Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Kilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah crude oil (minyak mentah) menjadi
produk jadi seperti Liquid Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil,
lube base oil, dan coke.
Secara umum teknologi proses kilang minyak bumi dikelompokkan menjadi 3 macam
proses, yaitu :
1. Primary Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam primary processing adalah unit-unit yang
hanya melibatkan peristiwa fisis, yaitu distilasi. Proses distilasi adalah proses
pemisahan komponen-komponen minyak bumi berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Primary processing terdiri dari Crude Distillation Unit/CDU dan Vacuum
Distillation Unit/VDU.
2. Secondary Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam secondary processing adalah unit-unit
yang melibatkan reaksi kimia. Secondary processing terdiri dari Hydrotreating
process, Catalytic Reforming/Platforming process, Hydrocracking process, Fluid
Catalytic Cracking/Residual Catalytic Cracking/Residual Fluid Catalytic
Cracking/High Olefine Fluid Catalytic Cracking, Hydrogen Production Unit/HPU,
Delayed Coking Unit/DCU, dan Visbraking.
3. Recovery Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam recovery processing adalah unit-unit yang
bertujuan untuk memperoleh kembali minyak yang diproduksi atau chemical yang
digunakan di unit-unit primary dan secondary processing atau untuk mengolah
limbah cair atau gas sebelum dibuang ke laut atau udara luar/lingkungan sekitar.
Recovery processing terdiri dari Amine unit, Sour Water Stripping Unit, dan
Sulphur Recovery Unit.
Halaman 1 dari 3
LN
CN
SRN
Fixed Bed
Catalytic
Reforming
Gasoline/Premium/
Pertamax/
Pertamax Plus
HOMC
OR
OR
NHDT/
NRU
Catalytic
Reforming
- CCR
HOMC
HOMC
Kerosene
HN
KHDT
Kerosene
Avtur
(Aviation Turbine)
OR
OR
LCN/HCN/Sour HCN
Crude
Oil
C
D
U
Diesel
GO HDT
LGO
LCO
OR
OR
OR
GO HDT
HGO
Propylene
FCC
LBO
LN-HN
UCO
LVGO
VDU
CN
HVGO
SR
DCU
HCGO
OR
Visbreaker
LR
OR
ARHDM
Halaman 2 dari 3
OR
HCC
OR
Petrochem. Plants
RCC
LCGO
LSWR
DCO
Green Coke/
Calcined Coke
Produk RCC Spt
Produk FCC
Halaman 3 dari 3
BAB II
CRUDE DISTILLATION UNIT
(CDU)
I.
Pendahuluan
Crude Distillation Unit (CDU) beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan
berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Kolom CDU memproduksi
produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed,
sedangkan produk lainnya sebesar 40-50% volume feed berupa atmospheric
residue.
Atmospheric residue pada kilang lama, yang tidak memiliki Vacuum Distillation
Unit/VDU, biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah atau
dijual ke kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di VDU. Sedangkan pada kilang
modern, atmospheric residue dikirim sebagai feed Vacuum Distillation Unit atau
sebagai feed Residuel Catalytic Cracking (setelah sebagiannya di-treating di
Atmospheric Residue Hydro Demetalization unit untuk menghilangkan
kandungan metal atmospheric residue).
II.
II.1.
II.1.1.Paraffin
Senyawa paraffin paling simple adalah methane (CH 4 ). Contoh
senyawa parafin lain adalah ethane (C 2 H 6 ) atau biasa disebut dry
gas, propane (C 3 H 8 ), butane (C 4 H 1 0 ), pentane (C 5 H 1 2 ), hexane
(C 6 H 1 4 ), heptane (C 7 H 1 6 ), octane (C 8 H 1 8 ) dan seterusnya. Molekul
paraffin mempunyai formula standard C n H n + 2 dengan n adalah
jumlah atom carbon.
Penamaan senyawa parafin mempunyai
keunikan, yaitu diberi akhiran -ane.
II.1.2.Naphthene
Struktur hydrocarbon jenis ini lebih kompleks daripada struktur
hydrocarbon jenis paraffine karena atom carbon tersusun dalam
suatu cincin. Contoh struktur hydrocarbon jenis naphthene adalah
sebagai berikut :
Halaman 1 dari 9
H
H
H
H
H
H
H
H
Cyclohexane (C6H12)
H
H
C
H
H
H
H
H
C H
H
H
H
C
H
Benzene (C6H6)
Halaman 2 dari 9
H
C
H
H H
C C H
H H
H
C
H
Ethylbenzene (C8H10)
II.1.4.Olefin
Olefin sangat jarang ditemukan dalam crude oil karena komponen ini
merupakan produk dekomposisi dari jenis hydrocarbon lainnya. Konsentrasi
olefin terbesar ditemukan dalam produk thermal cracking dan catalytic
cracking.
H H H H
H C C C C H
H
Butene (C4H8)
H H H H
H C C C C H
Butadiene (C4H6)
Seperti pemberian nama pada jenis paraffin, penamaan jenis olefin
mempunyai keunikan. Jika senyawa memiliki 1 ikatan rangkap disebut
dengan akhiran -ene (seperti propene, butene) dan jika senyawa memiliki 2
ikatan rangkap disebut dengan akhiran -adiene (seperti butadiene,
propadiene).
II.1.5.Senyawa Lain
Selain mengandung senyawa-senyawa hydrocarbon seperti tersebut
di atas, crude oil juga mengandung senyawa-senyawa lain dalam
jumlah kecil yang dikelompokkan sebagai impurities, seperti
sebagai berikut :
Salts/Garam
Senyawa garam yang paling banyak adalah senyawa chloride,
seperti sodium chloride, magnesium chloride, dan calcium
chloride. Senyawa garam ini dapat membentuk asam yang dapat
menimbulkan korosi pada bagian atas kolom CDU. Senyawa
garam juga bisa menyebabkan plugging pada peralatan seperti
heat exchanger dan tray kolom fraksinasi.
Halaman 3 dari 9
Senyawa sulfur
Jika sulfur content suatu crude tinggi disebut sour crude.
Senyawa sulfur yang paling ringan adalah hydrogen sulfide
(H 2 S) yang selain korosif juga merupakan deadly gas. Senyawa
lain adalah mercaptan yang merupakan nama umum untuk
paraffinic hydrocarbon yang satu atom hydrogennya diganti
dengan radikal SH. Senyawa sulfur lainnya mempunyai struktur
ring olefin dan biasanya diberi nama depan thio.
H H H H
H C C C C SH
H H H H
Butyl Mercaptan
(C4H9SH)
Mercaptan (RSH)
H
H
C
C
S
C
C
H
Thiophene
(C4H4S)
C-C-S-C-C
Sulfide (RSR)
H H
H H
H C C S S C C H
H H
H H
Disulfide (RSSH)
Metal
Jenis metal yang biasa ditemukan di crude oil adalah arsenic,
lead (timbal), vanadium, nikel, dan besi. Sebagian besar metal
dalam umpan CDU akan keluar bersama atmospheric residue.
Arsenic dan lead merupakan racun paling mematikan dari
katalis unit catalytic reforming, sedangkan vanadium, nikel, dan
besi akan mendeaktivasi katalis catalytic cracking.
Halaman 4 dari 9
II.2.
Desalter
Seperti telah dijelaskan di atas, crude oil mengandung salt water
dan sediment. Salt content crude oil biasanya dilaporkan sebagai
pounds salt (diukur sebagai sodium chloride) per thousand barrels
minyak (ptb). Range salt content bervariasi antara 0 s/d 1000 ptb,
biasanya antara 10 s/d 200 ptb.
Pada sebagian besar crude oil, sekitar 95% total salt content
ditemukan dalam BS&W crude oil. Salt terjadi dalam bentuk highly
concentrated brine droplet yang terdispersi dalam crude oil.
Droplet ini sangat kecil dan sangat susah terpisah dari crude oil.
Proses desalting berfungsi untuk mengencerkan high salt content
brine dengan menambahkan fresh water pada crude oil untuk
memproduksi low salt content water.
Agar fresh water dapat berkontak dengan efektif dengan
concentrated brine atau BS&W, suatu emulsi harus terbentuk untuk
mendispersi air yang ada pada crude. Emulsi diproduksi dengan
melewatkan liquid pada kecepatan tinggi melalui orifice kecil yang
kemudian melalui mixing valve. Setelah demulsifikasi dan settling,
BS&W yang tersisa dalam crude adalah diluted water, bukan lagi
concentrated brine.
TWO STAGE DESALTER
PLANT
WATER
ELECTRODES
MIXING
VALVE
STRIPPED
WATER
NNF
MIXING
VALVE
PDC
DESALTED
CRUDE
ELECTRODES
PDC
LC
LC
2ND STAGE
1ST STAGE
RAW CRUDE
BRINE
Halaman 5 dari 9
Halaman 6 dari 9
V.
Troubleshooting
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di
Crude Distillation Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :
Halaman 7 dari 9
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Crude Distillation Unit
Permasalahan
Endpoint produk naphtha
tinggi.
Penyebab
Adanya fraksi kerosene terikut dalam produk
naphtha.
Derajat pemisahan
naphtha-kerosene atau
kerosene-diesel rendah.
Korosi pada overhead line
kolom CDU.
Supply air laut pendingin
top kolom CDU
bermasalah/tidak ada
supply air laut.
Halaman 8 dari 9
Troubleshooting
Turunkan temperture top kolom CDU
dengan menambah jumlah top reflux.
Turunkan temperature draw off kerosene
dengan tidak sampai mengganggu
spesifikasi produk kerosene.
Atur temperature flash zone.
Atur temperature draw off masing-masing
produk.
Evaluasi pemakaian corrosion
inhibitor/filming amine.
Turunkan feed hingga temperature/
tekanan top kolom tidak terlalu tinggi.
Jika tidak dapat terkontrol, maka unit
harus di-shutdown.
Cek dan drain tangki umpan untuk
mengurangi air yang mungkin ada di
bagian bawah tangki.
Over tangki umpan.
Jika tidak dapat terkontrol, maka unit
harus di-shutdown.
VII.
