan
lulusan setara Akademi atau lebih sebanyak hampir 3%,
mencapai 11,73 % menjadi 14,20 % di tahun 2009.
29
2009
2008
2007
2006
TDK BERIJAZAH
0%
20%
40%
60%
80%
100%
SD
SMP
2006
2007
2008
2009
TDK BERIJAZAH
11.70
12.60
11.92
12.10
SD
20.00
22.18
20.55
18.76
SMP
17.80
20.20
19.79
20.64
SMA
37.27
32.36
34.55
34.30
AKADEMIS
11.73
12.66
14.10
14.20
SMA
AKADEMIS
Dari sisi agama, komposisi penduduk berdasarkan agama pada tahun 2009 didominasi oleh
agama Islam (93%), sedangkan proporsi agama lainnya masing-masing Kristen 5%,
Katholik 2% dan sisanya 1%. Secara umum kondisi kehidupan antara warga beragama di
Kota Depok cukup kondusif. Secara historis di Kota Depok telah hidup secara
berdampingan, khususnya antara penganut agama Islam dan Nasrani sejak masa pra
kemerdekaan. Misalnya, para pejuang kemerdekaan di Kota Depok dengan komunitas
Cornelis Chastelein yang telah hidup rukun selama ini. Kemudian bertambah dengan
migrasi dan urbanisasi penduduk baru yang berbeda agama, suku, dan budaya; telah
memperkaya kondisi sosial keagamaan di Kota Depok.
5%
AGAMA
Islam
Kristen
Katholik
93%
Hindu
30
2.4 Pendidikan
120
100
80
97.98
98.35
98.52
98.7
98.92
10.61
10.64
10.66
10.67
10.68
2005
2006
2007
2008
2009
60
40
20
0
AMH DEPOK
RLS DEPOK
Gambar 2.10. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah 2005 2009
Sumber: Diolah dari Data Inkesra Kota Depok 2010
Pada tahun 2005 AMH Kota Depok sebesar 97,98 dan meningkat di tahun 2009 menjadi
98,92, kemudian untuk rata-rata lama sekolah meningkat dari tahun 2005 sebesar 10,64
menjadi 10,68 di tahun 2009. Kendati nilai AMH cukup tinggi, angka ini menunjukkan bahwa
masih ada 1.08% penduduk atau hampir 19 ribu penduduk Kota Depok yang buta huruf.
Dari sisi lama sekolah, rata-rata penduduk Depok mengenyam pendidikan selama 10,68
tahun atau setara dengan kelas 2 SMA.
Tahun Ajaran 2010/2010 jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota Depok sebanyak 362
sekolah, jumlah murid TK 16.553, dan 1.552 guru TK. Sekolah SD sebanyak 394 sekolah,
dengan 139.861 murid, dan 5.616 orang guru. Sekolah SMP berjumlah 154 sekolah dengan
jumlah siswa 50.036 orang dan jumlah guru 3.517 orang. Di tingkat SMA terdapat 48
sekolah dengan jumlah murid dan guru masing-masing 13.803 orang dan 1.238 orang.
Selain itu terdapat 79 sekolah SMK, dengan jumlah murid 27.187 orang dan jumlah guru
1.969 orang.
Hasil Survei Susenas 2010, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang
memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat. 22,70%. Memiliki Ijazah tertinggi SLTA
merupakan persentase terbesar dibanding jenjang pendidikan lainnya. Penduduk Kota
Depok yang berumur 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis huruf latin 48,97 %,
huruf lainnya 0,70 %, huruf latin dan huruf lainnya 48,16 %, dan yang buta huruf 2,17 %.
31
Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Depok tahun 2010 ada 133 sekolah dengan jumlah
murid 30.648 orang, dan guru 1.677 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs)
di Kota Depok 64 sekolah, dengan jumlah siswa 2.026 orang, dan jumlah guru 502 orang.
Serta jumlah sekolah Madrasah Aliyah (MA) ada 20 sekolah, dengan jumlah siswa 12.244
siswa, dan 872 guru.
2.5 Kesehatan
Angka Harapan Hidup (AHH) yang merupakan indeks kesehatan menunjukkan tren
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 AHH sebesar 73,03, tahun 2007 sebesar
73,06, tahun 2008 AHH sebesar 73,10, pada tahun 2009 AHH sebesar 73,10. Angka ini
merupakan yang tertinggi di Jawa Barat yang pada tahun 2009 AHHnya mencapai 68.
