Professional Documents
Culture Documents
KASUS : STEMI
SUBJECTIVE
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 jam yang lalu, nyeri menjalar
hingga ke leher, nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Selain
nyeri pasien juga merasakan dada yang terasa panas, sesak nafas (+), mual (+), muntah (+) 4
kali isi makanan dan minuman. Pasien juga mengeluhkan tangan dan kaki terasa dingin
setelah merasakan nyeri dada.
Kesehariannya pasien sering mengerjakan beberapa perkerjaan rumah seperti
membersihkan kandang hewan, mengerjakan pekerjaan rumah dan pergi kesawah. Pasien
memiliki kebiasaan merokok 2-3 bungkus perhari rutin.
OBJECTIVE
I PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Mei 2015 :
A. Keadaan Umum : compos mentis, tampak sakit sedang
B. Tanda Vital :
Tensi
: 170/100
Nadi
: 120 x/menit, cepat-reguler
Respirasi
: 28 x / menit
Suhu
: 37,0 C (per axiller)
SpO2
: 98 %
C. Kulit
: warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (-)
D. Kepala
:
bentuk mesocephal dengan caput, rambut
hitam, lurus, mudah rontok (-), mudah dicabut (-), moon face (-).
E. Mata
:
conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
katarak (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter
(3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).
F. Telinga :
sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).
G. Hidung
:
nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis
(-), fungsi pembau baik, foetor ex ore (-).
H. Mulut
:
sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat
(-), lidah tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-), foetor ex ore (-).
I. Leher
:
trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid
(-), pembesaran limfonodi cervical (-).
J. Limfonodi
:
kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler,
servikalis, supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar
K. Thorax
:
bentuk simetris, spider nevi (-), pernafasan
abdominotorakal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
L.Abdomen
Inspeksi
: dinding perut sejajar dari dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-),hepar dan lien tidak teraba.
M.Ekstremitas : akral dingin (-), oedem (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Hb = 16,4 gr/dl
( )
AL = 11. 103/uL ( )
AT = 311.000/uL (N)
AE = 5,63. 106/uL (N)
Hct = 49,2%
(N)
GDS = 107 g/dl
(N)
Troponin T = >2000 ng/dl ( )
Foto EKG
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, meyingkirkan penyebab
nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya komplikasi SKA. Pemeriksaan fisik pada
SKA umumnya normal, terkadang pasien terlihat cemas, keringat dingin atau didapat
tanda komplikasi berupa takipneu, takikardia-bradikardia, adanya gallop S-3, ronki
basah halus di paru, atau terdengar bising jantung (murmur). Bila tidak ada komplikasi
ham[ir tidak ditemukan kelainan yang berarti.
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan sebuah penunjang penting dalam pengakkan diagnosis
SKA, untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Berdasarkan gambaran EKG pasien
SKA dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok:
a. Elevasi segmen ST atau LBBB (Left bundle branch block) yang dianggap baru.
Dapat didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di 2 lead yang
berhubungan.
b. Depresi segmen ST atau inverse gelombang T yang dinamis pada saat pasien
mengeluh nyeri dada.
c. EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal
4. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokardium seperti,
CK-MB, troponin-T dan I, serta mioglobin dipakai untuk menegakkan diagnosis SKA.
Troponin lebih dipilih karena lebih sensitive daripada CKMB. Troponin juga berguna
untuk diagnosis, stratifikasi resiko, dan menentukan prognosis. Troponin yang
meningkat dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian. Pada pasien dengan
STEMI reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.
- Mioglobin. Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel
miokardium yang mengalami kerusakan, dapat meningkat setelah jam-jam awal
terjadinya infark dan mencapai puncak pada jam 1 sampai jam 4 dan tetap tinggi
sampai 24 jam
- CKMB. CKMB merupakan isoenzim dari kreatinin kinase, yang merupakan
konsentrasi terbesar dari moikardium. Dalam jumlah kecil CKMB juga dapat
dijumpai dalam otot ranngka, usus kecil, diaphragm. Mulai meningkat 3 jam
setelah infark dan mencapai puncak 12-14 jam CKMB akan mulai menghilang
dalam darah 4-72 jam setelah infarmk
- Troponin. Mengatur kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih spesifik
dari CK-MB. Mempunyai 2 bentuk troponin T dan I. Enzim ini mulai meningkat 3
jam sampai dengan 12 jam etelah onset iskemik. Mencapai puncak pada 12-24 jam
dan masih tetap tinggi sampai hari ke 8-21 (Troponin T) dan 7-14 (Troponin I).
peningkatan enzim ini berhubungan dengan bukti adanya nekrosis miokard dan
menunjukan prognosis buruk SKA.
