You are on page 1of 83

614.

546
ind.
P

PEDOMAN
NASIONAL
PROGRAM
PENGENDALIAN
PENYAKIT KUSTA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL
PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN
LINGKUNGAN
2012

614.546
ind.
P

PEDOMAN
NASIONAL
PROGRAM
PENGENDALIAN
PENYAKIT KUSTA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL
PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN
LINGKUNGAN
2012

KATA PENGANTAR

Buku acuan pertama dalam pelaksanaan pengendalian


penyakit kusta adalah Buku Petunjuk Kusta untuk Petugas
Balai Pengobatan dan Pusat Kesehatan Masyarakat yang
disusun oleh Mr. M.O. Regan, kemudian diperbaiki oleh Dr.J.Keja
yang keduanya konsultan WHO.
Buku ini kemudian disempurnakan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan
Penyakit Kusta secara berturut-turut yaitu: dr. Adhyatma MPH;
Sdr A.R Lapian; dr. Andy A. Louhanapessy MPH; dr.
M.R Teterissa, MPH; dr. Yamin Hasibuan, MPH;
!
Sesuai nomenklatur yang baru, nama buku ini diubah
menjadi: PEDOMAN NASIONAL PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT KUSTA. Pada cetakan ini
mengalami
banyak
perubahan
dan
penyempurnaan
disesuaikan dengan Enhanced Global Strategy for Further
Reducing the Disease Burden Due to Leprosy (2011-2015)
dan visi, misi Kementerian Kesehatan yang terdapat dalam
Renstra 2010-2014. Selain itu masukan dari para ahli kusta
dan konsultan dari luar maupun dalam negeri menjadikan
buku ini lebih sesuai dengan kondisi di lapangan.

Tim Editor

ii

KATA SAMBUTAN

Derajat kesehatan di
kemajuan yang cukup

Indonesia

saat

ini

telah

mengalami

"
#
$
meningkatnya umur harapan
hidup. Namun demikian Indonesia masih menghadapi beban
ganda karena munculnya beberapa penyakit menular baru
sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan
dengan tuntas. Salah satu penyakit menular yang belum
sepenuhnya dapat dikendalikan adalah penyakit kusta.
Indonesia sudah terbebas dari masalah penyakit kusta. Hal ini
disebabkan karena dari tahun ke tahun masih ditemukan
sejumlah kasus baru.
Dengan
demikian
bagaimana menjaga

tantangan

yang

dihadapi

adalah

yang terkena kusta dimanapun dia berada mempunyai


kesempatan yang sama untuk mendapatkan diagnosis dan
pengobatan oleh petugas kesehatan yang
"
%
%
dengan
biaya yang terjangkau.
Beban akibat kusta
kecacatan yang

yang

paling

utama

adalah

akibat
&

'
*
+/36
7
*
+ 8 *
9 per 100.000 penduduk turun 35 % dari data tahun 2010.
Saya sangat mendukung Pedoman Nasional Program
Pengendalian Penyakit Kusta yang telah disesuaikan dengan
Enhanced Global Strategy for Further Reducing the Disease
Burden Due to Leprosy (2011-2015) dan visi, misi Kementerian
Kesehatan yang terdapat dalam Renstra 2010-2014.
>
kusta dapat ditemukan secara dini tanpa cacat dan
mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat
pelayanan yang berkualitas.

iii

Akhir kata saya ucapkan terima kasih atas masukanmasukan dari para
"
buku pedoman ini lebih sempurna dan mudah
dilaksanakan di lapangan.

Jakarta, Oktober
2012 Direktur
Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan

Prof.dr.Tjandra Yoga
Aditama,SpP(K),MARS,DTMH

iv

DAFTAR ISI
BAGIAN PERTAMA : TATA LAKSANA PROGRAM KUSTA DI
INDONESIA
BAB I. SEJARAH PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA..................1
A. PENDAHULUAN.......................................................... 1
B. SEJARAH PENGENDALIAN..........................................1
BAB II. EPIDEMIOLOGI............................................................. 5
A. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA................................ 5
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN TERJADINYA KUSTA
8
C. UPAYA PENGENDALIAN PENULARAN......................... 10
BAB III.KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI INDONESIA
.............................................................................................. 13
A. PENDAHULUAN........................................................ 13
B. SITUASI PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA.................. 13
C. KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI
INDONESIA.............................................................. 14
D. PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN/KOTA
BEBAN RENDAH......................................................15
E. KEGIATAN PROGRAM KUSTA..................................... 17
F. INTEGRASI DAN RUJUKAN KUSTA.......................... 21
BAB IV.PENEMUAN PASIEN...................................................... 25
A. PENEMUAN PASIEN SECARA PASIF (SUKARELA).......25
B. PENEMUAN PASIEN SECARA AKTIF........................ 25
BAB V. KECACATAN DAN REHABILITASI...................................29
A. LATAR BELAKANG.................................................... 29
B. PENGERTIAN............................................................ 29
C. STRATEGI................................................................. 30
D. KEGIATAN................................................................. 30
BAB VI. PENGELOLAAN LOGISTIK...........................................33
A. PENGELOLAAN LOGISTIK MDT.................................33
B. FORMULIR-FORMULIR..............................................36
BAB VII.PROMOSI PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DAN
KONSELING PASIEN KUSTA............................................39
A. PROMOSI PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA.............39
B. KOMUNIKASI............................................................42