Angka ini juga berapa di atas rata-rata Nasional yang mencapai 67,2.
74
72
72.97
73.03
73.06
73.1
73.1
67.4
67.62
67.8
68
2006
2007
2008
2009
70
68
66
64
66.57
62
2005
AHH DEPOK
AHH JABAR
Gambar 2.11. Nilai AHH Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2009
Sumber: Diolah dari Data Inkesra Kota Depok 2010
Adapun Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup mengalami penurunan dari
tahun ke tahun, pada tahun 2006 sebanyak 27,99 jiwa, tahun 2007 sebanyak 27,63 jiwa,
tahun 2008 sebanyak 26,84 jiwa dan tahun 2009 sebanyak 26,57.
Angka harapan hidup Kota Depok pada tahun 2008 adalah 73,06 tahun, dimana capaian ini
dipengaruhi oleh Angka Kematian Bayi (AKB) atau jumlah kematian bayi dibawah usia satu
32
tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. Kematian neonatal pada tahun 2008 berjumlah
109. Kematian neonatal pada usia awal kehidupan merupakan salah satu indikator belum
optimalnya manajemen kelangsungan program pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2008 yang terlaporkan sebanyak 17 kasus. Angka ini
belum dapat dikatakan sebagai jumlah seluruh kematian ibu yang terjadi di Kota Depok,
karena kemungkinan masih banyak kasus kematian ibu yang tidak tercatat atau tidak
terlaporkan. Sebagai penyebab langsung kematian ibu yang utama adalah pendarahan
(45%) dan lainnya adalah penyebab tidak langsung antara lain keterlambatan merujuk.
Kematian ibu maternal dapat dicegah bila cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan
penanganannya.
Hal lain yang dapat memperkecil resiko kematian ibu adalah dengan pelayanan berkala
meliputi pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 Kota Depok mencapai 95,31%, sedangkan
cakupan K4 mencapai 86,78%, sedangkan target standar pelayanan minimal kesehatan
adalah 95%. Dengan demikian masih terdapat kesenjangan sebesar 3,22%, kesenjangan ini
dapat diakibatkan oleh kemampuan dan pemahaman petugas pengelola KIA tentang
manajemen kelangsungan program KIA yang belum optimal, Peran swasta yang cukup
dominan belum mendukung pelaksanaan program, definisi operasional yang belum sama
antara Rumah Sakit dan program kesehatan, petugas pencatatan dan pelaporan yang tidak
mengetahui secara rinci diagnosis yang ditegakkan petugas medis, dan dari sisi masyarakat
masih banyak ibu hamil yang pulang kampung menjelang proses persalinan.
Angka Kematian Balita (AKABA) atau jumlah kematian anak umur 1-4 tahun pada tahun
2008 adalah sebanyak 25 anak. AKABA menggambarkan masalah kesehatan anak serta
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit
infeksi dan kecelakaan.
Keadaan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat Kota Depok dapat dilihat
dari persentase rumah yang memiliki sarana air bersih perpipaan 21,00 %, yang memiliki
jamban 75,36%, yang memiliki SPAL 64,61% dan yang memiliki pembuangan sampah
61,89%. Adapun perilaku sehat masyarakat dilihat dari cakupan rumah tangga yang berPHBS sebanyak 127,987 KK (63,36%).
2.6 Sosial Masyarakat
Kondisi sosial masyarakat kota depok menunjukan kondisi sosial masyarakat yang cukup
beragam. Salah satu yang dapat mencerminkan kondisi sosial masyarakat Kota Depok
33
adalah [program keluarga berencana. Dimana penduduk yang mengikuti program keluarga
berencana secara tidak langsung juga membantu meningkatkan kesejahteraan. Jumlah
peserta KB di Kota Depok tahun 2010 mencapai 205.481 orang, Pemakaian alat KB suntik
dan pil KB paling banyak digunakan akseptor KB.
Selain sisi positif tersebut, terdapat juga sisi negatif masyarakat kota depok yang tercermin
dengan angka kriminalitas di Kota Depok. Sampai dengan bulan Desember 2010 ada 563
perkara tindak pidana umum dan 203 perkara narkotika yang masuk ke Pengadilan Negeri
Depok. Banyaknya penyandang masalah sosial dan kesejahteraan perlu mendapat
perhatian serius dari Pemerintah. Jumlah anak terlantar 31 orang, gelandangan dan
pengemis 19 orang, penyandang cacat 200 orang, dan penyandang masalah lainnya perlu
mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Kota Depok.
