You are on page 1of 41

BAB II

GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK


2.1 Kondisi Geografi, Topografi, Hidrologi dan Geohidrologi
2.1.1 Kondisi Geografis
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19 006o 28 00 Lintang Selatan
dan 106o 43 00106o 55 30 Bujur Timur. Secara geografis, Kota Depok berbatasan
langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek.
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah
perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara +50 sampai dengan +140 meter
dari permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai
wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.

Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi. Secara
lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan dan
Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi dan


Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan


Bojonggede Kabupaten Bogor.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur


Kabupaten Bogor.

2.1.2 Kondisi Topografi


Kondisi morfologi wilayah bagian Utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan di
wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 40140 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 2-15 %. Sebagian
besar ketinggian Kota Depok berkisar antara 40-70 mdpl yang berada di bagian tengah
Kota Depok dengan sebaran seluruhnya di Kecamatan Beji, sebagian kecil di bagian
Selatan Kecamatan Cinere, hampir seluruhnya di Kecamatan Cimanggis, sebagian di
Kecamatan Bojongsari bagian Utara, dan sebaian besar di Kecamatan Pancoran Mas.

Penyebaran ketinggian 40-70 mdpl Kota Depok berada di Kecamatan Cinere dan
sebagian kecil di Kecamatan Cimanggis. Sedangkan ketinggian 100-140 mdpl berada di
bagian Selatan Kota Depok, antara lain berada di Kecamatan Sawangan, Kecamatan

Gambar 2.1 Peta Kelerengan Kota Depok


13

Gambar 2.2 Peta Ketinggian Kota Depok

14

Cipayung, Kecamatan Cilodong, dan Kecamatan Tapos. Secara umum kemiringan lereng
di Kota Depok hampir rata dengan rata-rata kemiringan 0-8 %, adapun kemiringan 8-15 %
hanya terdapat di wilayah sektor sempadan sungai. Adapun penyebaran wilayah
berdasarkan kemiringan yaitu :
1. 0 3 % terletak di hampir seluruh Kota Depok
2. 3 8 % terletak di hampir seluruh Kota Depok,
3. 8 15 % terletak di Kelurahan Leuwinangung, Tapos, Cimpaeun, Sukmajaya,
Pasir Gunung Selatan, Tugu, Pondok Cina, Bakti Jaya, Kemirimuka, Mekar Jaya,
Depok, Tirta Jaya, Ratu Jaya, Kalimulya, Pondok Jaya, Pangkalan Jati, Cinere,
Limo dan Cinangka (pada umumnya terletak di sekitar sungai)

Kemiringan lereng antara 0-8 % potensial untuk pengembangan perkotaan, sedangkan


kemiringan lereng yang lebih besar dari 8-15 % potensial untuk dijadikan sebagai
pertanian. Di samping itu, perbedaan kemiringan lereng juga bermanfaat untuk sistem
drainase. Permasalahan yang muncul akibat topografi Kota Depok adalah karena adanya
perbedaan kemiringan lereng yang cukup rendah (relative datar) menyebabkan terjadinya
genangan atau banjir, bila penangannya tidak dilakukan secara terpadu.

2.1.3 Kondisi Hidrologi


2.1.3.1 Daerah Aliran Sungai
Kota Depok memiliki setidaknya 3 (tiga) sungai utama yang mengalir melewati Kota
Depok dari Selatan ke Utara. ketiga sungai besar yang melewati wilayah Kota Depok ini
berperan sebagai sungai induk bagi sungai-sungai kecil yang tercakup dalam Daerah
Aliran Sungai masing-masing. Kota Depok menurut Arahan Sistem Air Baku dan
Pengendali Banjir dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 Tentang Penataan
Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur, termasuk dalam Daerah Aliran Sungai
(DAS) Angke Pesanggrahan, DAS Cikeas Cileungsi dan DAS Ciliwung. Khususnya DAS
Ciliwung, yang memiliki daerah cakupan aliran sungai yang paling besar bila
dibandingkan dengan DAS lainnya, menurut dokumen akademis RTRW Provinsi Jawa
Barat Tahun 2025, memiliki rasio kebutuhan dan ketersediaan air sebesar 548,71%
dengan kategori sangat kritis. Kategori DAS sangat kritis menunjukkan rasio kebutuhan
dan ketersediaan air lebih besar dari 100%, sedangkan DAS kritis apabila rasio
kebutuhan dan ketersediaan air berkisar dari 76% sampai 100%. Berikut ini profil sungaisungai utama Kota Depok yang menjadi cakupan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kota
Depok, diantaranya :

15

1. Sungai Pesangrahan
Sungai ini merupakan sumberdaya air terpenting untuk Sawangan, dan kondisi air
berwarna cokelat bercampur lumpura dan kotoran. Sungai ini mempunyai fluktuasi yang
tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Bahkan pada musim hujan sering
menimbulkan banjir setempat.
Berdasarkan data debit dari Balitbang PU, Pusat penelitian dan pengembangan
Pengairan Bandung antara 1992-1996 statistik pengukuran Sawangan debit minimum
adalah Qmin = 350 l/detik (sumber: RTRW Kota Depok Tahun 2000-2010).

2. Sungai Ciliwung
Sungai Ciliwung digunakan sebagai sumber mata air baku bagi Kota Depok dan Jakarta.
Pada perbatasan dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat pada musim kemarau mempunyai
debit sebesar 9,06-13,40 m3/detik.

3. Sungai Cikeas
Sungai ini merupakan batas wilayah antara Kota Depok dan Kabupaten Bogor, mengalir
kearah Utara. Sungai Cikeas ini mempunyai perbedaan debit yang besar antara musim
hujan dan musim kemarau.

2.1.3.2 Pola Aliran Sungai


Wilayah Kota Depok dilalui oleh 3 sungai besar dan 24 sungai kecil yang mengalir dari
arah Selatan menuju Utara (bermuara ke Laut Jawa/ wilayah administrasi Kabupaten
Tangerang dan Provinsi DKI Jakarta). Pola aliran sungai di Kota Depok berpola tulang
rusuk dengan 3 sungai utama sebagai tulang belakangnya.. Adapun nama-nama sungai
yang mengalir melewati Kota Depok berikut dengan Daerah Aliran Sungai (DAS)
dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 1.1 Daftar Inventaris Sungai/Kali Di Kota Depok


No

DAS

Nama
Sungai/Kali

Panjang

Lokasi

1 -

Kali Cibenda

2 -

Kali Cantiga

DAS Ciangke
-

Kec.
Sawangan

Kali Angke

3 Pesanggrahan

10
16

No

DAS

Nama
Sungai/Kali

Panjang

Lokasi

Kec.
Kali
4

Pancoran

Pasanggrahan

20,75 Mas
Kec.

Kali Caringin

4,1 Sawangan
Kec.
Pancoran

Kali Krukut

Kali Grogol

12 Mas
35,2 Kec. Limo
Kec.
Pancoran
Mas-Kec.

Kali Cliliwung

19,25 Sukmajaya
Kec.

Kali Cikumpa

7,25 Sukmajaya
Kec.

10

Kali Sugutamu

5,5 Sukmajaya
Kec.

11

12

Kali Karanji
DAS Ciliwung

1,125 Sukmajaya
Kec.

Kali Cikaret

3,125 Sukmajaya
Kec.

13

Kali Jantung

Sukmajaya
Kec.

14

Kali Laya

3,125 Sukmajaya
Kec.

Kali Ciliwung
15

Katulampa

Sukmajaya 14 Cimanggis
Kec.

16

Kail Cipinang

10,25 Cimanggis
Kec.

17

Kali Citatah

18

Kali Cibogo
17

5,25 Cimanggis
1,875 Kec.

No

DAS

Nama
Sungai/Kali

Panjang

Lokasi
Cimanggis
Kec.

19

Kali Cakung

22,2 Cimanggis
Kec.

20

Kali Angsana

5 Sawangan
Kec.

21

Kali Cilangkap

7,5 Cimanggis
Kec.

22

DAS Cikeas

Kali Manggis

4,25 Cimanggis
Kec.

23

Kali Sunter

6 Cimanggis
Kec.

24

Kali Cikeas

12,5 Cimanggis

Sumber : Data Jaringan Irigasi dan Jaringan pengendali


Banjir Di Kota Depok, DPU Kota Depok tahun 1994
Arahan Sistem Air Baku dan Pengendali Banjir, Perpres
No.58 Tahun 2008
Keterangan: Luas DAS masing-masing sungai adalah luas
yang tercakup kedalam administrasi Kota Depok.

