You are on page 1of 5

STUDI PENETAPAN TARIF ALUR PELAYARAN

(CHANNEL FEE) : STUDI KASUS SUNGAI MUSI


Septyan Adi Nugroho, Murdjito
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
email: murdjito @oe.its.ac.id

Abstrak - Pendangkalan sungai musi telah menjadi masalah


bagi para pengguna alur pelayaran sungai musi. Pendangkalan
yang mencapai 2-3 juta meter kubik pertahun ini diperparah
oleh ketidak peduliannya pemerintah daerah dalam perawatan
alur pelayaran. Akibat dari pendangkalan ini kapal-kapal tidak
dapat mencapai muatan optimum karena harus batasan sarat
sungai musi yang rendah. Sistem Channel Fee bertujuan agar
adanya perawatan alur sungai secara berkala hingga kedalaman
sungai musi tetap terjaga sedalam 12 m LWS. Dengan
menggunakan metode pendekatan willingness to pay dan ability
to pay yang memberikan tarif sesuai ukuran dan jenis kapal
tarif ini dapat diterima dengan konsekuensi meningkatnya
muatan kapal-kapal tersebut dan menurunkan unit cost
pengguna alur sungai musi.
Kata Kunci : Alur Pelayaran, Pengerukan, channel fee,
Pendangkalan

I. PENDAHULUAN

ungai Musi mempunyai panjang 750 km

merupakan sungai utama di Provinsi Sumatera Selatan yang


sejak Kerajaan Sriwijaya dulu dimanfaatkan sebagai
prasarana transportasi hasil bumi, transportasi penduduk antar
pemukiman, dan perikanan sungai. Hingga saat ini,
pemanfaatan sungai sebagai transportasi sungai telah berjalan
baik, kapal-kapal pengguna sungai musi pun beragam
jenisnya mulai dari kapal cepat untuk penumpang hingga
kapal pengangkut pupuk dan minyak.
Pada kondisi saat ini, kapal-kapal pengguna alur
sungai musi memanfaatkan karakteristik estuari sungai Musi
khususnya perbedaan pasang surut antara Palembang dan
Ambang Luar. Perbedaan kedua tempat ini sekitar 5-6 jam,
yakni kapal ponton melewati Jembatan Ampera disaat surut,
menunggu di Pelabuhan Boom Baru dan berangkat lagi
sekitar 5-6 jam sebelum pasang sehingga saat melewati
daerah dangkal di Muara Sungai Musi dalam kondisi pasang.
Hal tersebut menyebabkan menurunnya produktivitas
pengapalan para pengguna alur serta pendangkalan tersebut

merugikan pengguna karena tidak dapat memuat secara


optimum.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.

Alur Pelayaran Musi


Perairan sungai musi merupakan alur pelayaran utama
bagi kehidupan pelayaran kota palembang, Sungai musi ini
mengalami pendangkalan yang cukup mengkhawatirkan,
dalam sehari kapal hanya dapat berlayar cuma dalam waktu
6-7 jam saja karena pasang surut sungai musi ini merupakan
pasang surut tipe tunggal, sesuai dengan peta sebaran pasang
surut yang dibuat oleh (Pariwono, 1989). Pasang surut
perairan Sungai Musi bertipe tunggal, artinya dalam sehari
terjadi satu kali pasang satu kali surut saja [1]
B. Penetapan Tarif
Penetapan tarif sesuai marginal cost dan variabel cost,
merupakan prinsip ekonomi pentaripan yang adil dan
efisiensi. Pendekatan untuk tarif ini menggunakan
pendekatan kapitalisasi pendapatan, Pendekatan kapitalisasi
pendapatan adalah teknik penilaian yang didasarkan pada
pendapatan bersih yang dihasilkan oleh suatu usaha,
selanjutnya
diproses
dengan
perhitungan
melalui
capitalization. Penggunaan metode ini dengan syarat obyek
penilaian dapat menghasikan. [2]
C. Jenis Data dan Sumber
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari:
1. Data Primer dan wawancara langsung dari pihak terkait.
Dalam hal ini pengambilan data primer dilakukan di
Palembang dan PT PUSRI sebagai salah satu pengguna.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur,
paper, jurnal ,dan internet guna menunjang data yang
dibutuhkan.
D. Pengerukan
Istilah pengerukan dan reklamasi sering terdengar
dalam dunia pengerukan, namun keduanya merupakan hal

yang berbeda. Definisi dari pengerukan adalah pekerjaan


mengambil tanah (sedimen) dasar laut atau dasar sungai
secara mekanis (atau hidrolis, atau mekanis-hidrolis) dari
perairan laut atau sungai. Sedangkan reklamasi adalah
pengurukan daerah perairan laut atau sungai baik ditepi
pantai/sungai atau di laut lepas. [3]
Prinsip kerja dari pengerukan dapat dibagi menjadi 4
langkah yaitu :
1. Memecah struktur tanah
2. Mengangkut material secara vertical
3. Mengangkut material secara horizontal
4. Membuang material hasil kerukan

III. METODOLOGI PENELITIAN


A.

