Professional Documents
Culture Documents
Hidung
terdiri
atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah
diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga
bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya
terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah
adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang
dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal
hidung dan menyatu dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari
apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari
kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai
dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang
dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela adalah
nares anterior atau nostril (Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior
dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur
yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior,
yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi
berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi
dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk
kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang
nares anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior,
konkha media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah
konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil
lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka
suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang
melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha
media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut
meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan
celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara
dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik
bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral
terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada
suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus
medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding
inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri
atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan
sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan
dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus
zigomatikus os maksilla.
Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1.
2.
3.
Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri
karotis eksterna.
Gambar 2.8 :
Sistem Vaskularisasi
Hidung
letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi
sumber epistaksis.
Persyarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal
dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang
oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus
trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang
kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis
posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati
lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis
anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi
cabang nasalis internus medial dan lateral.
Gambar 2.9
:PersarafanHidung
Rongga hidung
lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui
ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan
sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus
maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion
sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha
media.
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar
lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris
yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi
lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi
adalah vestibulum oris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan
berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan
palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu,
celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila
depan.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian
depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus
lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita
rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa
dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial
yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh
sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf
penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis
melekat pada kelenjar parotis.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring
adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak
terus menyambung ke esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas,
faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan
dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring
dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan dengan
esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih
empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring, dan laringofaring (hipofaring).
Vaskularisasi.
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring
yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari
n.glosofaringeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring
kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.
Nasofaring
Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan
kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring
adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring
anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut.
Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan
dengan gangguan n.vagus.
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas
lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub
atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil.
Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan
bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan
merupakan kapsul yang sebena-benarnya.
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan
tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa
tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat
pada dasar lidah.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga
mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina
minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens
dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh
ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini
terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila
sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus
tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid
lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan
dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
Laringofaring (hipofaring)
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan
untuk artikulasi.
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke
faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga,
jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya
adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan
palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang
hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah
aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan
kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis
media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor
faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh
gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.
Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini
menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak
yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan
m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring
superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil
tubal (Ruiz JW, 2009).
A) Tonsil Palatina
1.
2.
3.
4.
5.
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat
dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan
ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting
mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan
pusat germinal (Anggraini D, 2001).
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau
dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior (Shnayder, Y, 2008).
Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring
terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Pendarahan
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh
arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil
diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena
dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran
balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada (Wanri A, 2007).
Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai
organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik (Hermani B, 2004).
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun
teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.
Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring
terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke
fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal
antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).
C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata
(Kartosoediro S, 2007).
HISTOLOGI TONSIL
Tonsil palatina dilindungi oleh selaput lendir rongga mulut 1 (epitel skuamosa berlapis
lapis
2 Tonsillar kriptus
Lengkungan
palatopharyngeal
Bagian longitudinal dari sebuah ruang bawah dari tonsil palatina dengan berdekatan
lapisan
jaringan lymphoreticular, yang merupakan bagian dari lamina propria dari mukosa
membran. Paranonkeratinizing berlapis-lapis epitel skuamosa di mulut ruang bawah
tonsil dan permukaan tonsil menunjukkan hampir tidak ada limfosit. Hanya di kedalaman
ruang bawah tanah adalah epitel skuamosa disusupi oleh limfosit. Akibatnya, epitel ada
lebih longgar diselenggarakan dan integritas struktural dari epitel berkurang (bdk. gambar
337). Pusat-pusat germinal menampilkan lapisan yang tidak lengkap yang terlihat seperti
tutup dengan bagian atas diarahkan ke ruang bawah tonsil. Lapisan ini terdiri dari limfosit
kecil (B-limfosit). Wilayah sel-T terletak di interfollicular dalam 5 zona.
2 Crypt pusat
3 Germinal
5 daerah Interfollicular
Akar lidah antara sulkus terminalis dan epiglotis fitur tonsil kriptus. Ini adalah gua-gua
sempit pendek (pelagica). Ttonsil kriptus dapat terus di dalam saluran yang keluar dari
kelenjar lendir 2 atau memiliki buta akhir. Kriptus dilapisi oleh skuamosa berlapis-lapis
nonkeratinizing epitel dan dikelilingi oleh jaringan limfatik. Angka ini menunjukkan
epitel skuamosa berlapis-lapis yang meliputi akar lidah dan kriptus nya (pelagica, guagua). Lymphoreticular ini jaringan (biru tua bernoda) di bawah epitel merupakan bagian
dari lamina propria. Daerah yang lebih ringan diwarnai banyak ditemukan di
lymphoreticular yang jaringan. Ini adalah folikel sekunder. Jaringan lymphoreticular
dipisahkan dari jaringan sekitarnya dengan ikat lebih atau kurang lengkap jaringan
kapsul.