Istilah-istilah
Sour crude
Sweet crude
TBP
Halaman 9 dari 9
BAB III
VACUUM DISTILLATION UNIT
(VDU)
I.
Pendahuluan
Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang
beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen
penyusunnya. Dengan hanya memiliki CDU, maka CDU hanya memproduksi
produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed,
sedangkan 40-50% volume feed yang berupa atmospheric residue biasanya
hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah.
Secara umum temperatur cracking minyak mentah/crude adalah sekitar 370 oC
(UOP menyebut 385 oC) pada tekanan 1 atmosfer (sebenarnya bervariasi
tergantung jenis crude, tetapi secara umum rata-rata pada temperatur
tersebut). Oleh karena itu pemisahan minyak yang dilakukan di Crude
Distillation Unit tidak boleh melebihi temperature 370 oC agar minyak tidak
mengalami cracking.
Ide dasar operasi VDU adalah bahwa titik didih (boiling point) semua material
turun dengan menurunnya tekanan. Sebagai contoh, pada tekanan 1 atmosfer
air mempunyai titik didih 100 oC, sedangkan pada tekanan 10 atmosfer air
mempunyai titik didih 180 oC. Jika tekanan dikurangi hingga 1 psia maka titik
didih air akan menjadi 39 oC.
II.
Halaman 1 dari 8
Seperti terlihat pada gambar di atas, crude oil mengandung komponen yang
mempunyai titik didih > 370 oC. Jika bottom CDU (atau biasa disebut
atmospheric residue atau long residue atau reduced crude) pada tekanan
atmosferis dipanaskan hingga temperature > 370 oC untuk dapat menguapkan
komponen vacuum gas oil yang terkandung dalam long residue, maka akan
terjadi thermal decomposition.
Dengan menurunkan tekanan, hingga < 1 psia, maka komponen vacuum gas
oil tersebut dapat dipisahkan dari bottom VDU (atau biasa disebut vacuum
residue atau short residue) tanpa mengalami thermal decomposition.
Kemudian keduanya (vacuum gas oil dan vacuum residue) dapat dipisahkan
menjadi 2 stream yang bebeda untuk dapat meningkatkan margin kilang.
Terdapat 2 jenis Vacuum Distillation Unit, yaitu :
1. Fuel type
Vacuum Distillation Unit fuel type merupakan fraksinasi terbatas, yang
biasanya menghasilkan 3 macam produk, yaitu Light Vacuum Gas Oil,
Heavy Vacuum Gas Oil, dan Vacuum Residue. Produk Light Vacuum Gas
Oil biasanya sudah memenuhi spesifikasi diesel dan dapat langsung
dikirim ke tangki penyimpanan. Produk Heavy Vacuum Gas Oil biasanya
dikirim ke unit Hydrocracker atau Fluid Catalytic Cracking / FCC.
Sedangkan vacuum residue dapat diolah di Delayed Coking Unit atau
Visbraker atau sebagai komponen blending Low Sulfur Waxy Residue
(LSWR) atau sebagai komponen blending fuel oil.
2. Lubes type
Vacuum Distillation Unit lubes type memerlukan pemisahan yang baik
diantara lube cuts. Umpan VDU jenis ini sudah sangat tertentu karena
produk-produk lubes cut mempunyai spesifikasi yang sangat sempit. VDU
lubes type biasanya mempunya pressure drop yang lebih tinggi dan cut
point yang lebih rendah daripada VDU fuel type. VDU lubes type biasanya
memproduksi 3-4 macam lube base oil dengan spesifikasi yang jauh lebih
ketat jika dibandingkan produk VDU fuel type (terutama dalam hal
spesifikasi viscosity dan viscosity index).
Perbedaan antara CDU dan VDU dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel I. Perbedaan antara CDU dan VDU
Parameter
Flash Zone Pressure
Flash Zone Temp.
Heater COT
Produk
CDU
1 atm (760 mmHg)
330-350 oC
330-350 oC
LPG, Naphtha,
Kerosene, Diesel,
Atmospheric
Residue
Halaman 2 dari 8
VDU
30 mmHgA
400-410 oC
416-427 oC
Light Vacuum Gas Oil,
Heavy Vacuum Gas Oil,
Vacuum Residue (untuk VDU
fuel type) dan Lube Cut-1,
Lube Cut-2, Lube-Cut-3
(untuk VDU lubes type; nama
tergantung viscosity atau
viscosity index-nya).
Kontributor : Adhi Budhiarto
III.
Halaman 3 dari 8
IV.
Halaman 4 dari 8
V.
V.1.
Tekanan
Variabel proses utama yang mempengaruhi operasi VDU dan yield produk gas
oil adalah tekanan kolom VDU. Semakin vacuum tekanan kolom VDU, maka
semakin banyak yield produk gas oil dapat dihasilkan. Tekanan kolom VDU
yang dijadikan acuan adalah tekanan top kolom VDU. Biasanya tekanan top
kolom VDU diatur sekitar 15 mmHg untuk dapat memaksimalkan yield produk.
Semakin tinggi tekanan kolom maka yield produk gas oil akan semakin sedikit
dan yield produk vacuum bottom semakin banyak. Untuk tekanan top kolom
VDU sebesar 15 mmHg, maka tekanan bottom kolom VDU/tekanan flash zone
biasanya sekitar 30 mmHg (untuk kondisi tray yang bersih).
V.2.
V.3.
Halaman 5 dari 8
V.4.
V.5.
V.6.
V.7.
V.8.
Halaman 6 dari 8
VI.
Troubleshooting
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Vacuum Distillation Unit
Permasalahan
Penyebab
Pour Point LVGO tinggi. Adanya fraksi HVGO yang terikut sebagai produk
LVGO.
Terbentuk coking pada packing tray sehingga
proses kontak uap-cair dalam kolom VDU
Yield produk gas oil
terganggu.
rendah/yield produk
Kevakuman kolom VDU kurang (tekanan top
vacuum bottom tinggi
kolom VDU naik).
Temperature flash zone rendah.
Temperature draw off gas oil rendah.
Troubleshooting
Naikkan jumlah reflux LVGO, dan/atau
Turunkan temperature reflux LVGO.
Naikkan temperature flash zone.
Naikkan kevakuman kolom VDU (turunkan
tekanan top kolom VDU dengan mengatur
operasi steam ejector).
Naikkan temperature draw off gas oil.
Leaking pada
downstream top kolom
VDU (biasanya di
daerah condenser).
korosif.
Kebocoran pada sisi pendingin yang medianya
Halaman 7 dari 8
VII.
Istilah-istilah
COT
Halaman 8 dari 8
BAB IV
HYDROTREATING PROCESS
I.
Pendahuluan
Hydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi
katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen,
oksigen, dan logam dari aliran proses. Hydrotreating biasa dilakukan untuk
umpan naptha sebelum dialirkan ke unit platforming, karena katalis
platforming (platina) sangat sensitif terhadap impurities seperti sulfur, nitrogen,
oksigen, dan logam. Hydrotreating biasa juga dilakukan untuk umpan diesel
untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk mengurangi kandungan sulfur
dalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat
terutama dalam hal kandungan sulfur maksimum) dan juga untuk mengurangi
kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya color
unstability produk diesel.
II.
Teori Hydrotreating
Reaksi hydrotreating dikelompokkan menjadi :
1. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon).
2. Desulfurisasi (penghilangan sulfur) atau sering disebut HDS
(hydrodesulfurization).
3. Denitrifikasi (penghilangan nitrogen) atau sering disebut HDN
(hydrodenitrification).
4. Deoksigenasi (penghilangan oksigen).
5. Demetalisasi (penghilangan logam) atau sering disebut HDM
(hydrodemetalization).
Tujuan proses hydrotreating/hydroprocessing adalah :
1. Memperbaiki kualitas produk akhir (seperti diesel)
2. Pretreating stream (persiapan umpan proses lanjutan) untuk mencegah
keracunan katalis di downstream process :
Catalytic Reforming (Platforming)
Fluid Catalystic Cracking (FCC)
Hydrocracking
3. Memenuhi standar lingkungan (untuk diesel sebelum dikirim ke tangki
penyimpanan produk)
Perbandingan laju reaksi relatif masing-masing reaksi hydrotreating :
Desulfurisasi
: 100
Saturasi Olefin : 80
Denitrifikasi
: 20
Panas reaksi dalam kilojoule per kg umpan per meter kubik hidrogen yang
dikonsumsi untuk masing-masing reaksi :
Desulfurisasi
: 8.1
Halaman 1 dari 21
Denitrifikasi
0.8
C C C C + H2S
C
+ H2
C
S
C C C + H2S
Thiophene
C
C C C C + H2 S
C
+ 4 H2
C
S
C C C + H2S
H2S hasil reaksi akan bereaksi dengan sejumlah kecil olefin untuk membentuk
mercaptan.
C C C C = C C + H2S C C C C C C
S
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
Halaman 2 dari 21
Pyridine
C
C
C C C C C + NH3
+ 5 H2
C
C C C C + NH3
Halaman 3 dari 21
Quinoline
C
C
C
+ 4 H2
CCCC
+ NH3
Pyrrole
CCCC
C
+ 4 H2
+ NH3
C C C + NH3
Methyl Amine
H
C N
H
+ 4 H2
CH4 + NH3
H
II.1.3. Reaksi Penghilangan Oksigen
Reaksi penghilangan oksigen yang umum terjadi adalah sebagai berikut :
C
C
C
C
C OH
+ H2
C
C
Phenol
H2O
Olefin linier
C C = C C C C + H2 C C C C C C (dan isomer)
Halaman 4 dari 21
Olefin siklik
C
+ 2 H2
HCl + C-C-C-C-C-C
C
C
C
C C C - Cl
C
+ H2
C C C
+
C
HCl
C
HCl + NH3 NH4Cl
Halaman 5 dari 21
Catalyst Sulfiding
Penjelasan detil mengenai sulfiding dapat merujuk bab Hydrocracking.
II.3.
