Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
insiden kanker serviks masih tetap tinggi. Cakupan skrining di Indonesia sangat
rendah yaitu <5% (idealnya 80%).2
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi
ini masih berupa simptomatis karena masih belum menyentuh dasar penyebab
kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau
imunoterapi masih dalam tahap penelitian.4
BAB II
KANKER SERVIKS
2.1.
DEFINISI
abnormal
jaringan
yang
pertumbuhannya
berlebihan
dan
tidak
(epitel) tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang
normal. Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses
terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang
menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.
Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya
menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari
displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan
karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun. 4
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation
Of Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan
kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA
lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk
stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III
dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di
Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.3
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker serviks terbanyak dijumpai
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand,
Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker
rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit
keganasan yang ada lainnya.4
2.3.
LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahanperubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel
cervical. 6
Stage
Description
Illustration
Proses
terbatas
pada
serviks
walaupun ada perluasan ke korpus
uteri
IA
IA1
IA2
IB
IB1
IB2
II
IIA
Penyebaran
parametrium
hanya
masih
ke
vagina,
bebas
infiltrat tumor.
IIA1
dari
IIA2
IIB
Penyebaran
ke
parametrium
uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul.
III
IIIA
IIIB
IV
IVA
IVB
Tingkat
T
Kriteria
Tidak ditemukan tumor primer
T1S
T1
T1a
T1b
T2
T2a
T2b
T3
T4
T4a
histologik
T4b
Nx
ditambahkan
untuk
tambahan
ada/tidaknya
informasi
N1
N2
M0
M1
2.4.
2.4.1. Etiologi
papilloma
virus
(HPVs)
adalah
virus
DNA
famili
10
kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan
selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi. 7
Tabel 3. Peranan protein virus HPV
E Protein
E1
Perananya
Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan
efisomal
E2
E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E4
Mengikat sitokeratin
E5
Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt
factor, platelet derivat growth factor, p123)
E6
Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol
transkripsi
E7
Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L Protein Peranannya
L1
Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2
Protein sruktur / minor Viral Coat Protein
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan highrisk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan. 7
1. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala
dapat menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11,
42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81. 7
2. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih
dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (highrisk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33,
34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering
dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45,
31, 33, 52 dan 58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45
sering menyebabkan kanker serviks. 7
2.4.2. Faktor predisposisi
Pola hubungan seksual
11
12
13
terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S,
terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis.
Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis).
Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan
untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu
sendiri. 7
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian
atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan
keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6
dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi
dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan
suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan
apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen
supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu
sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang
lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong
resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan
14
melalui
ligamentum
latum,
kelenjar-kelenjar
iliak,
obturator,
15
Neoplasma
ganas
(Ca Cervix)
infiltrasi sel
kanker ke
ureter
Obstruksi
total
infiltrasi sel
kanker ke
jaringan sekitar
pertumbuhan
sel kanker
tidak
terkendali
Menek
an
serabu
t saraf
Infeks
Sifat sel
i dan
kanker yang
nekro
mudah
sis
berdarah
Retrogra
coit
jaring
(eksofilik)
de
us
an Perdarahan
Nyer
spontan
Hidronefr
Perdara
i
osis
han
Keputi
ane
kontak
han
mia
CR
dan
Peningk
F
bau
atan
khas
kebutuh
kanker
Penurunan
an
Perubahan
CO
metaboli
terhadap
Perfusi jar.
sme sel
pola seksual
tdk
kanker
Gangguan
Nutrisi
adekuat
konsep diri
<dari
kebutuhan
Kurang
tubuh
perawatan
Kelemah
diri
an fisik
Intoleransi
aktivitas
16
Biasanya sering ditandai sebagai fluor dengan sedikit darah, perdarahan post
koitus atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu
haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas untuk kanker
serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik),
fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.8
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a.
Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b.
c.
d.
17
e.
f.
Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
g.
Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri. 8
Pencegahan Primer
-
Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman
bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan
kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan
18
virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat
dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang
merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat
imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1.
2.
Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan. 9
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan
kemudian menurun. 9
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada
infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari
virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel
tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh
antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan
kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di
mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses
kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat
protektif terhadap infeksi virus HPV. 9
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui
uji klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada
preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant
baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian
dikombinasikan
sehingga
menghasilkan
19
suatu
vaksin
yang
sangat
Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun.
Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi
FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun. 9
20
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon
antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin
diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai
efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu
sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan
pada lengan (otot deltoid) . 9
Contoh :
1. Penyuntikan 1
: Januari
2. Penyuntikan 2
: Februari / Maret
3. Penyuntikan 3
: Juli
Gambar 6. Jadwal Vaksinasi
b.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan
21
22
23
Syarat:
-
Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20
setelah hari pertama menstruasi.
Indikasi:
-
Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.
Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual
yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang
terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau
pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.
spatula ayre
cytobrush
kaca objek
alcohol 95%
24
Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.
Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil
yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika
instrument dikeluarkan.
Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang
spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara
sample dari cytobrush dikumpulkan.
Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.
Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,
pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa
detik.
Fiksasi
specimen
secepatnya
untuk
menghindari
artefak
karena
25
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou10
- Kelas I
: sel-sel normal
- Kelas II
- Kelas III
- Kelas IV
- Kelas V
: pasti ganas
skrining
yang
dilakukan
dengan
memulas
serviks
menggunakan asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh
tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi
perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat
dibaca sebagai normal atau abnormal. 11
Program Skrining Oleh WHO :
-
26
Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun.
Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun11
Syarat:
-
Klasifikasi IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang
dapat dipergunakan adalah:
-
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini
(stadium IB-IIA). 11
Pelaksanaan IVA
-
27
perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan
dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi
merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan
pra kanker. 11
-
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung
diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan
gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan
spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya
membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa
dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut. 11
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat
dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi
putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar
epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau
dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human
papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ
tubuh yang lain. 11
HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari
tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel
skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka
pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi. 11
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan
metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode
DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array
HPV Genotyping Test. 11
28
29
KOLPOSKOPI
Kolposkopi merupakan suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks
dengan menggunakan instrumen kaca pembesar dengan pencahayaan. Pada
awalnya digunakan untuk mendeteksi kanker serviks invasif dini asimptomatik
tetapi sekarang digunakan untuk mendeteksi kelainan pre invasif dengan tujuan
mencegah perkembangan kanker serviks invasif.12
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a) Kolposkopi
Prosedur
pemeriksaan ini sudah
ada sejak tahun 1920,
saat kolposkopi masih
kecil
dan
harganya
tahun
kolposkopi
1930,
telah
koloposkopi
menjadi
30
teknik
verifikasi
sekunder.
c) Kuret endoserviks
Kuret endoserviks berbentuk batang panjang tahan karat terdiri dari
tempat memegang atau ujung dengan sedikit lengkungan tajam.
d) Spekulum
e) Pengait serviks (tenakulum)
f) Spekulum endoserviks
Kadang-kadang perlu melihat kanalis endoservikalis karena lesinya
meluas sampai ke kanalis servikalis. Visualisasi adekuat dapat dicapai
dengan menggunakan spekulum endoserviks.
g) Retraktor dinding vagina
Dinding vagina dapat menghalangi visualisasi serviks selama
pemeriksaan kolposkopi. Retraktor ini diperlukan manakala dinding
vagina menghalangi.
2. Bahan12
a) Asam asetat terlarut atau cuka
31
Kolposkopi serviks dikerjakan setelah di oleskan asam asetat 35 % atau vinegar. Hasil acetowhiteness dari epitel dapat menunjukkan
suatu proses jinak atau neoplastik. Larutan tersebut dipakai dengan
kasa, kapas lidi besar atau dengan botol semprot. Untuk mendapatkan
reaksi memutih pada epitel tidak bertanduk, asam asetat 3-5 % harus
dibiarkan berkontak dengan jaringan hingga reaksi maksimal timbul.
Selama pemeriksaan, pemakaian ulangan asam asetat diperlukan untuk
mempertahankan efek pemutihan. Dengan menghilangnya efek
pemutihan maka gambaran pembuluh darah akan lebih jelas. Larutan ini
bisa membuat tidak nyaman, terutama bila pasien menderita infeksi
vagina. Reaksi alergi jarang tapi iritasi bisa muncul12
b) Lugol
Larutan iodine dilarutkan dalam aqua seperempat atau setengah
untuk mendapatkan larutan lugol. Larutan ini tidak stabil dan harus
ditukar setiap 3-6 bulan. Meskipun larutan seperempat kurang iritatif
namun sebagian pasien tetap sensitif. Kadang sampai timbul alergi
berat. Makanya perlu ditanyakan riwayat alergi terhadap yodium.
Larutan ini membuat epitel squamous tidak bertanduk menjadi gelap
menunjukkan adanya glikogen didalam sel. Tidak adanya pewarnaan
tersebut menunjukkan keadaan tanpa glikogen atau permukaannya
bertanduk (tebal). Pada kondisi metaplasia pewarnaan yang timbul
bervariasi, sedangkan epitel kolumnar berwarna kuning mustard. 12
c) Larutan Monsel
Larutan monsel (ferric subsulfat) digunakan untuk mendapatkan
haemostasis setelah biopsi serviks. Hanya digunakan setelah sampel
diambil seluruhnya. Sebelum spekulum dikeluarkan sisanya sebaiknya
dibersihkan.12
d) Perak nitrat
Batang perak nitrat dapat digunakan untuk tujuan hemostasis.