1 Tonsillar kriptus
(Gambar 339)
Bagian vertikal melalui akar lidah menunjukkan folikel lingual. Bagian atas gambar
lymphoreticular jaringan 1. Lurik otot serat-serat otot lingual terlihat di bagian bawah
gambar. Sel-sel otot yang diselingi dengan lobulus kelenjar posterior mukosa jaringan
ikat
1 Lymphoreticular jaringan
3 Crypt
4 Lidah otot
5 mukosa kelenjar
Berbeda dengan amandel palatine dan lingual, tonsil pharyngeal memiliki epitel bersilia
epitel nonciliated mungkin berisi limfositl. Bentuk selaput lendir lipatan sagital, yaitu,
permukaan diperbesar bukan dengan pelagica dan tonsil lubang, tapi dengan
pembentukan
microfolds. Seperti pada tonsil palatina, ada lapisan jaringan lymphoreticular dengan
pusat-pusat germinal langsung di bawah epitelium. Jaringan ikat yang diwarnai biru.
2 Lymphoreticular jaringan
TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut yang terjadi
berulangulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak
dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil
diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar
anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.
HISTOPATOLOGI TONSILITIS
benar-benar tidak ada limfosit, namun memiliki struktur spons. Epitel skuamosa
berlapislapis
untuk kanan dan kiri sebagian besar utuh. Epitel yang berdekatan kripta dinding (atas
sel-sel epitel. Hal ini, dan meningkat kehadiran leukosit dan mikroorganisme rongga
mulut,
dapat menyebabkan tonsil busi (busi detritus, tonsil abses). Kadang- kadang, ini akan
1 Tonsillar crypt
4 Lymphoreticular jaringan
1.
banyak sel goblet. Epitel respirasi yang khas terdiri atas 5 jenis sel:
1. Sel terbanyak, sel epitel silindris bersilia. Setiap selnya memiliki lebih kurang
100 silia pada permukaan apikalnya.
2. Sel kedua terbanyak, sel goblet mukosa. Bagian apikal sel ini mengandung
droplet mukus yang terdiri atas glikoprotein.
3. Sel silindris selebihnya dikenal sebagai sel sikat(brush cells) karena banyaknya
mikrovili pada permukaan apikalnya. Sel sikat memiliki ujung saraf aferen pada
permukaan basalnya dan dianggap sebagai sel reseptor sensorik.
4. Sel basal (pendek), yaitu sel bulat kecil yang terletak di atas lamina basal
namun tidak meluas sampai permukaan lumen epitel. Sel-sel ini diduga
merupakan sel induk generatif yang mengalami mitosis dan kemudian
berkembang menjadi jenis sel lain.
5. Jenis sel terakhir adalah sel granul kecil, yang mirip sel basal kecuali bahwa
sel ini memiliki banyak granul berdiameter 100-300 nm dengan bagian pusat yang
padat.
RONGGA HIDUNG
Vestibulum
Vestibulum merupakan bagian paling anterior dan paling lebar di rongga hidung.
Kulit luar hidung memasuki nares (cuping hidung) dan berlanjut ke dalam
vestibulum. Di sekitar permukaan dalam nares, terdapat banyak kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat, selain rambut pendek tebal vibrisa, yang menahan dan
menyaring partikel-partikel besar dari udara inspirasi. Di dalam vestibulum,
epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi sebelum
memasuki fosa nasalis.
Fosa Nasalis (Kavum Nasi)
Kedua kavum nasi dipisahkan oleh septum nasi oseosa. Dari tiap dinding lateral,
keluar 3 tonjolan bertulang mirip rak yang dikenal sebagai konka. 3 konka
tersebut adalah konka superior, media, dan inferior, dengan konka media dan
inferior ditutupi oleh epitel respirasi. Konka superior ditutupi epitel olfaktorius
khusus. Adanya konka berfungsi mempermudah pengkondisian udara inspirasi
dengan memperluas permukaan epitel respirasi dan menimbulkan turbulensi
aliran udara, sehingga meningkatkan kontak antara aliran udara dengan lapisan
mukosa. Lapisan mukosa ini juga melembabkan udara yang masuk.
Di dalam lamina propria konka terdapat pleksus vena besar yang dikenal sebagai
badan pengembang (swell bodies). Setiap 20-30 menit, badan pengembang pada
satu sisi fosa nasalis akan penuh terisi darah sehingga mukosa konka
membengkak dan mengurangi aliran udara, kemudain sebagian besar udara
diarahkan lewat fosa nasalis lain. Interval penutupan periodic ini mengurangi
aliran udara sehingga epitel respirasi dapat pulih dari kekeringan.