2.1.3.3 Sebaran Sumber Air


Sumber daya air merupakan sumber air baku yang dipergunakan untuk melayani
kebutuhan air bersih. Di Kota Depok dan sekitarnya tidak ditemukan mata air yang besar.
Pada beberapa danau hulu cabang sungai, serta tebing-tebing sungai didapatkan mata air
dengan debit kecil dan alirannya tidak kontinu. Untuk melayani air bersih Kota Depok,
diambilkan dari mata air di Kabupaten Bogor yang merupakan hulu sungai besar yang
mengalir ke Utara. Pemanfaatan mata air sudah dilakukan sejak zaman Belanda. Pada
tahun 1922 dipasang jalur pipa sepanjang 60 km dari mata air Ciburial dengan debit 300
l/detik. Mata air ini untuk memasok Jakarta, tetapi air ini juga disadap untuk memasok
Kota Depok, Cimanggis, Cibinong dan Ciomas (RTRW Kota Depok Tahun 2000-2010).
Selain mata air, sumber mata air untuk Kota Depok berasal dari sumber air permukaan.
Kota Depok banyak memiliki sumber-sumber air yang potensial diantaranya sumber air
permukaan (sungai, setu) dan sumur dalam.

18

Gambar 2.3 Peta Daerah Aliran Sungai Kota Depok


19

Gambar 2.4 Peta Hidrogeologi Kota Depok


20

Selain nama-nama sungai yang sudah disebutkan di atas. Berikut ini hasil pengukuran
Debit pada beberapa sungai Utama Kota Depok.

Tabel 2.2 Hasil Pengukuran Debit Sungai Kota Depok

Nama Kali

Rata-rata

Lebar
Sungai (Cm)

Kedalaman
(Cm)

Q (debit)
(l/dtk)

Krukut

290

48

521

Grogol

375

10

151

Caringin

230

10

110

900

30

789

1035

34

1482

Angsana

315

15

102

Angke

455

42

442

Pasanggrahan
Hulu
Pasanggrahan
Hilir

Sumber: Masterplan Sistem Jaringan Air Bersih Kota Depok, Tahun 2007

2.1.3.4 Daerah Resapan Air


Daerah resapan air merupakan daerah yang dapat menampung limpasan air dan dapat
menampung air untuk memenuhi kebutuhan air baku di musim kemarau dan sekaligus
dapat mengendalikan banjir di musim hujan antara lain berupa waduk dan Setu. Kawasan
resapan air memiliki kriteria:

Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1000 mm/tahun

Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm

Mempunyai kemampuan meluruskan air dengan kecepatan lebih dari 1 mm/hari

Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 m terhadap permukaan tanah.

Kelerengan kurang dari 15%

Kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah
dalam

Kota Depok memiliki 25 Setu/danau yang tersebar di beberapa kecamatan di Kota Depok
yang dapat di jadikan kawasan resapan air dimana daerah sekitar Setu/danau merupakan
daerah perlindungan setempat (kawasan lindung) yang digunakan sebagai kawasan
resapan air. Dalam Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung disebutkan
bahwa kawasan perlindungan setempat yang fungsinya kawasan sekitar danau atau
21

waduk, kriterianya meliputi daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan
100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau daratan
sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan
kondisi fisik danau atau waduk.

Selain itu, Kota Depok memiliki Hutan Raya Pancoran Mas yang juga dapat dijadikan
kawasan resapan air. Tahura ini memiliki luas mencapai 7,2 Ha. Akan tetapi lokasi hutan
ini sangat dekat dengan permukiman padat sehingga rawan teradi keruskan. Kondisi
seperti ini sangat tidak bagus untuk Ruang Terbuka Hijau yang fungsi utamanya sebagai
ekologis.
Selain memiliki Tahura, Kota Depok juga terdapat beberapa taman kota yang bisa
menjadi daerah resapan air seperti misalnya taman kota yang terdapat Kawasan
Pendidikan Universitas Indonesia yang dibangun di atas lahan seluas 390 Ha, dimana
70% atau + 273 Ha lahannya berfungsi sebagai dearah resapan air. Ada juga di
Harjamukti Kecamatan Cimanggis, Taman Wiladatika biasa digunakan untuk kegiatan
pramuka dan memiliki luas mencapai 19,764 Ha.

2.1.4 Kondisi Geohidrologi


Kondisi hidrogeologi Kota Depok berdasarkan peta Peta hidrogeologi skala 100.000
lembar Jakarta Batuan Dasar terdiri dari 3 jenis, yaitu : daerah beririgasi, luah sungai
kurang dari 5 l/detik dan luah sungai antara 5-25 l/detik. Di Kota Depok terdapat luah
sumur antara 5-25 l/dtk yang artinya akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir,
setempat melalui rekahan umumnya terdapat pada batuan sedimen kuartet; terdiri dari
beberapa akuifer batu pasir, ketebalan berkisar antara 3-18 meter, keterusan 120-260
m2/hari dengan kedalaman 150-250 m di bawah tarah, kapasitas jenis 0,5 1,5 l/dtk,
muka air tanah statis 3-21m dibawah muka air tanah. Luah sumur antara 5-25 l/det di
Kota Depok hanya berada di Kecamatan Cinere.

Selain itu, terdapat pula luah sumur kurang dari 5 l/det, yang berada di sebagian besar
Kecamatan Kota Depok diantaranya berada di Kecamatan Bojongsari, sebagian besar di
Kecamatan Cinere dan Limo, dan membentang dari Selatan ke Utara Kota Depok di
Kecamatan Cilodong, Sukmajaya dan Cimanggis. Luah sumur kurang dari 5 l/det ini
terdiri dari beberapa akuifer batuan sedimen kuarter berupa batu pasir dan breksi, batuan
gamping koral dan battu gamping pasiran; ketebalan berkisar antara 3-20m, keterusan 71000 m2/hari dengan kedalaman sumur 60-250 m, di bawah muka tanah kapasitas jenis
0, 1-0, 4 l/dtk/m, muka air tanah statis 2-45 m di bawah tanah.
22

Tinjauan air tanah di wilayah Kota Depok tidak terlepas dari daerah Jabotabek. Kondisi air
tanah di daerah Jabotabek dipengaruhi kondisi geologi dan sifat batuan penyusunnya.
Unit hidrogeologi yang erat kaitannya dengan sistem air tanah yang terdapat di wilayah ini
adalah:
-

Batuan sedimen tersier dan vulkanikan

Endapan kipas vulkanik yang didasari oleh sedimen tersier

Endapan kipas vulkanik yang didasari oleh endapan laut dan endapan dataran
banjir

Endapan paparan pantai

Sistem air tanah di Jabotabek dibagi menjadi 3 (Tiga) kelompok akifer (Sumber: WJEMP
Depok City 3-1). Hal ini didasarkan atas adanya lapisan lempung laut yang merupakan
lapisan pemisah antar kelompok akifer. Kelompok akifer tersebut adalah:
-

Kelompok Akifer Tidak Tertekan (< 40m)


Kelompok ini merupakan air tanah bebas, dibentuk oleh endapan kipas vulkanik di
bagian Selatan. Pada sistem ini, pengisian air tanahnya berasal dari presipitasi air
hujan dan air sungai. Kelompok akifer ini merupakan sumber air utama yang
dimanfaatkan oleh masyarakat.

Kelompok Akifer Tertekan (40-140 m)


Kelompok ini terdiri dari endapan vulkanik menyatu dengan kelompok endapan
paparan di bagian Utara. Pada sistem ini, pengisian air tanahnya berasal dari
imbuhan (recharge) dari daerah Selatan. Pemanfaatan air tanah banyak dilakukan
dengan cara pembuatan sumur bor.

Terdapat 2 (dua) jenis air tanah di Kota Depok manurut WJEMP Depok City 3-1, yaitu:
-

Air Tanah Dangkal


Di Kota Depok banyak ditemukan sumur gali untuk kebutuhan masyarakat. Pada
umumnya kondisi sumur gali baik, tetapi air tawar di sebagian tempat kondisinya
keruh dan berbau dengan kedalaman rata-rata 10 m.

Air Tanah Dalam


Di Kota Depok banyak ditemukan sumber air tanah dalam. Saat ini tanah
merupakan sumber penyediaan air yang utama di Kota Depok.

Kota Depok

sendiri dilewati oleh formasi genteng dan endapan vulkanik yang mempunyai
potensi 3-4 l/detik/km2, serta alluvium dengan potensi air sebesar 5-7 l/detik/km2.

