Professional Documents
Culture Documents
penyakit dengan
Paru-paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru-paru kiri dan dibagi oleh fissura
oblique dan fissura horisontalis menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan inferior. Paruparu kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan lobus inferior.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama.
SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama yang agak jarang terekpose
karena kurangnya informasi yang diberikan.
Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sebesar
10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE
5,8). Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6
per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari
tahun 1979 sampai 1991. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara
diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China
(6,5%).
PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien
yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka
masih dalam kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak
napas yang kronik. Co morbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler,
kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hipertensi,
osteoporosis, sakit sendi, depresi dan axiety.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok yang banyak dipastikan memiliki
prevalen-si PPOK yang tinggi. Namun sangat disayangkan data prevalensi PPOK tidak
dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian PPOK secara komprehensip
agar pencegahan PPOK dapat dilakukan dengan baik.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
2. Pertambahan penduduk
3. Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an
4. Industrialisasi
5. Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita
yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala
sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik,
klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru
menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita
tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis
(SOPT).
Tingkat Keparahan PPOK
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American
Thoracic Society (ATS)4 penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas
yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada
penderita yang dirinci sebagai berikut :
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai
1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan nilai VEP1 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak napas atau
harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2
skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3
skala berat.
e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas
saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat.
Tipe PPOK
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia)
tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam :
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya menunjukkan VEP1 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70
%
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau
produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya me
c. nunjukkan VEP1 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
d. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat
dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi
kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan
VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas
kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas darah dengan
kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan hiperkapnia.
Kuesioner ini digunakan untuk mengukur derajat sesak dengan aktivitas yang masih
dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK. Selain itu, dapat mengukur status kesehatan
dan memprediksi resiko mortalitas pasien PPOK.
FAKTOR RISIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
1. Perokok aktif
2. Perokok pasif
3. Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
2.
3.
4.
5.
1. Ringan : 0-200
2. Sedang : 200-600
3. Berat
: > 600
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Hipereaktiviti bronkus
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang
disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang
persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami
metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini
akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses
remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana
T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan
memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel
goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.
Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal
dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar ( sentrilobular ), emfisema
panasinar ( panlobular ) dan emfisema periasinar ( perilobular ) yang sering dibahas dan
skar emfisema atau irreguler dan emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola
kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga
udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi
terfiksasi pada saat proses inflasi.
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang
diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan
pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease
dan anti protease serta defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses
inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediatormediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan
parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat
seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti
merokok.
perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa
hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas
perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon
dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi
otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan
kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
o Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
o Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
-
paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed - lipsbreathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
-
Uji bronkodilator
-
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
-
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
6. Radiologi
-
tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
2. Golongan sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema dan
kadang-kadang disertai bronkiektasis di parakardial kanan dan kiri
3. Golongan berat ditemukan hal-hal tersebut diatas dan disertai cor pulmonale
sebagai komplikasi bronchitis kronik.
BRONKOEKTASIS
Suatu keadaan bronkus atau bronkiolus yang melebar akibat hilangnya sifat
elastisitas dinding otot bronkus yang dapat disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang
kronis, atau dapat pula dasebabkan oleh kalainan konganital yang dikanal sabagai sindrom
kartagener, yaitu suatu sindom yang terdiri atas bronkietasis, sinusitis dan destrokardia.
Keluhan biasanya sesak, batuk kronis secret yang banyak dan kental kadang-kadang
bercampur darah (hemoptisis) dan pada pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas kasar dan
ronki basah kasar.
Gambaran Radiologi
Foto thoraks polos tampak gambaran berupa bronkovaskular yang kasar yang
umumnya terdapat di lapangan bawah paru atau gambaran garis-garis translusen yang
panjang menuju kehilus dengan bayangan konsolidasi sekitarnya akibat peradangan
sekunder, kadang-kadang juga dapat berupa translusen yang sering dikenal dengan sarang
tawon (honey comb appearance). Bulatan ranslusen dapat berukuran besar (diameter 1-10
cm) yang berupa kista-kista translusen atau kadang kadang berisi cairan (air fluid level).
EMFISEMA
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (PDPI). Suatu keadaan di mana paru lebih
banyak berisi udara, sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun
ukuran paru secara vertical kea rah diafragma. Emfisema dapat dibedakan menjadi:
1. Emfisema obstruktif, terdiri atas
- Akut
- Kronik
- Bollus
2. Emfisema non-obstruktif, yang bersifat
- Kompensasi
- Senilis (postural)
Gambaran Radiologi
Akibat penambahan ukuran paru anterior-posterior akan menyebabkan bentuk
toraks kifosis, sedang penambahan ukuran paru vertical menyebabkan diafragma letak
rendah dengan diafragma yang datar dan peranjakan diafragma berkurang pada
pengamatan fluoroskopi.
Dengan aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun
submental, akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan jaringan paru
tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vascular paru yang relative jarang.
PENATALAKSANAAN
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit,
tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara
umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dgn selangwaku tertentu atau kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
-
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta - 2
mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut.
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualiti hidup
DAFTAR PUSTAKA
1. Jurnal
EPIDEMIOLOGIC
STUDY
OF
CHRONIC
OBSTRUCTIVE
Dokter
Paru
Indonesia,
PEDOMAN
DIAGNOSIS
&