C. KOMUNIKASI INTERPERSONAL................................43

v
D. KONSELING PENYAKIT KUSTA DI UNIT PELAYANAN
KESEHATAN ..49
BAB VIII.PENCATATAN DAN PELAPORAN...................................53
A. PENCATATAN.............................................................53
B. PELAPORAN..............................................................55
BAB IX. SUPERVISI..................................................................57
A. PENGERTIAN SUPERVISI...........................................57
B. TUJUAN SUPERVISI...................................................58
C. TINGKATAN SUPERVISI..............................................58
D. TAHAPAN SUPERVISI.................................................59
BAB X.MONITORING DAN EVALUASI........................................61
A. MONITORING................................................................61
B. EVALUASI..................................................................61
BAGIAN KEDUA : TATALAKSANA PASIEN
BAB XI. DIAGNOSIS, DIAGNOSIS BANDING DAN KLASIFIKASI. .67
A. DIAGNOSIS...............................................................67
B. DIAGNOSIS BANDING...............................................68
C. KLASIFIKASI..............................................................72
BAB XII. PEMERIKSAAN KLINIS DAN CHARTING.......................75
A. PEMERIKSAAN KLINIS...............................................75
B. MENGGAMBAR SIMBOL KELAINAN KUSTA (CHARTING)
86
BAB XIII.PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS.................................89
A. TUJUAN.....................................................................89
B. PERSIAPAN PENGAMBILAN SKIN SMEAR...................89
C. BEBERAPA KETENTUAN LOKASI PENGAMBILAN
KEROKAN JARINGAN KULIT
90
D. CARA PENGAMBILAN SEDIAAN SLIT SKIN SMEAR.....91
E. CARA PEWARNAAN...................................................93
F. PEMBACAAN.............................................................94
1. BENTUK-BENTUK KUMAN KUSTA YANG DAPAT
DITEMUKAN DALAM LAPANGAN MIKROSKOP
94
2. CARA MELAKUKAN PEMBACAAN SKIN SMEAR......95

3. CARA MENGHITUNG BASIL TAHAN ASAM (BTA)


DALAM LAPANGAN MIKROSKOP
96
BAB XIV. PENGOBATAN............................................................99
A. TUJUAN PENGOBATAN..............................................99
B. REGIMEN PENGOBATAN MDT....................................99

vi
C. SEDIAAN DAN SIFAT OBAT......................................102
D. EFEK SAMPING DAN PENANGANANNYA................104
E. MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN...........108
BAB XV.REAKSI KUSTA..........................................................111
1. REAKSI TIPE 1........................................................112
2. REAKSI TIPE 2........................................................113
3. HUBUNGAN TIPE REAKSI DENGAN KLASIFIKASI.....116
4. TATALAKSANA REAKSI............................................116
5. INDIKASI RUJUKAN PASIEN REAKSI KE RUMAH SAKIT120
6. DIAGNOSIS BANDING REAKSI................................120
BAB XVI.PENCEGAHAN DAN TATA LAKSANA CACAT..............123
A. KEGIATAN PENCEGAHAN CACAT DI RUMAH............128
B. KEGIATAN PENCEGAHAN CACAT YANG DAPAT
DILAKUKAN DI PUSKESMAS...................................137
C. KEGIATAN PENCEGAHAN CACAT YANG DAPAT DILAKUKAN
DI UNIT RUJUKAN...................................................137
LAMPIRAN............................................................................ 139

vii

viii

DAFTAR SINGKATAN

A- MDT

Accompanied MDT

BB

Borderline Borderline

\ '

\ *

BL

Borderline Lepromatous

BTA

Basil Tahan Asam

BT

Borderline Tuberculoid

] >'

ENL

Erythema Nodosum Leprosum

FEFO

First Expired First Out

KPD

Kelompok Perawatan Diri

^_

^`

LL

Lepromatous Lepromatous

LSM

Lembaga Swadaya Masyarakat

_
`

\
&

&

PB

Pausi Basiler

PCK

Penyandang Cacat Kusta

PNPM
Masyarakat

Program Nasional Pemberdayaan

PRK

Puskesmas Rujukan Kusta

RBM

Rehabilitasi Berbasis Masyarakat

RFT

Release From Treatment

>fq

RSK

Rumah Sakit Kusta

RJ

Ridley Jopling

SCG

Self Care Group

SD

Sindrom dapson

>

SKTM

Surat Keterangan Tidak Mampu

ix

TT

Tuberculoid Tuberculoid

UPK

Unit Pelayanan Kesehatan

! f

DEFINISI OPERASIONAL
Accompanied MDT
untuk PB

MDT diberikan lebih dari 1 blister


atau MB disertai dengan pesan
penyuluhan lengkap

Anestesi

'

7
**
cacat

+ Angka kasus baru yang mengalami


+
3// /// penduduk

\ *

] >'

Basil Tahan Asam


dilihat

Vaksinasi untuk
tuberculosis

mencegah penyakit

Bentuk Mycobacterium leprae yang


lewat pewarnaan tahan asam
Angka penemuan kasus baru dalam

satu
tahun per 100.000 jumlah penduduk
Community
Based
Defaulter

Rehabilitasi sosial dan


berbasis masyarakat

ekonomi

\
{
\
mengambil obat lebih
dari 6 bulan sehingga
sesuai waktu yang ditetapkan

Dosis bulanan

Satu blister MDT untuk


pengobatan satu bulan

Eritema
Nodosum
Leprosum

Formulir pencatatan pencegahan cacat

+
q
yang
terjadi
karena
mekanisme
imunitas
humoral

pada pasien yang menimbulkan


peradangan pada kulit (nodulnodul), saraf tepi, dan organ lain
Formulir yang digunakan
mendeteksi adanya reaksi
dengan menilai fungsi
% *

untuk
berat

xi
Formulir
evaluasi
pengobatan
reaksi berat

Formulir yang digunakan untuk


menilai
kemajuan
pengobatan
pada pasien reaksi berat

Gangguan fungsi saraf

Hilangnya
fungsi
saraf
normal ditandai
dengan gangguan sensorik pada
telapak tangan dan telapak kaki,
gangguan motorik
|
saraf tersebut dan gangguan
otonom pada daerah itu

