You are on page 1of 11

1

MAKALAH PSIKIATRIK
NIGHT TERROR

Disusun Oleh:
Aditya Prakoso
110100111

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan
pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh
semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada
orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh
serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi,
kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau
orang lain.3
Kebutuhan tidur tiap orang berbeda-beda. Banyak orang adalah penidur
panjang (long-sleeper), yang memerlukan tidur 9 hingga 10 jam tidur di malam
hari, dan yang lainnya adalah penidur pendek (short-sleeper), tetapi lama tidur tidak
selalu berhubungan dengan gangguan tidur. Meskipun demikian , yang menarik
adalah studi tahun 2002 pada lebih dari 1 juta laki-laki dan perempuan yang
menunjukan bahwa orang yang tidur lebih dari 8,5 jam setiap malam atau kurang
dari 3,5 jam memliki angka mortalitas 15% persen lebih besar dari mereka yang
tidur rata-rata 7 jam setiap malam.
Salah satu gangguang tidur adalah teror tidur ( night terror ). Teror tidur
adalah terbangun pada sepertiga awal malam selama tidur non-REM (NREM) yang
dalam (tahan 3 dan 4). Kira-kira 1-6% anak memiliki gangguan ini, yang lazim
pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan cenderung menurun di dalam
keluarga.

BAB 2
ISI
2.1

Neurofisiologi dan Biokimia Tidur


Tidur merupakan fungsi dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup

dan suatu keadaan fisiologis yang dialami oleh setiap makhluk hidup. Meskipun
setiap spesies berbeda dalam jumlah tidur, Namun secara umum perbedaan ini
merupakan fungsi dari umur. Rata- rata, orang dewasa tidur 8 jam sehari. Durasi
tidur yang lebih pendek atau yang berlebihan, keduanya dikaitkan dengan angka
mortalitas yang lebih besar.
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola
dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada
bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan
kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo
oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo
oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state.
Penelitian modern mengenai tidur diawali oleh aserinsky dan kleitman.
Kleitman menerangkan perbedaan karakterisitk tiap stadium dari tidur menggunkan
electroencephalography (EEG). Hal ini merupakan era awal dimana tidur tidak hanya
di dipelajari secara kuantitatif ( seperti berapa lama tidur) tetapi juga secara kualitatif
(seperti bagaimana tidur yang baik) .

Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan


electrooculography (EOG), tidur dapat klasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20
jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan
dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.
Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang
gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih
berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari
gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang
verteks dan komplek K

3. Tidur stadium tiga


Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang
slee[ spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG
didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase
tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu
akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang
sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan
mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan
seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total
tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium
1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM
berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan
masuk keperiode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM
pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:
1. NREM (75-80%) yaitu stadium 1: 2-5%; stadium 2 : 45-55%; stadium 3 :
3-8 %; stadium 4 :10-15%
2. REM; 20-25 %.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.

Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti


sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
1. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila
serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa
tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini
terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
2. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan
sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi

penurunan

atau

hilangnya

REM

tidur.

Obat-obatan

yang

mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergic akan menyebabkan


penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
3. Sistem Kholinergik
Pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM.
Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan
perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi
tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran
kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan
REM.

4. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
5. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin,
serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun.4
2.2

Teror Tidur (Night Terror)


Night Teror adalah gangguan tidur terbangun pada sepertiga awal malam

selama tidur non-REM (NREM) yang dalam tahap 3 dan 4. Gangguan ini selalu
diawali dengan jeritan atau tangisan pulu disertai manifestasi perilaku ansietas yang
hebat hampur mendekati panik.
Gangguan ini hampir selalu diawali dengan jeritan atau pulu disertai
manifestasi perilaku anisetas yang hebat hampir medekati panik.
Khasnya, pasien bangun diatas tempat tidur dengan ekspresi ketakutan,
berteriak keras, dan kadang-kadang bangun secepatnya dengan perasaan terteror
intens. Pasien mungkin tetap bangun dengan keadaan disorientasi tetapi lebih sering
jatuh tertidur , dan seperti pada gangguan berjalan saat tidur, pasien melupakan
episode ini. Episode teror malam setelah teriakan asli sering berkembang menjadi
episode berjalan sambil tidur. Rekaman poligrafik Teror tidur mirip dengan gangguan
berjalan sambil tidur, bahkan keduanya tampak sangat berkaitan. Teror tidur , sebagau
episode terpisah, sering terjadi pada anak-anak. Kira-kira 1-6% anak memiliki
gangguan ini. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan, dan
cenderung menurun pada keluarga.

