You are on page 1of 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah seminar dengan
topik ADHF (Acute Decompresion Heart Failure) ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Terimakasih juga kami sampaikan kepada pembimbing
kami baik pembimbing lapangan maupun pembimbing akademik yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
pedoman serta dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Akhir kata, tidak ada gading yang tak retak, begitupun dengan makalah ini
masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kami harapkan kritik dan
saran maupun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, Juli 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang


Masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler serta
menuntut asuhan keperawatan dapat dialami oleh orang pada berbagai tingkat
usia. Sistem kardiovaskuler mencakup jantung, sirkulasi atau peredaran darah dan
keadaan darah, yang merupakan bagian tubuh yang sangat penting karena
merupakan pengaturan yang menyalurkan O2 serta nutrisi ke seluruh tubuh. Bila
salah satu organ tersebut mengalami gangguan terutama jantung, maka akan
mengganggu semua sistem tubuh.
Jantung adalah organ terpenting dalam tubuh manusia yang difungsikan untuk
memompa darah keseluruh tubuh. Gagal jantung adalah keadaan ketidakmampuan
jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan
metabolisme tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer
otot jantung atau beban jantung yang berlebihan atau kombinasi keduanya. Gagal
jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai
dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas utama baik di negara maju
maupun di Negara sedang berkembang. Tahun 2000, 16,7 juta penderita
meninggal karena penyakit ini,atausekitar 30,3% dari total kematian diseluruh
dunia. Gagal jantung mempengaruhi lebih dari 5.2 juta penduduk Amerika, dan
lebih dari 550.000 kasus baru yang didiagnosis tiap tahunnya. Tiap tahunnya
gagal jantung bertanggung jawab terhadap hampir 1 juta hospitalisasi. Mortalitas
rata rata rawatan yang dilaporkan pada 3 hari, 12 bulan, dan 5 tahun pada pasien
yang dirawat di rumah sakit masing masing adalah 12%, 33%, dan 50%. Rata
rata yang mengalami hospitalisasi kembali adalah 47% dalam 9 bulan (Crouch, et
all, 2006).
Di Indonesia, prevalensi penyakit jantung dari tahun ke tahun terus
meningkat. hal ini berhubungan dengan kurangnya pengetahuan masyarakat
indonesia

tentang

faktor

penyebab

dan

pencetus

timbulnya

penyakit

kardiovaskuler. Kurangnya kepatuhan terhadap rekomendasi diet atau terapi obat


2

merupakan penyebab paling umum dimana pasien gagal jantung masuk ke


instalasi gawat darurat. Sekitar sepertiga kunjungan ke instalasi gawat darurat
merupakan akibat ketidakpatuhan tersebut (Crouch, et all, 2006).
Data yang diperoleh dari beberapa studi mengenai beberapa penggolongan
klinis terhadap pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit dengan
perburukan gagal jantung. Studi ini menunjukan bahwa mayoritas pasien yang
dirawat dengan gagal jantung memiliki bukti hipertensi sistemik pada saat masuk
rumah sakit dan umumnya mengalami left ventricular ejection fraction (LVEF)
(Lindenfeld, 2010).
Agar dapat memberikan asuhan keperawatan sebaik-baiknya, maka petugas
kesehatan perlu mengetahui gejala-gejala dini, penyebab serta permasalahanya.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses serta
asuhan keperawatan yang di tujukan untuk meningkatkan, mencegah, mengatasi
dan memulihkan kesehatan.

II. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mampu menerapkan
asuhan keperawatan pada Tn. N dengan kasus ADHF di ruangan ICCU
RSUP Mohammad Hoesin Palembang.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Dapat melakukan pengkajian pada Tn. N dengan kasus ADHF di
ruangan ICCU

RSUP Mohammad Hoesin Palembang dan dapat

mengetahui masalah yang dihadapi oleh klien


b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. N sesuai dengan
data-data yang berhasil didapat selama pengkajian
c. Dapat menentukan perencanaan keperawatan pada Tn. N dengan kasus
ADHF di ruangan ICCU RSUP Mohammad Hoesin Palembang

d. Dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah


direncanakan sesuai dengan kebutuhan Tn. N
e. Dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan dalam penerapapan
asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn. N dengan kasus
ADHF di ruangan ICCU RSUP Mohammad Hoesin Palembang

BAB II
TEORI

II.1. Pengertian
ADHF merupakan kependekan dari Akut Decompensated Heart Failure
yang berarti gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung atau
Dekompensasi Cordis. Dekompensasi kordis merupakan suatu keadaan
dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung dan diketahui bahwa kondisi cardiac output
(CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau beberapa proses
yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung. (Price dan Wilson ,1995).

