Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. IDENTITAS
Nama
No RM
: 123042
Umur
: 17th
Agama
: Islam
Pekerjaan : Alamat
2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Korban kecelakaan lalu lintas, sepeda motor vs sepeda motor,
nyeri paha kanan, dan rahang bawah kanan, luka robek di tangan dan kaki kanan.
RPS : Sesaat MRS pasien sempat pingsan dan tidak mengingat kejadian.Riwayat
pusing (+), mual (-), muntah (-). Pasien merasa nyeri pada rahang bawah, mulut
tidak bisa menutup sempurna dan gigi berdarah, nyeri saat menggerakkan rahang.
Nyeri paha kanan.
RPD : pasien belum pernah mengalami kejadian serupa sebelumnya, riwayat
pingsan dalam waktu lama (-), riwayat trauma kepala sebelumnya (-).
Riwayat diabetes, Hipertensi, Asma disangkal
RPK : Riwayat penyakit Jantung, Hipertensi DM, Asma disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
3. DATA OBYEKTIF
Keadaan Umum : CM, tampak kesakitan, GCS 356
Vital Sign:
TD: 140/90mmHg, t : 36,2 oC , N : 104 x /menit, reguler, kuat , RR : 19
x/menit
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan wajah :
A/I/C/D -/-/-/-
b. Cervical spine
c. Thorax :
Jejas (+)
Cor : S1 S2 tunggal
d. Abdomen :
Supel
e. Ekstremitas :
Antebrachii dextra :
o
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Hemoglobin
10,5
11,4-17,7 g/dl
Lekosit
19.500
4.700-10.300 /cmm
Hematokrit
30,5
37-48%
Eritrosit
3.550.000
4,5-5,5 jt/ul
Trombosit
325.000
150.000-350.000/cmm
Hematologi
Cell dyn cito
LED cito
Bahan kurang
Foto skull AP dan foto femur dextra AP/LAT
0-20 mm/jam
5. DIAGNOSA
Diagnosis Klinis : CKR + close Fratur mandibula dextra + close fraktur femur dextra
+ VL
6. RENCANA ANESTESI
General anestesi intubasi
7. LAPORAN OPERASI
Tanggal MRS
: 28 April 2012
Tanggal operasi
: 3 Mei 2012
No. RM
: 123042
Nama
Ruang
: Asoka
Umur
: 17 tahun
TB/BB
: 165 cm/ 50 kg
Rencana op
PS 12345 D
:2
Premedikasi
Rencana anestesi
Tensi
:150/90 mmHg
Nadi
: 82 kali/menit
RR
: 16 kali/menit
Temp
: 36,4 C
Dokter bedah
Dokter anestesi
Obat inhalasi
Obat induksi
Cairan masuk
Cairan keluar
: 1000 ml
Catatan jalannya anestesi : pre oksigenasi 3-5 menit, induksi, intubasi, apneu, ett
no.7 NK nasal, mayo (-), phage (+), SC system, CR monitor
Obat yg masuk selama op : ketorolac 20 mg, fondavel 1 amp, transamin 100mg
Mulai induksi anestesi
: 10.30 WIB
Mulai incisi
: 10.45 WIB
Selesai op
: 13.30 WIB
5
S
Nyeri paha
O
KU
A
cukup,
composmentis,
kanan dan
rahang
Post op
orif
femur
kanan
P
Inj
terfanof
3x1gr iv
Farmadol 3x1
dex,
Thorax : sim/ret +/-, cor : S1S2
tunggal, Pulmo : rhonki/wheezing -/-
platting
mandibu
la
Ranitidin 2x1
Foto
femur
AP/LAT, skull
AP/LAT
Tgl 5-5-12
O
A
P
KU cukup, composmentis, T :
Inj terfanof 3x1gr
Nyeri paha
Post op orif
130/80, N:89, RR :21, temp :
iv
kanan dan
femur dex,
35,1 C
rahang
platting
Farmadol 3x1
kanan
Kepala : A/I/C/D -/-/-/mandibula
Neurobion 2x1
Thorax : sim/ret +/-, cor :
S1S2
tunggal,
Pulmo
Tgl 6-5-12
O
A
P
KU cukup, composmentis,
Inj terfanof 3x1gr
Nyeri paha
Post op orif
VS stabil
iv
kanan dan
femur dex,
rahang
platting
kanan
Analgesic dan Ab
mandibula
Thorax : sim/ret +/-, cor :
S1S2
tunggal,
Pulmo
rhonki/wheezing -/-
O
KU cukup, VS stabil
Nyeri paha
Post op orif
femur dex,
rahang
platting
kanan
tunggal,
Pulmo
P
Oral higyene dgn
betadin kumur
Diet bubur kasar
mandibula
AB dan analgesik
Foto
AP/LAT,
femur
skull
AP/LAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. FRAKTUR MANDIBULA
1.1
Dibentuk oleh dua bagian simetris yang mengadakan fusi dalam tahun pertama
kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan
sepasang ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang dari
korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan
disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosessus kondiloideus
terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis
median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum yang
merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.