Bahan ini berguna bila langsung diletakkan ditempat biopsi. Iritasi lebih
berat dibandingkan larutan monsel. Sama halnya dengan larutan monsel
32
Teknik pemeriksaan
- Bahan dan alat diperiksa sebelum pemeriksaan dimulai
- Dokumentasi yang baik
- Pasien dalam posisi litotomi dan dipasang duk steril
- Ahli kolposkopi duduk pada alat kolposkopi, jarak binokular di atur dan
-
kolposkopi dinyalakan
Tergantung pada indikasi kolposkopi, vulva dapat dilihat dengan
kolposkopi. Asam aseat 3-5 % dapat digunakan untuk mempermudah
melihat epitel. Bila terlihat daerah abnormal, maka segera dilakukan biopsi
vulva. Beberapa ahli kolposkopi menunda kolposkopi dan biopsi sampai
semua pemeriksaan selesai.
33
temuan makroskopis
Pola pembuluh darah dinilai dengan tabir/saringan berwarna hijau dengan
perbesaran rendah dan tinggi. Asam asetat sebaiknya baru digunakan
Dokumentasi
34
35
kelenjar yang prominen dan eversi dari epitel kolumnar. Oleh karena itu
kolposkopi harus di kerjakan oleh yang berpengalaman melakukan
kolposkopi pada wanita hamil. Skuamokolumnar junction mungkin sulit
diperlihatkan pada awal kehamilan, tapi akan menjadi jelas dengan
bertambahnya usia kehamilan. Karena itu bila hasilnya tidak memuaskan
sebaiknya diulang 6-12 minggu kemudian atau setelah 20 minggu. Karena
peningkatan vaskularisasi serviks pada kehamilan dan cenderung
berdarah banyak, biopsi umumnya dihindari kecuali ada kecurigaan klinis
displasia tingkat tinggi atau kanker. Namun biopsi dapat dikerjakan pada
semua trimester bila ada indikasi. Pengambilan sampel endoserviks tidak
dianjurkan karena dapat mencederai janin. 12
3) Kolposkopi pada wanita post menopause
Kolposkopi pada wanita post menopause dilakukan dengan cara
yang sama pada wanita tidak hamil. Pedoman terbaru mengizinkan tes
HPV atau sitologi ulangan pada wanita postmenopause dengan temuan
sitologi lesi skuamous intraepitel derajat rendah, menyadari risiko rendah
patologi serviks pada wanita usia lanjut dengan riwayat skrining negatif
kanker
serviks.
Pada
wanita
postmenopause,
sambungan
36
a. Epitel abnormal
b. Pembuluh darah abnormal12
Tabel 7. Gambaran kolposkopi abnormal 12
Epitel
abnormal
Pembuluh
darah
abnormal
Sebab
Peningkatan densitas sel dan inti
Penampakan
Epitel
acetowhite
Lekoplakia
Formasi
punktasi
mosaik
dan
37
2.8. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang
sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan dalam tata laksana
kanker serviks antara lain: 11
2.8.1. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umumnya tergolong
NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja,
medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi. 11
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS
1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR).
Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi
intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan
untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi
adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada
spesimen lesi yang diangkat. 11
38
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat
pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif. 11
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas
(sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus
dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi,
dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u.
39
40
41
2.
Pembedahan
2.
Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak selsel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks
serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi
disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah
menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka
radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu : 11
42
untuk
membunuh
sel
kanker
dan
menghambat
43
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi
digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih
baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase
karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian
kemoterapi dapat secara oral, disuntikkan dan diinfus. 11
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi
awal / bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA
adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling
sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :
mitomycin. pacitaxel, ifosamide, topotecan telah disetujui untuk digunakan
bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat
digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak
menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke
organ lain. 11
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut.
2.
3.
4.
5.
44
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang
saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan
obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada
yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai
terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat,
buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi
kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika
memungkinkan olahraga.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga
minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan
rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah
kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa
pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah,
sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering
adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah
terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum
45
46
2.9. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
a.
Umur penderita
b.
Keadaan umum
c.
d.
e.
f.
Stadium
% Harapan Hidup 5
Tahun
100
Karsinoma insitu
85
II
60
III
33
hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung
DAFTAR PUSTAKA
47
1.
2.
3.
4.
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessiona
5.
l/page1 last update : April 21, 2015. Last accessed Mei 3th 2015.
FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma of
the vulva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8,
6.
at
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessiona
l/page3#figure_420_e last update : April 21, 2015. Last accessed Mei 3th
7.
2015.
American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. Atlanta. American Cancer
Society.
8.
Wikjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009. p. 380-387.
9.
10. Medline
Plus.
Pap
Smear.
Available
at
48
11. American Cancer Society. New Screening Guidlines for Cervical Cancer.
2012. Available at : http://www.cancer.org/cancer/news/new-screeningguidelines-for-cervical-cancer Accesed Mei 5th 2015.
12. Apgar S. Barbara, Brotzman L. Gregory, Spitzer Mark. Colposcopy: Principle
and
8.
49