D. PENATALAKSANAAN
Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun saat
dirumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih
ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis)
atau intervensi PCI (Percutaneus Coronary Intervention). Berdasarkan International
Consensus On Cardiopulmonary Resucitation and Emergency Cardiovascular Care
Science With Treatment Recommendation (AHA/ACC) tahun 2010, sangat ditekankan
7
waktu efektif reperfusi terapi. Bila memungkinkan trombolisis dilakukan saat prehospital
untuk menghemat waktu. Penatalaksaan SKA sendiri dibagi atas Pre hospital dan
Hospital.
Pre-hospital meliputi:
- Monitoring, dan amankan ABC. Persiapkan RJP dan defibrilasi
- Berikan aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin, dan morfin jika
diperlukan
- Periksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi
- Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan pasien
dengan STEMI
- Bila akan diberikan fibrinolitik pre hospital, lakukan cek list fibrinolitik.
Hospital
- Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
- Pasang intravena
- Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
- Lengkapi cek list fibrinolitik, cek kontraindikasi
- Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah
- Pemeriksaan sinar-X (< 30 menit setelah pasien sampai IGD).
Terapi awal di IGD
- Segera berikan oksigen 4 L/menit kanul nasal, terutama jika saturasi < 94%
- Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah
- Nitrogliserin sublingual atau spray
- Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin
Terapi inisial pada SKA
1. Oksigen
Oksigen harus diberikan pada pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung, syok
atau saturasi <94%. Penelitian menunjukan pemberian oksigen mampu mengurangi
ST elevasi pada infark anterior. Beradarkan consensus, dianjurkan memberikan
oksigen dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis
tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan pasien dengan nyeri dada yang menetap atau
berulang atau hemodinamik yang tidak stabil, pasien dengan tanda adanya bendungan
paru, dan pasien dengan saturasi oksigen < 90%.
2. Aspirin
Aspirin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA kecuali terdapat
kontraindikasi seperti alergi terhadap aspirin dan adanya perdarahan lambung akibat
gastritis yang menetap. Aspirin mampu menurunkan reoklusi koroner dan kejadian
iskemik yang berulang. Penggunaan aspirin suppositoria dapat diberikan pada pasien
dengan mual dan muntah. Dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari
3. Nitrogliserin
Nitrogliserin dapat diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 3-5 menit jika tidak
terdapat kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan
hemodinamik tidak stabil: TD < 90 mmHg atau >30 mmHg lebih rendah dari
pemeriksaan TD awal (jika dilakukan), bradikardia < 50 x/menit atau takikardia > 100
x/menit tanpa adanya gagal jantung, dan adanya infark ventrikel kanan. Nitrogliserin
adalah venodilator dan penggunanya harus berhati-hati pada pasien yang
menggunakan penghambat fosfodiestrase (contoh: Viagra) dalam waktu < 24 jam.
4. Analgetik
8
5.
6.
7.
8.
9.
Analgetik pada SKA yang menjadi pilihan adalah Morfin. Pemberian morfin
dilakukan jika nitrogliserin sublingual atau semprot tidak respons. Morfin merupakan
pengobatan yang cukup penting pada SKA oleh karena:
- Menimbulkan efek analgesic pada SSP yang dapat mengurangi aktivasi
neurohormonal dan menyebabkan pelepasan katekolamin
- Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan
mengurangi kebutuhan oksigen
- Menurukan tahanan vascular sistemik, sehingga mengurangi afterload ventrikel
kiri
- Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.
Terapi fibrinolitik
Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door-drug < 30 menit)dapat membatasi luasnya
infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat
fibrinolitik misalnya Alteplasie recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan
Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia streptokinase, dengan dosis
pemberian sebesar 1,5 juta U dilaruitkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau Dextrose 5%,
diberikan secara infuse selama 30-60 menit.
Antiaritmia
Tidak diberikan sebagai terapi rutin pada SKA STEMI yang bertujuan untuk
profilaksis
Penyekat Beta
Pemberian penyekat beta intravena tidak diberikan secara rutin pada pasien SKA,
hanya diberikan bila terdapat takikardia dan hipertensi
ACE-Inhibitor dan ARB
Kedua obat ini telah terbukti, mengurangi morbiditas dan mortalitas bila diberikan
pada SKA STEMI
Statin (HMG Co-A Inhibitor)
Pemberian statin intensif diberikan segera setelah onset SKA dalam rangka
menstabilkan plak
E. DAFTAR PUSTAKA
Karo, Santoso Karo. Rahajoe, Anna Ulfah. Sulistyo, Sigit. Kosasih, Adrianus. 2013. Buku
Panduan Adnvanced Cardiac Life Support (ACLS). Perki. Jakarta: penerbit Perki.
Sudoyo, W Aru. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta: 1615-1625
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi AMI dalam Patofisiologi konsep-konsep klinis
proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
10