8
FRAKTUR MANDIBULA
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya diskontinuitas
tulang yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau
karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi akibat perkelahian,
kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh ataupun trauma saat
pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi karena kekuatan tulang berkurang
akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas rahang, osteogenesis imperfecta,
10
11
13
14
- foto Eisler ; foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus dan korpus,
dibuat sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan.
- Townes view ; dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula
- reverse Townes view ; dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus
mandibula terutama yang displaced ke medial dan bias juga melihat dinding lateral
maksila
- Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat untuk
mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus kiri beserta
posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila. Dibuat film didepan mulut
pada alat yang rotasi dari pipi kanan ke pipi kiri, sinar-x juga berlawanan arah rotasi
dari arah tengkuk sehingga tercapai proyeksi dari kondulus kanan sampai kondilus
kiri.
Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi rendah,
pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita trismus,. Kerugiannya
tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas daerah periapikal sebagaimana
yang dihasilkan foto intra oral
- Temporomandibular Joint ; pada penderita trauma langsung daerah dagu sering
didapatkan kondisi pada dagu baik akan tetapi terjadi fraktur pada daerah kondilus
mandibula sehingga penderita mengeluh nyeri pada daerah TMJ bila membuka mulut,
trismus kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ yang standard biasanya
di lakukan proyeksi lateral buka mulut (Parma) dan proyeksi lateral tutup mulut biasa
(Schuller). Biasanya dibuat kedua sendi kanan dan kiri untuk perbandingan.
- orbitocondylar view ; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat buka mulut lebar,
menunjukkan kondisi struktur dan kontur dari kaput kondilus tampak dari depan
CT Scan
Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum merupakan pemeriksaan
standart. Centre yang telah maju dalam penggunaan modalitas ini telah menggunakan
CT Scan terutama untuk fraktur maksilofasial yang sangat kompleks. Pemeriksaan ini
membirak banyak informasi mengenai cidera di bagian dalam.
MRI
15
2. FRAKTUR FEMUR
2.1 DEFINISI
16
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
2.2 FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum
bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan
batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk
acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai
darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke
femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari
pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian
bawah dari leher femur.
2.3 KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
Melalui kepala femur (capital fraktur)
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
2.4 PATOFISIOLOGI
A. Penyebab fraktur adalah trauma
17
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma
berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
Osteoporosis Imperfekta
Osteoporosis
Penyakit metabolik
2.5 TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,
misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
2.7 KOMPLIKASI
1) Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler. Hal ini dapat dikoreksi
dengan transfusi darah yang memadai.
2) Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
3) Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma
kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara
fragmen. Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi
interna.
4) Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi
antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor.
Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini.
5) Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadi (2)
2.8 TATALAKSANA
X.Ray
sepuluh tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing mempunyai
banyak kerugian dalam hal memerlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama,
meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak. Oleh
karena itu, tindakan ini tidak banyak dilakukan pada orang dewasa. Bila keadaan
penderita stabil dan luka telah diatasi, fraktur dapat diimobilisasi dengan salah satu
dan empat cara berikut ini:
1) Traksi.
19
2) Fiksasi interna.
3) Fiksasi eksterna.
4) Cast bracing
BAB III
PEMBAHASAN
1. Anestesi
1. Teknik Anastesi
Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik
perlindungan jalan nafas. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi.
Pulse oxymeter dianjurkan sebagai alat monitoring.
2. Penilaian dan Persiapan Praanestesia
Anamnesis
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah,
sehingga dapat dirancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Kebugaran untuk anesthesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan tidak perlu harus
dihindari.
Masukan Oral
20
Indikasi :
21
Farmakologi
Metabolisme terutama dalam hati. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit
tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6glukoronid yg dpt memperpanjang aktivitas opioid. Kira-kira 7-10% melalui feses.
Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada
kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6-glukoronid yg dpt memperpanjang
aktivitas opioid. Kira-kira 7-10% melalui feses.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, depresi pernapasan yang parah, Sediaan transdermal tidak
direkomendasikan pada nyeri akut atau paska operasi, nyeri kronis ringan atau
intermiten atau pasien yg belum pernah menggunakan opioid & toleran thd opioid.
Efek Samping
Depresi pernapasan.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan :
Kategori C : Dapat digunakan jika potensi manfaat lebih besar daripada resiko
thd janin
- Terhadap Ibu Menyusui :
Hati-hati pemakaiannya pada ibu menyusui
- Terhadap Anak-anak :
Keamanan & efikasi pada anak-anak belum diketahui
Parameter Monitoring
Status sistem pernapasan & status mental, tekanan darah
23
Bentuk Sediaan
Injeksi Ampul 50 mcg/ml, Transdermal 25 mcg/jam, 50 mcg/jam
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama
kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi system saraf pusat yg
parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala,
tumor otak, asma bronkial
Informasi Pasien
Hindari pemakaian alkohol. Menyebabkan ngantuk (hati-hati mengendarai
mobil atau menjalankan mesin), gangguan koordinasi, pada penggunaan jangka
panjang menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologi.
Mekanisme Aksi
Berikatan dengan reseptor di sistem saraf pusat, mempengaruhi persepsi dan
respon thd nyeri.
Monitoring Penggunaan Obat
Status sistem pernapasan & status mental, tekanan darah
2. Propofol
Propofol ( 2,6 diisopropylphenol ) merupakan derivat fenol yang banyak
digunakan sebagai anastesia intravena. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi
pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Propofol digunakan untuk induksi dan
pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia
lebih dari 3 tahun. Propofol mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean,
sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat
atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini
dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
24
Mekanisme kerja
Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui, tapi diperkirakan
efek primernya berlangsung di reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid).
Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein
plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif,
waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam
kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat
ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata- rata 30 45 detik )
dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung
propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik
ataupun relaksasi otot
Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat. Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar,
dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek
analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran
berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular. Dapat menyebakan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan
denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan. Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam
beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian
diprivan.
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuse.
c)
d) Turunkan dosis pada orang tua atau pada pasien dengan gangguan hemodinamik
atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e)
25
f)
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75% pasien.
Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika
mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian
proksimal tempat suntikan, dan diberikan secara IV melalui vena yang besar. Gejala
mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan
propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati
pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan
pankreatitis.
3. Tramus (Atracurium besylate 10 mg/ml)
Farmakodinamik
Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif dan
kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising agent
bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor site
pada motor-end-plate. Atracurium dapat digunakan pada berbagai tindakan bedah dan
untuk memfasilitasi ventilasi terkendali. Atracurium tidak mempunyai efek langsung
terhadap tekanan intraocular, dan karena itu dapat digunakan pada bedah opthalmik.
Farmakokinetik
Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui
eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu
fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase non-spesifik.
Eliminasi atracurium tidak tergantung pada fungsi ginjal atau hati. Produk urai
yang utama adalah laudanosine dan alcohol monoquartenary yang tidak memiliki
aktivitas blokade neuromuscular. Alcohol monoquartenary tersebut secara spontan
terdegradasi oleh proses eliminasi Hofmann dan diekskresi melalui ginjal.
Laudanosine diekskresi melalui ginjal dan dimetabolisme di hati. Waktu paruh
laudanosine berkisar 3-6 jam pada pasien dengan fungsi ginjal dan hati normal, dan
sekitar 15 jam pada pasien gagal ginjal, sedangkan pada pasien gagal ginjal dan hati
sekitar 40 jam. Terminasi kerja blokade neuromuscular atracurium tidak tergantung
26
pada metabolisme ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena itu, lama kerjanya
tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati, ataupun peredaran darah.
Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase rendah menunjukkan
bahwa inaktivasi atracurium tidak terpengaruh. Variasi pH darah dan suhu tubuh
pasien selama masih dalam kisaran fisiologis tidak akan mengubah lama kerja
atracurium secara bermakna. Konsentrasi metabolit didapatkan lebih tinggi pada
pasien ICU dengan fungsi ginjal dan atau hati yang abnormal. Metabolit ini tidak
berperan pada blokade neuromuscular.
Indikasi
Sebagai adjuvant terhadap anestesi umum agar intubasi trakea dapat dilakukan
dan untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau ventilasi terkendali,
serta untuk memfasilitasi ventilasi mekanik pada pasien Intensive Care Unit (ICU).