II.2. Penyebab / faktor predisposisi


1. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
2. Sindroma koroner akut:
a) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik
b) Komplikasi kronik IMA
c) Infark ventrikel kanan
3. Krisis Hipertensi
4. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll)
5. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan
regurgitasi katup yang sudah ada
6. Stenosis katup aorta berat
7. Tamponade jantung
8. Diseksi aorta
9. Kardiomiopati pasca melahirkan
10. Faktor presipitasi non kardiovaskuler:
a) Volume overload
b) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
c) Severe brain insult
d) Pasca operasi besar
e) Penurunan fungsi ginjal
5

II.3. Gejala Klinis


Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan
yang sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejalagejala ini
juga dapat disebabkan pleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal
jantung, komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini.
variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif
dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis
dengan gagal jantung.

Gambaran klinis yang

Gejala

tanda

dominan
Edema perifer/ kongesti

Sesak napas, kelelahan, Edema


anoreksia

perifer,

peningkatan

vena

jugularis,

edema

pulmonal,
hepatomegali,

asites,

overload

cairan

(kongesti), kaheksia
Edema pulmonal

Sesak napas yang berat Crackles


saat istirahat

atau

rales

pada paru-paru bagian


atas, efusi, takikardia,
takipnea

Syok kardiogenik (low Konfusi,


output syndrome)

kelemahan, Perfusi

dingin pada perifer

perifer

buruk. Tekanan darah


sistolik
anuria

Tekanan

darah

(gagal

tinggi Sesak napas


jantung

<90
atau

Biasanya
peningkatan

hipertensif)

darah,
ventrikel

Gagal jantung kanan

Sesak napas, kelelahan

yang

Bukti
ventrikel
peningkatan
Edema

mmHg,
oliguria.

terjadi
tekanan
hipertropi
kiri

disfungsi
kanan,
JVP.
perifer,

hepatomegali, kongesti
usus.
7

Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute


Decompensated Heart Failure tahun 2006, manifestasi klinis ADHF antara lain
tertera dalam tabel berikut:
Volume overload
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)

Dipsnea saat melakukan kegiatan


Orthopnea
Paroxysmal nocturnal dypsnea (PND)
Ronkhi
Cepat kenyang
Mual dan muntah
Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
Distensi vena jugularis
Reflex hepatojugular
Asites
Edema perifer
Hipoperfusi

a)
b)
c)
d)
e)
f)

Kelelahan
Perubahan status mental
Penyempitan tekanan nadi
Hipotensi
Ekstremitas dingin
Perburukan fungsi ginjal

II.4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat
juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung
sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non
kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan
katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila
curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme
ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga
8

terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi


natrium dan air.
Pada

individu

dengan

remodeling

pada

jantungnya,

mekanisme

kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik


dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam
tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme
ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari
ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun
iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak
efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke
volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas
miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return
(aliran balik vena).
Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paruparu.
Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus
paru sehingga terjadilah oedema paru. Edema ini tentunya akan menimbulkan
gangguan pertukaran gas di paruparu. Sedangkan apabila curah jantung
menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui
perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan
kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran
darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal,
akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron.
Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan
peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.