23

Dari peta proyeksi transverse mercator yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi dan Tata
Lingkungan Tahun 1986 (dikutip dari WJEMP Depok City) diindikasikan bahwa wilayah
Depok berada pada lokasi antara Badak Kulon dan Pasar Minggu yang merupakan ujung
dari kipas alluvium yang merupakan batas dari Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta dan
Bogor dimana akuifer terdapat pada kedalaman < dari 5 m sepanjang 20 km dari Selatan
ke Utara dimana Daerah Pengamatan yang dilakukan UI-BPPT.

Dari hasil sample yang didapat menunjukan hasil yang beragam dan rata-rata adalah laju
infiltrasi sebesar 19,7 l/det dan di lain tempat didapat 22,4 l/det. Hal dapat memberikan
keyakinan bahwa bila dapat dilakukan pemotongan akuifer/penyingkapan dan membuat
sarana pengisian kembali air tanah (recharge) maka sudah dapat diprediksi aliran air
bawah tanah akan sangat optimum dengan biaya yang relative murah.
2.2 Administratif
Secara administrasi merupakan kota yang otonom dengan luas wilayah 200,29 km2, yang
terbagi atas 11 kecamatan dan yang kemudian terbagi lagi menjadi 63 kelurahan. Jumlah
kelurahan dalam satu kecamatan berkisar dari 4 sampai 7 kelurahan.

Pemekaran Kecamatan di Kota Depok dari 6 (enam) menjadi 11 (sebelas) kecamatan


merupakan implementasi dari Perda Kota Depok Nomor 08 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kecamatan di Kota Depok. Adapun selangkapnya nama kecamatan dan
kelurahan hasil pemekaran berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007
sebagai berikut :
1.

Kecamatan Beji meliputi wilayah kerja: Kelurahan Beji, Kelurahan Beji Timur,
Kelurahan Kemiri Muka, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kukusan, dan Kelurahan
Tanah Baru.

2.

Kecamatan Pancoran Mas meliputi wilayah kerja: Kelurahan Pancoran Mas,


Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan
Rangkap Jaya Baru, dan Kelurahan Mampang.

3.

Kecamatan Cipayung meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cipayung, Kelurahan


Cipayung Jaya, Kelurahan Ratu Jaya, Kelurahan Bojong Pondok Terong, dan
Kelurahan Pondok Jaya.

4.

Kecamatan Sukmajaya meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan


Mekarjaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Abadijaya, Kelurahan Tirtajaya, dan
Kelurahan Cisalak.

24

5.

Kecamatan Cilodong meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sukamaju, Kelurahan


Cilodong, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, dan Kelurahan Jatimulya.

6.

Kecamatan Limo meliputi wilayah kerja: Kelurahan Limo, Kelurahan Meruyung,


Kelurahan Grogol, dan Kelurahan Krukut.

25

Gambar 2.5 Peta Administrasi Kota Depok


26

7.

Kecamatan Cinere meliputi wilayah kerja: Kerurahan Cinere, Kelurahan Gandul,


Kelurahan Pangkal Jati Lama, dan Kelurahan Pangkal Jati Baru.

8.

Kecamatan Cimanggis meliputi wilayah kerja: Kelurahan Cisalak Pasar, Kelurahan


Mekarsari, Kelurahan Tugu, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kelurahan Harjamukti,
dan Kelurahan Curug.

9.

Kecamatan Tapos meliputi wilayah kerja: Kelurahan Tapos, Kelurahan Leuwinanggung,


Le
Kelurahan Sukatani, Kelurahan Sukamaju Baru, Kelurahan Jatijajar, Kelurahan
Cilangkap, dan Kelurahan Cimpaeun.

10. Kecamatan Sawangan meliputi wilayah kerja: Kelurahan Sawangan, Kelurahan


Kedaung, Kelurahan Cinangka, Kelurahan Sawangan Baru, Kelurahan
Kelur
Bedahan,
Kelurahan Pengasinan, dan Kelurahan Pasir Putih.
11. Kecamatan Bojongsari meliputi wilayah kerja: Kelurahan Bojongsari, Kelurahan
Bojongsari Baru, Kelurahan Serua, Kelurahan Pondok Petir, Kelurahan Curug,
Kelurahan Duren Mekar, dan Kelurahan Duren
Dure Seribu.

2.3 Kependudukan
Dengan luas wilayah 200,29 km,
km berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,
2010 Kota Depok
dihuni oleh 1.736.565 jiwa, dengan sex ratio penduduk laki-laki
laki terhadap perempuan
sebesar 102. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 316.085 jiwa dari tahun 2006 yang
baru mencapai 1.420.480 jiwa. Menurut perhitungan BPS pula, laju pertumbuhan penduduk
(LPP) Kota Depok dalam 10 tahun terakhir menempati posisi kedua setelah Kabupaten
Bekasi dengan nilai rata-rata
rata sebesar 4,27%, dengan laju pertumbuhan
pertumbuhan tertinggi di

PENDUDUK DEPOK (JUTA)

kecamatan Limo sebesar 8,48% dan terendah di kecamatan Sukmajaya sebesar 3,27% .

1,800
1,600
1,400
1,200
1,000

PENDUDUK

2005 2006
2007
TAHUN

2008

2009

2010

Gambar 2.6.. Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2006 - 2010


Sumber: Diolah dari Depok Dalam Angka 2005 2009 dan Sensus Penduduk 2010
27

Pertumbuhan penduduk yang demikian tinggi ini dipengaruhi oleh tingginya arus migrasi
yang masuk ke Kota Depok, mengingat Kota Depok dinilai sebagai daerah yang sangat
strategis dilihat dari seluruh fungsi kota, terutama jasa, perdagangan dan permukiman.
Namun perubahan menyolok ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan sumber data. Data
2005-2009 menggunakan data Depok Dalam Angka yang merupakan hasil proyeksi
penduduk

berdasarkan

Sensus

Penduduk

Tahun

2000.

Sedangkan

data

2010

menggunakan Data Sensus Penduduk 2010 yang mencatat jumlah penduduk faktual yang
ada di lokasi tanpa melihat status administrasi kependudukannya.

Dari sisi kepadatan penduduk, kecamatan terpadat pada tahun 2009 adalah Kecamatan
Sukmajaya (13,8 ribu jiwa/km2) disusul Kecamatan Pancoran Mas (11,5 ribu jiwa/km2) dan
Cimanggis (10,1 ribu jiwa/km2). Sedangkan kepadatan terendah

adalah di Kecamatan

Sawangan dan Bojongsari sebesar rata-rata 4600 jiwa/km2 (Tabel 2.3).

Tabel 2.3. Kepadatan Penduduk Kota Depok Tahun 2009


NO

KECAMATAN

JUMLAH

LUAS

JUMLAH JUMLAH KEPADATAN

KELURAHAN

(km2)

RT

RW

RATA-RATA

PANCORAN MAS

18.12

596

102

11500

CIMANGGIS

21.7

634

91

10100

SAWANGAN

24.86

342

72

4600

LIMO

11.91

206

44

5900

SUKMAJAYA

17.45

873

122

13800

BEJI

14.3

371

72

9700

CIPAYUNG

12.26

274

52

10100

CILODONG

16.27

291

55

7500

CINERE

10.62

198

41

8500

10

TAPOS

33.42

622

127

6300

11

BOJONG SARI

19.38

282

72

4600

DEPOK

63

200.29

4689

850

11500

Sumber: Diolah dari Perda Kota Depok No. 8 Tahun 2007 dan Data Kependudukan SIAK
2010

Profil penduduk Kota Depok dapat dilihat dari komposisi penduduknya, yakni berdasarkan
jenis kelamin, usia, lapangan usaha dan pendidikan. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah
penduduk laki-laki dalam 5 tahun terakhir lebih banyak daripada perempuan. Rasio
28

penduduk laki-laki terhadap perempuan pada 2010 adalah 102. Sedang dari usianya,
persentase penduduk angkatan kerja (usia antara 15 64 tahun) masih cukup tinggi yakni
sekitar 73% pada tahun 2009.

Dari sisi lapangan usaha, komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian cenderung
tetap dalam 5 tahun terakhir (kurang dari 5%), di sektor industri juga cenderung stagnan
dengan kisaran kurang dari 20%. Proporsi terbesar adalah di sektor perdagangan dan jasa
dengan kisaran masing-masing sekitar 30% (Gambar 2.2).

