You are on page 1of 26

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................

BAB 1 Pendahuluan..........................................................................................................

BAB 2 Tinjauan Pustaka...................................................................................................

Anatomi dan Fisiologi Mata..................................................................................

Trauma Asam Pada Mata.......................................................................................

12

Trauma Basa Pada Mata........................................................................................

15

BAB 4 Kesimpulan...........................................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

26

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan
hidayah-Nya telah menganugrahkan nikmat dan karunianya kepada penyusun, sehingga dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Trauma Kimia pada Mata. Referat ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata RSUD Arjawinangun.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Atas segala bantuan dan dorongan tersebut, penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. dr. Surtiningsih, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
RSUD Arjawinangun, atas semua bantuan yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini.
2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik IlmuPenyakit Mata RSUD Arjawinangun yang telah
memberikan bantuan baik secara material maupun spiritual bagi penyusun.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan semua
pihak yang memerlukan.

Arjawinangun,31 Mei 2015


Penyusun

BAB 1
2

PENDAHULUAN
Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata. Di sini, kita akan membahas tentang trauma
kimia pada mata yang melibatkan trauma akibat basa dan asam pada mata.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena
dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan.
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan
kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.Trauma
kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat
menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis,
volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan
yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan
pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah
tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena
trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.
Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta
orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral
akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi
trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi
dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Pada referat ini juga, kita akan membahas tentang
anatomi mata yang penting kaitannya dengan trauma kimia pada mata ini.

BAB 2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Mata

Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroosterior sekitar
24,2 mm. Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.
Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi mata meliputi sklera,
konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus, serta humor vitreus
yang masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri.
a. Konjuntiva
Konjuntiva adalah membran mukosa yang transparan

dan tipis yang membungkus

posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permkaan anterior (konjungtiva


bulbaris). Konjungtiva bersambng dengan kulit pada tepi palpebra dan dengan epitel
kornea di limbus.

b. Sklera dan Episklera


4

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar, yang hampir selurhnya
trediri atas kolagen. Jaringan ini padat berwarna putih serta berbatasan dengan kornea
disebelah anterior dan duramater nervus optikus pada bagian posterior. Permkaan luar
sklera anterior dibungkus oleh lapisan jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung
banyak pembulu darah yang memperdarahi sklera.

c. Kornea
Struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan
bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya. Kornea mempunyai lima lapisan
yang berbeda.
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam laisan sel. Lapisan bowman merupakan
lapisan jernih aselular, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma kornea
merupakan penysun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan
lamella serat-serat kolagen. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan
karena ukuran dan kerapatannya menjadi jernih secara optis. Membran Descement yang
merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tamilan homogen dengan mikroskop
cahaya tetapi tamak berapis dengan mikroskop elektron. Endotel hanya terdiri dari satu
lapis, tetapi lapisan ini berperan besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma
kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya dengan
proses penaan.

d. Traktus Uvealis
-

Iris
Iris merpakan peranjangan dari corpus ciliaris ke anterior. Berupa permukaan iih
dengan apertura bulat yang terletak ditengah, pupil. Iris terletak bersambungan
dengan permukaan anterior lensa, memisahakan bilik mata depan dan bilik mata
belakang, yang masing-masing berisi aquos humor. Didalam stroma iris terdapat
sfingter dan otot-otot dilator.

Corpus ciliaris
Copus ciliaris yang secara kasar berbentk segitiga pada potongan melintang,
membentang kedepan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Korpus ciliaris
6

teridir dari zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata da zona posterior yang
datar, pars plana.
-

Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Koroid tressn atas
tiga lapis pembulu darah koroid. Besar, sedang, kecil. Semakin dalam pembulu darah
di koroid maka semakin besar lumennya. Kumpulan pembulu darah koroid
memperdarahi luar retina yang menyokongnnya.

e. Lensa
Lensa adalah suatu strktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transpartan
sempurna. Tebalnya sekitar 4mm dan diameternya 9mm. Lensa tergantung pada zonula
dibelakang iris, zonula menghubngkannya dengan corpus ciliare. Disebelah anterior lensa

terdapat aquos humor dan disebalah belakannya terdapat vitros. Kapsul lensa merupakan
suatu membran semipermeabel yang akan meperbolehkan air dan lektrolit masuk.

Disebelah dean terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras dari
korteksnya. Seiring dengan bertmbahnya usia, serat-serat lamela subepitel terus
diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi besar dan kurang elastis.
f. Retina
Retina adalah lembaran jaringan sarf berlais yang tipis dan semitransaran yang melapisi
bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Lapisan- laisan retina mulai dari
sisi dalamnya (1) membran limitans interna (2) lapisan serta saraf yang mengandung
akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus (3) laisan sel ganglion (4)
lapisan pleksiform dalam, yang mengandng sambungan sel ganglion dengan sel amakrin
dan sel bipolar (5) laisan inti dalam badan-badan sel biolar, amakrin dan horisontal (6)
lapisan peksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal
dengan fotoreseptor (7) leisan inti luar sel fotoreseptor (8) membran limitans eksterna (9)
lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut (10) epitel pigmen retina.

g. Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan
kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.

Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata).

Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:


1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan
sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2
bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari iris
sampai lensa). Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior, lalu
melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui saluran
yang terletak ujung iris.
2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor
vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.

Otot Mata, Saraf Mata, dan Pembuluh Darah


Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama
menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang
melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu :

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak

Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada
tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan
darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan
keluar melalui mata bagian belakang.