Tercatat juga sampai dengan bulan Desember 2010 terdapat 655 kasus pencurian
kendaraan bermotor dimana kasus ini menempati urutan tertinggi dari 11 kasus kriminalitas
yang ada di wilayah hukum Polres Depok. Pencurian dengan pemberatan menempati
rangking ke-2 setelah curanmor, yaitu 479 kasus.
Selain Itu depok juga tak lepas dari banyaknya kawasan-kawasan kumuh, yang terdapat di
20 kelurahan dari 62 kelurahan atau sebesar hampir 30% dari total kelurahan di Kota
Depok. Dari keduapuluh kelurahan tersebut terdapat 6 (enam) kelurahan yang telah
ditangani pada TA 2008-2009, yakni (1) Kelurahan Bojongsari Kecamatan Sawangan; (2)
Kelurahan Grogol Kecamatan Limo; (3) Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji;
(4) Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Cimanggis; (5) Kelurahan Kalibaru Kecamatan
Sukmajaya; (6) Kelurahan Bojong Pondok Terong kecamatan Pancoranmas. Berikut adalah
data kawasan kumuh di Kota Depok.
Kemirimuka - Beji
Permukiman kumuh diwilayah ini Kelurahan Kemirimuka, Kecamatan Beji dengan
tipologi kawasan kumuh di tepian sungai dan di sepanjang tepi rel kereta api.
Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 312 KK miskin dan 375 bangunan non
permanen.
Tipologi
Kawasan Kumuh
34
Kawasan Kumuh
Catatan
Permasalahan:
RW.14
1. Daerah dibawah Jalan Juanda Depok
2. Surat Tanah sudah 90% bersertifikat
3. Pekerjaan Warga adalah Buruh Dan Pegawai Swasta
4. Daerah yang dikunjungi RT 05 & RT 04 ( 144 KK )
5. Akses Jalan Warga sebagian masih Tanah
6. Tempat Pembuangan Sampah Belum ada bahkan rata2 penduduk membuang langsung ke Kali Ciliwung
7. Rumah warga rata-2 permanen dan ada sebagian semi
permanen
8. Saluran Drainase belum tertata dengan baik
9. MCK rata-rata warga langsung membuang ke kali
ciliwung baik septitank maupun pembuangan airnya
10. Tidak dapat dilalui Kendaraan roda 4
Gandul - Limo
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Gandul,
Kecamatan Limo dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai/Situ dan di
tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 80 KK miskin dan 80
bangunan non permanen.
35
Tipologi
Kawasan Kumuh
terlantar
Data
Luas Wilayah
: 2 Hektar
Lokasi Wilayah
: RW.03 RT.26
Jumlah Penduduk
Catatan
Permasalahan
Abadijaya - Sukmajaya
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Abadijaya,
Kecamatan Sukmajaya dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai/Situ dan
di tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 100 KK miskin dan
50 bangunan non permanen.
36
Tipologi
Kawasan Kumuh
terlantar
Dokumentasi
Data
Catatan
Permasalahan
Tertata Baik
(Sudah ada 4 X
Perbaikan)
3. Status Tanah Bersertifikat 90 % ( Prona Tahun 1990 )
4. Akses Jalan Warga Telah Mendapatkan Bantuan
APBD (Tanggal 26 Mei-27 Juli 2010).
5. Bangunan Kebanyakan Rumah Kontrakan
6. Usaha Penduduk Lokal ( Menyewakan Kontrakan )
7. Kebanyakkan Penduduk Pendatang (Pedagangan,
Buruh).
8. Jumlah Penduduk 3000 jiwa.
9. RW terdiri dari lima (5) RT.
10. Belum Terkelola dengan baik pembuangan sampah
warga.
Limo - Limo
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Limo,
Kecamatan Limo dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai/Situ dan di
tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 5 lokasi kawasan
kumuh dengan 48 KK miskin dan 48 bangunan non permanen.