Teror malam mencerminkan kelainan neurologis ringan, mingkin di lobus


temporalis atau struktu yang mendasarinya, karena juka teror malam dimulai pada
masa remaja dan dewasa muda, teror ini akan menjadi gejala pertama epilepsi di
lobus temporalis. Namun , pada kasus teror malam yang khas, tidak terdapat tandatanda epilepsi lobus temporalis atau gangguan bangkitan lain yang terlihat secara
klinis maupun pada rekaman EEG.
Penegakan diagnosis untuk gangguan teror tidur dapat mengacu kepada DSMIV-TR , maupun sesuai dengan PPDGJ-III. Dimana kriteria diagnostik DSM-IV-TR
adalah sebagai berikut:
a. episode berulang bangun tidur secara tiba-tiba, biasanya terjadi pada
sepertiga pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panik.
b. Rasa takut yang hebat serta tanda adanya bangkitan otonom, sepert
takikardia , pernapasan cepat, dan erkeringat selama episode ini.
c. Relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menangkan pasien
selama episode ini
d. Tidak ingast mimpi denga rinci dan terdapat amnesia untuk episode ini
e. Episode ini menyebabkan penderitaan secara klinis bermakna atau hendaya
fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
f. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiogis langsung suatu zat.1
Sedangkan kriteria diasnogstik teror tidur menurut PPDGJ-III adalah sebagai
berikut :
a. Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur mulai dengan
berteriak karena panik, disertai anxietas ang hebat, seluruh tubuh bergertar, dan
hiperaktivitas otonomik seperti jantung berdebar-debar, napa cepat, pupil melebar,
dan berkeringat.

b. Episode ini dapat berulang, seiap episode lamanya sekitar 1-10 menit dan
biasaya terjadi pada sepertiga awal tidur malam
c. Secara relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain
mempengaruhi keadaan teror tidurnya dan kemudian dalam beberapa menita setelah
bangun boiasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang.
d. Ingatan terhadap kejadian , kalaupun ada, sangat minimal
e. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.2
Terapi spesifik untuk gangguan teror malam jarang diperlukan. Pemeriksaan
situasi keluarga yang menimbulkan stress mungkin penting , dan terapi individual
serta keluarga kadang-kadang berguna. Pada beberapa kasus , jika memang
diperlukan obat, diazepam sebagai anti cemas dalam dosis kecil pada waktu tidur
memperbaiki keadaannya dan kadang kadang menghilangkan serangan.5

BAB 3
KESIMPULAN
Pada pola tidur manusa tidur dapat klasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu Tipe
Rapid Eye Movement (REM) dan Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM).Fase
awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh
fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara

bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari,
anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10
tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa . Gangguan siklus dalam fase
NREM dapat menyebabkan parasomnia seperti Night Terror.
Teror tidur lebih sering terjadi pada anak-anak. Pasien terbangun dalam
keadaan anxietas yang berat. Pasien sering tidak ingat atau amnesia mengenai episode
ini. Terapi spesifik jarang digunakan untuk kasus ini. Diazepam pada beberapa kasus
memperbaiki keadaan dan kadang-kadang menghilangkan serangan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock VA., Sadock BJ. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatrik Klinis. Edisi
Kedua. Buku Kedokteran EGC ; 2004. P.337-347
2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;2001.p.95

10

3. Japardi I., 2002. Gangguan Tidur.


Http://Repository.Usu.Ac.Id/Bitstream/123456789/1948/3/Bedah-Iskandar
%20japardi12.Pdf.Txt

4. National Sleep Foundation.,2002, Its Physiology and Impact on Health,. p.3-5


5. Maslim R., Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropika ., Edisi III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya;2001. P36-38

You might also like