2009
2008
2007
2006
2005
0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

2005

2006

2007

2008

2009

PERTANIAN

1.44

2.27

1.71

4.28

2.76

INDUSTRI

15.14

16.63

14.24

12.94

15.04

PERDAGANGAN

27.79

26.92

30.21

28.66

26.53

JASA

29.14

27.98

23.62

29.12

30.57

LAINNYA

26.49

26.19

30.22

25.00

25.09

100%

Gambar 2.7 Komposisi Penduduk Kota Depok Menurut Lapangan Usaha


Sumber : Diolah dari data Depok Dalam Angka 2005 2009 dan Inkesra Kota Depok 2010

Menurut tingkat pendidikannya, Depok termasuk daerah dengan tingkat pendidikan rata-rata
cukup baik. Ini dapat dilihat dari proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang memiliki
ijasah setara SMA menempati urutan terbesar yaitu sekitar 35%. Adapun yang terendah
adalah penduduk yang tidak mempunyai ijazah sebanyak 12%, kendati sebagiannya masih
duduk di kelas 5 dan 6 SD. Hal lain yang menggembirakan adalah terjadinya peningkatan
lulusan setara Akademi atau lebih sebanyak hampir 3%,
mencapai 11,73 % menjadi 14,20 % di tahun 2009.

29

dari tahun 2006 yang baru

2009
2008
2007
2006

TDK BERIJAZAH
0%

20%

40%

60%

80%

100%

SD
SMP

2006

2007

2008

2009

TDK BERIJAZAH

11.70

12.60

11.92

12.10

SD

20.00

22.18

20.55

18.76

SMP

17.80

20.20

19.79

20.64

SMA

37.27

32.36

34.55

34.30

AKADEMIS

11.73

12.66

14.10

14.20

SMA
AKADEMIS

Gambar 2.8. Proporsi Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Ijazah Tertinggi


yang Dimiliki di Kota Depok Tahun 2006 2009
Sumber : Diolah dari data Depok Dalam Angka 2005 2009

Dari sisi agama, komposisi penduduk berdasarkan agama pada tahun 2009 didominasi oleh
agama Islam (93%), sedangkan proporsi agama lainnya masing-masing Kristen 5%,
Katholik 2% dan sisanya 1%. Secara umum kondisi kehidupan antara warga beragama di
Kota Depok cukup kondusif. Secara historis di Kota Depok telah hidup secara
berdampingan, khususnya antara penganut agama Islam dan Nasrani sejak masa pra
kemerdekaan. Misalnya, para pejuang kemerdekaan di Kota Depok dengan komunitas
Cornelis Chastelein yang telah hidup rukun selama ini. Kemudian bertambah dengan
migrasi dan urbanisasi penduduk baru yang berbeda agama, suku, dan budaya; telah
memperkaya kondisi sosial keagamaan di Kota Depok.

5%

AGAMA
Islam
Kristen
Katholik

93%
Hindu

Gambar 2.9. Proporsi Penduduk Menurut Agama Tahun 2009


Sumber : Diolah dari data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) 2010

30

2.4 Pendidikan
120
100
80

97.98

98.35

98.52

98.7

98.92

10.61

10.64

10.66

10.67

10.68

2005

2006

2007

2008

2009

60
40
20
0

AMH DEPOK

RLS DEPOK

Gambar 2.10. Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah 2005 2009
Sumber: Diolah dari Data Inkesra Kota Depok 2010

Pada tahun 2005 AMH Kota Depok sebesar 97,98 dan meningkat di tahun 2009 menjadi
98,92, kemudian untuk rata-rata lama sekolah meningkat dari tahun 2005 sebesar 10,64
menjadi 10,68 di tahun 2009. Kendati nilai AMH cukup tinggi, angka ini menunjukkan bahwa
masih ada 1.08% penduduk atau hampir 19 ribu penduduk Kota Depok yang buta huruf.
Dari sisi lama sekolah, rata-rata penduduk Depok mengenyam pendidikan selama 10,68
tahun atau setara dengan kelas 2 SMA.

Tahun Ajaran 2010/2010 jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota Depok sebanyak 362
sekolah, jumlah murid TK 16.553, dan 1.552 guru TK. Sekolah SD sebanyak 394 sekolah,
dengan 139.861 murid, dan 5.616 orang guru. Sekolah SMP berjumlah 154 sekolah dengan
jumlah siswa 50.036 orang dan jumlah guru 3.517 orang. Di tingkat SMA terdapat 48
sekolah dengan jumlah murid dan guru masing-masing 13.803 orang dan 1.238 orang.
Selain itu terdapat 79 sekolah SMK, dengan jumlah murid 27.187 orang dan jumlah guru
1.969 orang.

Hasil Survei Susenas 2010, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang
memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat. 22,70%. Memiliki Ijazah tertinggi SLTA
merupakan persentase terbesar dibanding jenjang pendidikan lainnya. Penduduk Kota
Depok yang berumur 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis huruf latin 48,97 %,
huruf lainnya 0,70 %, huruf latin dan huruf lainnya 48,16 %, dan yang buta huruf 2,17 %.

31

Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Depok tahun 2010 ada 133 sekolah dengan jumlah
murid 30.648 orang, dan guru 1.677 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs)
di Kota Depok 64 sekolah, dengan jumlah siswa 2.026 orang, dan jumlah guru 502 orang.
Serta jumlah sekolah Madrasah Aliyah (MA) ada 20 sekolah, dengan jumlah siswa 12.244
siswa, dan 872 guru.

2.5 Kesehatan
Angka Harapan Hidup (AHH) yang merupakan indeks kesehatan menunjukkan tren
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 AHH sebesar 73,03, tahun 2007 sebesar
73,06, tahun 2008 AHH sebesar 73,10, pada tahun 2009 AHH sebesar 73,10. Angka ini
merupakan yang tertinggi di Jawa Barat yang pada tahun 2009 AHHnya mencapai 68.
Angka ini juga berapa di atas rata-rata Nasional yang mencapai 67,2.

74
72

72.97

73.03

73.06

73.1

73.1

67.4

67.62

67.8

68

2006

2007

2008

2009

70
68
66
64

66.57

62
2005

AHH DEPOK

AHH JABAR

Gambar 2.11. Nilai AHH Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 2009
Sumber: Diolah dari Data Inkesra Kota Depok 2010

Adapun Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup mengalami penurunan dari
tahun ke tahun, pada tahun 2006 sebanyak 27,99 jiwa, tahun 2007 sebanyak 27,63 jiwa,
tahun 2008 sebanyak 26,84 jiwa dan tahun 2009 sebanyak 26,57.

Kondisi kesehatan di Kota Depok direpresentasikan dengan indeks kesehatan yang


mempengaruhi IPM Kota Depok. Beberapa indikator penting yang mempengaruhi indeks
kesehatan adalah Angka Harapan Hidup (AHH), dimana angka tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain AKB, AKI, AKABA dan AKK.

Angka harapan hidup Kota Depok pada tahun 2008 adalah 73,06 tahun, dimana capaian ini
dipengaruhi oleh Angka Kematian Bayi (AKB) atau jumlah kematian bayi dibawah usia satu
32

tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. Kematian neonatal pada tahun 2008 berjumlah
109. Kematian neonatal pada usia awal kehidupan merupakan salah satu indikator belum
optimalnya manajemen kelangsungan program pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2008 yang terlaporkan sebanyak 17 kasus. Angka ini
belum dapat dikatakan sebagai jumlah seluruh kematian ibu yang terjadi di Kota Depok,
karena kemungkinan masih banyak kasus kematian ibu yang tidak tercatat atau tidak
terlaporkan. Sebagai penyebab langsung kematian ibu yang utama adalah pendarahan
(45%) dan lainnya adalah penyebab tidak langsung antara lain keterlambatan merujuk.
Kematian ibu maternal dapat dicegah bila cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan
penanganannya.

Hal lain yang dapat memperkecil resiko kematian ibu adalah dengan pelayanan berkala
meliputi pelayanan K1 dan K4. Cakupan K1 Kota Depok mencapai 95,31%, sedangkan
cakupan K4 mencapai 86,78%, sedangkan target standar pelayanan minimal kesehatan
adalah 95%. Dengan demikian masih terdapat kesenjangan sebesar 3,22%, kesenjangan ini
dapat diakibatkan oleh kemampuan dan pemahaman petugas pengelola KIA tentang
manajemen kelangsungan program KIA yang belum optimal, Peran swasta yang cukup
dominan belum mendukung pelaksanaan program, definisi operasional yang belum sama
antara Rumah Sakit dan program kesehatan, petugas pencatatan dan pelaporan yang tidak
mengetahui secara rinci diagnosis yang ditegakkan petugas medis, dan dari sisi masyarakat
masih banyak ibu hamil yang pulang kampung menjelang proses persalinan.

Angka Kematian Balita (AKABA) atau jumlah kematian anak umur 1-4 tahun pada tahun
2008 adalah sebanyak 25 anak. AKABA menggambarkan masalah kesehatan anak serta
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, penyakit
infeksi dan kecelakaan.