37
Tipologi
Kawasan Kumuh
terlantar
Dokumentasi
Data
Catatan
Permasalahan
Lokasi Survey
sudah
terkoordinir
dengan
baik
(ada
38
mengenai
rumah
kontrakan
masterplan
kosong
yang
dimiliki
perorangan
banyak
Permukiman
kumuh
di
Kawasan Kumuh
tepian
Dokumentasi
Data
Lokasi
: Gang Mesjid
RW.03 RT.02
Luas Areal
: 1 H.A
39
sungai/Situ
dan
di
Jumlah Penduduk
: 570 Jiwa
Catatan
Permasalahan
3. Faktor
ekonomi
yang
mempengaruhi
adanya
Cilangkap Tapos
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Cilangkap,
Kecamatan Tapos dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai dan di tanah
terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 1 lokasi kawasan kumuh
dengan 5 KK miskin dan 5 bangunan non permanen.
Tipologi
Kawasan Kumuh
terlantar
Dokumentasi
Data
Catatan
40
Permasalahan
2. Status
pekerjaan
warga
(Dagang,Swasta,Buruh
Kawasan Kumuh
terlantar
Dokumentasi
Data
Lokasi Survey :
JL. Sukamaju Baru I
41
Catatan
Permasalahan
Kawasan Kumuh
terlantar
Dokumentasi
Data
Catatan
Permasalahan
warga
rata-rata
semi
permanen
2.7 Perekonomian
2.7.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu variabel penting dalam pembangunan daerah adalah pertumbuhan ekonomi,
yang lazim diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara umum PDRB
Kota Depok terus mengalami kenaikan dari Rp 7,5 Trilyun pada tahun 2005 menjadi Rp
14,06 Trilyun pada tahun 2009.
16,000,000.00
NILAI PDRB (JUTA RP.)
14,000,000.00
12,000,000.00
10,000,000.00
8,000,000.00
6,000,000.00
4,000,000.00
2,000,000.00
0.00
2005
2006
2007
2008
2009
9,005,10
10,599,1
12,542,4
14,063,9
HARGA BERLAKU
5,066,12
5,422,76
5,770,82
6,129,56
4,750,03
Berdasarkan struktur ekonomi, potensi unggulan daerah Kota Depok adalah sektor tersier
yang meliputi subsektor perdagangan, hotel dan restoran, dan subsektor jasa. Sektor ini
memberikan kontribusi pada perekonomian daerah sebesar 48,44% pada tahun 2005 dan
43
meningkat pada tahun 2009 menjadi sebesar 52,77%. Fenomena dominannya sektor tersier
dalam perekonomian Kota Depok menunjukkan pergeseran struktur ekonomi Kota Depok
yang semakin mengarah pada kota perdagangan dan jasa.
60.00
55.33
55.50
56.62
56.47
56.39
50.00
41.15
41.34
40.36
40.63
40.77
3.52
3.16
3.02
2.90
2.84
2005
2006
2007
2008
2009
40.00
30.00
20.00
10.00
-
SEKTOR PRIMER
SEKTOR SEKUNDER
SEKTOR TERSIER
Gambar 2.13 Distribusi PDRB Kota Depok Menurut Sektor Tahun 2005 2009, HK 2000
Sumber: Diolah dari Buku PDRB Kota Depok 2010
Perkembangan tersebut merupakan kecenderungan yang lazim terjadi pada berbagai kota,
namun bisa menimbulkan permasalahan jika tidak diantisipasi berbagai hal berikut ini, yaitu
Pertama, kesiapan infrastruktur Kota Depok dalam mengantisipasi perkembangan sektor ini,
karena dampaknya cukup besar, seperti terhadap konsentrasi penduduk, kelancaran lalu
lintas, sampah, dan masih banyak lagi. Kedua adalah seberapa besar peran masyarakat
Kota Depok dalam sektor ini, sehingga tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat
kelompok tertentu dan masyarakat dari luar kota Depok. Bila hal ini sampai terjadi, maka
yang akan memperoleh manfaat dari kemajuan sektor tersier ini akan keluar dari Kota
Depok. Ketiga, terwujudnya Kota Depok sebagai kota perdagangan dan jasa di kemudian
hari, seharusnya juga dapat mengangkat dan berdampak positif bagi sektor lainnya, dan
bukan sebaliknya.