Identifikasi Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai


permasalahan yang diangkat dalam Tugas Akhir ini.
Permasalahan yang timbul akibat pendangkalan sungai musi.
B.

Pada tahap perhitungan ini dilakukan perhiyungan


volume kerukan, setelah didapatkan volume total maka dapat
dihitung produktivitas alat keruk, mulai dari jumlah alat
keruk yang digunakan serta berapa lama pengerukan ini
dilakukan. Di tahap ini juga dilakukan perhitungan total
investasi dari pengerukan ini yang akan digunakan untuk
perhitungan tarif.
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
1.

Pengguna Alur Musi

Pengguna alur sungai musi ini beragam sekali, mulai


dari kapal wisata hingga kapal pengangkut kontainer. Sungai
musi didominasi oleh kapal-kapal < 500 GT berbendera
Indonesia Pada tahun 2012 saja jumlah kapal keluar masuk
sungai musi mencapai 1783. Selain kapal Indonesia sungai
Musi juga dialuri oleh kapal asing yang ingin mengimpor
barang-barang dari Palembang.
Tabel 1: Jumlah kapal keluar masuk musi (Sumber :
Syahbandar, Palembang : 2012)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan


dengan 2 cara yaitu pengumpulan data secara langsung
(Primer) dan pengumpulan data secara tidak langsung
(Sekunder).
C.

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Merupakan pengumpulan data primer yang dliakukan


secara langsung melalui wawancara pihak pelabuhan dan
syahbandar, dari sana didapatkan data arus kapal dan barang
yang melalui sungai musi. Serta dilakukan wawancara kepada
salah satu pengguna alur yaitu PT PUSRI guna menanyakan
permasalahan yang mereka hadapi akibat pendangkalan
sungai musi.
Pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan
mengambil data untuk masing masing perhitungan secara
garis besar sebagai biaya sewa kapal keruk, harga bahan
bakar, spesifikasi kapal keruk.
D.

Penentuan Alat Keruk

Pada tahapan ini merupakan pendataan dari wilayah


yang paling rawan pendangkalan serta jarak dumping area
dari wilayah pengerukan. Dari data tersebut maka dapat
ditentukan alat keruk mana yang akan digunakan dalam
pengerukan sungai musi ini.
E.

Analisa Pengerukan

2.

Kriteria Alur

Dalam perencanaan alur hal yang perlu ditentukan


adalah kedalaman dan lebar dari alur tersebut. Alur untuk
sungai musi ini adalah two way traffic sehingga rumus untuk
penentuan lebar alur adalah sebagai berikut : [3]

Dimana : Bmax merupakan Lebar kapal maksimum yang


melewati alur tersebut.
Sedangkan untuk menghitung kedalaman alur digunakan
rumus sebagai berikut :

Dimana : Dmax adalah sarat maksimum dari kapal yang


melintas.

3.

Perhitungan Pengerukan

Untuk menghitung volume pengerukan, dilakukan


dengan membagi segmen sungai tiap wilayah yang
mengalami pendangkalan. Tiap segmen memiliki beberapa
station dan panjang segmen.

Gambar 1 : Penampang segmen kerukan

Dimana : X = Jarak antar station


H = Kedalaman Kerukan
Setelah didapatkan luas penampang tiap station barulah
dihitung volume dengan rumus sebagai berikut :

TSHD Kalimantan II, dan


TSHD Bali II
Pemilihan alat keruk ini berdasarkan pertimbangan agar
pengerukan ini dapat segera terselesaikan mengingat alur
pelayaran sungai musi ini sangat padat.
Wilayah A memiliki volume 540553,2 m3 dikeruk
menggunakan TSHD Kalimantan II, lama
pengerukannya 20 hari.
Wilayah B memiliki volume 1.685.158 m3 dikeruk
menggunakan TSHD Aru II, lama pengerukannya
adalah 50 hari
Wilayah C memiliki volume terbanyak yaitu
4.823.438 m3, khusus wilayah ini pengerukan
dibantu oleh kapal Kalimantan II saat setelah selesai
mengerjakan wilayah A, sehingga total pengerukan
Wilayah C ini hanya menjadi 66 hari.
5. Biaya Pengerukan
Biaya untuk melakukan pengerukan ini dipengaruhi beberapa
faktor :
Tabel 3 : Komponen biaya operasional pengerukan

Tabel 2 : Hasil Perhitungan Volume Kerukan Tiap


Wilayah

Lokasi
Sungai Lais
Air Kumbang
Selat Jaran
Upang
Pulau Ayam
Transit dan Barat Payung
Red Bouy no.4
BAK IV
BAK III
Green Bouy no. 01
Red Buoy no. 02
Outter Bar
Total Volume =