Catalyst Loading
Loading katalis hydrotreater biasanya cukup dilakukan dengan menggunakan
metode sock loading, yaitu dengan cara mencurahkan katalis melalui sock
yang dipasang menjulur dari permanent hopper ke dasar reaktor atau
permukaan katalis (jarak ujung sock ke permukaan katalis tidak boleh melebihi
60 cm untuk menghindari pecahnya katalis). Sedangkan metode dense
loading (yaitu dengan menggunakan dense loading machine) jarang dilakukan
karena jumlah katalis yang di-loading sedikit dan fenomena channeling tidak
merupakan sesuatu yang sangat critical yang dapat sangat mengganggu
operasi reaktor. Reaktor hydrotreating dapat terdiri dari satu reaktor (dengan 2
bed catalyst) atau dapat juga terdiri dari dua unit reaktor.
Halaman 6 dari 21
Reactor Inlet
Space
Gas-Liquid Distributor
Inert catalyst
Graded Catalyst/Hydrotreating Catalyst
Quenching Distributor
Hydrotreating Catalyst
Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8
Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4
Manway
Unloading spout
Hydrotreating Catalyst
Unloading spout
Reactor Effluent/Outlet
Outlet Collector
(Basket system)
Gambar
2. Reaktor
Hydrotreater
Teknologi
Proses
Kilang Minyak
Bumi
U
yang Terdiri
(2 catalyst
bed)
Halaman dari
7 dari 1
21 ReaktorKontributor
: Adhi
Budhiarto
II.4.
Gambar 4. Gas-Liquid
Distributor
Catalyst Unloading
Sebelum dilaksanakan unloading katalis, agar pelaksanaan unloading dapat
dilaksanakan dengan lancar, maka saat shutdown dilakukan proses sweeping
terlebih dahulu. Sweeping adalah mengalirkan recycle gas semaksimal
mungkin ke dalam reactor untuk mengusir minyak yang masih tertinggal di
dalam reactor setelah cut out feed. Waktu pelaksanaan sweeping disesuaikan
dengan perkiraan kondisi katalis. Biasanya sweeping selama 2 s/d 4 jam
sudah cukup membuat katalis di dalam reactor kering sehingga pelaksanaan
unloading dapat dilakukan dengan lancar.
Halaman 8 dari 21
Catalyst Skimming
Catalyst skimming adalah mengambil sejumlah katalis bagian atas yang
banyak mengandung impurities/coke. Proses catalyst skimming biasanya
dilakukan untuk katalis yang performance-nya masih bagus tetapi menghadapi
masalah pressure drop yang tinggi. Pelaksanaan catalyst skimming harus
dilakukan secara inert dengan menggunakan nitrogen untuk mencegah
terjadinya flash akibat adanya senyawa pirit akibat katalis berkontak dengan
udara. Pengambilan katalis dilakukan oleh pekerja yang masuk ke dalam
reactor menggunakan breathing apparatus. Pelaksanaan catalyst skimming
harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti kenaikan temperature bed reactor akibat kurangnya supply
nitrogen, atau terputusnya supply oksigen ke breathing apparatus yang akan
mengakibatkan pekerja tidak sadarkan diri. Berdasarkan pengalaman, katalis
yang di-skimming biasanya seluruh inert catalyst, seluruh graded catalyst, dan
50 cm layer hydrocracking catalyst (tergantung banyaknya kotoran yang ada
pada permukaan katalis).
II.6.
Kinerja Katalis
Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter
sebagai berikut :
Analisa laboratorium kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin (bromine
number) pada produk. Jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin naik
pada temperature inlet reactor dan kapasitas serta komposisi feed yang
sama, maka berarti kinerja katalis sudah mulai menurun dan untuk
menjaga kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin yang sama maka
temperature inlet reactor harus dinaikkan.
T reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi
dengan temperature inlet reaktor. Jika T reaktor menurun pada
kapasitas dan komposisi feed yang sama, maka berarti kinerja katalis
sudah mulai menurun.
P (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat
adanya impurities yang mengendap pada katalis. Biasanya terjadi kalo
feed mengandung cracked feed dalam jumlah yang besar atau feed
berasal dari tangki penyimpanan yang tidak dilengkapi dengan
gas/nitrogen blanketting sehingga feed akan bereaksi dengan oksigen
yang akan membentuk gums pada permukaan katalis.
II.7.
Deaktivasi Katalis
Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
Halaman 9 dari 21
Coke
Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :
Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperatur terlalu tinggi atau
umpan minyak terlalu ringan).
Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau
hydrogen purity recycle gas yang rendah).
Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih
rendah daripada disain).
Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen
partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas),
atau penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.
Keracunan logam
Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic
terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang
biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro,
natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor.
Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang
dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan
membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan
maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrotreater
adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan
logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.
Severity operasi
Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan
pembentukan coke meningkat, sehingga akan meningkatkan
deaktivasi katalis.
Halaman 10 dari 21
laju
laju
II.8.
Regenerasi Katalis
Seiring dengan berjalannya waktu, maka katalis akan mengalami deaktivasi
karena alasan-alasan seperti yang telah disebutkan di atas. Untuk
mengembalikan keaktifan katalis, maka dapat dilakukan regenerasi katalis.
Regenerasi katalis yaitu proses penghilangan karbon, nitrogen, dan sulfur dari
permukaan katalis dengan cara pembakaran. Regenerasi katalis dapat
dilakukan secara in-situ (dilakukan di dalam hydrotreating plant) atau secara
ex-situ (dilakukan diluar hydrotreating plant oleh vendor regenerasi katalis).
Namun, sudah sejak lama regenerasi katalis untuk katalis-katalis hydrotreater
tidak dilakukan karena tidak menguntungkan.
III.
IV.
Halaman 11 dari 21
GAS
POLIMERISASI
OLEFINS
ALKILASI
C4
HYDROTREATER
LIGHT NAPHTHA
H2
HYDROTREATER REFORMER
ATMOSPHERIC
CRUDE
DISTILLATION
HEAVY NAPHTHA
AROMATICS
EXTRACTION
GASOLINE
HYDROTREATER
CRUDE
OIL
AROMATICS
KEROSENE
CRUDE
DESALTER
KEROSENE
HYDROTREATER
ATM GAS OIL
VACUUM
GAS OIL
VACUUM
CRUDE
DISTILLATION
FUEL OILS
HYDROTREATER/HYDROCRACKER
HYDROTREATER
DAO
FCC
HYDROTREATER
ASPHALT
DEASPHALTING
COKE
COKER
Halaman 12 dari 21
P ro s e s
H y d ro tre a tin g
T e m p e ra tu r
(oC )
T e k a n a n P a rs ia l
H id ro g e n
(a tm )
LHSV
K onsum si
H id ro g e n
(N m 3 m -3 )
N a p h th a
K e ro s e n e
A tm . G O
VGO
ARDS
VGO HCR
R e s id u e H C R
320
330
340
360
3 7 0 -4 1 0
3 8 0 -4 1 0
4 0 0 -4 4 0
1 0 -2 0
2 0 -3 0
2 5 -4 0
5 0 -9 0
8 0 -1 3 0
9 0 -1 4 0
1 0 0 -1 5 0
3 -8
2 -5
1 .5 -4
1 -2
0 .2 -0 .5
1 -2
0 .2 -0 .5
2 -1 0
5 -1 5
2 0 -4 0
5 0 -8 0
1 0 0 -1 7 5
1 5 0 -3 0 0
1 5 0 -3 0 0
V.
V.1.
Halaman 13 dari 21
Reactor Temperature
Berbeda dengan tekanan reactor yang tidak bisa dimainkan, temperature
reactor dapat dimainkan tergantung kebutuhan kandungan sulfur dan
nitrogen yang diinginkan pada produk keluar reactor (untuk naphtha
hydrotreater biasanya maksimum sulfur dan nitrogen adalah 0,5 ppmwt).
Reaksi desulfurisasi mulai terjadi pada temperature 230 oC dengan kecepatan
reaksi yang meningkat dengan makin tingginya temperature. Namun di atas
temperature 340 oC, pengaruh temperature terhadap reaksi penghilangan
sulfur sangat kecil.
Penghilangan senyawa chloride dengan konsentrasi rendah (<10 wtppm)
akan terjadi pada temperature yang sama dengan penghilangan senyawa
sulfur.
Penjenuhan olefin juga seperti penghilangan senyawa chloride dan sulfur,
semakin tinggi temperature maka reaksi penjenuhan olefin semakin cepat.
Namun biasanya penjenuhan olefin membutuhkan temperature yang jauh
lebih tinggi. Karena reaksi penjenuhan olefin sangat eksotermis maka
kandungan olefin pada feed harus dimonitor dan jika mungkin dibatasi agar
reactor peak temperature tetap dalam acceptable temperature range dan tidak
terjadi temperature excursion/runaway.
Pada temperature yang sangat tinggi, kondisi keseimbangan membatasi
tingkat penjenuhan olefin. Hal ini dapat menyebabkan residual olefin dalam
produk menjadi lebih besar pada temperature yang lebih tinggi daripada pada
temperature yang lebih rendah. Saat memproses naphtha dengan jumlah light
end yang sangat besar dengan katalis baru, H2S dapat bereaksi dengan olefin
tersebut untuk membentuk merkaptan. Namun, jika hydrotreater memiliki 2
unit reactor, maka temperature inlet reactor kedua akan cukup rendah (karena
di-quenching dengan hydrogen) untuk menghilangkan residual olefin yang
dapat bereaksi membentuk merkaptan.
Halaman 14 dari 21
Kualitas Umpan
Untuk normal operasi, perubahan temperature inlet reactor hydrotreater untuk
mengkompensasi adanya perubahan kualitas feed biasanya tidak diperlukan.
Namun, jika umpan diimpor dan memiliki kualitas yang jauh berbeda dari
biasanya, maka kualitas naphtha produk akan sangat berubah, sehingga
diperlukan pengaturan temperature inlet reactor. Perubahan kandungan olefin
umpan juga akan mempengaruhi panas reaksi.
V.4.
Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh
perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap
severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju
recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan. Batasan
minimum hydrogen to hydrocarbon ratio (Nm3/m3 atau SCFB) tergantung pada
konsumsi hydrogen, karakteristik umpan, dan kualitas produk yang diinginkan.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
Halaman 15 dari 21
Space Velocity
Jumlah katalis yang dibutuhkan untuk tiap satuan umpan akan tergantung
pada feed properties, kondisi operasi, dan kualitas produk yang diperlukan.
Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) didefinisikan sebagai (feed,
m3/jam)/(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan
feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV.
Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai
kompensasinya maka temperature reaksi (temperature inlet reactor) harus
dinaikkan. Namun kenaikan temperature catalyst akan menyebabkan
peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga
akan mengurangi umur katalis.
Jika LHSV berubah, maka inlet temperature reactor naphtha hydrotreater
dapat diatur dengan persamaan sebagai berikut :
LHSV1
T2 = T1 45 ln ---------LHSV2
LHSV1
T2 = T1 25 ln ---------LHSV2
Halaman 16 dari 21
NH4OH
NH4HS
Halaman 17 dari 21
Halaman 18 dari 21
VI.
Troubleshooting
Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrotreating tidak sebanyak permasalahan yang terjadi pada unit hydrocracker.
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit hydrotreating dapat dilihat dalam tabel
VI berikut ini :
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrotreater
U
Permasalahan
Meningkatnya cracked
feed (yang berarti
meningkatnya kandungan
sulfur, nitrogen, dan olefin)
Peningkatan kandungan
sulfur, nitrogen, dan olefin
pada produk yang
melebihi batasan disain.
Wash water tidak cukup
atau bahkan tidak ada
supply wash water
Penyebab
Mengolah umpan import yang
spesifikasinya jauh berbeda dengan
disain atau komposisi cracked feed
miningkat
Troubleshooting
Cek kualitas feed dan produk, jika kandungan
sulfur, nitrogen, dan olefin pada produk tinggi, maka
lakukan kompensasi dengan menaikkan temperatur
reaktor dan hydrogen partial pressure (jika
mungkin).
Jika fouling sangat parah makan menyebabkan
ketidakmampuan compressor menyediakan
Pembentukan gums akibat adanya
hydrogen partial pressure (hydrogen to hydrocarbon
dissolved oxygen yang mungkin
ratio) sesuai disain. Untuk mengkompensasinya
terikut pada feed akibat umpan ditarik
dapat dilakukan pengurangan feed untuk tetap
dari tangki yang tidak mempunyai
menjaga hydrogen to hydrocarbon ratio di atas
gas/nitrogen blanketing.
disain atau jika tidak mungkin maka unit harus
shutdown untuk cleaning heat exchanger atau
catalyst skimming.
Peningkatan kandungan sulfur,
Lakukan kompensasi dengan menaikkan
nitrogen, dan olefin dalam feed
temperatur hingga kandungan sulfur, nitrogen, dan
(akibat mengolah lebih banyak
olefin di bawah batasan yang seharusnya.
cracked feed) atau karena penurunan
kinerja katalis akibat pembentukan
coke pada permukaan katalis
Jika berlangsung lebih dari 30 menit, maka unit
harus shutdown karena dapat menyebabkan
Kerusakan pompa wash water
plugging pada fin fan cooler effluent reactor
sebelum high pressure separator (fungsi wash
Rendahnya tekanan
reactor/system
VII.
Istilah-istilah
VIII.
Daftar Pustaka
1. Operating Manual Naphtha Hydrotreater PERTAMINA Unit Pengolahan II
Dumai.
2. Operating Manual Distillate Hydrotreater PERTAMINA Unit Pengolahan II
Dumai.
3. Operation Manual for Unit 200 Naphtha Hydrotreating Process Unit,
Pakistan-Arabian Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO),
Mahmood Kot, Pakistan.
4. UOP CCR-Platforming General Operating Manual.
5. UOP CCR-Platforming Workshop Presentation Material.
BAB V
CATALYTIC REFORMING PROCESS/
PLATFORMING PROCESS
I.
Pendahuluan
Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian
penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi
utama proses catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki
octane number rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline)
dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang
dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit
naphtha hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen,
oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis
catalytic reformer yang tersusun dari platina.
Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen
yang sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau
jika masih berlebih dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired
heater. Butane, by-product lainnya, sering digunakan untuk mengatur vapor
pressure gasoline pool.
II.
Halaman 1 dari 14
Lean
Naphtha
Reformate/
Platformate
Rich
Naphtha
Loss
Reformate/
Platformate
Loss
P
N
Dari P
N
Dari P
Dari N
Dari A
Keterangan :
P = Paraffin
N = Naphthene
A = Aromatic
Dari N
Dari A
II.1.1.Dehidrogenasi Naphthene
Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan
karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi
aromatic dan by-product hydrogen. Reaksi ini sangat endotermis
(memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat
terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi
serta tekanan rendah.
R
R
+
3 H2
Keterangan :
S
R
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
R-C-C-C
II.1.3.Dehydrocyclization Paraffin
Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling
susah.
Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan
temperature tinggi. Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk
mendapatkan reaksi ini.
R
S
+ H2
R-C-C-C-C
R
S
+ H2
II.1.4.Hydrocracking
Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi
isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada
alkylcyclopentane dan paraffin dank area kandungan acid dalam
katalis yang diperlukan untuk
reaksi catalytic reforming.
Hydrocracking paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan
temperature
tinggi.
Penghilangan
paraffin
melalui
reaksi
hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam
produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi
hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan
yield reformate yang lebih rendah.
C
R-C-C-C +
C
H2
RH
C-C-C
H
Halaman 3 dari 14
II.1.5.Demetalization
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi
catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit
catalytic reformate semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.
R-C-C-C-C
H2
R - C - C CH +
CH4
dan
R-C
RH
+
H2
CH4
II.1.6.Dealkylation Aromatic
Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation
dengan perbedaan pada ukuran fragment yang dihilangkan dari
ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap
sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping.
Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai
berikut :
Tabel I. Reaksi yang Terjadi pada Unit Catalytic Reforming
Jenis Reaksi
Naphthene dehydrogenation
Naphthene isomerization
Paraffin isomerization
Parafin dehydrocyclization
Hydrocracking
Demethylation
Aromatic dealkylation
II.2.
Pressure
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Halaman 4 dari 14
Chloride
(Acid Function)
Demethylation
Cracking
Dehydrogenation
Dehydrocyclization
Isomerization
Gambar 2. Desired Metal-Acid Balance
Pada
proses
catalytic
reforming,
sangat
penting
untuk
meminimumkan reaksi hydrocracking dan memaksimumkan reaksi
dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance ini dijaga dengan
pengendalian H 2 O/Cl yang tepat selama siklus katalis semiregeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang
tepat. Fase uap H 2 O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan
permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H 2 O
dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis
keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi acid
dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan
terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis
overchloride yang juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam
katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).
II.3.
Catalyst Unloading
Halaman 5 dari 14
II.4.
Catalyst Loading
Halaman 6 dari 14
Catalyst Poison
Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut :
Sulfur
Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan
naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan
sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk
menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum.
Beberapa sumber yang membuat kandungan sulfur dalam
umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak
baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus
diganti), recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan
terbentuknya sedikit olefin) akibat temperature hydrotreater
yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah, hydrotreater
stripper upset, memproses feed yang memiliki end point tinggi.
Nitrogen
Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan
naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan
naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium
chloride pada permukaan katalis.
Beberapa sumber yang membuat kandungan nitrogen dalam
umpan naphtha tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak
baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus
diganti), penggunaan filming atau neutralizing amine sebagai
corrosion inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna.
Water
Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah
menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined
oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level
ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive
dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi,
kondisi ini akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis,
sehingga mengganggu kesetimbangan H 2 O/Cl dan menyebabkan
reaksi menjadi terganggu.
Beberapa sumber yang membuat kandungan air dalam system
tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak sesuai,
kebocoran heat exchanger yang menggunakan pemanas/
Halaman 7 dari 14
Metal
Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke
dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan,
sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung
metal sedikit pun.
Beberapa sumber kandungan metal dalam umpan naphtha
adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin
timbul akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau
kontaminasi umpan dari tangki yang sebelumnya digunakan
untuk leaded gasoline, produk korosi, senyawa water treating
yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan
silicon dalam cracked naphtha yang berasal dari silicon based
antifoam agent yang diijeksikan ke dalam coke chamber untuk
mencegah foaming, dan injeksi corrosion inhibitor yang
berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater.
III.
Halaman 8 dari 14
Halaman 9 dari 14
Halaman 10 dari 14
V.
Halaman 11 dari 14
Troubleshooting
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di
Catalytic Reforming Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :
Halaman 12 dari 14
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Catalytic Reforming Unit
Permasalahan
T reaktor rendah
T reaktor tinggi
Produksi H2 purity-nya
rendah
Penyebab
Umpan kurang naphthenic.
Kontaminasi sulfur.
Kontaminasi metal.
Injeksi chloride yang berlebihan.
Bad temperature indicator.
Umpan lebih naphthenic.
Kontaminasi nitrogen.
Umpan kurang naphthenic.
Kontaminasi sulfur.
Injeksi chloride yang berlebihan.
Kontaminasi metal.
Kontaminasi water.
Umpan kurang naphthenic.
Kontaminasi sulfur.
Injeksi chloride yang berlebihan.
Water tinggi.
H2/HC ratio rendah.
Umpan sangat parafinic.
Internal screen plugging.
Excessive coke level.
Bad pressure indicator.
Loss of catalyst bed.
Bad pressure indicator.
Pompa injeksi stop atau valve tertutup.
Suction atau discharge plugging.
Halaman 13 dari 14
Troubleshooting
Tidak perlu troubleshooting.
Cari sumber kontaminasi.
Cari sumber kontaminasi.
Kurangi injeksi chloride.
Perbaiki atau ganti temperature indicator.
Tidak perlu troubleshooting.
Cari sumber kontaminasi.
Tidak perlu troubleshooting.
Cari sumber kontaminasi.
Kurangi injeksi chloride.
Cari sumber kontaminasi.
Cari sumber kontaminasi.
Tidak perlu troubleshooting.
Cari sumber kontaminasi.
Kurangi injeksi chloride.
Kurangi injeksi water dan cari sumbernya.