Berdasarkan hasil kajian Input-Output Sektor Perdagangan dan Jasa di Kota Depok (2010),
sektor tersier yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (pro growth) adalah :
perdagangan eceran (kecuali mobil dan sepeda motor), warung makan, bar kedai, penjual
makan minum keliling, angkutan jalan raya, jasa pemerintahan umum, jasa real estat,
perdagangan mobil dan sepeda motor, penjual eceran bahan bakar kendaraan, jasa
perorangan dan rumah tangga lainnya, perdagangan besar dalam negeri selain ekspor dan
impor, dan jasa perbengkelan. Beberapa sektor ini juga sekaligus memberikan dampak
income bagi masyarakat (pro poor) dan penyerapan tenaga kerja secara signifikan (pro job)
44
yaitu perdagangan eceran, jasa pemerintahan umum, angkutan jalan raya, warung makan,
bar kedai, penjual makan minum keliling, dan penjualan eceran bahan bakar kendaraan.
Sektor lain yang memberikan income kepada masyarakat cukup berarti adalah perdagangan
mobil, sepeda motor, dan kesehatan swasta.
penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan besar dalam negeri dan sektor jasa boga
catering.
Adapun sektor primer (pertanian), selama kurun waktu 2005 hingga 2009 mengalami
penurunan. Apabila pada tahun 2006 sektor ini masih memberikan peran 3,52%, maka di
tahun 2009 sektor ini hanya memberikan kontribusi sebesar 2,84%. Semakin menurunnya
peran sektor ini lebih disebabkan pada semakin menyempitnya lahan untuk pertanian,
peternakan dan juga perikanan yang ada, sehingga mendorong menurunnya produktifitas
sektor ini dan beralihnya pekerjaan masyarakat pada sektor lainnya, khususnya
perdagangan dan jasa. Namun demikian, secara kualitatif beberapa produk pertanian Kota
Depok memiliki keunggulan komparatif, yaitu belimbing yang telah dijadikan ikon kota,
tanaman hias, ikan hias, ikan konsumsi dan benih ikan konsumsi.
Sektor sekunder, khususnya dari sektor industri pengolahan masih cukup besar peranannya
terhadap PDRB Kota Depok kendati proporsinya mengalami penurunan. Bila pada tahun
2005 kontribusinya mencapai 48,57 %, pada tahun 2009 kontribusinya menjadi 45,02 %.
Masih tingginya peran sektor pengolahan ini perlu mendapat perhatian, terutama dikaitkan
dengan semakin menurunnya peran sektor primer. Ini menunjukkan bahwa dominasi bahan
baku industri berasal dari luar wilayah. Bila hal ini terjadi, maka ketergantungan pada daerah
lain akan semakin meningkat, dan dari sisi biaya produksi, hal ini akan memicu kenaikan
yang dapat berdampak pada daya saing hasil industri pengolahan dari Kota Depok
membaik seiring dengan membaiknya kondisi finansial global meskipun tetap perlu
diantisipasi adanya kemungkinan krisis baru.
45
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
-2.00
-4.00
-6.00
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
SEKTOR PRIMER
-4.27
2.57
1.94
3.99
SEKTOR SEKUNDER
7.15
4.49
7.15
6.57
SEKTOR TERSIER
4.83
7.02
6.37
6.02
LPE
6.65
7.04
6.42
6.22
SEKTOR PRIMER
SEKTOR SEKUNDER
SEKTOR TERSIER
LPE
Pertumbuhan ekonomi Kota Depok ke depan membutuhkan fondasi ekonomi yang lebih
kuat lagi, sehingga pertumbuhan yang ada dapat stabil dan memiliki kecenderungan yang
meningkat.
Berdasarkan data terakhir, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi justru sektor
sekunder (tumbuh sebesar 6,6 %), sedangkan sektor tersier tumbuh sebesar 5,95 % dan
primer hanya 3,99%.
PDRB per kapita berbeda dengan Pendapatan per kapita yang sampai saat ini belum dapat
disediakan datanya oleh BPS Kota Depok. Data nasional menunjukkan bahwa pendapatan
perkapita rata-rata masyarakat Indonesia sebesar US$ 2.883 (dengan kurs 1 dollar US
46
sama dengan 9 juta, maka pendapatan per kapita rata-rata masyarakat Indonesia mencapai
kira-kira Rp. 26 juta).
