You are on page 1of 4

BANYAK BACA!!!

Jika onset gejala sudah berlangsung lebih dari 2 jam, maka terapi dengan menggunakan
PCI primer tidak dianjurkan lagi. Dalam masa ini, terapi reperfusi dengan pemberian
fibrinlosis lebih diutamakan apalagi onset masih berlangsung di bawah 12 jam. Dianjurkan
juga pada keadaan dimana tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat
serta tidak ada kontraindikasi fibrinolitik. Kontraindikasi fibrinolitik

terdiri dari

kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut terdiri dari riwayat
perdarahan intrakranial karena sebab apapun, adanya lesi struktural serebrovaskular, tumor
intrakranial (primer ataupun metastasis), stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam
terakhir, dicurigai adanya suatu diseksi aorta, adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala
dalam 3 bulan terakhir, dan adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi).8
Sementara kontraindikasi relatif meliputi adanya riwayat stroke iskemik selama enam
bulan sebelumnya, terapi antikoagulan oral, kehamilan atau riwayat postpartum selama satu
minggu, hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolik
110 mmHg. Penyakit hati stadium lanjut, endokartditis infektif, ulkus peptikum aktif serta
tindakan resusitasi trauma yang berlansung lama. Agen fibrinolitik yang digunakan meliputi
streptokinase (SK), Alteplase (tPA), reteplase (r-PA), serta Tenecteplase (TNK-tPA). Dosis
dan regimen pengguanaan masing-masing agen fibrinolitik ini ditunjukkan oleh Gambar
berikut ini.

Gambar 6. Dosis Agen Fibrinolisis8

Gambar 7. Terapi Fibrinolitik 8


a. Terapi Non-reperfusi
Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melibihi 12 jam. Obat-obat
yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin, clopidogrel, serta agen antithrombin
seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux harus diberikan sesegera mungkin.10

b. Terapi STEMI untuk Jangka waktu yang Lama


Terapi STEMI untuk jangka waktu yang lama terdiri:8
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko, meliputi berhenti merokok, kontrol diet dan berat

badan, meningkatkan aktivitas fisik, kontrol tekanan darah, intervensi faktor psikososial.
Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.
Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin

c. Tindakan Pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)


Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan pengobatan, pada
keadaan2:
Stenosis yang signifikan ( 50 %) di daerah left main (LM)

Stenosis yang signifikan ( 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner utama


Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang cukup
tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior descending coronary artery.

OMPLIKASI
Adapaun komplikasi STEMI antara lain sebagai berikut :5,6
1. Aritmia supraventrikular
Sinus takikardia merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi
sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Pengobatan dengan
penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya
2.

dipertimbangkan.
Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari
separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki paru dan
irama derap S3 dan S4.11
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut
berdasarkan suara ronkhi dan S3 gallop:
a. Derajat I : tidak ada rhonki dan S3 gallop.
b. Derajat II : Gagal jantung dengan ronkhi di basal paru (setengah lapangan paru
bawah), S3 galopdan peningkatan tekananvena pulmonalis.
c. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru.
d. Derajat IV :Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru disertai
dengan syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90 mmHg) dan
vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).
3. Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien
dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya
takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu
dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas selanjutnya.8
Merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Seorang
perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Rokok mengandung 4.000 bahan
kimia berbahaya yang diantaranya terdiri dari nikotin, tar, karbonmonoksida, hydrogen
cyanida, amonia, formaldehida, fenol, NO2 dan berbagai macam bahan lainnya. Rokok akan
memacu terjadinya proses infalamasi, vasospasme, kerusakan endotel, respon imun serta
mutagenesis. Suatu studi genetik menemukan bahwa efek rokok pada penyakit

kardiovaskuler erat kaintannya dengan apolipoprotein E, yaitu alel 2,3, dan 4, yang artinya
individu yang memiliki alel 4 dan merokok mempunyai risiko tinggi menderita penyakit
vaskuler.6
Sebagian besar asal trombus yang menyebabkan obstruksi total pembuluh darah
adalah plak aterosklerosis yang mengalami ruptur. Untuk menstabilkan plak ini, pada pasien
diberikan simvastatin 1x40 mg. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
golongan statin dapat menghambat biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi LDL
(Low density lipoprotein) di hepar, meningkatkan kolesterol HDL (High density lipoprotein)
dan menghambat matriks metalloproteinase (zat yang membuat plak stabil). Statin juga
memiliki efek menurunkan kolesterol LDL dan prekursornya dari sirkulasi. Disamping itu,
statin juga memiliki efek pleiotropik yaitu memperbaiki fungsi endotel, antiinflamasi, anti
oksidan dan anti thrombosis dan stabilisasi plak, sehingga pemberian statin dianjurkan pada
pasien dengan SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia.12
Pemberian -blocker pada pasien ini ditujukan untuk mengurangi angka kematian.
Karena kematian akirbat AMI adalah disebabkan oleh iskemik miokard, arimia, disfungsi
ventrikel kiri dan peningkatan saraf adrenergik. Dan fungsi -blocker bersifat antiiskemik,
antiaritmia, anti adrenergic, antitrombotik, dan memperbaiki disfungsi ventrikel kiri. Dengan
demikian dapat dipahami dapat mengurangi mortalitas pada pasien AMI. Selain itu beberapa
penelitian menunjukkan pemberian -blocker pada jam-jam pertama AMI dapat membatasi
perluasan infark, dan mengurangi resiko reinfark. Maka dianjurkan pemberian -blocker pada
24 jam pertama.6

You might also like