Keadaan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat Kota Depok dapat dilihat
dari persentase rumah yang memiliki sarana air bersih perpipaan 21,00 %, yang memiliki
jamban 75,36%, yang memiliki SPAL 64,61% dan yang memiliki pembuangan sampah
61,89%. Adapun perilaku sehat masyarakat dilihat dari cakupan rumah tangga yang berPHBS sebanyak 127,987 KK (63,36%).
2.6 Sosial Masyarakat
Kondisi sosial masyarakat kota depok menunjukan kondisi sosial masyarakat yang cukup
beragam. Salah satu yang dapat mencerminkan kondisi sosial masyarakat Kota Depok
33

adalah [program keluarga berencana. Dimana penduduk yang mengikuti program keluarga
berencana secara tidak langsung juga membantu meningkatkan kesejahteraan. Jumlah
peserta KB di Kota Depok tahun 2010 mencapai 205.481 orang, Pemakaian alat KB suntik
dan pil KB paling banyak digunakan akseptor KB.

Selain sisi positif tersebut, terdapat juga sisi negatif masyarakat kota depok yang tercermin
dengan angka kriminalitas di Kota Depok. Sampai dengan bulan Desember 2010 ada 563
perkara tindak pidana umum dan 203 perkara narkotika yang masuk ke Pengadilan Negeri
Depok. Banyaknya penyandang masalah sosial dan kesejahteraan perlu mendapat
perhatian serius dari Pemerintah. Jumlah anak terlantar 31 orang, gelandangan dan
pengemis 19 orang, penyandang cacat 200 orang, dan penyandang masalah lainnya perlu
mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Kota Depok.

Tercatat juga sampai dengan bulan Desember 2010 terdapat 655 kasus pencurian
kendaraan bermotor dimana kasus ini menempati urutan tertinggi dari 11 kasus kriminalitas
yang ada di wilayah hukum Polres Depok. Pencurian dengan pemberatan menempati
rangking ke-2 setelah curanmor, yaitu 479 kasus.

Selain Itu depok juga tak lepas dari banyaknya kawasan-kawasan kumuh, yang terdapat di
20 kelurahan dari 62 kelurahan atau sebesar hampir 30% dari total kelurahan di Kota
Depok. Dari keduapuluh kelurahan tersebut terdapat 6 (enam) kelurahan yang telah
ditangani pada TA 2008-2009, yakni (1) Kelurahan Bojongsari Kecamatan Sawangan; (2)
Kelurahan Grogol Kecamatan Limo; (3) Kelurahan Kemiri Muka Kecamatan Beji;
(4) Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Cimanggis; (5) Kelurahan Kalibaru Kecamatan
Sukmajaya; (6) Kelurahan Bojong Pondok Terong kecamatan Pancoranmas. Berikut adalah
data kawasan kumuh di Kota Depok.

Kemirimuka - Beji
Permukiman kumuh diwilayah ini Kelurahan Kemirimuka, Kecamatan Beji dengan
tipologi kawasan kumuh di tepian sungai dan di sepanjang tepi rel kereta api.
Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 312 KK miskin dan 375 bangunan non
permanen.
Tipologi

Permukiman Kumuh di tepian sungai dan di sepanjang tepi

Kawasan Kumuh

rel kereta api.

34

Kawasan Kumuh
Catatan
Permasalahan:

RW.14
1. Daerah dibawah Jalan Juanda Depok
2. Surat Tanah sudah 90% bersertifikat
3. Pekerjaan Warga adalah Buruh Dan Pegawai Swasta
4. Daerah yang dikunjungi RT 05 & RT 04 ( 144 KK )
5. Akses Jalan Warga sebagian masih Tanah
6. Tempat Pembuangan Sampah Belum ada bahkan rata2 penduduk membuang langsung ke Kali Ciliwung
7. Rumah warga rata-2 permanen dan ada sebagian semi
permanen
8. Saluran Drainase belum tertata dengan baik
9. MCK rata-rata warga langsung membuang ke kali
ciliwung baik septitank maupun pembuangan airnya
10. Tidak dapat dilalui Kendaraan roda 4

Gandul - Limo
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Gandul,
Kecamatan Limo dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai/Situ dan di
tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 80 KK miskin dan 80
bangunan non permanen.

35

Tipologi

Permukiman kumuh di tepian sungai/Situ dan di tanah

Kawasan Kumuh

terlantar

Data

Luas Wilayah

: 2 Hektar

Lokasi Wilayah

: RW.03 RT.26

Jumlah Penduduk

: 800 Jiwa / 180 KK


Jl. Madrasah

Catatan
Permasalahan

1. Jalan Masuk menggunakan Jembatan Darurat


2. APBD belum diterima
3. TPS tidak ada ( dibuang disekitar lokasi rumah atau ke
Sungai/kali grogol )
4. Banyak terdapat rumah kontrakan
5. Saluran air minim / banyak yang tidak berfungsi
6. Dekat bantaran sungai/kali grogol
7. Jalan Semi permanen
8. Status Tanah masih girik
9. Matapencaharian Buruh dan Pedagang, Pemulung
10. Tanah warga setempat yang kosong disewakan
kepada pemulung dan adapula yang dijadikan rumah
kontrakan
11. Rumah kontrakan banyak dilokasi ini.

Abadijaya - Sukmajaya
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Abadijaya,
Kecamatan Sukmajaya dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai/Situ dan
di tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 100 KK miskin dan
50 bangunan non permanen.

36

Tipologi

Permukiman kumuh di tepian sungai/Situ dan di tanah

Kawasan Kumuh

terlantar

Dokumentasi

Data

LOKASI KAWASAN : RW. 29 RT .01


Jalan H.Minang

Catatan
Permasalahan

1. Daerah Rawan Banjir


2. Drainae Belum

Tertata Baik

(Sudah ada 4 X

Perbaikan)
3. Status Tanah Bersertifikat 90 % ( Prona Tahun 1990 )
4. Akses Jalan Warga Telah Mendapatkan Bantuan
APBD (Tanggal 26 Mei-27 Juli 2010).
5. Bangunan Kebanyakan Rumah Kontrakan
6. Usaha Penduduk Lokal ( Menyewakan Kontrakan )
7. Kebanyakkan Penduduk Pendatang (Pedagangan,
Buruh).
8. Jumlah Penduduk 3000 jiwa.
9. RW terdiri dari lima (5) RT.
10. Belum Terkelola dengan baik pembuangan sampah
warga.

Limo - Limo
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Limo,
Kecamatan Limo dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai/Situ dan di
tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 5 lokasi kawasan
kumuh dengan 48 KK miskin dan 48 bangunan non permanen.

37

Tipologi

Permukiman kumuh di tepian sungai/Situ dan di tanah

Kawasan Kumuh

terlantar

Dokumentasi

Data

Catatan
Permasalahan

Lokasi Survey

: RW.05 RT. 2,3,4


Jl. H. Kado
Luas Lahan
: Tiap RT mempunyai luas 1 H.A
Jumlah Penduduk
: 200 250 Jiwa
1. Masalah yang paling utama diwilayah ini adalah
Drainase serta Jalan dilokasi pemukiman
2. Ada perbaikan jalan utama / di cor pada tahun 2010 ini,
mengakibatkan tertutupnya saluran air /drainase yang
ada sehingga menyebabkan banjir
3. Surat tanah dilokasi masih Girik
4. TPS

sudah

terkoordinir

dengan

baik

(ada

penggangkutannya ) tetapi masih ada saja warga yang

38

masih membuangnya di kali ( Kali Gede )


5. Mata pencaharian penduduk asli dengan mendirikan
rumah kontrakan
6. Sedangkan penduduk pendatang rata-rata merupakan
Pedagang dan buruh lepas
7. Tanah milik H. Umar disewakan kepada para pemulung
yang menyebabkan daerah tersebut kumuh
8. Masalah utama di daerah Depok ini belum adanya
perda

mengenai

rumah

kontrakan

masterplan

pendirian rumah kontrakan sehingga menjadikan daerah


tersebut tidak tertata dengan baik.
9. Lahan

kosong

yang

dimiliki

perorangan

banyak

disewakan menjadi lahan penampungan para pemulung


10. Sebagian warga membuang saluran air ke septitank
11. Akses jalan semi permanen.

Pondok Jaya Pancoran Mas


Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan
Pondokjaya, Kecamatan Pancoran Mas dengan tipologi kawasan kumuh di tepian
sungai/Situ dan di sepanjang tepi rel kereta api. Dari data Potdes 2008 di wilayah
ini terdapat 1 lokasi kawasan kumuh dengan 40 KK miskin dan 55 bangunan non
permanen.
Tipologi

Permukiman

kumuh

di

Kawasan Kumuh

sepanjang tepi rel kereta api

tepian

Dokumentasi

Data

Lokasi

: Gang Mesjid
RW.03 RT.02

Luas Areal

: 1 H.A

39

sungai/Situ

dan

di

Jumlah Penduduk

: 570 Jiwa

1. Status Tanah Letter C / Girik

Catatan

2. Mayoritas Penduduk berdagang

Permasalahan

3. Faktor

ekonomi

yang

mempengaruhi

adanya

Perumahan Permata Depok


4. Infrastuktur Jalan masih di Flour sebagian tanah
5. Belum adanya Tempat Pembuangan Sampah, ratarata penduduk membuang sampah dipekarangan
rumah / titik lapangan yang ditunjuk/ kebiasaan
6. Jarak antar rumah penduduk berjauhan, masih banyak
terdapat tanah kosong.
7. Saluran drainase belum tertata dengan baik, masih
konvensional (ditanam dalam tanah) rata-rata ada
septitank.
8. Mayoritas rumah semi permanen.
9. Menggunakan air tanah / sumur.