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah distribusi pendapatan, karena pendapatan
perkapita
lebih
menggambarkan
rata-rata
pendapatan
per
orang,
dan
kurang
menggambarkan distribusinya. Dengan kata lain, dapat saja nilai tersebut diperoleh dari
sekelompok masyarakat dengan penghasilan sangat tinggi dan sekelompok besar lainnya
dengan penghasilan yang sangat rendah. Untuk mengukur hal ini digunakan indeks gini
rasio yang sering digunakan untuk menilai kesenjangan distribusi pendapatan. Berdasarkan
perhitungan BPS Kota Depok (2010), angka Gini Ratio Kota Depok sebesar 0,281632.
Angka ini termasuk dalamkategori ketimpangan rendah (kurang dari 0,3).
2.7.4 Inflasi
Pada dasarnya inflasi di suatu daerah sebagai konsekuensi logis dari adanya transaksi atau
kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Sebagai ilustrasi, kecenderungan naiknya hampir
semua harga selama periode tertentu (inflasi), salah satunya didorong oleh meningkatnya
permintaan atau kebutuhan masyarakat. Peningkatan ini tentunya sangat baik bagi
tumbuhnya produksi masyarakat lainnya. Sebaliknya tidak adanya kecenderungan naiknya
harga, dapat berarti lesunya kegiatan perekonomian, karena rendahnya permintaan
masyarakat. Namun demikian, perlu juga diwaspadai bahwa inflasi yang terlalu tinggi, akan
mendorong
kegiatan
perekonomian
menjadi
tidak
terkendali,
sehingga
besaran
Menurut data BI, kendati inflasi Kota Depok cukup rendah pada tahun 2009 terutama pada
Februari 2009 yang mencapai angka di bawah 1%, namun pada 2010 meningkat sejalan
dengan peningkatan nilai inflasi nasional. Bahkan pada November 2010, nilai inflasi Depok
menempati peringkat tertinggi di Provinsi Jawa Barat dengan nilai 7.16%. Pembentuk Inflasi
Kota Depok relatif berbeda dengan kota lainnya di Jabar, yakni biaya transportasi, biaya
tempat tinggal, dan harga makanan jadi menjadi penyumbang utama. Karakteristik inflasi ini
relatif sama dengan Jakarta, karena Depok merupakan salah satu penyangga Jakarta.
47
Gambar 2.15. Laju Pertumbuhan Inflasi Kota Depok Tahun 2008 2010
Sumber: Bank Indonesia, 2010
48
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah Kota Depok tahun 2010 adalah 8.012 orang, terdiri dari
golongan I sebanyak 71 orang, golongan II sebanyak 2.330 orang, golongan III sebanyak
3.888 orang, dan golongan IV sebanyak 1.723 orang. Jumlah anggota DPRD Kota Depok
hasil pemilu 2009 (periode 2009 2014) adalah 50 orang, laki-laki 33 orang, dan
perempuan 17 orang. Anggota DPRD dari fraksi Demokrat 16 orang, fraksi Partai Keadilan
Sejahtera 11 orang, kemudian Fraksi Partai Golkar 7 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional
7 orang, Fraksi PDI Perjuangan 5 orang, dan Fraksi Gerindra Bangsa 4 orang. Jumlah
keputusan DPRD Kota Depok pada tahun 2009 yang berupa Surat keputusan Pimpinan
DPRD sebanyak 7, sedangkan Surat Keputusan
Dewan (DPRD) ada 12 keputusan.
2.10 Tata Ruang Wilayah
Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang terdiri dari :
1.
Memantapkan peran Kota Depok sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN JabodetabekPunjur) dan sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).
Strategi untuk memantapkan peran Kota Depok sebagai PKN dan PKL yaitu meliputi :
a)
Peningkatan peran PKN sebagai pusat koleksi dan distribusi skala internasional,
nasional atau beberapa provinsi.
b)
50
2.
b)
c)
d)
Utilitas di pusat-pusat kegiatan dan antar pusat kegiatan sesuai dengan standar
yang berlaku; dan
3.
b)
c)
4.
b)
c)
5.
Pengembangan sistem energi dan kelistrikan yang dapat memantapkan fungsi Kota
Depok sebagai PKN dan PKL.
51
b)
Peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana sumber daya air berbasis DAS
untuk menunjang kegiatan perkotaan dan pertanian.
c)
d)
e)
6.
Membagi wilayah Kota Depok menjadi beberapa bagian wilayah kota (beberapa BWK)
yang masing-masing dilayani oleh satu Pusat Sekunder.
Strategi :
a)
b)
c)
d)
52