'

|
dari
PB
sebaliknya

menjadi

MB

atau

Indikator

Alat yang dipakai untuk mengukur


pencapaian target

Kartu pasien

Kartu untuk mencatat kondisi klinis


pasien
kusta
dan
monitoring
pengobatan

Pasien baru

Pasien yang baru


ditemukan
dengan tanda kusta dan belum
pernah mendapat pengobatan MDT
sebelumnya

Pasien kusta

Seseorang dengan tanda klinis


kusta
yang
membutuhkan
pengobatan
MDT
termasuk
didalamnya : relaps (kambuh),
masuk kembali

%
|
Kasus kusta meragukan adalah orang yang mempunyai
tanda kusta
mempunyai
utama)
^
}
kelopak

cardinal

sign

(tanda

Cacat pada mata berupa gangguan


saraf fasialis

^
^
`
Monitoring

|
baru
Kegiatan memonitor pencatatan dan
pelaporan dengan mencocokkan
data-data kusta yang ada di
Puskesmas, Kabupaten, Provinsi,
Pusat

xii
Masuk kembali
setelah default

Pasien yang masih membutuhkan


pengobatan
MDT
dari
hasil
pemeriksaan
klinis
setelah
dinyatakan default sebelumnya

Peradangan pada saraf


yang
ditandai dengan bengkak, nyeri,
kadang disertai dengan hilangnya
fungsi saraf tersebut

f
*
untuk

Alat bantu yang dirancang khusus


|
"
mengurangi
keterbatasan tersebut

Paralisis

Lumpuh
layuh,
kehilangan
kemampuan menggerakkan bagian
anggota gerak

Paresis

Lumpuh sebagian

Pindah

Pasien pindah pengobatan ke unit


pelayanan kesehatan lain

Pindahan

Pasien yang pindah masuk ke


wilayah pengobatan lain dan hanya
membutuhkan
sisa
pengobatan
sampai RFT. Pasien pindahan harus
membawa surat rujukan pindah dari
unit pelayanan kesehatan asalnya

Register kohort

Register yang mengelompokkan


pasien dengan ciri khusus (PB atau
MB) yang memulai MDT pada satu
periode
tertentu
sehingga
mempermudah analisa

Silent

Hilangnya
fungsi
saraf
adanya tanda peradangan

tanpa

xiii

xiv

Bagian Pertama

Tatalaksana
Program Kusta

BAB I
SEJARAH PENGENDALIAN PENYAKIT
KUSTA
A. PENDAHULUAN
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular
yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis
tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya,
keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan
kemampuan
negara
tersebut
dalam
memberikan
pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada
masyarakat.
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan
masih kurangnya

*
* *
"
%
*
serta pemulihan
kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta
"
masyarakat. Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah
penyakit kusta,
*
melalui strategi yang sesuai dengan endemisitas
penyakit
kusta.
Selain
itu
"
untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang mengalami
kusta.
B. SEJARAH
Sejarah pemberantasan penyakit kusta di dunia terbagi
dalam 3 zaman yaitu:
1. Jaman Purbakala
Penyakit Kusta telah dikenal hampir 2000 tahun SM.
Hal ini dapat
"

3//
&
//
//

$
"
*
spontan karena pasien merasa rendah diri dan
malu, disamping itu masyarakat menjauhi karena
merasa jijik dan takut.

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

"

"

>

a. Agama Hindu
$

83// 9

"

b. Agama Kong Hu Cu
Dalam kitab agama Kong Hu Cu, penyakit kusta
disebut Ta Feng
ini dibawah pengaruh
pada umumnya
*

setan

Feng

Shui

yang

"

"

8'
36+9
penyakit kusta.
7

yaitu dalam Al-Quran disebut Al-Abras dan dalam


Hadits disebut Al-Majrum.
2. Jaman Pertengahan
Pada
pertengahan
abad
keteraturan

ke-13

dengan

adanya

%
`
mengakibatkan masyarakat sangat patuh dan
takut terhadap penguasa
terjadi pada pasien kusta yang umumnya merupakan
rakyat biasa. Pada waktu itu penyakit dan obat-obatan
belum ditemukan, maka pasien
^
hidup.

 Koloni/Perkampungan pasien Kusta seumur

3. Jaman Modern
Dengan ditemukannya kuman kusta oleh Gerhard
Armauer Hansen pada tahun 1873, maka dimulailah
era perkembangan baru untuk

*
*

"

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

Perkembangan pengobatan selanjutnya adalah sebagai


berikut:
a. Pada tahun 1951, DDS digunakan sebagai pengobatan
pasien kusta.
b. Pada tahun 1969
pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan
di Puskesmas.
*

"
f
+

3+
&
8 &9
\
\

d. Pada tahun 1988 pengobatan dengan MDT


dilaksanakan di seluruh

&
3+

3
\

&
! f

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

BAB II
EPIDEMIOL
OGI
`
%
%
>
%
"
kesehatan pada masyarakat dan
pengendalian masalah tersebut.