Cilangkap Tapos
Kawasan Permukiman kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan Cilangkap,
Kecamatan Tapos dengan tipologi kawasan kumuh di tepian sungai dan di tanah
terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 1 lokasi kawasan kumuh
dengan 5 KK miskin dan 5 bangunan non permanen.
Tipologi

Permukiman kumuh di tepian sungai dan di tanah

Kawasan Kumuh

terlantar

Dokumentasi

Data

Catatan

Lokasi Survey : RW.01 RT.03


Jalan Lingkungan Kalibaru
1. 40% lahan dijadikan usaha kontrakan

40

Permasalahan

2. Status

pekerjaan

warga

(Dagang,Swasta,Buruh

sebagian kecil Pegawai Negeri)


3. Perubahan jumlah penduduk setiap 2 bulan sekali
4. Surat-surat tanah sebagian besar masih girik
5. Akses warga ke jalan raya bogor menggunakan
jembatan darurat
6. Kondisi infrastruktur jalan masih belum memadai
(sebagian semen,tanah)
7. TPA belum ada, dibuang di pekarangan rumah/kali
8. Drainase belum tertata baik.

Sukamadju Baru Kec. Cimanggis


Kawasan Permukiman Kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan
Sukamadju Baru, Kecamatan Cimanggis dengan tipologi kawasan kumuh di tepian
sungai dan di tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 1
lokasi kawasan kumuh dengan 30 KK miskin dan 10 bangunan non permanen.
Tipologi

Permukiman kumuh di tepian sungai dan di tanah

Kawasan Kumuh

terlantar

Dokumentasi

Data

Lokasi Survey :
JL. Sukamaju Baru I

41

Catatan
Permasalahan

1. Banyak terdapat pabrik-pabrik


2. Disini juga banyak menjamurnya usaha kontrakan
3. Drainase kurang baik terdapat di RW 2,3,4,7
4. daerah kumuh terdapat di RW 2 Dan RW 3
5. Tempat Pembuangan Sampah yang tidak terurus di
RW 5.
6. Tidak Ada TPS
7. Saluran Drainase Belum tertata baik
8. Jalan utama sudah di beton tetapi untuk jalan
lingkungan masih Semi permanen
9. Tidak tertata dengan baik permukiman warganya

Pengasinan Kec. Sawangan


Kawasan Permukiman Kumuh diwilayah ini terdapat di wilayah Kelurahan
Pengaasinan, Kecamatan Sawangan dengan tipologi kawasan kumuh di tepian
sungai dan di tanah terlantar. Dari data Potdes 2008 di wilayah ini terdapat 1
lokasi kawasan kumuh dengan 27 KK miskin dan 22 bangunan non permanen.
Tipologi

Permukiman kumuh di tepian sungai dan di tanah

Kawasan Kumuh

terlantar

Dokumentasi

Data

Terdiri dari 13 RW dan 74 RT


Lokasi Survey :
Jl. Kampung Poncol
42

Di RW IV yang terdiri dari RT V ( 60 KK ) dan RT VI


1. Merupakan daerah paling tertinggal di Depok;

Catatan

2. Belum pernah ada bantuan APBD;

Permasalahan

3. Jalan lingkungan masih Tanah dan Kerikil;


4. Rumah

warga

rata-rata

semi

permanen

belum ada saluran Drainasenya;


5. Belum Ada TPS, sampah dibuang disekitar rumah
warga;
6. Kamar Mandi masih semi permanen;
7. Tidak ada usaha kontrakan yang terlihat;
8. Jarak antar rumah warga berjauhan;

2.7 Perekonomian
2.7.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu variabel penting dalam pembangunan daerah adalah pertumbuhan ekonomi,
yang lazim diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara umum PDRB
Kota Depok terus mengalami kenaikan dari Rp 7,5 Trilyun pada tahun 2005 menjadi Rp
14,06 Trilyun pada tahun 2009.

16,000,000.00
NILAI PDRB (JUTA RP.)

14,000,000.00
12,000,000.00
10,000,000.00
8,000,000.00
6,000,000.00
4,000,000.00
2,000,000.00
0.00
2005

2006

2007

2008

2009

HARGA KONSTAN 7,541,66

9,005,10

10,599,1

12,542,4

14,063,9

HARGA BERLAKU

5,066,12

5,422,76

5,770,82

6,129,56

4,750,03

Gambar 2.12 Pertumbuhan PDRB Kota Depok Tahun 2005 2009


Sumber: Diolah dari Buku PDRB Kota Depok 2010

Berdasarkan struktur ekonomi, potensi unggulan daerah Kota Depok adalah sektor tersier
yang meliputi subsektor perdagangan, hotel dan restoran, dan subsektor jasa. Sektor ini
memberikan kontribusi pada perekonomian daerah sebesar 48,44% pada tahun 2005 dan
43

meningkat pada tahun 2009 menjadi sebesar 52,77%. Fenomena dominannya sektor tersier
dalam perekonomian Kota Depok menunjukkan pergeseran struktur ekonomi Kota Depok
yang semakin mengarah pada kota perdagangan dan jasa.

60.00

55.33

55.50

56.62

56.47

56.39

50.00

41.15

41.34

40.36

40.63

40.77

3.52

3.16

3.02

2.90

2.84

2005

2006

2007

2008

2009

40.00
30.00
20.00
10.00
-

SEKTOR PRIMER

SEKTOR SEKUNDER

SEKTOR TERSIER

Gambar 2.13 Distribusi PDRB Kota Depok Menurut Sektor Tahun 2005 2009, HK 2000
Sumber: Diolah dari Buku PDRB Kota Depok 2010

Perkembangan tersebut merupakan kecenderungan yang lazim terjadi pada berbagai kota,
namun bisa menimbulkan permasalahan jika tidak diantisipasi berbagai hal berikut ini, yaitu
Pertama, kesiapan infrastruktur Kota Depok dalam mengantisipasi perkembangan sektor ini,
karena dampaknya cukup besar, seperti terhadap konsentrasi penduduk, kelancaran lalu
lintas, sampah, dan masih banyak lagi. Kedua adalah seberapa besar peran masyarakat
Kota Depok dalam sektor ini, sehingga tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat
kelompok tertentu dan masyarakat dari luar kota Depok. Bila hal ini sampai terjadi, maka
yang akan memperoleh manfaat dari kemajuan sektor tersier ini akan keluar dari Kota
Depok. Ketiga, terwujudnya Kota Depok sebagai kota perdagangan dan jasa di kemudian
hari, seharusnya juga dapat mengangkat dan berdampak positif bagi sektor lainnya, dan
bukan sebaliknya.

Berdasarkan hasil kajian Input-Output Sektor Perdagangan dan Jasa di Kota Depok (2010),
sektor tersier yang mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (pro growth) adalah :
perdagangan eceran (kecuali mobil dan sepeda motor), warung makan, bar kedai, penjual
makan minum keliling, angkutan jalan raya, jasa pemerintahan umum, jasa real estat,
perdagangan mobil dan sepeda motor, penjual eceran bahan bakar kendaraan, jasa
perorangan dan rumah tangga lainnya, perdagangan besar dalam negeri selain ekspor dan
impor, dan jasa perbengkelan. Beberapa sektor ini juga sekaligus memberikan dampak
income bagi masyarakat (pro poor) dan penyerapan tenaga kerja secara signifikan (pro job)
44

yaitu perdagangan eceran, jasa pemerintahan umum, angkutan jalan raya, warung makan,
bar kedai, penjual makan minum keliling, dan penjualan eceran bahan bakar kendaraan.
Sektor lain yang memberikan income kepada masyarakat cukup berarti adalah perdagangan
mobil, sepeda motor, dan kesehatan swasta.