II.5. Pathway
Terlampir
II.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
b) Elektrolit : K, Na, Cl, Mg - Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
c) Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap,
SGOT, SGPT.
d) Gula darah
e) Kolesterol, trigliserida
f) Analisa Gas Darah
2. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
a)
b)
c)
d)

Penyakit jantung koroner : iskemik, infark


Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
Aritmia
Perikarditis

3. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :


a)
b)
c)
d)
e)

Edema alveolar
Edema interstitiels
Efusi pleura
Pelebaran vena pulmonalis
Pembesaran jantung

4. Echocardiogram
a) Menggambarkan ruang katup jantung
II.7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai
berikut:
1. Menurunkan kerja jantung
2. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miocard
3. Menurunkan retensi garam dan air
10

4. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung


5. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahanbahan farmakologis
6. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic diet dan istirahat.
Pelaksanaannya meliputi:
1. Tirah Baring: Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal
jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik: Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu
ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila
pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah
natrium
3. Pemberian morphin: Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi
perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan
ansietas karena dispnea berat
4. Reduksi volume darah sirkulasi: Dengan metode plebotomi, yaitu suatu
prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut
karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari
sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta
sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
5. Terapi vasodilator: Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama
pada

penatalaksanaan

gagal

jantung.

Obat

ini

berfungsi

untuk

memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena


sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat
dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
6. Terapi digitalis: Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk
meningkatkan kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat
frekuensi ventrikel serta peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek
11

yang dihasilkan seperti : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan


vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang mengeluarkan
cairan dan mengurangi edema.
7. Inotropik positif
a. Dopamin: Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alphaadrenergik beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan
keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki
kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral
dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
b. Dobutamin: Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi
dan tachicardi.

8. Dukungan diet (pembatasan natrium): Pembatasan natrium ditujukan


untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada
hipertensiatau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium
harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.
Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah sebagai
berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen : pengobatan faktor pencetus dan
istirahat
2. Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti : pengobatan dengan
oksigen, pengaturan posisi pasien demi kelancaran nafas, peningkatan
kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif), penurunan
preload (pembatasan sodium, diuretik, obat-obatan, dilitasi vena),
penurunan afterload (obat-obatan dilatasi arteri, obat dilatasi
arterivena, inhibitor ACE)

12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
III.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Palembang
Status Marital
Agama
Suku
Pendidikan
Pekerjaan
Tgl MRS
Tanggal Pengkajian
No. RM
Diagnosa Medis

: Tn. N
: 59 Tahun
: Laki-laki
: Jl. Suka Bangun 2 No. 8 Kebun Bunga Sukarami,
: Menikah
: Islam
: Sumatera
: Akademi
: Pensiun
: 23-6-2015
: 23 Juni 2015 Pukul 14.00 WIB
: 471646
: ADHF pada CHF FC ke II e.c. NON ISKEMIK +

DM tipe 2
Sumber informasi yang bisa dihubungi
Nama
: Ny. D
Hubungan dengan pasien
: Istri
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
No. HP
: 0823678XXXXX
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh sulit untuk bernafas, dada berdebar-debar.
2. Faktor Pencetus
Pasien mengatakan tidak megetahui apa yang menyeababkan pasien sulit
bernafas.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Pasien mempunyai riwayat penyakit Diabetes Melitus Type 2, Pasien rutin
mengkonsumsi obat Glibenklamid dan Meformin 2 x 1 tablet.
4. Riwayat Penyakit sekarang
13