Pleksus ini merupakan sinus venosus di hidung dengan arah aliran darah dari
Tonsilofaringitis
Tonsilitis
Penyakit pada tonsil dan adenoid merupakan masalah yang sering ditemukan oleh
dokter yang menangani pasien anak. Akibat infeksi maupun obstruksi dari tonsil
dan adenoid dapat mengakibatkan kelainan pada tonsil, adenoid, daerah
sekitarnya maupun secara sistemik.
Peradangan akut pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh virus seperti
adenovirus, virus Epstein Barr, influenza, para influenza, herpes simpleks, virus
papiloma. Peradangan oleh virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian
diikuti oleh infeksi bakteri.
Keadaan ini akan semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat
peradangan virus sebelumnya. Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri ini
disebut peradangan lokal primer.
Setelah terjadi serangan tonsilitis akut ini tonsil akan benar-benar sembuh atau
bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Penyembuhan yang tidak
sempurna akan menyebabkan peradangan ringan pada tonsil. Apabila keadaan ini
menetap atau berulang, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi
peradangan yang kronis.19 Infeksi pada tonsil dapat terjadi akut, kronis dan
tonsilitis akut berulang.
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut.
Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi
atau virus. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening
melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan,
seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang
berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan
terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir
setelah 72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk
membrane semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi
karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.
Tonsilitis kronis
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yang berulang. Ukuran tonsil membesar akibat hyperplasia
parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat
juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis.
Gejala klinis tonsilitis kronis didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri
tenggorok yang tidak hilang sempurna. Halitosis akibat debris yang tertahan di
dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi sumber infeksi berikutnya.
Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga timbul
gangguan menelan, obstruksi sleep apnue dan gangguan suara. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran, dengan
pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil, arsitektur kripta yang rusak
seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan sikatrik pada pilar.
Disamping tonsilitis akut dan kronis Brodsky menjelaskan adanya tonsiltis akut
rekuren yang didefinisikan sebagai tonsilitis akut yang berulang lebih dari 4 kali
dalam satu tahun kalender, atau lebih dari 7 kali dalam 1 tahun, 5 kali setiap tahun
selama 2 tahun, atau 3 kali setiap tahun selama 3 tahun. Dalam catatan
kebanyakan anak tidak ditemukan adanya keluhan diantara episode, dengan
gambaran maupun ukuran tonsil yang kembali normal. Namun demikian bagi
dokter yang teliti dapat menemukan eritema peritonsil, meningkatnya debris pada
kripta tonsil, dilatasi pembuluh darah tonsil, maupun ukuran tonsil yang sedikit
berubah
1) Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat
3) Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas,sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara.
4) Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil, yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
Pemeriksaan penunjang
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteriyang ada dalam
tubuh pasien dengan tonsilitis merupakan bakteri grup A, kemudian pemeriksaan
jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah. Persiapan
pemeriksaan yang perlu sebelum tonsilektomi adalah :
3) Pemeriksaan lain atas indikasi (Rongten foto, EKG, gula darah, elektrolit, dan
sebagainya.
b. Kultur
c. Terapi
Faringitis
A. Akut
1. Etiologi
2. Patofisiologi
3. Manifestasi Klinis
Lesu
Nyeri sendi
Odinofagia
Anoreksia
Otalgia
Faring hiperemis
Tonsil membengkak
4. Komplikasi
Abses peritonsil
Abses faring
Toksemia
Septikemia
Bronkitis
Nefritis akut
Miokarditis
Atritis
B. Kronik
1. Etiologi
2. Faktor Predisposisi
Pengaruh cuaca
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
Terasa kering
Pernapasan berbau
5. Komplikasi
3.
Rhinitis
Rinitis Non-Alergika
Rinitis Non-Alergika adalah suatu peradangan pada selaput lendir Hidung tanpa
latar belakang alergi.
1. Rinitis Infeksiosa
3. Rinitis Okupasional
4. Rinitis Hormonal
- ACE inhibitor
- reserpin
- guanetidin
- fentolamin
- metildopa
- beta-bloker
- klorpromazin
- gabapentin
- penisilamin
- aspirin
- kokain
- estrogen eksogen
- pil KB.
6. Rinitis Gustatorius
7. Rinitis Vasomotor
- Cuaca dingin
- stres
- bahan iritan.
Gejala
Gejala yang khas untuk rinitis adalah:
- hidung meler
- hidung tersumbat.
Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai
dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta
batuk.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil tes kulit alergen yang negatif
(tidak ditemukan IgE).
1.
Infeksi karena virus biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam waktu 710 hari; sedangkan infeksi bakteri memerlukan terapi antibiotik.
2.
3.
Rinitis karena kehamilan biasanya akan berakhir pada saat persalinan tiba.
4.
No comments: