You are on page 1of 22

Nama Peserta : dr.

San Maria Sitompul


Nama Wahana: Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu
Topik

: BPH (Benigna Prostat Hiperplasia )

Tanggal (kasus): 03 JUNI 2012


Nama Pasien
: Tn. S/65 tahun

No. RM 188/II/2015

Tempat Presentasi : Rumkit TK IV Zainul Arifin, Bengkulu


Obyektif Presentasi:
Keilmuan

Keterampilan

Diagnostik

Manajemen

Neonatus

Bayi

Penyegaran
Masalah
Anak

Tinjauan Pustaka
Istimewa
Remaja

Lansia
Bumil
Dewasa
Deskripsi: Tn. S, 65 tahun, tidak dapat berkemih/ kencing sejak 5 jam SMRS, nyeri di perut bawah
pusar dan terasa penuh. Os mengaku sejak 3 bulan SMRS mengalami nyeri saat berkemih, menetes,
mengendan saat berkemih, berkemih tidak puas, dan sering berkemih pada malam hari
Tujuan: menatalaksana pasien BPH untuk mengurangi terjadinya komplikasi.
Bahan bahasan:
Cara membahas:
Data pasien:

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset

Kasus
Presentasi dan
diskusi

Nama: Tn. S/65 tahun

Nama klinik: Rumkit TK IV Zainul Arifin,


Bengkulu

Audit
Email

Nomor Registrasi: 188/II/2015


Telp:

Terdaftar sejak:

Pos

Data utama untuk bahan diskusi:


1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Tidak dapat kencing
Kencing menetes
Kencing tidak lampias
Perlu mengejan saat kencing

4. Riwayat keluarga: Tidak ada yang mengalami hal seperti yang dialami oleh pasien
5. Riwayat pekerjaan: Pasien pensiunan PNS
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): 7. Riwayat Penyakit Terdahulu : 8. Lain-lain: (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG ADA, sesuai
dengan FASILITAS WAHANA)
Suhu: 37,3 C
TD : 140/90
Pemeriksaan Fisik :
Abdomen : datar, bulging +, Nyeri tekan +
RT : musculus spingter ani menjepit, Ampula rekti tidak kolaps, Mucosa licin, nodul
Prostat : konsistensi kenyal +, permukaan rata +, nodul -, pool atas sulit diraba, sulcus medianus
prostas > 4 cm

Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)
1. Adel. 2008, Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Syamsuhidajat, Wim De Jong, Edisi revisi : EGC ; Jakarta.
2. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. EGC: Jakarta.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosa BPH

2. Penatalaksanaan BPH
3. Komplikasi

SUBJEKTIF

Tn. S, 65 tahun datang ke IGD Rumkit TK IV Zainul Arifin dengan keluhan tidak dapat buang air kecil
sejak 5 jam SMRS, mucul mendadak, dirasakan nyeri diperut bawah pusar dan terasa penuh. Os
mengaku sejak 3 bulan SMRS, mengalami buang air kecil menetes, sering mengejan jika buang air
kecil, sering buang air kecil saat malam hari, dan tidak lampias saat buang air kecil. Buang air kecil
berpasir (-), panas (-). Os sebelumnya sudah berobat namun keluhan tidak berkurang.
OBJEKTIF

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Denyut nadi

: 76 kali/menit

Frekuensi nafas

: 20 kali/menit

Suhu

: 37,3 C

Berat badan

kualitas nadi

kualitas nafas

: kuat angkat, teratur

: adekuat, reguler

70 kg

Pemeriksaan sistematis
Kepala

: Normocephal

Mata

: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), air mata (+), cekung (-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), discharge (-)


Telinga

: Discharge (-)

Mulut

: Mukosa kering (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: distensi (+), nyeri tekan (+), bulging (+)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi : BU (+) normal