"

aplikasinya

dengan

&
%
penyebab yaitu: pejamu (host9
8agent9
8environment9 melalui suatu proses yang dikenal sebagai
rantai penularan yang terdiri dari

839
8+9
8{9 *
89 *
869 *
"
89 "
"
%
maka intervensi
yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata
rantai penularan tersebut.
A. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA
Distribusi angka penemuan kasus baru kusta di dunia
yang terlapor di
! f

+/3+

Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011


adalah sekitar
219.75.Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di
regional Asia
&
83/ 3{+ 9
7
8{
{+9
7%
83+ {9
Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

Tabel 2.1
Situasi kusta menurut regional WHO pada awal tahun 2012 (Di
luar regional Eropa)

Regional
WHO
7%
Amerika
Asia
Mediter
ania
Timur
| \
Total

Jumlah kasus
baru yang
ditemukan
( 3+ {
{ {+
3/ 3{+ 8
{ 8/
39
6 /+
219.075

Jumlah kasus
kusta
awal tahun
36 // 8/
{ /3
33 3 8/
{ 8/
3+9
3 8/
181.941

a. Prevalence rate terlihat dalam tanda kurung per 10 000 penduduk


b. dalam tanda kurung per 100 000 penduduk

Sementara itu di Regional Asia Tenggara distribusi kasus


kusta bervariasi
#
tabel dibawah ini:

dalam

Tabel 2.2
Situasi Kusta di wilayah WHO-SEARO pada tahun 2011
Negara
\
\
Korea Utara

Maladewa
Myanmar
Nepal
^
Thailand
&
^
Total

Jumlah kasus
baru yang
ditemukan
(
3.970
23

Jumlah kasus
kusta

127.295
20.023
3
3.082
{ 3
2.178
280
83
160.132

83.187
23.169
2
2.735
+ 3/
1.565
678
72
117.147

awal
tahun
3.300
29

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

2. Distribusi menurut waktu

3
1000 atau lebih kasus baru selama tahun 2011.
Delapan belas negara

tahun ini sudah terbagi dua yaitu Sudan dan Sudan


Selatan

*
"

Myanmar, Srilanka menunjukkan


peningkatan deteksi kasus baru.
Tabel 2.3
Penemuan kasus baru pada 17 negara yang
melaporkan > 1000 kasus selama tahun 2011
dibandingkan dengan tahun 2004 sampai dengan 2010.
Negara
Angola
\
\ $
China
D.R.Con
go

Madaga
skar
Mozamb
ique
Myanma
r
Nepal
Nigeria
Filipina

Sudan
S
u
d
Tanzania
Total
%
dari
selu
ruh
Total
dunia

20
04
2.
10

{
3

11.
78
260.
063

3
6
3.
71

+
{

6.
95
5.
27
+
+
1.
99
7
2
-

20
05
1.
87
7.
88
{
3/
1.
65
10.
36
169.
709

19.
69
2.
70
5.
37
3.
57
6.
15
6
/+
3.
13
3

7
2
-

20
06
1.
07
6.
28

{
1.
50
8.
25
139.
252
/

17.
68
1.
53
3.
63
3.
72

+
{
6
2.
51
1.
99

20
07
1.
26
5.
35
39.
12
1.
52
8.
82
137.
685
3

17.
72
3

2.
51
3.
63

6
+
6
+
/+
1.
70
-

20
08
3
3
6
+
{
3
3
3

3
3{
3
3
/
3
3
1.
76
1.
31
3.
36
/

2.
37
1.
97
1.
90
-

20
09
9
3
5.
23
37.
61
1.
59
5.
06
133.
717

3
17.
26
1.
57
1.
19
{
3
{

+
3
1.
79
1.
87
2.
10
-

20
10
1.
07
{

3
{
6/

126.
800

17.
01
1.
52
1.
20
2.
93
3.
11
3.
91
+
/
2.
02
+
{
-

5.
19
388
.53

+
287
.13

{
6
248
.10

3.
10
241
.93

3.
27
234
.44

+
6
228
.78

+
{
215
.93

9
5
407
.79

9
6
299
.03

9
3
265
.66

9
4
258
.13

94
249
.00

9
3
244
.79

9
5
228
.47

201
1
508
3.97
0
33.9
55
3
3
{

127.
295
NA
20.0
32
1.57
7
1.09
7
3.08
2
{3

NA
1.81
8
2.17
8
706
1.79
9
NA
206
.28
94
219
.07

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

3. Distribusi menurut faktor manusia:


`
Dalam satu negara atau wilayah yang sama kondisi
lingkungannya,

%
Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih
sering terjadi pada
\

juga
mengindikasikan hal yang sama, kejadian kusta
lepromatosa

b.

Faktor sosial ekonomi.

"

>

"

*
menurut umur
sedikit yang

berdasarkan

sulit
diketahui.
Dengan
penyakit sering terkait

prevalensi,

kata

lain

hanya
kejadian

#
umur tertentu untuk terkena penyakit. Kusta diketahui
terjadi pada semua usia berkisar antara bayi sampai
usia lanjut (3 minggu sampai
/
9 ~
%
d.

Distribusi menurut jenis kelamin


>

*
7%

>
perempuan.

"

Rendahnya kejadian kusta pada perempuan


kemungkinan karena

pada

%
perempuan ke layanan kesehatan sangat terbatas.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN TERJADINYA
KUSTA
1. Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae,
untuk pertama kali ditemukan oleh G.H. Armauer
Hansen pada tahun 1873.

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

M. Leprae

|
%
(Schwan
cell9
!
pembelahannya sangat lama, yaitu 2-3 minggu.
Di luar tubuh manusia 8
9

in
vivo
pada
suhu 270-300 C.
2. Sumber penularan
Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang
dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman
kusta dapat hidup pada armadillo,
"

thymus (athymic nude mouse9

3. Cara keluar dari pejamu (tuan rumah=host)


Kuman kusta banyak ditemukan di mukosa
manusia. Telah

hidung

merupakan sumber kuman.

4. Cara penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5
tahun, akan tetapi
dapat juga bertahun-tahun.
Penularan terjadi apabila M. leprae yang
8
9
lain.
*
*
&

"
"

sumber penularan kepada orang lain.

5. Cara masuk ke dalam pejamu


*
saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit.
6. Pejamu
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah
kontak dengan pasien kusta, hal ini disebabkan
adanya kekebalan tubuh. M.leprae termasuk kuman
obligat intraseluler sehingga sistem kekebalan yang
|
%
klinis penyakit kusta.