Naikkan recycle rate.
Tidak perlu troubleshooting.
Shutdown dan cleaning reaktor.
Shutdown dan cleaning reaktor.
Perbaiki atau ganti pressure indicator.
Shutdown dan repair reaktor.
Perbaiki atau ganti pressure indicator.
Restart pompa dan line up jika perlu.
Stop pompa dan repair suction/discharge.
VII.
Istilah-istilah
Mogas
Motor gasoline
RONC
Research Octane Number Clear (unleaded)
Straight run naphtha Naphtha yang berasal dari unit naptha
hydrotreater
Halaman 14 dari 14
BAB VI
HYDROCRACKING PROCESS
I.
Pendahuluan
Hydrocracking merupakan unit proses kilang minyak bumi yang termasuk
kelompok secondary processing, yaitu proses downstream kilang minyak bumi
yang menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan produk-produknya.
Walaupun menggunakan katalis dan prosesnya meng-cracking umpan, namun
seringkali Hydrocracking tidak dikelompokkan ke dalam catalytic cracking.
Seringkali istilah catalytic cracking hanya diperuntukkan kepada unit-unit proses
Fluid Catalytic Cracking atau Residual Catalytic Cracking atau Residual Fluid
Catalytic Cracking (perbedaan ketiganya terutama hanya pada jenis umpannya).
Sedangkan hydrocracking dikelompokkan terpisah, berdiri sendiri sebagai
Hydrocracking.
Komposisi proses pengolahan minyak bumi secara katalitik yang ada di kilangkilang seluruh dunia dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses Pengolahan Minyak Bumi Secara Katalitik di Seluruh Dunia
(1997)
17%
7%
52%
24%
Basis : 701 kilang seluruh dunia pada tahun 1997
Hydrotreating
FCC
Hydrocracking
Catalytic Reforming
Halaman 1
dari 33
Namun proses Hydrocracking tetap tidak kehilangan pamor dan tetap diminati
karena keunggulannya yang dapat mengubah minyak berat (gas oil) menjadi
distillate (maksimasi kerosene dan diesel).
II.
Teori Hydrocracking
Hydrocracking merupakan proses mengubah umpan berupa minyak berat menjadi
produk-produk minyak yang lebih ringan dengan kehadiran hydrogen dengan
bantuan katalis dan menggunakan tekanan tinggi (hingga 100 s/d 200 kg/cm2;
umumnya 175 kg/cm2) dan temperatur medium (290 s/d 454 oC). Catalyst yang
digunakan berbasis silica alumina dengan kombinasi nikel, molybdenum, tungsten.
Feed hydrocracking yang umum adalah heavy atmospheric gas oil, heavy vacuum
gas oil, catalytically gas oil, atau thermally cracked gas oil. Feedstock ini diubah
menjadi produk-produk dengan berat molekul yang lebih ringan dan biasanya
dengan memaksimalkan produk naphtha atau distillates (kerosene atau diesel).
Hydrocracking plant terpasang (data tahun 1997) adalah sebagai berikut :
Hydrocracking Plant Terpasang di Seluruh Dunia
(1997)
1%
20%
FSU
6%
15%
India
Timur Tengah
Amerika Utara
Amerika Latin
Cina
Negara Asia Lainnya
14%
Eropa-Afrika
5%
1%
38%
Basis : 701 kilang seluruh dunia pada tahun 1997
Halaman 2
dari 33
Halaman 3
dari 33
Sulfida siklik
C
C
+ H2
C
S
C C C + H2S
Thiophene
C
C C C C + H2 S
C
+ 4 H2
C
S
C C C + H2S
Halaman 4
dari 33
Pyridine
C
C
C C C C C + NH3
+ 5 H2
C C C C + NH3
Quinoline
C
C
C
C
C
C
C
C
C
+ 4 H2
CCCC
+ NH3
Pyrrole
CCCC
C
+ 4 H2
+ NH3
C C C + NH3
H
Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai
berikut :
Olefin linier
C C = C C C C + H2 C C C C C C
Olefin siklik
C
C
C
C
C
C
C
+ 2 H2
C
C
Halaman 5
dari 33
C
C OH
+ H2
C
H2O
C
C C C - Cl
C
+ H2
C C C
+
C
HCl
C
HCl + NH3 NH4Cl
II.2.
Katalis Hydrocracking
Halaman 6
dari 33
Halaman 7
dari 33
Halaman 8
dari 33
Faktor Pengendalinya
Feed composition, H2 pressure, temperature
Temperature
Feed contaminants, temperature
Temperature, water concentration
(Inert Catalyst)
Halaman 9
dari 33
Temperatur terkendali
Aliran recycle gas maksimum
Tidak ada quenching kecuali keadaan emergency
Tidak ada injeksi air
Halaman 10
dari 33
Diantara kedua metode sulfiding ini, in-situ sulfiding fase liquid paling banyak
dilakukan terutama karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat.
Prosedur in-situ sulfiding fase liquid dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Halaman 11
dari 33
Halaman 12
dari 33
Ethyl Mercaptan
C2H5SH
+ H2
DMDS
CH3SSCH3 + 3H2
DMSO
CH3SOCH3 + 3H2
C2H6 + H2S
2CH4 + 2H2S
2CH4 + H2S + H2O
Halaman 13
dari 33
Reactor Inlet
Space
Inert catalyst
Hydrocracking Catalyst
Thermowell
Quenching Distributor
Unloading spout
dari 33
Reactor Inlet
Thermowell
Hydrocracking Catalyst
Johnsons screen
Reactor Effluent/Outlet
Halaman 15
dari 33
Reactor Inlet
Hydrocracking Catalyst
Thermowell
Unloading spout
Reactor Effluent/Outlet
Halaman 16
dari 33
Halaman 17
dari 33
Umur katalis
Umur katalis hydrocracker diukur berdasarkan kemampuan setiap satuan berat
katalis hydrocracker untuk mengolah feed. Umur katalis hydrocracker dapat
mencapai 18 m3 feed/kg katalis.
Akumulasi senyawa ammonia pada katalis
Reaksi hydrotreating yang terjadi di dalam reaktor hydrocracker akan
mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan menjadi
ammonia. Ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active
site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis
akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya akumulasi ammonia
pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reactor,
sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi
recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash
Halaman 18
dari 33
water dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada
permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka
akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang.
Coke
Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :
Terjadi reaksi kondensasi HPNA (heavy polynucleic aromatic).
Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperature terlalu tinggi atau
umpan minyak terlalu ringan).
Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen
purity recycle gas yang rendah).
Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah
daripada disain).
Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial
pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau
penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.
Keracunan logam
Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic
terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang
biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro,
natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan
katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara
regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan
logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang
terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan
vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.
Kandungan air dalam katalis
Air dapat masuk ke dalam katalis jika pemisahan air dari feed hydrocracker di
dalam tangki penyimpanan tidak sempurna ataupun terjadi kerusakan steam
coil pemanas tangki penyimpanan. Air dapat dicegah masuk ke dalam reactor
dengan memasang filter 25 micron.
Severity operasi
Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju pembentukan
coke meningkat, sehingga akan meningkatkan laju deaktivasi katalis.
Halaman 19
dari 33
memakan waktu operasi dan biaya yang tinggi. Ex-situ catalyst regeneration
menjadi pilihan utama, karena dapat menghilangkan potential loss operasi dan
biaya lebih murah serta resiko yang jauh lebih kecil. Dengan semakin tingginya
margin hydrocracker bahkan banyak kilang hydrocraker yang sudah tidak lagi
melakukan regenerasi katalis; sebagai gantinya kilang hydrocracker tersebut
selalu menggunakan katalis baru untuk operasinya. Pola seperti ini dapat
dilakukan untuk hydrocracker yang mengolah umpan yang tidak banyak impuritiesnya, sehingga umur katalis tidak dibatasi oleh pressure drop reactor tetapi
sepenuhnya disebabkan oleh aktivitas katalis.
III.
Produk
Propane dan butane (LPG)
Naphtha
Naphtha dan/atau jet fuel
Naphtha, jet fuel dan/atau distillates
Naphtha
Naptha, jet fuel, distillates, lube oils
Naptha, jet fuel, distillates, lube oils
Naphtha
Naphtha dan/atau distillates
Naphtha
Naphtha dan/atau distillates
10%
28%
41%
21%
Basis : 701 kilang seluruh dunia pada tahun 1997
Naphtha
Naphtha-Distillates
Middle Distillates
Others
Halaman 20
dari 33
Katalis
A
Yield, % vol
C3-C4 (LPG)
Light Naphtha
Heavy Naphtha
Light Kerosene
Heavy Kerosene
Diesel
Middle Distillate
Bottom
2.6
4.6
9.8
9.5
15.1
63.7
88.3
4.3
Katalis
B
0.46
7.69
20.74
12.05
17.68
42.82
72.55
10.28
Katalis
C
Katalis
D
3.8
8.1
8.4
10.9
21.4
55.4
87.7
2.7
8.5
21.3
26.5
12.3
26.14
36.7
75.14
2.8
Gross margin (dihitung berdasarkan selisih harga produk dan feed belum termasuk
biaya bahan bakar/fuel) hydrocracker untuk komposisi yield produk seperti di atas
adalah antara Rp 1500 s/d 2300/liter feed hydrocracker (berdasarkan harga ratarata tahun 2006; tergantung juga dari komposisi produk/jenis katalis dan kapasitas).
IV.
Umpan
Hydrocarbon berat molekul tinggi
Kandungan Sulfur, Nitrogen,
Oksigen tinggi
Senyawa hydrocarbon tidak jenuh
Catalytic
Process
Hydrogenation
Cracking
Produk
Hydrocarbon berat molekul rendah
Kandungan Sulfur, Nitrogen, Oksigen
rendah
Senyawa hydrocarbon jenuh
(isoparaffine, naphthene)
High yields (C4+ ~ 125%; C5+ ~
110%)
Halaman 21
dari 33
Gambar 15. Diagram Alir Petunjuk Pemilihan Skema Aliran Proses Hydrocracker
Berbagai macam skema alir proses hydrocracking dapat digambarkan sebagai
berikut :
Halaman 22
dari 33
Typical proses hydrocracking seksi reactor (single stage) adalah sebagai berikut :
Halaman 23
dari 33
Halaman 24
dari 33
V.