Hepar

: Tidak teraba membesar

Lien : Tidak teraba membesar


Extremitas

: Akral hangat, akrosianosis (-), capillary refill < 2

RT : Musculus Spingiter ani menjepit, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin, nodul (-), feses (-), darah
(-)
Prostat : konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul (-), pool atas sulit diraba, sulcus medianus prostat
>4 cm
ASSESMENT
BPH adalah tumor jinak pada prostat akibat sel prostat yang terus mengalami pertumbuhan. Secara mikroskopik,
perubahan prostat bisa dilihat sejak seseorang berusia 35 tahun. Pada usia 60-69 tahun, pembesaran prostat mulai
menimbulkan keluhan klinis pada 50% pria. Sementara pada usia 80 tahun, BPH terjadi pada hampir 100% pria.
Pada tahun 2000, WHO mencatat ada sekitar 800 juta orang yang mengalami BPH di seluruh dunia. Selama
hidupnya, seorang pria memiliki dua periode pertumbuhan prostat, yakni saat pubertas dan setelah usia 25 tahun.
Saat pubertas, prostat membesar dua kali lipat ukuran aslinya, sementara di usia 25 prostat tumbuh secara
perlahan dan bisa berlangsung seumur hidup. Pembesaran inilah yang kemudian menjadi cikal BPH. Ketika prostat
membesar, jaringan yang melapisinya di luar tidak ikut berekspansi, hal ini menyebabkan uretra terjepit. Dinding
kandung kemih pun menebal dan mudah terangsang, ditandai dengan gampangnya kandung kemih berkontraksi
meskipun hanya berisi sedikit urin. Lama kelamaan kandung kemih akan kehilangan kemampuannya
berkontraksi sehingga tak mampu mengeluarkan urin. Hal-hal inilah yang menyebabkan keluhan klinis pada pasien
dengan pembesaran prostat. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan

kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron
dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi
dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang
akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi
testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.
Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi
terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptic
growth factor yaitu: basic transforming growth factor, transforming growth factor 1, transforming growth
factor 2, dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan
keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat
berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih
cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan
sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk
dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadisex hormon binding globulin (SHBG). Sedang
hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu
sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma
menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi

reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan
menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kelenjar prostat

PLANNING
1. Penegakan diagnosis BPH
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif
disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan
kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral


2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar
periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi
apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna pada saat miksi atau
disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus
itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml


Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi
untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International
Prostatic Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas
hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
International Prostatic Symptom Score
Pertanyaan
Keluhan
bulan terakhir

Jawaban dan skor


pada Tida
k

<20

<50

50

>50

Hampir

selalu

seka
li
a.

Adakah

merasa

anda

buli-buli

tidak

kali 0

kosong

setelah berkemih
b. Berapa kali anda
berkemih
dalam

lagi

waktu

menit
c.

Berapa

terjadi

arus

berhenti

kali
urin

sewaktu

berkemih
d. Berapa kali anda
tidak

dapat

menahan

untuk

berkemih
e.

Beraapa

terjadi arus lemah


sewaktu

memulai

kencing
f.

Berapa

terjadi

keli

bangun

tidur

anda 0

kesulitan memulai
untuk berkemih
g. Berapa kali anda
bangun

untuk

berkemih di malam

hari
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
2 = kurang baik 5 = buruk sekali
Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama,
mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat
akut

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat
mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo
cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi prostat kenyal seperti
meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke
dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
Pemeriksaan Penunjang berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

3. Foto polos abdomen (BNO)


4. Pielografi Intravena (IVP)
5. Sistogram retrograd
6. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
7. Pemeriksaan Sistografi
8. MRI atau CT jarang dilakukan
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

Stage 0 : prostat teraba < 1cm, berat < 10 gram

Stage 1 : prostat teraba 1 2 cm, berat 10 -25 gram

Stage 2 : prostat teraba 2 -3 cm, berat 25- 60 gram

Stage 3 : prostat teraba 3- 4 cm, berat 60 100 gram

Stage 4 : prostat teraba >4 cm, berat >100 gram

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat
derajat
derajat
derajat

1
2
3
4

:
:
:
:

<>
50-100 ml
>100 ml
retensi urin total

3. Intra vesikal grading


derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :
derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
derajat 4 : kissing >3 cm

2. Penatalaksanaan BPH
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada
dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa
volume urin, yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas
atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas
atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan
melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila
timbul obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara
konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang
masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua
penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan
pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman biasanya pada derajat
tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga
reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi
urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau
operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari
komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk
hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa
terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat
gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya
elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat


2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher vesica urinaria. Hal ini
dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna
Observasi

Medikament
osa

Watchfull

Penghambat

waiting

adrenergik
Penghambat

Invasif

Operasi

Minimal
TUMT

Prostatektomi terbuka
TUBD
Endourologi

reduktase

uretra
1. TUR P

Fitoterapi

Strent

2. TUIP

Hormonal
3. TULP (laser)

dengan
prostacath
TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif


1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah mengurang minum setelah
makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol
keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker (penghambat alfa
adrenergik)
2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dehidrotestosteron
(DHT)
Obat Penghambat adrenergik
Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Dosis dimulai 1 mg/hari
sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.
3. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit tertentu, antara lain: retensi
urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau
keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi
yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.
1. Prostatektomi terbuka : Retropubic infravesica (Terence Millin), Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer),
Transperineal
2. Prostatektomi Endourologi : Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP), Trans Urethral Incision of
Prostate (TUIP), Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
3. Invasif Minimal : Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT), Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD),
Trans Urethral Needle Ablation (TUNA), Stent Urethra
3. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai
berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal

You might also like