*
/

869

%
dapat meningkatkan perubahan

869

6
{/

"

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

Contoh:
3//
6
"
8
9 { orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang
menjadi sakit dimana hal ini belum memperhitungkan
pengaruh pengobatan.
Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk
dalam salah satu

"
kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi
resisten terhadap kuman kusta.
b. Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap
kuman kusta,
\
*

"
*
\

C. UPAYA PENGENDALIAN PENULARAN


Penentuan kebijakan dan metode pengendalian penyakit
kusta sangat ditentukan oleh pengetahuan epidemiologi
kusta, perkembangan ilmu dan teknologi di bidang
kesehatan.
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta
dapat dilakukan melalui:
1. Pengobatan MDT pada pasien kusta
+ _
\ '

#
\
'
6/ dengan pemberian dua dosis dapat memberikan
perlindungan terhadap
/
~
"
"

"

10

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

\
- Vaksinasi
|laksis (Masih dalam pengembangan)

Pengobatan
Menjadi sakit dan
tubuh mereka menjadi tempat perkembangan Mycobacterium

Tuan rumah / host :


yang kekebalannya kurang

Cara masuk
ke host:
dari saluran nafas

Kasus
Kusta menjadi sumber penula

Cara keluar:
dari saluran nafas

Cara penularan
utama: Melalui percikan droplet

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

lepra

11

12

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

BAB III
KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA
DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia menetapkan
tahun 2000
*

*
ini pada tahun yang sama, akan tetapi
perkembangan 10 tahun terakhir

! f

^`
Global Strategy
!

"#

*
+/3/>+/3

Enhanced

! f

"

B. SITUASI PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA


3+
8+///>+/339

"

Tabel 3.1
TREN KASUS KUSTA DI INDONESIA TAHUN 2000 - 2011
TAH
UN
200
0
200
1
200
2
200
3
+//
200
5
200
6
200
7
200
8

KA
SU
S
TER

17.5
39
17.7
12
19.8
55
18.3
37
19.6
66
21.5
37
22.7
63
+3
{/
21.5
38

KA
SU
S
3BA

3
++
16.2
53
15.9
13
16.5
72
19.6
95
18.3
00
17.7
23
3
3

CACAT
TIN
TOT GKA
%
AL
1.23 8,38
1
1.30 8,83
0
1.25 7,70
1
1.27 8,01
5
3
8,63
{/
1.72
2
1.57 8,61
5
1.52 8,62
7
1.66
9,56
8

KASUS
ANAK
TOT
%
AL
3
10,2

0
3
9,96

3
8,92

1.67 10,5
6
1.76 3
3/
3
1.79
9,09
0
1.90 3/
5
3
3
10,2
+ 11,3
9
1.98
7
9

KASUS
MB
TOT
%
AL
11.2 76,6
67
6
33
76,8
{3
12.3 5
76,2
98
12.2 8
76,8
23
12.9 1
78,1
57
15.6 9

39
3
3
80,6
6/
3 3/ 0
79,6
{
0
3
82,1
+
5

200
9
201
0
201
1

21.0
26
3

3
23.1
69

17.2
60
17.0
12
20.0
23

1.81
2
1.82
2
2.02
5

10,.
50
10,7
1
10,1
1

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

2.07
3
3
/
+
6+

12,0
1
11,1
9
12,2
5

3 +
+
3{

{
16.0
99

+
{
80,7
3
/
/

13

Dari data-data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa


penyakit kusta
"

Peta Distribusi Kasus Baru Kusta Tahun 2011


)

592(
13,0)

Sumater
a
984(2.0
9)

Kalimant

Goront
alo

481 (3.42)

187
(17.6)

M
a
l
597
(56.2)

Sulaw
Utara
esi

394
(17,1)

Papua

P
a
p
831
(105.

1515(50.8)

CDR>10/100000)
Atau
kasus baru> 10
00
CDR <10/100000
Atau kasus baru
<1000

DKI
Jakarta

543
(5.6)

Banten

500 (4,6)

Jawa Barat

Jawa Tengah Jawa Timur

Sulawesi Barat Sulawesi Selatan


Sulawesi Tenggara
Sulawesi TengahMaluku

2.185(5.0)

2275(7.0)

159 (13.4)

DIY

79 (2.3)

5.284 (14.0)

Bali
114
(2.9)

NTB
370
(8,1)

1338(16.5)

NTT

282 (5.9)

322(14.1)

320 (11.9)

671 (42.6)

"

"

C. KEBIJAKAN NASIONAL PENGENDALIAN KUSTA DI


INDONESIA
1. Visi
Masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan
berkeadilan
2. Misi
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan
masyarakat madani
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu, dan berkeadilan.
*
"

*
3. Strategi
b.
*

*
Pelayanan
kusta
berkualitas,
termasuk
layanan
rehabilitasi, diintegrasikan
dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
%
`
keluargan
ya.

e. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta


dalam berbagai
pengendalian kusta.

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

%
g. Peningkatan dukungan kepada program kusta
melalui penguatan advokasi kepada pengambil
kebijakan dan penyedia layanan lainnya untuk
meningkatkan dukungan terhadap program kusta.
h. Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan
endemisitas kusta.
4. Sasaran strategis
**
>+
+/36 dibandingkan data tahun 2010.