Adapun yang memberikan dampak pada

penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan besar dalam negeri dan sektor jasa boga
catering.

Adapun sektor primer (pertanian), selama kurun waktu 2005 hingga 2009 mengalami
penurunan. Apabila pada tahun 2006 sektor ini masih memberikan peran 3,52%, maka di
tahun 2009 sektor ini hanya memberikan kontribusi sebesar 2,84%. Semakin menurunnya
peran sektor ini lebih disebabkan pada semakin menyempitnya lahan untuk pertanian,
peternakan dan juga perikanan yang ada, sehingga mendorong menurunnya produktifitas
sektor ini dan beralihnya pekerjaan masyarakat pada sektor lainnya, khususnya
perdagangan dan jasa. Namun demikian, secara kualitatif beberapa produk pertanian Kota
Depok memiliki keunggulan komparatif, yaitu belimbing yang telah dijadikan ikon kota,
tanaman hias, ikan hias, ikan konsumsi dan benih ikan konsumsi.

Sektor sekunder, khususnya dari sektor industri pengolahan masih cukup besar peranannya
terhadap PDRB Kota Depok kendati proporsinya mengalami penurunan. Bila pada tahun
2005 kontribusinya mencapai 48,57 %, pada tahun 2009 kontribusinya menjadi 45,02 %.
Masih tingginya peran sektor pengolahan ini perlu mendapat perhatian, terutama dikaitkan
dengan semakin menurunnya peran sektor primer. Ini menunjukkan bahwa dominasi bahan
baku industri berasal dari luar wilayah. Bila hal ini terjadi, maka ketergantungan pada daerah
lain akan semakin meningkat, dan dari sisi biaya produksi, hal ini akan memicu kenaikan
yang dapat berdampak pada daya saing hasil industri pengolahan dari Kota Depok

2.7.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi


Kondisi ekonomi yang baik harus didukung dengan kestabilan dan pertumbuhan yang baik
pula. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Depok mengalami
pasang surut (fluktuatif) yang disebabkan oleh dampak eksternal. Pernah mengalami
pertumbuhan tertinggi, yaitu pada tahun 2007 mencapai 7,04 %, tetapi mengalami
penurunan pada tahun 2008 menjadi 6,42 % dan menjadi 6,22 % pada tahun 2009 sebagai
dampak dari krisis keuangan global.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan

membaik seiring dengan membaiknya kondisi finansial global meskipun tetap perlu
diantisipasi adanya kemungkinan krisis baru.

45

LAJU PERTUMBUHAN PDRB


HK 2000

8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
-2.00
-4.00
-6.00
2005/2006

2006/2007

2007/2008

2008/2009

SEKTOR PRIMER

-4.27

2.57

1.94

3.99

SEKTOR SEKUNDER

7.15

4.49

7.15

6.57

SEKTOR TERSIER

4.83

7.02

6.37

6.02

LPE

6.65

7.04

6.42

6.22

SEKTOR PRIMER

SEKTOR SEKUNDER

SEKTOR TERSIER

LPE

Gambar 2.14. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok


Tahun 2005 2009 HK 2000
Sumber: Diolah dari Buku PDRB Kota Depok 2010

Pertumbuhan ekonomi Kota Depok ke depan membutuhkan fondasi ekonomi yang lebih
kuat lagi, sehingga pertumbuhan yang ada dapat stabil dan memiliki kecenderungan yang
meningkat.
Berdasarkan data terakhir, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi justru sektor
sekunder (tumbuh sebesar 6,6 %), sedangkan sektor tersier tumbuh sebesar 5,95 % dan
primer hanya 3,99%.

Tingginya pertumbuhan sektor sekunder disebabkan oleh

pertumbuhan yang tinggi pada subsektor bangunan/konstruksi. Sedangkan pada sektor


tersier, pertumbuhan tertinggi ditemukan pada subsektor jasa-jasa.

2.7.3 PDRB perkapita daerah dan Gini Ratio


PDRB perkapita sering digunakan sebagai indikator makro tingkat kemakmuran masyarakat.
Semakin tinggi nilai PDRB per kapita daerah Kota Depok, maka semakin tinggi kemampuan
dan kesejahteraan di Kota Depok. Pada tahun 2009, PDRB per kapita daerah Kota Depok
mencapai Rp 9.081.790, mengalami peningkatan sebesar 41,1 % dalam kurun 5 tahun
terakhir. PDRB per kapita tahun 2006 sebesar Rp 6.435.596,73.

PDRB per kapita berbeda dengan Pendapatan per kapita yang sampai saat ini belum dapat
disediakan datanya oleh BPS Kota Depok. Data nasional menunjukkan bahwa pendapatan
perkapita rata-rata masyarakat Indonesia sebesar US$ 2.883 (dengan kurs 1 dollar US
46

sama dengan 9 juta, maka pendapatan per kapita rata-rata masyarakat Indonesia mencapai
kira-kira Rp. 26 juta).

Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah distribusi pendapatan, karena pendapatan
perkapita

lebih

menggambarkan

rata-rata

pendapatan

per

orang,

dan

kurang

menggambarkan distribusinya. Dengan kata lain, dapat saja nilai tersebut diperoleh dari
sekelompok masyarakat dengan penghasilan sangat tinggi dan sekelompok besar lainnya
dengan penghasilan yang sangat rendah. Untuk mengukur hal ini digunakan indeks gini
rasio yang sering digunakan untuk menilai kesenjangan distribusi pendapatan. Berdasarkan
perhitungan BPS Kota Depok (2010), angka Gini Ratio Kota Depok sebesar 0,281632.
Angka ini termasuk dalamkategori ketimpangan rendah (kurang dari 0,3).

2.7.4 Inflasi
Pada dasarnya inflasi di suatu daerah sebagai konsekuensi logis dari adanya transaksi atau
kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Sebagai ilustrasi, kecenderungan naiknya hampir
semua harga selama periode tertentu (inflasi), salah satunya didorong oleh meningkatnya
permintaan atau kebutuhan masyarakat. Peningkatan ini tentunya sangat baik bagi
tumbuhnya produksi masyarakat lainnya. Sebaliknya tidak adanya kecenderungan naiknya
harga, dapat berarti lesunya kegiatan perekonomian, karena rendahnya permintaan
masyarakat. Namun demikian, perlu juga diwaspadai bahwa inflasi yang terlalu tinggi, akan
mendorong

kegiatan

perekonomian

menjadi

tidak

terkendali,

sehingga

besaran

kecenderungan kenaikan harga tersebut juga perlu dikendalikan.

Menurut data BI, kendati inflasi Kota Depok cukup rendah pada tahun 2009 terutama pada
Februari 2009 yang mencapai angka di bawah 1%, namun pada 2010 meningkat sejalan
dengan peningkatan nilai inflasi nasional. Bahkan pada November 2010, nilai inflasi Depok
menempati peringkat tertinggi di Provinsi Jawa Barat dengan nilai 7.16%. Pembentuk Inflasi
Kota Depok relatif berbeda dengan kota lainnya di Jabar, yakni biaya transportasi, biaya
tempat tinggal, dan harga makanan jadi menjadi penyumbang utama. Karakteristik inflasi ini
relatif sama dengan Jakarta, karena Depok merupakan salah satu penyangga Jakarta.

47

Gambar 2.15. Laju Pertumbuhan Inflasi Kota Depok Tahun 2008 2010
Sumber: Bank Indonesia, 2010

2.7.5 Distribusi Prosentase Kegiatan Perekonomiaan


Secara keseluruhan distribusi persentase untuk masing-masing sektor ekonomi/ lapangan
usaha di Kota Depok, menunjukkan pada umumnya pendapatan daerahnya masih
didominasi oleh beberapa sektor/lapangan usaha tertentu saja, yaitu: (1) sektor industri
pengolahan (2) sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan (3) sektor jasa-jasa, sehingga
ketiga sektor tersebut memiliki peranan yang penting dalam mendorong perekonomian kota
Depok. Selanjutnya secara berturut-turut memberikan konteribusi kedua bagi perekonomian
kota Depok yaitu: sektor bangunan/kontruksi dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Adapun sektor ekonomi/lapangan usaha lainnya memberikan kontribusi yang relatif masih
sangat rendah yaitu: sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor listrik,
gas dan air bersih berkisar 3% - 4%, serta sektor pertanian yang semakin menurun
kontribusinya bagi perekonomian kota Depok.
2.8 Visi dan Misi Kota
2.8.1 Visi Kota
Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang yang
ada di Kota Depok serta mempertimbangkan budaya yang hidup dalam masyarakat, maka
visi Pemerintah Kota Depok tahun 2011 2016 yang hendak dicapai dalam tahapan kedua
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Depok adalah :

Terwujudnya Kota Depok yang Maju dan Sejahtera

48

Maju didefinisikan sebagai :


Kota yang maju dalam memberikan pelayanan publik dan penyediaan infrastruktur,
serta warganya berpendidikan tinggi dan berakhlak mulia.
Sejahtera didefinisikan sebagai :
Kota yang warganya merasa nyaman, aman, sentosa, dan makmur sesuai standar
hidup layak.