V.1.
Halaman 25
dari 33
V.2.
V.3.
Halaman 26
dari 33
Menurunkan panas yang dilepaskan oleh reaksi, karena recycle feed tersebut
telah terdesulfurisasi dan telah jenuh serta hanya membutuhkan reaksi
hidrocracking. Hal ini dapat menurunkan beban katalis.
Menurunkan severity reaksi.
Efek langsung kenaikan CFR adalah pengurangan yield naphtha (dan kenaikan
yield produk 150 oC+) dan dari kenaikan yield produk 150 oC+ yang tertinggi
adalah kenaikan jumlah produksi diesel.
CFR optimum untuk operasi Hydrocracker adalah antara 1,6 s/d 1,65. CFR > 1,65
berarti unit dijalankan dengan low severity, sedangkan jika CFR < 1,6 berarti unit
dijalankan dengan high severity. CFR ini bisa juga untuk mensiasati umur katalis;
jika peak temperature fresh feed reactor sudah tercapai, CFR dapat dinaikkan
untuk menurunkan severity operasi fresh feed reactor.
V.4.
V.5.
Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh
perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap
severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju
recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan.
V.6.
V.7.
Temperatur
Kenaikan temperatur akan menaikkan konversi yang kemudian akan
menyebabkan kenaikan laju deaktivasi katalis. Kenaikan temperature yang
mendadak dan sangat tinggi disebut dengan istilah temperature runaway atau
Halaman 27
dari 33
Katalis
Telah dijelaskan pada point II.2.5.
V.9.
NH4OH
NH4HS
Halaman 28
dari 33
Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya, temperatur
wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water
masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator).
Jika injeksi wash water terganggu dalam waktu lebih dari 30 menit maka efeknya
akan langsung terasa, yaitu jumlah unconverted oil meningkat (karena konversi
menurun akibat meningkatnya kandungan ammonia pada recycle gas yang
berebut untuk menempati active site katalis). Oleh karena itu, jika dalam waktu 30
menit gangguan injeksi wash water tidak dapat diatasi, maka unit hydrocracker
harus turun feed atau bahkan harus shutdown jika injeksi wash water sama sekali
tidak ada karena ketidakadaan wash water akan menyebabkan plugging pada fin
fan cooler upstream high pressure separator.
Halaman 29
dari 33
VI.
Troubleshooting
Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrocracker sangat banyak karena unit hydrocracker merupakan unit
yang sangat kompleks. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit
Hydrocracking dapat dilihat dalam table VI berikut ini :
Tabel VI. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrocracking
Permasalahan
Feed Filter
Penyebab
Troubleshooting
Excessive pressure
drop or excessive
backwash cycle
dari 33
Halaman 31
dari 33
Halaman 32
dari 33
VII.
Istilah-istilah
VIII.
Daftar Pustaka
1. Hydrocracking Process Technology Seminar, Dumai, Juli 2000.
2. Operating Manual Hydrocracker Unibon PERTAMINA Unit Pengolahan II
Dumai.
3. 1999 UOP Hydrocracking Unibon General Operating Manual.
Halaman 33
dari 33
BAB VII
INTRODUCTION TO
FLUID CATALYTIC CRACKING (FCC)
Ringkasan Terjemahan dari Materi Presentasi Quak Foo, Lee
Chemical and Biological Engineering, the University of British Columbia
I.
II.
III.
FCC Reactor-Regenerator
Halaman 1 dari 5
IV.
Reactor
Feed masuk melalui bagian bawah riser, berkontak dengan
katalis yang sudah diregenerasi. Reaksi cracking terjadi dalam
fase uap. Kenaikan volum uap mengangkat katalis dan
meningkatkan jumlah minyak yang teruapka n. Reaksi yang
terjadi di reactor hanya dalam hitungan detik.
Riser
Aliran umpan yang mengalir dalam riser adalah plug flow. Steam
digunakan untuk mengatomisasi umpan. Kecepatan uap keluar
adalah sekitar 18 me ter/detik, sedangkan hydrocarbon residence
time adal ah 2 detik.
Cyclone
Cyclone terletak pada bagian akhir riser untuk memisahkan
katalis dari uap minyak. Cyclone menggunakan deflector device
untuk membelokkan arah katalis ke bawah. Biasanya digunakan
2 stage cyclone. Cyclone mengembalikan katalis ke stripper
melalui dipleg. Uap pr oduk keluar cyclone dan mengalir ke main
fractionation column.
Riser
Stripping Bed
Halaman 2 dari 5
Stripper
Spent catalyst setelah bereaksi dengan minyak kemudian jatuh
ke stripper. Selama proses reaksi di riser, valuable hydrocarbon
akan terserap dalam catalyst bed. Oleh karena itu diperlukan
stripper untuk men-strip valuable hydrocarbon ini dari permukaan
katalis. Stripping steam, dengan kecepatan 4 kg per 1000 kg
sirkulasi katalis, digunakan untuk men-strip hydrocarbon dari
permukaan katalis. Level katalis menyediakan pre ssure head
yang membuat katalis mengalir menuju regenerator.
Catalyst
Level
Steam
Reactor
Riser
Reactor
Stripper
Regenerator
Regenerator mempunya dua fungsi, yaitu mengembalikan
aktivitas katalis (dengan cara membakar coke yang ada pada
permukaan katalis) dan menyediakan panas untuk meng-crack
umpan. Udara merupakan sumber oksigen untuk pembakaran
coke yang ada pada permukaan katalis. Kecepatan udara dari
main air blower adalah 1 meter/detik untuk mempertahankan
catalyst bed dalam kondisi fluidized. Pressure drop pada air
distributor dijaga sekita r 2 psi untuk menjamin positive air flow
melalui semua nozzle.
Halaman 3 dari 5
Catalyst
(high carbon)
Low
Oxygen
Catalyst
Dense
Phase
Bed
Udara
Catalyst
(low carbon)
High
Oxygen
Halaman 4 dari 5
V.
Flue gas
Regenerator
Spent Catalyst
Reactor
Products
Heat of Coke
Combustion
Heat Losses
Heat losses
Heat of
Reaction
Recycle
Regeneration
Air
Fresh Feed
Regenerated
Catalyst
Feed Preheater
Gambar 5. FCC Heat Balance
Halaman 5 dari 5
BAB VIII
HYDROGEN PRODUCTION UNIT
(HPU)
I.
Pendahuluan
Hydrogen Production Unit (HPU) menggunakan proses steam/hydrocarbon
reforming. Hydrogen production unit di kilang minyak bumi biasanya diperlukan
oleh unit Hydrocracker untuk menyediakan kebutuhan hydrogen yang
digunakan untuk proses treating-cracking di unit Hydrocracker. Selain di kilang
minyak bumi, HPU juga ada di pabrik ammonia dan methanol dengan tujuan
yang sama, yaitu hydrotreating dan hydrocracking.
II.
II.1.
Desulfurization
Umpan hydrocarbon harus didesulfurisasi untuk melindungi katalis
yang digunakan di HPU. Jenis proses desulfurisasi tergantung jenis
umpan dan tipe komponen sulfur dalam umpan. Hydrogen sulfide
dan komponen sulfur reaktif dalam umpan dapat dihilangkan baik
dengan cara absorbsi dengan menggunakan activated carbon atau
dengan cara absorbsi dengan menggunakan hot zinc oxide.
Komponen-komponen sulfur non-reaktif dalam umpan dapat
dihilangkan dengan hydrogenation menjadi hydrogen sulfide dan
kemudian diabsorbsi dengan menggunakan hot zinc oxide.
Selain hot zinc oxide, biasanya desulphurizer juga dilengkapi
dengan chloride guard untuk melindungi katalis steam reformer dari
chloride. Chloride sangat mungkin terkandung dalam umpan HPU
mengingat umpan HPU berasal biasanya berasal dari unit catalytic
Halaman 1 dari 17
ZnS + H 2 O
+
+
mH 2 O
H2O
m CO + ((2m+n)/2) H 2
CO 2 +
H2
Halaman 2 dari 17
Halaman 3 dari 17
Shift Converter
CO 2 + H 2
Halaman 4 dari 17
KOH + KHCO 3
KHCO 3
2KHCO3
Halaman 5 dari 17
R 2 NCOOH
R 2 NH + KHCO 3
Halaman 6 dari 17
Methanation
Proses methanation adalah proses mengubah CO dan CO 2 menjadi
methane/CH 4 . CO dan CO 2 dibatasi dalam produk hydrogen karena
CO dan CO 2 dapat membuat reaksi di unit Hydrocracker, yaitu unit
downstream HPU, menjadi tidak stabil dan dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya temperatur excursion/runaway. Residual
carbon monoxide dalam overhead gas CO 2 absorber setelah
mengalami carbon dioxide removal kemudian mengalami reaksi
methanation dengan bantuan katalis hydrogenation yang sangat
aktif untuk menghilangkan CO dan CO 2 .
CO + 3 H 2
CO 2 + 4 H 2
CH 4 + H 2 O
CH 4 + 2H 2 O
Halaman 7 dari 17
Spesifikasi
produk
gas
HPU
yang
menggunakan
absorber/benfield system adalah sebagai berikut :
Hydrogen
: 97 % vol (minimum).
Methane
: 3 % vol (maksimum).
CO & C O 2
: 30 ppm (maksimum).
Basic nitrogen
: 0,1 ppm (maksimum).
Elemental nitrogen
: nil.
Sulfur
: nil.
CO 2
Halaman 8 dari 17
IV.
Gambar 1. Process Flow Diagram Hydrogen Production Unit dengan Benfield System
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
Halaman 9 dari 17
Gambar 2. Process Flow Diagram Hydrogen Production Unit dengan Pressure Swing Adsorber
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
Halaman 10 dari 17
V.