{6

D. PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN/KOTA


BEBAN RENDAH
#
Suatu kabupaten/kota dinyatakan sebagai daerah beban
rendah kusta apabila memenuhi semua indikator di bawah
ini:

39 7
< 5 / 100.000
penduduk atau jumlah total penemuan kasus baru
< 30 kasus per tahun selama 3 tahun berturutturut
+9
**
+
6
terakhir sebanyak < 25
kasus
"

39

6 8

+9

2.Tujuan
a. Tujuan Umum:
|
%

b. Tujuan khusus:
39
kusta.
+9
dalam mendeteksi suspek kusta.
{9
pelayanan rujukan dalam tatalaksana pasien kusta.
9
upaya deteksi dini kusta.
69
*

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

15

3.Kebijakan
\
3/>{/

"
disesuaikan dengan kondisi

8 9 "
setempat.
39
+9

"

"

"

*
dalam penatalaksanaan pasien
kusta.

"

3/

39
>

+9

oleh PRK.

4.Langkah-langkah dalam menentukan daerah beban


rendah
%

"


mengenai situasi kusta di kabupaten/kota
tersebut

\
39

+9

\
*
9 '
*
9
*9

9 &
9
*9
9 &

{9 ^

"
6

*
"


**
_

>+

"

|
%

_
wasor kabupaten/kota, sehingga dapat dibuat
kesimpulan apakah


16

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

E. KEGIATAN PROGRAM KUSTA


1. Tatalaksana pasien

N
o

1
2
3

5
6
7
8
9
1
1
1
1
3
1
1

Kegiatan

Pelayanan Pasien
Penemuan Suspek
Diagnosis
Penentuan
regimen dan
Pemantauan
Pemeriksaan Kontak
|

reaksi
Penentuan dan
penanganan reaksi
Pemantauan
pengobatan
f

Penyuluhan
Pendukung
Stok MDT
Pengisian kartu pasien
Register Kohort pasien
Pelaporan
Penanggung jawab

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

Kabupaten/kota
Beb
Beban
an
rendah
PusSe
P
W
mu
kes
R
a
a
mas
K/
Pus
+
-

+
+

+
+

+
+

+
+

+
+
+
+

+
+
+
+

+
+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
+
+

+
+
+
+

+
+
+
+
+

+
+
+
+
+

+
+/ +

17

2. Tatalaksana Program
N
Kegiatan
o
1 Rapid Village
2
|

Kabupaten/
Be
Beb
ba
an
+
+

Propi
nsi
+

+
+

lingkungan
3 Pemeriksaan
laborato- rium
+
+
+
pada pasien
Penyuluhan ,
+
+
+
5
+
+
puskesmas
6

Kabupaten,
7 Supervisi
+
+
+
8
*
+
+
+
- ran
9
+
+
+
1 * ^
+
+
+
1 Rehabilitasi
+
+
+
1 medik Sosial
1 Seminar
+
2 dengan FK/
1 Seminar dengan
3 sekolah
+
+
+
*
lain
3. Catatan khusus untuk daerah beban rendah
a. Penemuan pasien (
$
9
%

Pu
sat

+
+
+
+
+
+
+
+

\
% lainnya.
b. Diagnosis
 
\
non PRK menemukan suspek, harus
dirujuk ke PRK/RSUD/wasor
|
|

18

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

%
on
%

&') #*

*
Regimen pengobatan diberikan oleh petugas
PRK/RSUD/wasor. Pengobatan selanjutnya diberikan
oleh puskesmas non PRK.
d. Pemantauan Pengobatan (case holding9
Pemantauan pengobatan dilakukan oleh petugas
puskesmas non
%
\
3
*
f
f


\ dipandang mampu petugas puskesmas
non PRK dapat melaksanakan
f

%
Penanganan
pasien
reaksi
oleh
petugas
PRK/RSUD/wasor.
Jika
puskesmas
non
PRK
menemukan pasien reaksi harus dirujuk ke PRK/
RSUD/wasor. Pengobatan reaksi akan diberikan oleh
PRK/RSUD/
wasor,
selanjutnya
pemantauan
pengobatan reaksi dilakukan oleh puskesmas non
PRK.
g. Perawatan diri
Penyuluhan tentang perawatan diri diberikan oleh
PRK/RSUD/ wasor, dan dapat didelegasikan kepada
petugas puskesmas non PRK
*
f&

* *
*

h. Rujukan pasien dengan komplikasi


Rujukan pasien dengan komplikasi (misalnya alergi DDS
/ komplikasi
9
 
"
berat
harus dirujuk ke RS kabupaten

38

86

j. Sosialisasi program kusta di Rumah Sakit


Sosialisasi program kusta di RS agar memberikan
pelayanan kepada orang yang pernah mengalami
kusta tanpa diskriminasi.

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

19

k. Supervisi
Supervisi dari propinsi ke kabupaten maupun
kabupaten ke puskesmas diintegrasikan dengan
program pengendalian penyakit yang lain. Frekuensi
supervisi ke PRK/RSUD dilaksanakan lebih sering
daripada puskesmas non PRK.
8 `9
Penyuluhan perorangan dan kelompok diberikan
oleh puskesmas sedangkan penyuluhan massa di
berikan oleh kabupaten.

&

kabupaten
petugas PRK atau wasor.

*
&
PRK/RSUD, membuat
permohonan dan mengambil ke propinsi dan
mendistribusikan ke PRK/RSUD yang membutuhkan.

*
kabupaten, membuat permohonan obat ke Pusat dan
mendistribusikannya ke kabupaten.
*
*
%
*
unit pelayanan.
Puskesmas mengirim salinan register kohort ke
kabupaten.
Pelaporan
hanya
dilakukan
oleh
kabupaten dan propinsi.
*
`#

*
evaluasi sesuai
dengan tanggung jawab masing-masing. Kegiatan
ini dapat diintegrasikan dengan program lain.
p. Rujukan rehabilitasi medik bagi orang yang pernah
mengalami kusta
persyaratan dan kondisi di lapangan.