2.8.2 Misi Kota


Sebagai penjabaran visi Pemerintah Kota Depok diatas disusunlah misi pembangunan Kota
Depok 2011 2016 dalam rangka mewujudkan visi Terwujudnya Kota Depok yang Maju dan
Sejahtera, dengan rincian sebagai berikut :
1. Mewujudkan pelayanan publik yang profesional, berbasis teknologi informasi;
2. Mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal;
3. Mewujudkan Infrastruktur dan lingkungan yang nyaman;
4. Mewujudkan SDM unggul, kreatif dan religius.

2.9 Institusi dan Organisasi Pemda


Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Bogor tanggal 16 Mei 1994 Nomor 135/SK.DPRD/03/1994 tentang Persetujuan
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 7 Juli 1997 Nomor
135/Kep.Dewan 06/DPRD/1997 tentang Persetujuan Atas Pembentukan Kotamadya Dati II
Depok dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk
lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, maka pembentukan Kota Depok sebagai
wilayah administratif baru di Propinsi Jawa Barat ditetapkan dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1999.

Berdasarkan Undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi kotanya sesuai


dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masa-masa mendatang, terutama
untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan perencanaan, pembinaan
wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka
wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga
meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya, yaitu Kecamatan Limo, Kecamatan
Cimanggis, Kecamatan Sawangan dan sebagian wilayah Kecamatan Bojonggede yang
terdiri dari Desa Pondokterong, Desa Ratujaya, Desa Pondokjaya, Desa Cipayung dan Desa
Cipayung Jaya. Sehingga wilayah Kota Depok terdiri dari 6 Kecamatan. Hal ini
49

mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan


pemerintahan, pembangunan dan pembinaan serta pelayanan masyarakat di Kota Depok.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, tunututan masyarakat akan pelayanan


prima dari pemerintah dan volume kegiatan penyelenggaraan pemerintahan pada akhir
tahun 2009 Kota Depok pemekaran wilayah kecamatan yang semula 6 kecamatan menjadi
11 kecamatan. Adapun pemekaran ini dituangkan dalam Perda Kota depok No. 8 Tahun
2007 dengan implementasai mulai dilaksanakan tahun 2009. Wilayah yang mengalami
pemekaran ada 5 kecamatan teridiri atas Kecamatan Tapos merupakan pemekaran dari
Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Bojongsari pemekaran dari Kecamatan Sawangan,
Kecamatan Cilodong pemekaran dari Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cipayung
pemekaran dari kecamatan Pancoranmas dan Kecamatan Cinere pemekaran dari
kecamatan Limo. Kota Depok memiliki 11 kecamatan, 63 kelurahan, 871 Rukun warga (RW)
dan 4856 Rukun Tetangga (RT).

Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah Kota Depok tahun 2010 adalah 8.012 orang, terdiri dari
golongan I sebanyak 71 orang, golongan II sebanyak 2.330 orang, golongan III sebanyak
3.888 orang, dan golongan IV sebanyak 1.723 orang. Jumlah anggota DPRD Kota Depok
hasil pemilu 2009 (periode 2009 2014) adalah 50 orang, laki-laki 33 orang, dan
perempuan 17 orang. Anggota DPRD dari fraksi Demokrat 16 orang, fraksi Partai Keadilan
Sejahtera 11 orang, kemudian Fraksi Partai Golkar 7 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional
7 orang, Fraksi PDI Perjuangan 5 orang, dan Fraksi Gerindra Bangsa 4 orang. Jumlah
keputusan DPRD Kota Depok pada tahun 2009 yang berupa Surat keputusan Pimpinan
DPRD sebanyak 7, sedangkan Surat Keputusan
Dewan (DPRD) ada 12 keputusan.
2.10 Tata Ruang Wilayah
Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang terdiri dari :
1.

Memantapkan peran Kota Depok sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN JabodetabekPunjur) dan sebagai pusat kegiatan lokal (PKL).
Strategi untuk memantapkan peran Kota Depok sebagai PKN dan PKL yaitu meliputi :
a)

Peningkatan peran PKN sebagai pusat koleksi dan distribusi skala internasional,
nasional atau beberapa provinsi.

b)

Peningkatan peran PKL perkotaan sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi


untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan.

50

2.

Pengembangan kawasan pusat-pusat kegiatan utama guna meningkatkan produktifitas


dan daya saing Kota Depok sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta fungsi
kegiatan dominannya.
Strategi pengembangan kawasan pusat-pusat kegiatan meliputi :
a)

Mengembangkan pusat kegiatan baru secara berhirarki;

b)

Mengembangkan pusat kegiatan pada simpul angkutan umum massal melalui


konsep Transit Oriented Development (TOD);

c)

Penyediaan prasarana dan sarana penunjang di pusat-pusat kegiatan dan antar


pusat kegiatan sesuai dengan standar yang berlaku;

d)

Utilitas di pusat-pusat kegiatan dan antar pusat kegiatan sesuai dengan standar
yang berlaku; dan

3.

Pengendalian perkembangan kegiatan perkotaan di wilayah Selatan Kota Depok untuk


menjaga lingkungan yang berkelanjutan.
Strategi :
a)

Pengendalian pertumbuhan kawasan permukiman skala besar dan mendorong


permukiman vertikal untuk mengurangi kecenderungan alih fungsi lahan sawah

b)

Mengembangkan kegiatan agrobisnis untuk meningkatkan perekonomiaan

c)

Pengendalian perkembangan kegiatan industry polutan dan kawasan permukiman


skala besar di koridor Jalan Raya Bogor

4.

Penataan dan pengembangan infrastruktur wilayah yang dapat menjadi pengarah,


pembentuk, pengikat, pengendali dan pendorong pengembangan wilayah untuk
terwujudnya sistem pusat-pusat pelayanan di Kota Depok.
Strategi :
a)

Pengembangan dan peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana transportasi


wilayah untuk mendukung pola pergerakan internal maupun eksternal yang
terdapat di Kota Depok.

b)

Pengembangan pemanfaatan ruang melalui konsep Transit Oriented Development


(TOD).

c)

Pengembangan sistem angkutan umum massal untuk mendukung pola pergerakan


internal maupun eksternal yang terdapat di Kota Depok.

5.

Peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan prasarana serta fasilitas pendukung


kegiatan perkotaan di Wilayah Kota Depok yang meliputi :
a)

Pengembangan sistem energi dan kelistrikan yang dapat memantapkan fungsi Kota
Depok sebagai PKN dan PKL.

51

b)

Peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana sumber daya air berbasis DAS
untuk menunjang kegiatan perkotaan dan pertanian.

c)

Pengembangan sistem Tempat Pengolahan Sampah Akhir (TPA) regional sesuai


dengan proyeksi pertumbuhan penduduk, perkembangan kegiatan perkotaan dan
ekonomi.

d)

Pengembangan sistem telekomunikasi yang merata terutama untuk menunjang


kegiatan ekonomi yang dikembangkan di Wilayah Kota Depok.

e)

Peningkatan pelayanan ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan budaya terutama di


pusat-pusat pelayanan, untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk serta
mengurangi mobilitas dan migrasi ke pusat kegiatan utama (Pusat Kota Margonda).

6.

Membagi wilayah Kota Depok menjadi beberapa bagian wilayah kota (beberapa BWK)
yang masing-masing dilayani oleh satu Pusat Sekunder.
Strategi :
a)

Penentuan fungsi setiap BWK agar terjadi sinergitas pembangunan.

b)

Penentuan arah pengembangan wilayah sesuai potensi dan kendala.

c)

Pencapaian fungsi dan peran dalam setiap BWK.

d)

Peningkatan ketersediaan dan kualitas prasarana untuk mendukung mobilitas dan


pemenuhan kebutuhan dasar di dalam BWK.

52

You might also like