V.1. Desulfurizer
Reaksi desulfurisasi merupakan reaksi eksotermis (mengeluarkan
panas). Sulfur dapat di-absorb oleh katalis mulai temperatur 5 o C,
namun temperatur operasi optimum adalah 200 s/d 400 o C. Pada
desulfurizer, tekanan bukan merupakan variabel proses yang
critical.
V.2. Steam Reformer
Seperti telah dibahas pada point II.2, reaksi yang terjadi di dalam
steam reformer adalah sebagai berikut :
CmHn
CO
+
+
mH 2 O
H2O
m CO + ((2m+n)/2) H 2
CO 2 +
H2
steam
reformer
biasanya
antara
20
s/d
30
Halaman 11 dari 17
Halaman 12 dari 17
VI.
Troubleshooting
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Hydrogen Production Unit dapat dilihat dalam
table I berikut ini :
Tabel I. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Hydrogen Production Unit
Permasalahan
Methane slip produk
hydrogen tinggi
Penyebab
Steam/carbon ratio rendah.
Outlet temperatur steam reformer rendah.
Outlet pressure steam reformer tinggi.
Desulfurisasi feed gas tidak sempurna.
CO inlet methanator
tinggi.
LTSC di-bypass.
Penurunan kinerja/aktivitas katalis LTSC
Halaman 13 dari 17
Troubleshooting
Naikkan steam/carbon ratio.
Naikkan temperatur outlet steam reformer.
Cek penyebab naiknya outlet pressure steam
reformer.
Cek proses desulfurisasi, jika perlu ganti katalis
desulfurizer.
Cek line bypass LTSC. Jika line bypass terbuka,
blok.
Cek kinerja katalis LTSC.
Naikkan temperature inlet LTSC jika masih
mungkin. Jika tidak mungkin maka HPU harus
turun feed atau stop untuk ganti katalis LTSC.
Cek konsentrasi larutan benfield (K2CO3),
pertahankan konsentrasi larutan > 25%.
Cek konsentrasi DEA dalam larutan benfield,
pertahankan konsentrasi larutan sekita 3%.
VII.
Halaman 14 dari 17
Halaman 15 dari 17
Halaman 16 dari 17
IX.
Istilah-istilah
Methane slip
Space velocity
STP
Temperature runaway
Daftar Pustaka
Operating Manual Hydrogen Plant PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai.
Halaman 17 dari 17
BAB IX
DELAYED COKING UNIT
(DCU)
I.
Pendahuluan
Proses perengkahan panas (thermal cracking process) adalah suatu proses
pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi
hydrocarbon dengan rantai yang lebih pendek dengan bantuan panas. Proses
perengkahan panas bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi
dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam proses
ini dihasilkan gas, LPG, gasoline (cracked naphtha), gas oil (cracked diesel),
residue atau coke. Feed proses perengkahan panas dapat berupa gas oil
atau residue.
Proses Coking merupakan proses yang menjadi semakin penting dengan
semakin menurunnya kualitas minyak mentah dunia (semakin berat dan
semakin banyak mengandung logam dan conradson carbon). Dengan
semakin meningkatnya kandungan logam dan conradson carbon dari minyak
mentah, delayed coking unit (sering disebut coker) menjadi pilihan utama
untuk mengolah minyak mentah dengan kandungan logam dan conradson
carbon yang tinggi.
II.
Halaman 1 dari 19
C8H17* + H* C8H18
Reaksi polimerisasi dan kondensasi yang muncul pada kondisi perengkahan
thermal (thermal cracking) dapat berlangsung dalam berbagai cara
membentuk tar aromatik.
x C 4H 8 + y C4H 6 + zC3 H
Coke dan bitumen adalah polimer terakhir (ultimate polymers). Molekul menjadi
sangat besar dengan ikatan silang yang banyak. Tidak adanya hidrogen akan
menurunkan kelarutannya didalam hidrokarbon. Coke mempunyai rasio
hidrogen terhadap carbon kira-kira 1 : 1.
III.
Halaman 2 dari 19
Halaman 3 dari 19
Cracked distillates Delayed Coking Unit (LCGO dan HCGO) sungguh berbeda
dari distillate yang dihasilkan oleh unit lainnya. Cracked materials lebih olefinic,
lebih padat (denser), kurang stabil, dan incompatible untuk blending dengan
material yang murni (virgin materials). Olefins bersifat tidak stabil, dengan
adanya udara yang cenderung untuk bereaksi membentuk gum. Blending dari
cracked materials dengan virgin materilas pada proporsi tertentu menyebabkan
perubahan pada pelarutan material yang menghasilkan peningkatan
kandungan BS & W-nya, selain juga akan mem-promote terjadinya color
unstability produk.
Tabel I. Typical Yield Delayed Coking Unit
Sulfur,
N2,
Metals,
wt%
PPM
wt-ppm
6.6
4.3
3.00
91
9.5
C5
1.0
1.6
89.0
C6
1.8
2.7
76.0
C7 - 196C
12.2
16.2
53.4
1.0
40
196 - 343C
28.5
33.0
28.6
2.5
1000
343C
12.5
13.6
19.1
3.7
2200
Coke
33.6
5.9
7490
270
Parameter
Wt %
Vol %
API
Charge products
100.0
100.0
H2
0.9
C4
Green Coke
0,1-0,15
85-87
12-14
13-15
0,3-0,4
0,02-0,03
0,01-0,015
100-200
30-50
0,77-0,84
-
Calcined Coke
< 0,5
> 99,5
< 0,5
< 0,5
< 1,5
< 0,05
< 0,05
< 0,03
0,04
0,85
> 2,05
35%
0,08
Halaman 4 dari 19
IV.
Halaman 5 dari 19
Bottom kolom fraksinasi (yang disebut sebagai combined feed karena terdiri
dari fresh feed dan recycle liquid) ditarik oleh pompa bottom fraksinasi dan
dialirkan ke coking heaters.
High Pressure Steam diinjeksikan ke heater radiant coil dengan menggunakan
flow controller untuk membantu linear velocity agar tidak terbentuk coke pada
bagian dalam tube heater. Sebagai tambahan, High Pressure Steam juga
tersedia pada inlet tiap tube heater dengan menggunakan hand control,
namun hanya digunakan dalam kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya
coking/plugging pada tube heater pada saat emergency stop.
Heater effluent kemudian mengalir ke coke chamber. Operasi coke chamber
umumnya menggunakan cycle 48 jam. Pada saat 1 unit coke chamber
mengalami proses coking selama 24 jam, 1 unit coking chamber lainnya
melakukan tahapan proses decoking selama 24 jam juga.
Sepasang coke chamber beroperasi dengan kerangan empat arah (four way
valve) pada inlet coke chamber untuk memungkinkan switching dari satu coke
chamber ke coke chamber lainnya. Untuk mengetahui level coke pada coke
chamber digunakan level detector radioaktif. Sebagai tambahan terhadap line
proses, disediakan line untuk quench water, steam, condensate removal, dan
blowdown.
Material yang tidak membentuk coke (fraksi ringan) meninggalkan top coke
chamber melalui vapor line dan dialirkan ke main fractionator dibawah bottom
tray.
Untuk mencegah kemungkinan penyumbatan (plugging) pada overhead line
coke chamber, maka dialirkan HCGO quench yang diambil dari stream gas oil
HCGO.
Tahapan proses (cycle) Coking-Decoking kedua chamber dapat digambarkan
sebagai berikut :
Tabel III. Tahapan Proses (Cycle) Coking-Decoking Coke Chamber
Coke Chamber A
08:00
Start coking
Coke Chamber B
08:00
Selesai proses coking;
switch feed ke A.
08:00 08:30
Steaming out (4 ton/jam
steam) coke chamber; uap
dialirkan ke main
fractionator (karena masih
banyak fraksi ringan yang
dapat di-recover).
08:30 11:00
Steaming out (8 ton/jam
steam) coke chamber; uap
dialirkan ke blow down
knock out drum (blowdown
system).
Halaman 6 dari 19
11:00 16:00
16:00 18:00
17:00
18:00 20:00
20:00 24:00
00:00 01:00
01:00 03:00
03:00 04:00
08:00
Selesai
coking; switch
feed ke coke
chamber B.
04:00 08:00
08:00
Halaman 7 dari 19
bottom level controller. Cold feed bercampur dengan hot feed dari vacuum
bottom di Vacuum Distillation Unit sebelum masuk ke feed surge drum.
Total fresh feed dari feed surge drum dipompa oleh feed pump dengan
dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade ke fractionator bottom level
controller. Aliran ini kemudian dipanaskan di feed/HCGO heat exchanger, dan
kemudian masuk ke main fractionator melalui distributor. Sebagai alternatif,
terdapat line feed yang masuk ke bottom main fractionator melalui sebuah
distributor yang berada di bawah level liquid normal (50%). Line alternatif ini
biasanya dipakai selama start up atau kapan saja diperlukan untuk
mempertahankan panas didalam kolom. Cracked slop oil dari tangki cracked
slop juga dapat ditambahkan ke fresh feed upstream dari feed/HCGO heat
exchanger yang dikendalikan oleh flow controller.
HCGO ditarik dari HCGO accumulator dan didistribusikan sebagai berikut :
Dipompa dengan menggunakan pompa sirkulasi dikembalikan ke main
fractionator sebagai reflux.
Sebagian kecil digunakan sebagai quench ke coke chamber vapor line.
Mayoritas aliran HCGO dibagi menjadi 3 aliran, yaitu disirkulasi melalui
debutanizer reboiler (dengan dikendalikan oleh flow controller),
disirkulasi melalui feed/HCGO heat exchanger (dengan dikendalikan
oleh flow controller), dan disirkulasi melalui HCGO steam generator
(dengan dikendalikan oleh flow controller), untuk kemudian
dikembalikan ke main fractionator melalui distributor sebagai reflux.
Net HCGO product mengalir dari HCGO accumulator ke HCGO
stripper. Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam
(dikendalikan oleh flow controller). Net HCGO product kemudian
dipompakan oleh pompa produk melalui HCGO product steam
generator, HCGO product/BFW heat exchanger, dan HCGO product
cooler sebelum dialirkan ke tangki atau ke unit downstream
(Hydrocracker)).