20

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

"
Kegiatan

Peningkatan
kemampuan
|
f&
Tatalaksana
penderita
\
`
Advokasi
f
^
*

`#

Pelaksana
Wasor dan Kasi

Penanggung
Jawab
Kasubdin/Kab
id

PRK/RSUD/wasor
PRK/RSUD/wasor
Wasor dan Kasi

Kasi
Kasi
Kasubdin/Kab
id
Kadinkes

PRK/RSUD/wasor
~f f
Kasubdin/Kabid
Gudang Farmasi /
P2M
PRK/RSUD/wasor
!

Kadinkes
Kasubdin/Kab
id
Kasi
Kasubdin/Kab
id

F. INTEGRASI DAN RUJUKAN KUSTA


"
%
% "
dilakukan melalui pendekatan terintegrasi,
karena pendekatan tersebut dapat memberikan kesetaraan
dan jangkauan pelayanan yang lebih luas kepada orang
yang pernah mengalami kusta. Keuntungan integrasi
"
"
diskriminasi yang dihadapi oleh orang
yang pernah mengalami kusta. Selain
"
%
#
"
panjang akan menjamin kesinambungan program.
Sebagai konsekuensi integrasi, kegiatan dalam program
pengendalian penyakit kusta harus dilakukan oleh petugas
di semua pelayanan kesehatan umum termasuk sarana
pelayanan rujukan.
1. Sistem rujukan dalam pelayanan kesehatan yang
terintegrasi.
Dalam sistem ini pelayanan orang yang pernah
mengalami kusta serta
*
"
"
kesehatan
tersebut.


*
Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

21

#
"

8
"

Pelayanan rujukan kusta


pelayanan kesehatan

merupakan

bagian

dari

merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan


umum.
Sebuah sistem harus ada untuk rujukan pasien-pasien
yang sulit ke
8
9
rujukan kembali dari rumah sakit atau spesialis
ke sarana pelayanan kesehatan di bawahnya untuk
pengobatan lanjutan.
Tergantung kondisi
ketersediaan dan

setempat

(jangkauan

pelayanan,

9
dalam pelayanan kusta.

"

harus dapat diperoleh dan


tersedia untuk pasien yang membutuhkan. Hambatan
utama untuk rujukan di beberapa daerah adalah
kesulitan
*
"

8

diperlukan. Pada umumnya petugas
pelayanan kesehatan
8
9

8
9
kabupaten.

kesehatan

9
di

Di daerah beban rendah dimana penyakit kusta


kurang dikenal, kemampuan untuk menentukan suspek
kusta dan merujuk ke sarana pelayanan rujukan yang
telah ditetapkan (rumah sakit kabupaten atau
9
8

Diagnosis kusta dan pemberian pengobatan harus


diberikan di sarana pelayanan rujukan ini. Pengobatan
lanjutan dapat diteruskan ke sarana
8
9

%
"
Semua petugas kesehatan di daerah ini harus
mengetahui tempat rujukan dan kepada siapa mereka
akan merujuk pasien. Petugas diharapkan dapat
memberi nasehat pada pasien dengan tepat.
Komunikasi yang baik harus tetap dijaga, agar diskusi
tentang kemajuan pasien dapat berlangsung terus.
Kemajuan telekomunikasi (e-mail, mobile phone dan
9
*

22

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

"

8mobile team9
`
"
! f

"

&

kesehatan
f
&
"
>
%
`
8 `9
untuk pasien dan
anggota keluarga mereka
e. Register pengobatan yang sederhana harus tersedia
%
^
"
"
di sarana pelayanan
kesehatan dasar harus mengetahui kemana dan
bagaimana merujuk pasien
2. Indikasi rujukan
Akan dijelaskan dalam tatalaksana kasus kusta.
*

3. Peran berbagai sarana kesehatan dalam sistem


rujukan pelayanan kusta
a. Peran puskesmas
39
+9
%
%
pengobatan bila terjadi reaksi
{9

* *
9 \
program Kelompok Perawatan Diri (KPD/
!
9
69
pengobatan maupun yang sudah RFT
9
masyarakat
9
9
"

Kusta dan atau Rumah Sakit lain yang


mempunyai pelayanan untuk kusta

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

23

b. Peran Rumah Sakit Umum


39
+9

%
{9

9
8
%9 69

penyakit lain setara dengan pasien umum lainnya


9
"

8 f

9
*

39
8protesa, orthesa,
"
+9
{9
9

f
|

%
%

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

BAB IV
PENEMUAN
PASIEN
*
%
%
A. PENEMUAN PASIEN SECARA PASIF (SUKARELA)
Adalah pasien yang ditemukan karena datang ke
puskesmas/sarana kesehatan lainnya atas kemauan sendiri
atau saran orang lain.

>%
oleh dua aspek yakni:
3

jarak rumah pasien ke puskesmas/sarana kesehatan


lainnya terlalu jauh, dll.
+

kebutuhan klien, dll.


B. PENEMUAN PASIEN SECARA AKTIF
7
*
%
>

1. Pemeriksaan kontak
Adalah kegiatan penemuan pasien dengan melakukan
kunjungan
8
9
%

sehingga WAJIB dilakukan.

a. Tujuan
39

"
+9 Ditemukannya pasien baru sedini mungkin.

b. Sasaran

tetangga di sekitarnya.
c. Kegiatan
39
Untuk pasien baru kunjungan rumah dilakukan seseg

era mungkin
9

|
Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

25

+9
"
"
kartu pasien, alat-alat
pemeriksaan dan obat MDT.
2. Rapid Village Survey (RVS)
a. Tujuan
39
+9
{9

b. Sasaran

Kelompok potensial masyarakat desa/kelurahan atau


unit yang lebih
*

c. Pelaksanaan
39 Persiapan
*
pelaksanaan kegiatan survei. Dilakukan on
the job training 8f&9
%
+9 Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan dalam 2 tahap.
Tahap pertama:
Pertemuan diadakan sesuai dengan tanggal
yang ditetapkan
*
9
9

berikut:
"
"
"
>
penyakit kusta oleh Dokter/ Petugas Puskesmas.
*9 &
"
9
" 8
*
#
|
9
\
"
disesuaikan dengan
kapasitas dan sumber daya yang ada.
Tahap kedua:
9
*
dijaring oleh kelompok
kerja (target suspek adalah minimum 3/
9
%
hari pada suspek di masyarakat umum.
Pasien baru yang ditemukan pada saat
pemeriksaan, dibuatkan kartu dan diberikan
pengobatan serta penyuluhan yang mendalam.