Fotoreseptor Mata.
Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua jenis, yaitu sel-sel batang dan sel-sel
kerucut. Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel kerucut dan kurang lebih 125 juta sel batang
untuk setiap mata. Sel-sel batang merupakan sel-sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan
10

intensitas rendah. Sel-sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari atau tempattempat gelap untuk menghasilkan ketajaman pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel-sel
batang tidak mampu mendeteksi warna. Sel-sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di
dalam sel-sel batang terdapat pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu).
Rodopsin hanya 1 jenis, sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau
menyerap cahaya, rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak ada
cahaya atau gelap, rodopsin akan terbentuk kembali.

Perlu diketahui bahwa penguraian rodopsin menjadi opsin dan retinal jauh lebih cepat
ketimbang pembentukannya kembali. Pada saat rodopsin menghilang, sel-sel kerucutlah yang
digunakan untuk proses melihat. Dalam keadaan gelap total, butuh sekitar 30 menit untuk
membentuk kembali rodopsin sehingga kita dapat melihat. Itulah sebabnya kita tidak dapat
langsung melihat dengan jelas ketika beralih dari tempat terang ke tempat yang sangat gelap.
Berbeda dengan sel-sel batang, sel-sel kerucut peka terhadap intensitas cahaya yang tinggi dan
perbedaan panjang gelombang sehingga berperan dalam proses penglihatan di siang hari atau di
tempat-tempat terang.
Sel-sel kerucut menghasilka penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel kerucut
hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif iodopsin.
Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masing-masing peka terhadap panjang gelombang
cahaya yang berbeda. Ketiga jenis iodopsin tersebut peka terhadap warna merah, biru dan hijau.
Karena itu maka sel-sel kerucut mampu mendeteksi warna. Berdasarkan iodopsin yang
dikandungnya, sel-sel kerucut terbagi atas tiga jenis, yaitu sel kerucut biru, sel kerucut hijau, dan
11

sel kerucut merah. Nama-nama tersebut berdasarkan warna cahaya yang diserap oleh sel-sel
kerucut. Jika ketiga sel kerucut tersebut mendapatkan stimulasi yang sama, maka kita akan
melihat warna putih.

TRAUMA KIMIA PADA MATA


Trauma Asam Pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak
dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh
zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea
yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak
akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial
saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida,
zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai
mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari
luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida
12

adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion
fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan
bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang
ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi
saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride
memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan,
gastrointestinal, dan neurologik.
Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata
Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi protein plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.


Asam masuk ke bilik mata depan menimbulkan iritis dan katarak.

Gangguan persepsi penglihatan

13

Gambar menunjukkan koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam, dan
menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana yang nantinya akan cenderung untuk masuk ke
bilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak.

Gambar menunjukkan mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan pupil yang
melebar karena peningkatan tekanan intraokular.

14

Trauma Basa Pada Mata.


Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.Trauma basa akan memberikan
iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera
okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa
akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH
yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat
alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel
kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat
edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan
sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.
Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel
epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.
Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan
dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan
puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata
depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah,
yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea.

15

Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin
lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah
tangga, soda kuat.

Patofisiologi Trauma Basa Pada Mata.


Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang
timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi
pembuluh darah pada limbus.

Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan


konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada
epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan


kerusakan iris dan lensa.

Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.

Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari selsel epitelial yang berasal dari stem cell limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis


kolagen yang baru.
16

Patofisiologi trauma basa yang merusak mata :


Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak membran sel
penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati

Edema terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung disertai masuknya
pemb.darah (Neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam

17

Klasifikasi Trauma Basa Pada Mata.


Menurut klasifikasi Thoft, truma basa dapat dibedakan dalam :
Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3
iskemik limbus (prognosis baik)
Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah
terdapat iskemik limbus (prognosis kurang)
Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis sangat buruk)

Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang
muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan
kornea dan keparahan iskemik limbus.
Menurut klasifikasi Hughes :
Ringan

Prognosis baik
18

Terdapat erosi epitel kornea


Kekeruhan yang ringan pada kornea
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang
Prognosis baik
Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
Berat

Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sklera pucat

Diagnosis dan Penangganan Trauma Kimia Pada Mata.


Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma
kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat.
Gejala Klinis.
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera
terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa,
kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya
kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.
Anamnesis.
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot
gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat
kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan
dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.

19

Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi.
Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya
benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat
ledakan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah
terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal
sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan
pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk
memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular,
konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang
menetap dan berulang.
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH
normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui
lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat
pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.

20

Penatalaksanaan.
Tatalaksana Emergensi.
1.Irigasi
Merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan
kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera
mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya
dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik.Jika
perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang
terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
2. Double eversi pada kelopak mata
Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain itu
tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3. Debridemen
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi
pada kornea.Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.
4. Medikamentosa
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid
dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat
migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 710 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila
diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

21

Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED
atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan
luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat
10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan
mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox)
500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk
menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus.
Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Pembedahan.
Pembedahan Segera:

sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,

mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut
dapat digunakan untuk pembedahan:

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan


vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.

Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor
(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.

Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Pembedahan Lanjut: pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.

Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

22

Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil
dari graft konvensional sangat buruk.

Komplikasi.
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:
1. Simblefaron, adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pHcairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahanlahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak
traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi

23

Simblefaron.

Ptisis Bulbi.
Prognosis.
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat
pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah
yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.

24

Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat menyebabkan
simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli
anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.
BAB 3
KESIMPULAN
Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7 dan
bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih
berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata
depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein
permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih
dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan
nyari yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak memerlukan
anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada
pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah apabila dalam menjalankan suatu
pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

25

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2008.
Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.
American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. Diunduh
tanggal 30 Mei 2015 dari http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface burns, 85: 13791383,

British

Journal

of

Ophthalmology.

Diakses

30

Mei

2015,

dari

http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.

26

You might also like