Volume (m3) Wilayah


288,716
251,837
1,201,222
277,783
206,153
2,599,819
2,223,619

A
B

7,049,150 m3

4. Produktivitas Pengerukan
Alat keruk yang digunakan untuk pengerukan sungai musi ini
berjumlah 3 unit TSHD milik rukindo yaitu :
TSHD Aru II,

Dengan menggunakan perhitungan dari produktivitas


pengerukan maka dapat dihitung biaya total untuk pengerukan
ini adalah Rp 73.099.717.282
Selanjutnya biaya pengerukan ini ditambahkan dengan biaya
mob/demob semua alat keruk ini yang jumlahnya
Rp.836.548.461 dan ditambah biaya perkantoran sebesar Rp
130.000.000. Maka dapat ditemukan berapa capital cost/tahun
dari capital dredging ini adalah Rp14.789.253.149 + margin
profit 10% = Rp 16.268.178.464/ tahun
6. Penetapan Tarif Channel fee
Setelah didapatkan total biaya dari pengerukan capital
dredging maka tahap selanjutnya adalah penetapan tarif untuk
channel fee ini. Biaya dari channel fee ini haruslah < 3 % dari
biaya pelabuhan dari 1 kali trip agar tidak memberatkan para
pengguna sungai musi ini. 3% di ambil karena rata-rata biaya
pelabuhan dalam perhitungan pengapalan hanya 3% dari
biaya total.

Dengan menggunakan asumsi tersebut maka tarif ini harus


memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu tarif < 3%
biaya pelabuhan. Berikut ini adalah hasil perhitungannya.

Gambar 4 : Grafik Tarif Kapal > 500 GT Indonesia

Gambar 2 : Grafik Tarif Kapal < 500 GT Indonesia

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa hanya tarif Rp


1000/GT/Trip yang biayanya tidak melebihi dari 3% dari
biaya pelabuhan sedangkan untuk tarif Rp 1500 dan Rp 2000
tidak memenuhi karena melebihi dari 3% dari biaya
pelabuhan.

Berdasarkan Gambar 6 maka dapat diketahui tarif yang dapat


ditetapkan untuk kapal > 500 GT Indonesia ini adalah Rp
2000 yang dapat diterima oleh kesemua golongan kapal,
sedangkan tarif lainnya tidak dapat diterima bagi beberapa
golongan kapal.

Gambar 5 : Grafik Tarif kapal > 500 GT Asing

Gambar 3 : Grafik Tarif Kapal < 500 GT Asing

Menurut data dari syahbandar Palembang, kapal-kapal < 500


GT Asing ini hanya berukuruan < 300 GT. Berdasarkan
Gambar 5 diketahui bahwa tarif Rp 1000 dan Rp 1500
memenuhi untuk dijadikan tarif bagi kapal < 500 GT asing ini
sedangkan tarif Rp 2000 tidak memenuhi syarat. Maka untuk
tarif kapal < 500 GT asing ini diberikan tarif Rp 1500.

Berdasarkan Gambar 7 diketahui tarif Rp 2000 adalah tarif


yang paling sesuai untuk kesemua golongan kapal > 500 GT
asing ini, sedangkan tarif lainnya tidak memenuhi syarat.
Setelah perhitungan dari semua golongan maka dapat
ditetapkan tarif untuk channel fee ini adalah :
Tabel 4 : Tarif alur pelayaran (Channel fee)

Tarif yang dikenakan :


kapal < GT 500 (Asing)
kapal < GT 500 (Indonesia)
kapal > GT 500 (asing)
kapal > GT 500 (Indonesia)

Rp
Rp
Rp
Rp

1,500
1,000
2,000
2,000

V.

KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan bahwa untuk


mendapatkan LWS ideal 12 meter di tiap titik pendangkalan
maka perlu dilkukan pengerukan dengan besar volume
7.049.150 m3 dengan menggunakan 3 unit TSHD maka
pengerukan akan berlangsung paling lama selama 66 hari
dengan menghabiskan total biaya Rp 73.099.717.282. Tarif
yang dikenakan untuk channel fee ini adalah Rp/GT/Trip,
Setelah dilakukan perhitungan maka tarif untuk tiap golongan
adalah :

Kapal < 500 GT Indonesia = Rp 1000


Kapal < 500 GT asing = Rp 1500
Kapal > 500 GT Indonesia = Rp 2000
Kapal > 500 GT asing = Rp 2000

Tugas akhir ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan


melakukan penelitian terhadap tarif dengan memberikan tarif
dibedakan untuk beda GT dan beda jenis kapal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Ir Murdjito, M.Sc.Eng.selaku dosen pembimbing, kedua
orangtua yang telah memberikan dukungan spiritual dan
material dan semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. 1989. Pasang Surut,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat
Pengembangan Oseanologi, Jakarta
[2] ECORYS Transport. 2005. Charging and pricing in the
area of inland waterways - Practical guideline for
realistic transport pricing, Rotterdam
[3] PIANC, Approach Channels, a Guide for Design, Final
Report of the Joint Working Group PIANC-IAPH,
Supplement to Bulletin no 95, (June 1997).

You might also like