Pasien mengeluh sulit untuk bernafas. Post CRT-P pada tanggal 1 Juni 2015.
5. Diagnosa Medis
ADHF pada CHF FC ke II e.c. NON ISKEMIK + DM tipe 2
C. Riwayat Biologis
1. Pola Nutrisi
Pasien mengatakan kurang nafsu makan, pasien hanya makan 5-6 sendok setiap
makan. Jenis diet nasi lunak, lauk pauk, sayur, buah dan air putih.
2. Pola Eliminasi
Pasien BAB sebanyak 1 kali perhari, konsistensi padat, warna feses kuning
kecoklatan dan BAK menggunakan kateter hari pertama. Warna urin kuning
muda sebanyak 3000cc / 24 jam.
3. Pola Istirahat dan tidur
Pasien tidur 6 jam perhari. Pasien gelisah saat tidur dikarenakan sesak. Pasien
sering terbangun di malam hari.
4. Pola Aktivitas dan Bekerja
Saat ini pasien sedang di rawat di CVCU RSMH dan aktivitasnya dihabiskan di
tempat tidur / bedrest.
D. Aspek Psikososial spritual
1. Pola Pikir dan Persepsi
Pasien berfikir bahwa ia harus bahagia dan tidak stress agar ia cepat sembuh,
pasien beranggapan jika ia terlalu banyak pikiran tentang penyakitnya itu tidak
akan membantu dalam penyembuhan.
2. Suasana Hati
Pasien merasa senang, pasien tampak banyak tertawa dan bercanda dengan
keluarga
3. Hubungan / Komunikasi
Pasien memiliki gaya komunikasi yang humoris sehingga hubungan dengan
keluarga sangat dekat. Selama di rumah sakit pasien sering bercanda dengan
keluarganya.
4. Pertahanan Koping
Pasien bercerita mengenai suasana hatinya dan mengungkapkan pikiran dan
perasaannya kepada perawat.
5. Sistem Nilai Kepercayaan
14

Pasien beragama islam, sebelum terserang penyakit pasien selalu sholat. Saat
sedang mengalami sesak pasien selalu beristighfar di dalam hatinya.
E. Pengkajian Fisik
1. Sistem Neurologi
- Kesadaran / GCS
Kesadaran pasien compos mentis E4M6V5 GCS 14, Tidak ada riwayat kejang,
Respon pupil terhadap cahaya (+), ukuran pupil isokor.
2. Sistem Pengelihatan
- Bentuk mata
Bentuk mata simetris anatara mata sinistra maupun dextra, ukuran pupil isokor,
respon pupil terhadap cahaya (+), konjungtiva merah muda, ikterik (-), tidak ada
riwayat operasi.
3. Sistem pendengaran
- Bentuk telinga antara sinistra dan dextra simetris, kebersihan telinga terdapat
sedikit serumen di telinga bagian luar. Fungsi pendengaran baik
4. Sistem Pernafasan
- Respirasi Rate 28 x/menit, Pola Nafas dispnue (+), wheezing (-), Batuk (-),
Sputum (-) Pernapasan perut (+),Trauma dada (-)
5. Sistem Kardiovaskuler
- Tekanan darah 142/101 mmHg, Hearth Rate 141 x/menit,Capilarry refill time <3,
Murmur (-), Edema (-), Palpitasi (-), Sianosis (-), akral hangat.
6. Sistem Pencernaan
- Jenis diet nasi lunak, mual (-), muntah (-), BAB : 1 Kali perhari, warna kuning tua
kecoklatan, konsistensi padat, BAK menggunakan kateter hari pertama, warna
kuning muda , jumlah urin 3000cc/ hari
7. Sistem Reproduksi
- Anatomi Organ Genitalia tampak normal, tanda radang (-), kemerahan (-),
Hemoroid (-)
8. Sistem Muskuloskeletal
- Kekuatan otot : ekstremitas atas sinistra dan dextra 5, ekstremitas bawah sinistra
dan dextra 5
9. Sistem Integumen
15

Warna
Integritas jaringan
Turgor kulit
Edema
Dekubitus

F.
-

Terapi Saat ini


Terapi O2
3-4 L/menit
IVFD
NaCL 500cc + 2 ampul cordarone : 30mg/jam : 19cc/jam
Bedrest
Furosemid 2x1 amp (bila TD 100)

Candesartan 1x 8mg (bila TD

Spironolacton1x25 mg
Miniaspi 1x 80mg
Laxadin sirup 3 x 1 sendok / hari
V block 6,25 1x1/2 tab (bila TD 100)

Fargoxin ampul diencerkan dengan 10 cc NaCl ulangi tiap 6 jam (bila HR


>120x/menit)
Noverapid dan Levemir jika gula darah sewaktu >200mg/dL

: coklat tua
:sedang
: kurang
: ada
: tidak ada

100)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Tanggal 23 Juni 2015

16

Tangga
Jenis
Hasil
l
Pemeriksaan
23 Juni Darah
Darah Rutin
2015
Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit

Nilai Normal
14.0
4,38
10,8
39*

Kimia Klinik
Ginjal
Ureum
Kreatinin

55*
1,37*

Elektrolit
Natrium
Kalium

145
5,8*

Imunoserologi
Hormon
Free T4
TSH

1,38
0,41

13,2 -17,3g/dL
4,20-4,87. 106/mm3
4,5-11,0 .103/mm3
43-49 %
16,6 48,5 mg/dL
0,70 1,20 mg/dL
135 155 mEq
3,5 5,5 mEq

0,93-1,7 ng/dL
0,27-4,20 U/mL

2. Gambaran EKG tanggal 23 Juni 2015


Gambaran EKG pada Tn. N didapat sinus tachycardia with short PR left axis
deviation, HR 141 kali/menit, Inferior Infark, consider right ventricular
involvment in acute inferior infarct, ST elevasi, consider inferior injury or acute
infarct, consider anterior injury or acute infarct.
III. 2 Analisa Data
No
1

Data
DO:

Etiologi
Gagal jantung

TD = 128/85 mmHg
HR = 145
RR = 35

Kegagalan pompa ventrikel


kiri

DS:

Backward failure

17

Masalah
Gangguan
pertukaran gas

Klien mengeluh
pusing
saat
hendak bangun
duduk
Klien
mengatakan
jantungnya
berdebar debar

Tekanan vena pulmonalis

Tekanan kapiler paru

Edema paru

Gangguan pertukaran gas

DO:

Gagal jantung

TD = 118/89 mmHg
HR = 132
RR = 32

Pola nafas tidak


efektif

Kegagalan pompa ventrikel


kanan

Bendungan atrium kanan

DS:
-

Klien mengeluh
sesak nafas
Klien
mengatakan
jantungnya
berdebar

Splenomegali dan
Hepetomegali

Mendesak diafragma

Sesak nafas

Pola nafas tidak efektif

DO:

Gagal jantung

18

Risiko
kelebihan

tinggi
volme

TD = 128/74 mmHg
HR = 125
RR = 28

Kegagalan pompa ventrikel


kiri

Input = 1450/ 24 jam


Output = 1200/24 jam

cairan

Forward failure

Renal flow

DS:
-

Klien mengeluh
takut
sesak
nafas
Klien mengaku
takut
minum
banyak banyak

RAA

Aldosteron

ADH

Retensi Na + H2O

Risiko tinggi kelebihan


volume cairan

DO:

Gagal jantung

TD = 127/82 mmHg
HR = 117
RR = 26

Kegagalan pompa ventrikel


kiri

Forward failure

DS:
-

Klien mengaku
pusing
saat
hendak bagun

Suplay darah ke jaringan


19

Intoleransi
aktifitas

duduk
Klien
mengatakan
mudah leleah
Klien
mengatakan
sesak nafas

Metabolisme anaerob

Asidosis metebolik

ATP

Fatigue

Intoleransi Aktifitas

DO:

Gagal jantung

TD = 127/82 mmHg

HR = 117

Intoleransi aktifitas

RR = 26

Kelemahan fisik

DS:
-

Klien
mengatakan
takut
minum
banyak karena
nanti
sesak
nafas
Klien
mengatakan
takut
sesak
nafas lagi
Klien
menyatakan
ampun. jika
sesak nafas.

Kondisi dan prognosis


penyakit

Kecemasan

20

kecemasan

DO:

Disfungsi miocard

TD = 127/82 mmHg

HR = 117

Kontraktilitas

RR = 26

Penurunan
jantung

curah

Gagal pompa ventrikel


DS:

Klien mengeluh
sesak nafas
Klien mengeluh
jantung
berdebar

Penurunan curah jantung

III.3 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif b.d berkurangnya ekspansi difragma,
splenomegali, hepatomegali
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler alveolus
3. Penurunan curah jantung b.d Perubahan kontraktilitas miokardial
4. Risiko tinggi kelebihan volme cairan b.d meningkatnya beban awal,
penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung
5. Intoleransi
aktifitas
b.d
ketidakseimbangan
antara
suplai
oksigen/kebutuhan
6. Kecemasan b.d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik

III. 4 Perencanaan
N
O
1

Diagnosa

Tujuan

Pola nafas tidak


efektif
b.d
berkurangnya
ekspansi
difragma,
splenomegali,
hepatomegali

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x 24 jam
pola
nafas
pasien

Intervensi
1. Pantau TTV
2. Kaji
ketidakefektipa
n pernapasan
3. Posisikan semi
21

Rasional
1. Memantau KU
pasien
2. Mengetahui
kemampuan
pernafasan
pasien
3. Memaksimalk

efektif
dengan
kriteria hasil:
TTV dalam
batas
normal,
irama nafas
regular,
suara nafas
vesikuler
2

Gangguan
pertukaran gas
b/d
perubahan
membrane
kapiler alveolus
d/d
dispneu,
ortopneu.

foler
4. Batsi aktifitas
5. Kolaborasi
pemasanga
oksigen

Setelah
1. Auskultasi
bunyi
nafas,
dilakukan
krekels,
tindakan
wheezing.
keperawatan
1x 24 jam
Pertukaran
gas
lebih
2. Anjurkan pasien
efektif
untuk
batuk
dengan
efektif dan nafas
kriteria hasil:
dalam.
AGD dalam
batas normal
dan pasien 3. Pertahankan
duduk atau tirah
bebas
dari
baring dengan
distress
posisi
pernafasan.
semifowler.

4. Kolaborasi
untuk memantau
analisa
gas
darah & nadi
oksimetri.
5. Kolaborasi
untuk pemberian
oksigen
tambahan sesuai
indikasi.

22

an jalan nafas
4. Mencegah
kelelahan
5. Membantu
asupan
oksigen ke
tubuh pasien

1. Memantau
adanya
kongesti paru
untuk
intervensi
lanjut.
2. Membersihka
n jalan nafas
dan
memudahkan
aliran oksigen.
3. Menurunkan
konsumsi
oksigen dan
memaksimalk
an
pegembangan
paru.
4. Hipoksemia
dapat menjadi
berat selama
edema paru.
5. Meningkatkan
konsentrasi
oksigen
alveolar untuk
memperbaiki
hipoksemia
jaringan.

6. Kolaborasi
untuk pemberian
diuretik
dan
bronkodilator

Penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan
Perubahan
kontraktilitas
miokardial

6. Diuretik dapat
menurunkan
kongesti
alveolar dan
meningkatkan
pertukaran
gas. B
roncodilator
untuk dilatasi
jalan nafas.

Setelah
1. Kaji dan catat 1. Mengetahui
tekanan
keadaan umum
dilakukan
darah,sianosis,ir
pasien
tindakan
ama dan denyut
keperawatan
jantung
1x 24 jam 2.
Intruksikan 2. Mncegah
kondisi klien
penurunan
untuk menjaga
curah jantung
dapat
keseimbangan
intake
dan
membaik
output
denga
aktif
3. Jelaskan tentang 3. Peran
kriteria:
pasien
penggunaan
membantu
dosis frekuensi
tandaproses
dan
efek
tanda vital
perawatan
samping obat
dalam batas
4. Kolaboratif:
normal;
diuretic
dan 4. Mencegah
penurunan
antibiotic
N:60-100
curah jantung
x/mnt
TD:100120/80-90
mmHg
P:
16-20
x/mnt,
- tidak ada
hipotensi
AGD
dalam batas
normal
- tidak ada
23

distensi vena
jugularis

Risiko
tinggi
kelebihan volme
cairan
b/d
meningkatnya
beban
awal,
penurunan curah
jantung sekunder
terhadap gagal
jantung
d/d
peningkatan
berat
badan,
odema,
asites,
hepatomegali,
bunyi
nafas
krekels,wheezin
g

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x 24 jam
Kelebihan
volume
cairan dapat
dikurangi
dengan
kriteria : (a)
Keseimbang
an intake dan
output. (b)
Bunyi nafas
bersih/jelas.
(c)
Tanda
vital dalam
batas
normal. (d)
Berat badan
stabil.
(e)
Tidak
ada
edema