LCGO ditarik dari LCGO accumulator dan dipompakan dengan menggunakan
pompa sirkulasi LCGO, dialirkan ke rich oil/lean oil heat exchanger,
didinginkan di absorber lean oil cooler dan di lean oil trim cooler untuk
kemudian dialirkan ke absorber sebagai lean oil (dengan menggunakan flow
controller). Absorber bottom stream, yang kaya LPG disebut rich oil, mengalir
mengalir melalui rich oil/lean oil heat exchanger (dengan menggunakan
bottom level controller) dan kemudian dikembalikan ke main fractionator
sebagai reflux.
Net LCGO product mengalir dari LCGO accumulator ke LCGO stripper.
Sebagai stripping medium digunakan Medium Pressure Steam (dikendalikan
oleh flow controller). Net LCGO product kemudian dipompakan melalui LCGO
product cooler dan LCGO product trim cooler sebelum menuju tangki
penyimpan atau ke unit downstream (distillate hydrotreater). Stripped vapor
dari stripper dikembalikan ke main fractionator.
Overhead vapors yang meninggalkan top main fractionator dikondensasi
didalam main fractionator overhead condenser, mengalir ke trim cooler dan
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
Halaman 8 dari 19
Halaman 9 dari 19
Seksi pembangkit steam terdiri dari sebuah steam disengaging drum, dua
common convection steam generators, sebuah circulating HCGO steam
generator, sebuah product HCGO steam generator, sebuah blowdown system
dan sebuah chemical feed system.
Seksi pembangkit steam menghasilkan tiga macam steam, yaitu :
High Pressure Steam, dibangkitkan di coking heater common convection
section steam generator.
Medium Pressure Steam, dibangkitkan di circulating HCGO steam
generator dan di HCGO product steam generator.
Low Pressure Steam, dibangkitkan di continuous blowdown drum.
IV.5. Seksi Penanganan Air dan Blowdown
Fasilitas water handling dan blowdown terdiri dari sebuah coke pit, sebuah
clarifier, sebuah jet water storage tank, sebuah blowdown condenser knock
out drum, sebuah blowdown condenser, dan sebuah blowodown condenser
separator. Peralatan water handling dipakai untuk hydraulic decoking, water
quench dari coke chambers, dan fines handling. Line blowdown coke
chamber, yang dipakai secara intermittent selama cooling down dan warming
up dari chamber, mengalir ke blowdown condenser knock out drum.
Liquid yang ada di blowdown separator dan blowdown knock out drum
dipompakan dengan pompa blowdown condenser knock out drum melalui
blowdown condenser knockout drum cooler menuju tanki cracked slop pada
seksi fraksinasi. Vapour dari blowdown knock out drum mengalir ke blowdown
condenser separator. Air yang ada di blowodown condenser separator
mengalir ke blowdown separator secara gravitasi. Vapor dari blowdown
condenser separator mengalir ke flare header. Hidrokarbon dari blowdown
separator dan blowdown knock out drum dipompa dengan pompa slop
blowdown condenser separator dan dikirim ke tanki cracked slop pada seksi
fraksionasi.
Coke yang terbentuk di coke chamber dibor dengan menggunakan hydraulic
cutting tools yang menggunakan air tekanan tinggi dari pompa jet hidrolik.
Coke chamber berada diatas coke pit sehingga coke yang telah dibor langsung
dapat jatuh ke coke pit. Coke dari coke pit kemudian dipindahkan ke belt
conveyor dengan menggunakan travelling gantry crane. Air yang digunakan
untuk membor coke yang ada di coke chamber mengalir dari sloped coke pit
melalui vertical bar screen ke dalam settling basin, untuk kemudian
menggunakan settling basin pump out sump pump dipompakan ke clarifier.
Fines and scum pumpout pumps memompa material dari clarifier kembali ke
coke pit, sedangkan air dari clarifier mengalir ke water transfer and quench
pump sump untuk kemudian dikirim ke tanki penampungan jet water. Air dari
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi
Halaman 10 dari 19
tanki penampungan inilah yang digunakan untuk membor coke yang ada di
coke chamber dengan menggunakan pompa jet hidrolik ke peralatan decoking.
IV.6. Level Detector Coke Chamber
Pengukuran level coke chamber tidak dapat menggunakan level
indicator konvensional yang biasa dipakai untuk mengukur
separator karena level yang diukur adalah level padatan berupa
coke. Alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur level coke
chamber adalah level detector radiometric. Level detector
radiometric yang sering digunakan sebagai level detector coke
chamber adalah level detector sinar gamma dan sinar neutron.
Secara teoritis sebenarnya ketinggi coke dalam coke chamber
dapat diperkirakan (linear terhadap total flow pass coking heater),
namun level detector tetap sangat diperlukan untuk :
Mencegah terjadinya foam over ke main fractionator.
Mengetahui ketinggian foam yang mungkin terjadi saat proses
coking di coke chamber.
Optimasi penggunaan antifoam.
Mengetahui ketinggian coke saat selesai proses coking.
Perbedaan kedua level detector tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel IV. Perbandingan Level Detector Sinar Gamma & Sinar Neutron
Parameter
Daya ionisasi
Daya tembus
Penggunaan
Sinar Gamma
Kecil
Sangat besar
Mendeteksi semua
fluida yang melalui
ruangan diantara
source dan detector
Harga
Reliability
Maintenance
Teknologi
Murah
Tinggi
Mudah
Teknologi Lama yang
masih banyak
digunakan di banyak
unit DCU
Sinar Neutron
Besar
Sangat besar
Dapat di-setting hanya
untuk mendeteksi foam
yang melalui ruangan
diantara source dan
detector
Sangat Mahal
Rendah
Susah
Teknologi baru
Halaman 11 dari 19
Keterangan gambar :
1 : Point source
2 : Point detector
3 : Kabel
4 : Evaluation unit
Keterangan gambar :
1 : Point source
2 : Rod detector
3 : Kabel
4 : Evaluation unit
Gasoline, wt.%
Gasoline, vol.%
Basis perhitungan :
1. Coke drum pressure 35 45 psig
2. Feed adalah straight run residu
3. End point gasoil 875 925 F
4. End point gasoline 400F
a).
b).
Halaman 12 dari 19
3,2 meter
Top tangent line
3 meter
3 meter
Top
point detector
Top point
source 137Cs
Middle point
source 137Cs
Middle
rod detector
Bottom point
source 137Cs
Bottom
rod detector
18,4 meter
15,4 meter
12,4 meter
9,4 meter
19,6-19,8
meter
V.1.
Halaman 13 dari 19
V.2.
yang tinggi, coke yang dihasilkan dari senyawa resin dan asphaltene
tidak dikehendaki untuk menghasilkan high grade carbon anodes.
Mekanisme reaksi kedua meliputi polimerisasi dan kondensasi dari
aromatics. Coke dihasilkan melalui mekanisme kedua ini mengandung
konsentrasi aromatics yang tinggi dan konsentrasi impurities yang
rendah, yang kemudian akan memberikan premium grade carbon
anode setelah calcining dan graphitization.
V.3.
V.4.
Residence Time
Seperti dijelaskan dalam point V.3, reaksi thermal cracking salah satunya
merupakan fungsi waktu, yaitu residence time. Semakin lama residence timenya maka yield coke semakin meningkat. Namun kondisi optimum harus
dicapai untuk mengakomodir yield coke dan kecepatan pembentukan coke
pada tube coking heater maupun pada transfer line (antara coking heater dan
switching valve).
Halaman 14 dari 19
V.5.
Halaman 15 dari 19
Coke
Chamber
Gantry
Crane
Coke Pit
Belt Conveyor
Gambar 5. Coke Chamber, Gantry Crane, Coke Pit, Belt Conveyor
VI.
Troubleshooting
Permasalahan yang terjadi di Delayed Coking Unit bukan hanya
permasalahan yang terkait dengan proses tetapi tidak jarang juga
permasalahan yang terkait dengan mechanical. Beberapa contoh
permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Delayed Coking
Unit dapat dilihat dalam table VI berikut ini :
Halaman 16 dari 19
Tabel VI. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Delayed Coking Unit
Permasalahan
Inlet pressure coking
heater meningkat.
Penyebab
Terbentuknya coke pada bagian dalam tube coking
heater karena :
Flame pattern tidak bagus sehingga api
menyentuh tube yang menyebabkan hot spot.
Perubahan properties umpan (umpan yang lebih
ringan pada temperatur yang sama akan lebih
mudah membentuk coke).
Penurunan CFR yang drastis tidak diimbangi
penurunan temperatur coking heater.
Troubleshooting
Perbaiki flame pattern.
Cek properties umpan, atur kembali
coke.
Loss of feed.
Menumpuknya coke pada bottom main
fractionator.
Halaman 17 dari 19
komposisi umpan.
Imbangi penurunan CFR dengan
penurunan temperatur coking heater.
Jika inlet pressure meningkat sangat
tajam (dari 15 ke 19 kg/cm2) berarti
pembentukan coke pada bagian dalam
tube coking heater sudah sangat
excessive, sehingga unit harus stop untuk
melakukan SAD (Steam-Air Decoking).
Cleaning strainer pompa bottom
fractionator; over strainer ke strainer yang
stand by (strainer pompa bottom
fractionator dibuat tersendiri dan dibuat
memiliki spare, sedikit berbeda dengan
pompa pada umumnya).
Jika strainer bersih, cek flow fresh feed.
Jika flow fresh feed normal maka
kemungkinan besar terjadi penumpukan
coke pada bottom main fractionator. Jika
demikian maka unit harus distop dan
main fractionator harus dibuka untuk
mengeluarkan coke yang ada di bottomnya. Coke yang menumpuk di bottom ini
dapat berasal dari coke carry over dari
coke chamber (bentuk coke akan seperti
pasir, lunak dan berkaca-kaca karena
Mechanical problem
Mechanical problem
Halaman 18 dari 19
VII.
Istilah-istilah
BS&W
Cascade
Cold feed
Color unstability
Cracked naphtha
Cracked slop
Gantry crane
HCGO
HCGO accumulator
Hot feed
LCGO
LCGO accumulator
Halaman 19 dari 19