9
*
"
puskesmas dalam kurun waktu 3 - 6 bulan
setelah pertemuan.

26

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

3. Chase Survey
Chase
*
%

survey

"

%
berbagai sumber tentang keberadaan
suspek kusta di wilayah tersebut. Kegiatan yang
dilakukan adalah pemeriksaan suspek dan penyuluhan
kepada masyarakat di lokasi tersebut.

4. Pemeriksaan anak sekolah SD sederajat


Kegiatan ini diprioritaskan pada wilayah yang
terdapat kasus anak.
|

8 9
a. Tujuan
39
tentang penyakit kusta.
+9
*
b. Sasaran
Guru dan murid SD/ sederajat.
c. Pelaksanaan
Sebelum dilakukan pemeriksaan
terlebih
dahulu diberikan penyuluhan tentang
kusta kepada murid-murid dan guru-guru.

*
Kusta maka perlu dirujuk ke Puskesmas untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah anak yang diperiksa
dan kasus baru yang ditemukan
*

a. Tujuan

39
+9
{9
9

penyakit kusta.
dan bidan desa dalam pengendalian penyakit
kusta.

b. Sasaran

9
masyarakat.

8\

c. Pelaksanaan
39 Pertemuan
dengan
Kepala
Kesehatan
Kabupaten

Dinas

"

^`

\
pelaksana pertemuan.
Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

27

+9 Pertemuan lintas sektoral kabupaten


Meningkatkan kesadaran lintas sektor mengenai
pengendalian penyakit
kusta
dan
mengharapkan bantuannya dalam
^`
{9
team leader dan kepala
puskesmas Meningkatkan kemampuan peserta
dalam mendiagnosis,
|
9
"
*
69
%
Meningkatkankemampuan petugas kesehatan
dalam
|
9 Pertemuan dengan kepala desa/kader kesehatan
Memberikan pengetahuan tentang penyakit kusta
dan mengharapkan
bantuan
Kades,
tokoh
masyarakat dalam
^`
9 Kunjungan ke desa
Tim yang terdiri dari team leader, Petugas
Puskesmas, Kades/
\

&
^

mengadakan penyuluhan dan
mengharapkan masyarakat yang mempunyai
kelainan di kulit agar memeriksakan diri.
\
"
diperiksa dan bila
terdiagnosa kusta dibuatkan kartu pasien dan
diberi MDT.
7 `^
"

|
8

&
3
pengawasan kader atau keluarga.

28

Tata Laksana Program Kusta Di


Indonesia

BAB V
KECACATAN DAN REHABILITASI
A. LATAR BELAKANG
Program pemerintah untuk mengendalikan penyakit kusta
sudah berjalan ke
* *

"

* *
+//
"

* *
akibat kusta justru meningkat sesudah
pengobatan berakhir.
\
|

* *

>

"

%
%
#
%
%
%
Enhance Global strategy ! f
+/33>+/36

"
bagian dari program pengendalian
penyakit kusta.
+/33

|
~
8United
+
/
0
#
yang menyatakan

"

%
( 1
9
"

~ { &
2009 pasal 139 ayat 2
yang menyatakan bahwa Pemerintah wajib menjamin
%
%
%
%
*
Untuk itu, pemerintah
dalam hal ini program pengendalian kusta nasional
bertanggung jawab untuk memenuhi hak klien dalam hal
rehabilitasi.
B. PENGERTIAN
Menurut
2
3

8 9
{
|

4
49

**
-

*
%
9

5+ 6
/
:
"
#

8
%

"

8impairment9

"

Disability

Tata Laksana Program Kusta Di Indonesia

78

%
"

&
* *

29

*
baik serta aktualisasi diri.
C. STRATEGI
1. Membangun kerjasama (networking9
bidang atau tugas diluar tupoksi subdit kusta /
kemenkes / dinkes
2. Menghilangkan berbagai hambatan agar klien bisa
mengakses program
8
9
8f
9
* *
"
{
8
9
bernegosiasi, mempengaruhi, mengendalikan hidup
agar bisa lebih mandiri.
D. KEGIATAN
! f
\
Masyarakat. Dimana kegiatan ini merupakan
kebutuhan minimal yang
%
1. Kesehatan - rehabilitasi medis
a. Memperbaiki sistem rujukan dan mengembangkan
jejaring dengan layanan rehabilitasi medis.
b. Meningkatkan kemampuan petugas tentang
kriteria rujukan,
%
"
8contact person
}
%
"
"
 & 9
*
%
8
9
%
8 9

2. Pendidikan
* *
b.

Melakukan advokasi tentang hak anak untuk


mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang sama
di sekolah, bekerjasama dengan dinas pendidikan.

3. Kehidupan sosial-ekonomi dan pemberdayaan


a. Membentuk kelompok mandiri (self help group9

30

%
pemberdayaan sosial ekonomi yang ada di
masyarakat, misalnya
>
8 ~
9
%
untuk mendapatkan pelayanan konseling
Tata Laksana Program Kusta Di
Indonesia

You might also like