Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Dwi Yuliani
NIM.0810720028
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)
1. Definisi Trauma Maksilofasial
Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk
wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian,
ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga bawah wajah. Bagian
yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita
dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior,
dan tulang vomer termasuk ke dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula
termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah wajah.
Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan
keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang
menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah
adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang
mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi, tulang alveolus. Yang dimaksud
dengan trauma jaringan lunak adalah:
- Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato
- Cedera saraf, cedera saraf fasial
- Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen
- Cedera kelopak mata
- Cedera telinga
- Cedera hidung
2. Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua
setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun,
besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial tergabung dalam
tulang wajah yang tersusun secara baik dalam membentuk wajah manusia. Daerah
maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah wajah bagian atas, di
mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus. Bagian kedua adalah midface tersebut.
Midface dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Para midface atas adalah di mana
rahang atas Le Fort II dan III Le Fort fraktur terjadi dan / atau di mana patah tulang
hidung, kompleks nasoethmoidal atau zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi.
Bagian ketiga dari daerah maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah
tulang yang terisolasi ke rahang bawah.
Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak.
Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (cavum oris),
dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata(orbita).
a. Bagian hidung terdiri atas :
Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung disudut
mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah atas. Dan
Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan
bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari
tulang tapis yang tegak.
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :
Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi yangterdiri dari dua
tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri dari dua dua buah
tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua
bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu.
Dibagian depan dari mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya
otot.
3. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)
Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang tersebar di
beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar wajah yang apabila
terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma maksilofasial akan berakibat
fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan facial danger zone.
4. Epidemiologi
Dari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial sekitar 6% dari
seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr.Soetomo. Kejadian fraktur
mandibula dan maksila terbanyak diantara 2 tulang lainnya, yaitu masing-masing
sebesar 29,85 %, disusul fraktur zigoma 27,64 % dan fraktur nasal 12, 66 %. Penderita
fraktur maksilofasial ini terbanyak pada laki-laki usia produktif,yaitu usia 21-30 tahun,
sekitar 64,38 % disertai cedera di tempat lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah
cedera otak ringan sampai berat, sekitar 56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan
lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor.
5. Etiologi Trauma Maksilofasial
Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti oleh
kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah tulang
yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam pengaturan
masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, maka
untuk serangan dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan
patah tulang yang sering melibatkan midface, terutama pada pasien yang tidak memakai
sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain dari trauma wajah termasuk trauma
penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan anak-anak dan orang tua.
Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena harus
rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai ribuan orang
Penyebab pada orang dewasa
Kecelakaan lalu lintas
40-45
Penganiayaan / berkelahi
10-15
Olahraga
5-10
Persentase (%)
per
tahunnya.
Jatuh
5
Lain-lain
5-10
Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma maksilofasial paling
banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (automobile).
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Persentase (%)
10-15
Penganiayaan / berkelahi
5-10
5-10
- Ekskoriasi
- Luka sayat, luka robek , luka bacok
- Luka bakar
- Luka tembak
Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
- Dikaitkan dengan unit estetik
b. Trauma jaringan keras wajah
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang yang terjadi
dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum dilihat dari
terminologinya,
trauma
pada
jaringan
keras
wajah
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan:
Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika
- Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum, maxilla,
-
kompleks mandibular
Berdasarkan Tipe fraktur :
- Fraktur simple
Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup misalnya pada
kondilus, koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi. Fraktur
tidak
mencapai
bagian
luar
tulang
atau
rongga
mulut.
Fraktur patologis
keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit penyakit tulang,
seperti Osteomyelitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang
sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan.
7. Lokasi Anatomis Fraktur Maksilofasial
jaringan
lunak
atau
bagian-bagian
lainnya,
dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional. Tepi
supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan
tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang
diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang hidung.
Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat dari pukulan berat pada dahi. Bagiananterior
dan / atau posterior sinus frontal mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat
terjadi jika dinding posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu fraktur yang
terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan
menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat dengan transmisi ini
kekuatan dan merusak bagian-bagian terlemah dari dasar dan dinding medial orbita.
Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera
okular cukup tinggi, namun jarang menyebabkan kematian.
Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma langsung.
Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan trauma dari hidung ke
tulang
ethmoid
dan
dapat
mengakibatkan
kerusakan
pada
canthus
medial,
Imaging
Alternatif
diantaranya
termasuk
radiografi
Panoramic X-ray
posisi
waters
dan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari
factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian
oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan
oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi
disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi,
tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara
menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan
menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO 2 ini
yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic
paralisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk
mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur
dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
Bedrest total
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa
40%, atau gliserol 10%.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer
dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila
Perdarahan ulang
Konvulsi
Tanda
Sirkulasi
Gejala
Integritas ego
Gejala
Tanda
:Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi
Eliminasi
Gejala
Makanan/cairan
Gejala
Tanda
: muntah,gangguan menelan
Neurosensori
Gejala
diplopia,
kehilangan
sebagain
lapang
pandang,
gangguan
Tanda
Nyeri/kenyamanan
Gejala
Tanda
hebat,merintih
-
Pernafasan
Tanda
Keamanan
Gejala
Tanda
: Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Demam
Diagnosa Keperawatan
-
Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder.
Rencana Keperawatan
DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma,
subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
individu/penyebab
jaringan
dan
koma/penurunan
kemungkinan
perfusi mengkaji
status
penyebab kegagalan
peningkatan TIK.
Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
neurologis/
untuk
menentukan
tanda-tanda
perawatan
kebanyakan
merupakan
mata
merupakan
tanda
dari
gangguan
menunjukkan
keseimbangan
antara
Pressure).
Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang Perubahan
netral,
usahakan
dengan
sedikit
kepala
pada
satu
sisi
dapat
menghambat
aliran
darah
otak
meningkatkan
TIK
oleh
efek
dapat
rangsangan
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman seperti masase punggung, lingkungan effect) dapat mengurangi respons psikologis dan
yang tenang. Sentuhan yang ramah, dan memberikan istirahat untuk mempertahankan
suasana / pembicaraan yang tidak gaduh.
TIK yang rendah.
Cegah/hindarkan terjadinya valsava maneuver Mengurangi
tekanan
intraabdominal
Bantu klien jika batuk, muntah
intratorakal
sehingga
peningkatan TIK.
Aktivitas
ini
dan
menghindari
dapat
meningkatkan
dan
berguna
menentukan
lokasi
dan
perkembangan penyakit.
Kolaborasi :
Pemberian O2 sesuai indikasi.
Mengurangi
hipoksemia,
dimana
dapat
meningkatkan
vasodilatasi
serebral,
volume
mengurangi
edema
serebral,
peningkatan
untuk
otak
dan
dan
methyl prenidsolon.
Berikan analgesic narkotik contoh : kodein.
mengalirkan
air
dari
sel
dan
pada
sakit.
Dorong
klien
untuk
duduk sakit.
sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital.
dapat
mengembangkan
kepatuhan
rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor Pengetahuan apa
pencetus adanya sesak atau kolaps paru- mengurangi
yang
ansietas
klien
terhadap
diharapkan
dan
dapat
mengembangkan
paru.
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu klien Membantu klien mengalami efek fisiologi
untuk
control
diri
dengan
ketakutan/ansietas.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bias dilihat
difungsikan. Jangan mematikan alarm.
untuk
sangat
mempertahankan
fungsi
napas
dalam,
napas
pelan,
napas
perut,
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa pada penyakit primer setelah menilai hasil
tekanan
oksigen
dalam
tabung,
mengevaluasi
Pemberian antibiotik.
perbaikan
kondisi
klien
atas
pengembangan parunya.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi
Kaji keadaan jalan napas
Obstruksi
akumulasi
Rasional
mungkin dapat disebabkan
sekret,
sisa
cairan
oleh
mucus,
endotracheal/tracheostomy
tube
yang
berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simetris dengan suara
suara napas pada kedua paru (bilateral).
akan
menimbulkan
tube
hati-hati
yang
tinggi,
pengeluaran
melalui
endotracheal/tracheostomy
sekret kelemahan
otot-otot
pernapasan
tube, (neuromuscular/neurosensorik),
untuk batuk.
Semua
klien
keterlambatan
tergantung dari
dan
durasinya
pun
dapat
lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
cairan fisiologis steril.
membuat
hiperventilasi
melalui
segmen
Berikan
minum
hangat
jika
pengeluaran
paru-paru,
sekret
dan
ventilasi
mengurangi
risiko
atelektasis.
keadaan Membantu pengenceran sekret, mempermudah
memungkinkan.
pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
batuk
efektif
dan
mengapa
terdapat mengembangkan
kepatuhan
klien
terhadap
setegak mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma.
ini
membantu
mengevaluasi
dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek keefektifan upaya batuk klien.
dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat
batuk.
pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau
viskositas sekresi. : mempertahankan hidrasi mosa pada saluran napas pada bagian atas.
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000-1500
kontraindikasi.
cc/hari
bila
tidak
ada
Dorong atau berikan perawatan mulut yang Higine mulut yang baik meningkatkan rasa
baik setelah batuk.
Kolaborasi dengan dokter, radiologi,
fisioterapi.
Pemberian ekspektoran.
Pemberian antibiotic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks
Lakukan fisioterapi
dada
sesuai
indikasi Mengatur
ventilasi
segmen
dan
paru-paru
melepaskan
dan
sekret
nonfarmakologi
lainnya
telah
menunujukkan
rangka,
yang
dapat
menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bala Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang
bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengkajian yang optimal akan memberikan
nyeri dan respons motorik klien, 30 menit perawat data yang objektif untuk mencegah
setelah
pemberian
obat
analgesic
untuk kemungkinan
komplikasi
dan
melakukan
akan berkurang.
Rasional
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
sebelumnya.
Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
gangguan
handuk kecil /
meningkat TIK.
pada kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15
indikasi
- Diuretik
- Steroid
- Analgetik sedang
- Sedatif
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta:EGC
PATHWAY
Kulit kepala
Jaringan otak
Komusio, hematoma,
edema, kontusio
Cedera otak
TIK
Gangguan kesadaran,
gangguan TTV, kelainan
neurologis
Gangguan autoregulasi
O2 gangguan
metabolisme
Edema otak
rangsangan simpatis
Stress lokalis
tahanan vascular
sistemik
katekolamin, sekresi
asam lambung
tek.pembuluh darah
pulmonal
Mual, muntah
tekanan hidrostatik
Intake nutrisi
tidak adekuat
Kebocoran cairan
kapiler
Edema paru
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Curah jantung
Difusi O2 terhambat
Hipoksemia, hiperkapnea