1.
Pantau
haluaran
urine,
warna, jumlah.
2.
Pantau
intake dan output
selama 24 jam.

3.
Pertahankan
posisi duduk atau
semifowler selama
masa akut.

4.
Timbang
berat badan setiap
hari.
5.
Kaji
distensi leher dan
pembuluh perifer,
edema pada tubuh.

6.
Auskultasi
bunyi nafas, catat
bunyi
tambahan
mis
:
krekels,
wheezing.
Catat
adanya peningkatan
dispneu, takipneu,
PND,
batuk
persisten.
7.
Selidiki
keluhan
dispneu
ekstrem tiba-tiba,
sensasim
sulit
bernafas,
rasa
24

1.
Memantau
penurunan perfusi
ginjal.
2. Terapi diuretic
dapat
menyebabkan
kehilangan
cairan tiba-tiba
meskipun
udema masih
ada.
3. Posisi
telentang
meningkatkan
filtrasi ginjal
dan
menurunkan
produksi ADH
sehingga
meningkatkan
dieresis.
4. Memantau
respon terapi.
5. Retensi cairan
berlebihan
dimanifestasik
an oleh
pembendungan
vena dan
pembentukan
edema.
6. Kelebihan
volume cairan
sering
menimbulkan
kongesti paru.

7. Menunjukkan
adanya

panic.
8.
Pantau
tekanan darah dan
CVP.

9.
Ukur
lingkar abdomen.
10.
Palpasi
hepatomegali.
Catat keluhan nyeri
abdomen kuadran
kanan atas.

11.
Kolaborasi
dalam pemberian
obat Diuretik
Tiazid dengan
agen pelawan
kalium (mis :
spironolakton)

12.
Kolaborasi
untuk
mempertahankan
cairan /pembatasan
natrium
sesuai
indikasi.

komplikasi
edema paru
atau emboli
paru.
8. Hipertensi dan
peningkatan
CVP
menunjukkan
kelebihan
volume cairan.
9. Memantau
adanya asite
10. Perluasan
jantung
menimbulkan
kongesti vena
sehingga
terjadi distensi
abdomen,
pembesaran
hati dan nyeri.
11. Diuretik
meningkatkan
laju aliran
urine dan dapat
menghambat
reabsorpsi
natrium dan
klorida pada
tubulus ginjal.
Meningkatkan
diuresis tanpa
kehilangan
kalium
berlebihan
12. Menurunkan
air total
tubuh/mencega
h reakumulasi
cairan

13.
Konsultasi
dengan bagian gizi.
13. Memberikan
diet yang
dapat di teri
ma pasien
25

14.
-Kolaborasi
untuk pemantauan
foto thorax

Intoleransi
aktifitas
b/d
ketidakseimbang
an antara suplai
oksigen/kebutuh
an
d/d
pasien
mengatakan letih
terus
menerus
sepanjang hari,
sesak nafas saat
aktivitas, tanda
vital
berubah
saat beraktifitas.

yang
memmenuhi
kebutuhan
kalori dalam
pembatasan
natrium.
14. Menunjukkan
perubahan
indikasif
peningkatan /
perbaikan
paru
1. Hipotensi
ortostatik dapt
terjadi dengan
aktivitas karena
efek obat,
perpindahan
cairan,
pengaruh
fungsi jantung.

Setelah
1. Periksa
tanda
vital
sebelum
dilakukan
dan
sesudah
tindakan
beraktivitas.
keperawatan
3x 24 jam
aktivitas
mencapai
batas optimal
,
yang
ditunjukkan
dengan
pasien
2. Ketidakmampu
berpartisipas 2. Catat respons
an miokardium
kardiopulmonal
i
pada
meningkatkan
terhadap
aktivitas
volume
aktivitas,
yang
sekuncup
takikardi,
diinginkan
selama
disritmia,
dan mampu
aktivitas dapat
dispneu,
memenuhi
meningkatkan
berkeringat,
kebutuhan
frekuensi
pucat.
perawatan
jantung,
sendiri.
kebutuhan
oksigendan
peningkatan
kelelahan.

3.
3.