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
Dosis dan Cara Pemberian
Rute pemberian : injeksi intravena atau infus kontinyu.
Dewasa :
Pemberian melalui injeksi intravena
Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh yang
dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35 menit.
Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik setelah injeksi
intravena 0,5-0,6 mg/kg.
Blokade penuh dapat diperpanjang dengan dosis tambahan sebesar 0,1-0,2
mg/kg sesuai kebutuhan. Pemberian dosis tambahan secara berturut-turut tidak
meningkatkan akumulasi efek blokade neuromuskuler. Pemulihan spontan sejak akhir
blokade penuh terjadi dalam waktu sekitar 35 menit diukur dari respon pemulihan
tetanik sebesar 95% fungsi neuromuscular normal.
Blokade neuromuscular oleh atracurium dapat dengan cepat dipulihkan
dengan memberikan dosis standar anticholinesterase agent, seperti neostigmine dan
edrophonium, disertai atau didahului dengan pemberian atropine, tanpa terjadi
rekurarisasi.
Pemberian infuse intravena
27
Setelah
pemberian
dosis
awal,
atracurium
dapat
digunakan
untuk
Sangat jarang terjadi : reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien
yang mendapatkan atracurium bersamaan dengan beberapa obat lain. Pasien ini
biasanya memiliki satu atau lebih kondisi medis yang memudahkan terjadinya kejang
(contohnya trauma cranial, edema serebri, uremia).
Rumatan Anestesia
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan cara intravena
(anestesia intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena
inhalasi. Rumatan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, dan diusahakan agar pasien selama
dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Pada pasien ini digunakan rumatan inhalasi menggunakan campuran N2O dan
O2 ditambah dengan isofluran 2-4 vol%.
N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tiak berbau, tidak
berasa, dan lebih berat daripada udara. Gas ini tidak mudah terbakar. Tetapi bila
28
dikombinasi dengan zat anestetik yang mudah terbakar akan memudahkan terjadinya
ledakan, misalnya campuran eter dan N2O.
Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang
kurang kuat sehingga lebih sering digunakan dalam rumatan. Gas ini memiliki efek
analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti 15 mg
morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35%. N 2O
diekskresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui kulit.
Isofluran
Isofluran adalah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi
isofluran mirip enfluran, tetapi secara farmakologis sangat berbeda. Isofluran berbau
tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan nafas
dan terbatuk.
Isofluran merelaksasi otot rangka dengan lebih baik dan meningkatkan efek
pelumpuh otot depolarisasi maupun nondepolarisasi labih dari yang ditimbulkan oleh
enfluran. Tekanan darah turun cepat dengan makin dalamnya anestesi, namun beda
dengan enfluran curah jantung dipertahankan oleh isofluran. Hipotensi lebih
disebabkan oleh vasodilatasi di otot. Pembuluh koroner juga berdilatasi dan aliran
koroner dipertahankan walaupun konsumsi O2 berkurang. Dengan kerjanya yang
demikian isofluran dipandang lebih aman untuk pasien penyakit jantung daripada
halotan atau enfluran. Akan tetapi, isofluran dapat menyebabkan iskemia miokardium
melalui fenomena coronary steal yaitu: pengalihan aliran darah dari daerah yang
perfusinya buruk ke daerah yang perfusinya baik. Kecenderungan timbulnya aritmia
pun sangat kecil, sebab isofluran tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.
Ventilasi mungkin perlu dikendalikan untuk mendapatkan efek normokapnia
sebab isofluran dapat menyebabkan depresi nafas dan menekan respon ventilasi
terhadap hipoksia. Isofluran dapat memicu refleks saluran nafas yang menyebabkan
hipersekresi, batuk, dan spasme laring, yang lebih kuat daripada enfluran. Ditambah
dengan terganggunya fungsi silia di jalan nafas, anestesia yang lama dapat
menyebabkan menumpuknya mucus di saluran nafas. Hal ini dapat dikurangi dengan
medikasi pra-anestetik yang memadai.
Isofluran yang mengalami biotransformasi jauh lebih sedikit. Asam
trifluoroasetat dan ion fluor yang terbentuk jauh dibawah batas yang merusak sel.
29
Belum pernah dilaporkan gangguang fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan
isofluran.
2. Bedah
2.1
Fraktur mandibula
Tehnik operasi open reduction ; merupakan jenis operasi bersih kontaminasi,
30
tegak lurus superficial terhadap vasa maksilaris eksterna. Pada bagian profundanya
dibuat flap ke atas sampai pada periosteum mandibula. Periosteum mandibula diinsisi,
selanjutnya dengan rasparatorium periosteum dibebaskan dari tulang. Dengan alat
kerok atau knabel dilakukan pembersian dari kedua ujung fragmen tulang. Lakukan
reposisi dengan memperhatikan oklusi gigi yang baik.
Bila digunakan wire, bor tulang mandibula pada 2 tempat, 1 cm dari garis
fraktur dan 1 cm dari margo mandibula. Kemudian digunakan snaar wire stainless
steel diameter 0.9mm, ikatan tranversal dan figure of 8. pada penggunaan plat mini
linier pada fraktur mandibula bagian mentum diantara dua foramen mentales maka
digunakan 2 buah plat masing-masingminimal 4 lobang sehingga didapatkan hasil
fiksasi dan antirotasi.
Tolak ukur keberhasilan operasi pemasangan plat mini maupun IOID wiring
pada mandibula adalah oklusi yang baik, tidak trismus. Jangan tergesa melakukan
fiksasi sebelum yakin oklusinya sudah sempurna. Posisi plat jangan terlalu tinggi
karena sekrup akan menembus saraf/akar gigi. Permukaan tulang bersih dari jaringan
ikat dan jaringan lunak sehingga plat betul-betul menempel pada tulang mandibula.
Untuk penggunaan bor, sebaiknya arah matabor tangensial, stabil dan arah obeng juga
sesuai dengan arah bor sebelumnya. Gunakan mata bor diameter 1.5mm dengan
31
2.2
Fraktur femur
Pada pasien ini dilakukan imobilisasi dengan cara fiksasi interna,
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang
cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi
fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika
hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami
interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan nonunion. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas
longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi
cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur.
Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed nailing
memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling
32
sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik
dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada psien ini untuk penanganan close fraktur mandibula dilakukan reposisi
terbuka (open reduction) ; tindakan operasi untuk melakukan koreksi defromitasmaloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi
dengan interosseus wiring serta imobilisasi dengan menggunakan interdental wiring
atau dengan mini plat+skrup.
Sedangkan untuk close fraktur femur dilakukan imobilisasi dengan
menggunakan teknik fiksasi internal atau ORIF (open reduction internal fixation).
Untuk tindakan anestesi dilakukan dengan teknik general anastesi dengan
menggunakan intubasi nasotrakeal.
.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.2005
2. Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, Bagian Bedah FKUI..
3. Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue,
New York: Churchill Livingstone, 1989
4. Sugiharto Setyo, Hardjowasito Widanto, Penanganan Fraktur Mandibula
pada Anak dengan pemasangan Arch-Bar., Majalah Kedokteran Unibraw,
1996; 12:39-41.
5. Wijayahadi R Yoga, Murtedjo Urip, et all, Trauma Maksilofasial Diagnosis
dan Penatalaksanaannya, Surabaya, Divisi Ilmu Bedah Kepala & Leher
SMF/Lab Ilmu Bedah RSDS/FK Unair Surabaya, 20006:25-26, 58-63, 71-71,
89-95, 98,100,125-132
6. Spateholz W. Handatlas und lehrbuch der anatomie des menschen, sheltema
& holkema N.V Amsterdam, 1953 ; 500-1.
7. Keith L Moore, Clinically Oriented Anatomy, 3rd , William-Wilkins, 1996:143148
8. Joseph Mc Carthy MD., Plastic Surgery, WB Saunders, 1990:917-990
9. Archer WH, Oral and Maxillofacial Surgery, vol2, WB Saunders Co.,
Philadelpia, 1975;1045-88
34
10. Okeson JP, Functional anatomy and Biomechanics of the masticatory system,
In management of temporomandibular disorder and occlusion, Okeson Jeffrey
P, Mosby, St Louis 1993 13-21
11. Dorlands Illustrated medical dictionary, 27th ed., WB Saunders Co.,
Philadelpia, 1988
12. Barrera E Jose, Batuello G Stephen., Mandibular Body Fractures, Sept 2006.
retrieved : Feb 28, 2007 at www.emedicine/Ent/Topic415.htm
13. Farman G Allan, Kushner M George, Panoramic Radiology in Maxillofacial
Trauma, Panoramic Imaging News, Richmond Institute, Vol V , Issue IV,2005
14. Fonseca RJ, Walker RV, Oral and Maxillofacial trauma, vol 1, WB Saunders
Co., Philadelpia, 1991: 359-414, 239, 242-51
35