26

Berikan
bantuan

Pemenuhan
kebutuhan
perawatan diri
tanpa

dalamaktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi.
Selingi periode
aktivitas dengan
periode
4.
istirahat.
4.

Kecemasan b/d
gangguan
oksigenasi
jaringan, stress
akibat kesulitan
bernafas
dan
pengetahuan
bahwa jantung
tidak berfungsi
dengan baik d/d
cemas,
takut,
khawatir, stress
yang
berhubungan
dengan penyakit,
gelisah, marah,
mudah
tersinggung

Kolaborasi
untuk
mengimplement
asikan program
rehabilitasi
jantung

mempengaruhi
stres
miokard/kebut
uhan oksigen
berlebihan.
Peningkatan
bertahap pada
aktivitas
menghindari
kerja jantung
dan konsumsi
oksigen
berlebihan

Setelah
1. Berikan
1. Pernyataan
kesempatan
masalah dapat
diberikan
kepada pasien
menurunkan
tindakan
untuk
ketegangan,
perawatan
mengekspresika
mengklarifikasi
selama 1x24
n perasaannya.
kan tingkat
jam
koping dan
diharapkan
emudahkan
pemahaman
pasien tidak
perasan.
merasa
cemas
dengan
2. Dorong teman 2. Meyakinkan
kriteria
dan keluarga
pasien bahwa
evaluasi: (a)
untuk
peran dalam
Pasien
menganggap
keuarga dan
mengatakan
pasien seprti
kerja tidak
kecemasan
sebelumnya.
berubah.
menurun
3. Beritahu pasien 3. Mendorong
sampai
program medis
pasien untuk
tingkat yang
yang
telah
mengontrol
dapat diatasi.
dibuat
untk
gejala,
(b)
Pasien
mnurunkan
meningkatkan
menunjukka
serangan
yang
kepercayaan
n
akan
datang
dan
pada program
keteramplan
meningkatkan
medis da
pemecahan
stabilitas
mengintegrasik
masalah dan
jantung.
an kemampuan
mengenal
dalam persesi
perasaannya.
27

diri.
4.

Bantu pasien
mengatur posisi
yang nyaman
untuk tidur atau
istirahat, batasi
pengunjung

5.

5. Membantu
Kolaborasi
pasien rileks
untuk pemberian
sampai secara
sedatif dan
fisik mampu
tranquiliser
membuat
strategi koping
yang adekuat.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
28

4.

Memuat
suasana yang
memudahkan
pasien tidur.

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai


pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui


penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi
sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru.

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban


kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari
fungsi miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan dari :
beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.

B. Saran
Sangat diharapkan agar terhindar dari penyakit gagal jantung ini dilakukan
dengan menghindari penyebab dari penyakit ini misalnya menjaga gaya hidup
yang sehat terutama pada makanan yang dikonsumsi diharapkan tidak yang
melihat enaknya saja tetapi juga mempertimbangkan gizi yang terkandung
dalam, makanan tersebut. selain itu, Penanganan yang efektif terhadap gagal
jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap
mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya,tetapi juga terhadap
faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. Pembatasan aktivitas
fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhana namun sangat tepat
dalam penanganan gagal jantung

DAFTAR PUSTAKA
Crouch MA, DiDomenico RJ, Rodgers Jo E. Applying Consensus Guidelines in
the Management of acute decompensated heart failure. California : 41st
ASHP
Midyear
Clinical
Meeting.
2006.
(online)
http://www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf.
(diakses 30-06-2015)
29

Lindenfeld J. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated


Heart Failure. Journal of Cardiac Failure. 2010. (online)
http://www.heartfailureguideline.org/_assets/document/2010_heart_failure_g
uideline_sec_12.pdf. (diakses 30-06-2015)

MAKALAH SEMINAR KASUS


PROGRAM PROFESI NERS
ADHF (ACUTE DECOMPRESION HEART FAILURE) PADA TN. N

30

DI RUANG ICCU RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DISUSUN OLEH
DANU OKFIANSYAH
ANNISA
OKTARIA SUSANTI
ENDANG SETIAWATI
HERLINDA LESTARI
MELISA MEGAYANTI TURNIP

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

31

You might also like