Professional Documents
Culture Documents
Diajukan Kepada :
dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG
Disusun oleh :
Fatma Maulida Abiya
20100310059
OBSTETRI GINEKOLOGI
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Disusun oleh :
Fatma Maulida Abiya
200600310048
25 Juni 2015
Pembimbing
Daftar Isi
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. TujuanPenulisan.................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
A. Definisi Sectio Caesarea....................................................................................4
B. Indikasi Sectio Caesarea....................................................................................4
C. Klasifikasi Jenis Luka Sectio Caesarea..............................................................5
D. Adaptasi Post Sectio Caesarea...........................................................................7
E. Komplikasi Sectio Caesarea.............................................................................10
F. Komplikasi Luka..............................................................................................10
G. Proses Penyembuhan Luka...............................................................................11
H. Tipe Penyembuhan Luka..................................................................................12
I.
J.
N. Penggunaan Antibiotik.....................................................................................23
O. Antibiotik Beta-Laktam....................................................................................24
BAB III........................................................................................................................29
Daftar Pustaka..............................................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
B. TujuanPenulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
b. Sectio Caesaria Klasik atau Sectio Caesaria Corporal
Merupakan pembuatan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang
10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesiko uterine. Insisi ini
dibuat hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio
caesaria transperitonealis profunda (misalnya melekat eratnya uterus pada
dinding perut karena Sectio Caesaria yang dahulu, insisi di segmen bawah
uterus mengandung bahaya perdarahan banyak berhubungan dengan letaknya
plasenta pada plasenta previa). Kekurangan pembedahan ini disebabkan oleh
lebih besarnya bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih bahaya rupture uteri
pada kehamilan yang akan datang. Sesudah sectio caesaria klasik sebaiknya
c.
a. Involusi
Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1) Involusi uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi
dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan
Tinggi Fundus Uteri :
a) Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus
Uteri 1-2 jari dibawah pusat.
b) Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di
pertengahan simphisis pubis dan pusat.
c) Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.
2) Involusi tempat melekatnya placenta
Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak
beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada
endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan
luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan
untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan
datang.
b. Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringanjaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama. Menurut
pembagiannya sebagai berikut :
1) Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu
dan kedua.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke-3
- 6 post partum.
3) Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput
lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10.
4) Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan
bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 2 minggu setelah
melahirkan.
2.
Adaptasi psikososial
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum yaitu :
a. Fase taking in (Fase Dependen)
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan
ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan
menangguhkan
pengalaman
kehamilan,
ketidaknyamanan.
melahirkan
dan
rasa
G. Komplikasi Luka
a. Hematoma
Balutan dilihat terhadap perdarahan (hemoragi) pada interval yang
sering selama 24 jam setelah pembedahan. Setiap perdarahan dalam jumlah
yang tidak semestinya dilaporkan. Pada waktunya, sedikit perdarahan terjadi
pada bawah kulit. Hemoragi ini biasanya berhenti secara spontan tetapi
mengakibatkan pembentukan bekuan didalam luka. Jika bekuan kecil, maka
akan terserap dan tidak harus ditangani. Ketika lukanya besar dan luka biasanya
menonjol dan penyembuhan akan terhambat kecuali bekuan ini dibuang. Proses
penyembuhan biasanya dengan granulasi atau penutupan sekunder dapat
dilakukan.
b. Infeksi
Staphylococcuss Aureus menyebabkan banyak infeksi luka pasca
operatif. Infeksi lainnya dapat terjadi akibat escherichia coli, proteus vulgaris.
Bila terjadi proses inflamatori, hal ini biasanya menyebabkan gejala dalam 36
sampai 48 jam. Frekwensi nadi dan suhu tubuh meningkat, dan luka biasanya
membengkak, hangat dan nyeri tekan, tanda-tanda lokal mungkin tidak terdapat
ketika infeksi sudah mendalam.
10
Jaringan yang rusak dan sel mati melepaskan histamine dan mediator
lain, sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling
yang masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah tersebut,
sehingga menyebabkan merah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah
meningkat dan cairan yang kaya akan protein mengalir ke interstitial
menyebabkan oedema lokal.
b. Fase destruksi (1-6 hari)
Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi
dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan
bakteri. Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan
penyembuhan dapat berjalan terus tanpa keberadaan sel tersebut.
c. Fase Proliferasi (durasi 3-24 hari)
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk selsel
yang
bermigrasi.
Fibroblas
melakukan
sintesis
kolagen
dan
mukopolisakarida.
d. Fase Maturasi (durasi 24-365 hari)
Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel
pada pinggir luka dan sisa- sisa folikel membelah dan mulai berimigrasi di atas
jaringan granulasi baru.
11
disambungkan sehingga akan membentuk jaringan parut yang lebih dalam dan
luas.
Kontaminasi Luka
Tehnik pembalutan yang tidak adekuat, bila terlalu kecil memungkinkan
invasi dan kontaminasi bakteri, jika terlalu kencang dapat mengurangi suplay
12
13
atau setelah bedah untuk mencegah infeksi komplikasi. Pada kasus bedah sesar
diperlukan penggunaan antibiotik profilakasis karena pembedahan ini merupakan
pembedahan yang beresiko tinggi terjadinya infeksi.
Antibiotik Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi III yang diberikan secara intravena. Penggunaan antibiotik seftriakson
karena antibiotik tersebut mempunyai spektrum yang luas dan memiliki waktu
paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup
diberikan satu kali sehari. Seftriakson bersifat bakterisida terhadap bakteri yang
14
15
ketiga yang berspektrum luas yang kurang aktif terhadap Gram positif, tapi lebih
aktif terhadap enterobacteriaceae. Kemudian pengobatan dilanjutkan dengan
pemberian sefadroxil secara peroral. Sefadroxil merupakan antibiotik yang
efektif terhadap Gram positif dan memiliki aktivitas sedang terhadap Gram
negatif. Penggantian rute pemberian antibiotik dari iv menjadi peroral karena
kondisi pasien yang sudah membaik serta tanda dan gejala infeksi sudah
berkurang yaitu sudah tidak ada demam disertai nilai leukosit yang kembali
normal, sehingga pasien mampu menggunakan antibiotik secara peroral. Secara
umum antibiotik pasca operasi digunakan selama 3 hari dengan ditandai
hilangnya tanda infeksi. Penggunaan antibiotik lebih dari 3 hari pada pasien
dikarenakan belum adanya perbaikan tanda- tanda infeksi pada pasien, seperti
nilai leukosit dan suhu tubuh belum kembali normal, sehingga pada pasien perlu
dilakukan penambahan antibiotik kembali. Evaluasi efektivitas antibiotik
profilaksis dilihat dari kejadian infeksi pasca bedah sesar, tanda-tanda infeksi
berupa Purulent (nanah), peningkatan drainase (adanya cairan luka), kemerahan
dan bengkak di sekeliling luka, nyeri tekan, peningkatan suhu, dan peningkatan
leukosit.
M.Prinsip Penggunaan Antibiotik
Faktor-Faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik antara
lain :
1. Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik
a. Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan
daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu:
16
1)
2)
3)
bakteri.
4)
Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan
sifat dinding sel bakteri.
5)
Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera
dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar
sel.
b. Satuan resistensi dinyatakan dalam satuan KHM (Kadar Hambat
Minimal) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yaitu kadar
terendah antibiotik (g/mL) yang mampu menghambat tumbuh dan
berkembangnya bakteri. Peningkatan nilai KHM menggambarkan tahap
awal menuju resisten.
c. Enzim perusak antibiotik khusus terhadap golongan beta-laktam, pertama
dikenal pada Tahun 1945 dengan nama penisilinase yang ditemukan pada
Staphylococcus aureus dari pasien yang mendapat pengobatan penisilin.
Masalah serupa juga ditemukan pada pasien terinfeksi Escherichia coli
yang mendapat terapi ampisilin (Acar and Goldstein, 1998). Resistensi
terhadap golongan beta-laktam antara lain terjadi karena perubahan atau
mutasi gen penyandi protein (Penicillin Binding Protein, PBP). Ikatan
obat golongan beta-laktam pada PBP akan menghambat sintesis dinding
sel bakteri sehingga sel mengalami lisis.
d. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi
dengan 2 cara, yaitu:
1)
Mekanisme Selection Pressure. Jika bakteri resisten tersebut
berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang
17
18
penting
untuk
memperkirakan
outcome
klinik
ataupun
bersama dengan digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang
bisa fatal bagi pasien.
4. Faktor Biaya Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat
generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam
lindungan hak paten (obat paten). Harga antibiotik pun sangat beragam.
Harga antibiotik dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga 100 kali
lebih mahal dibanding generiknya. Apalagi untuk sediaan parenteral yang
bisa 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan kandungan yang sama.
Peresepan antibiotik yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan
keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh
pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apa pun
antibiotik yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan keuangan
pasien tentu tidak akan bermanfaat.
20
O. Penggunaan Antibiotik
Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau
kulit dan menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil
mengeliminasi bakteri tersebut dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila
bakteri berkembang biak lebih cepat daripada aktivitas respon imun tersebut
21
maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai dengan tanda-tanda inflamasi.
Terapi yang tepat harus mampu mencegah berkembangbiaknya bakteri lebih
lanjut tanpa membahayakan host. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk
mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik bisa bersifat bakterisid (membunuh bakteri)
atau bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya bakteri). Pada kondisi
immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau infeksi di lokasi
yang terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotik bakterisid
harus digunakan.
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
1. menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam
(penisilin,
sefalosporin,
monobaktam,
karbapenem,
inhibitor
beta-
tetrasiklin,
makrolida
(eritromisin,
azitromisin,
P. Antibiotik Beta-Laktam
Antibiotik beta-laktam merupakan antibiotik yang menghambat sintesis atau
merusak dinding sel bakteri. Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai
22
Gram -positif
penisilin
diklasifikasikan
antibiotiknya.
23
berdasarkan
spektrum
aktivitas
2) Sefalosporin
Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme
serupa
dengan
penisilin.
Sefalosporin
generasinya.
24
diklasifikasikan
berdasarkan
25
piperasilin
untuk
penggunaan
parenteral.
Waktu
26
paruhnya
29
BAB
III
PEMBAHASAN
Bedah sesar atau sectio caesarea (SC) adalah melahirkan janin melalui
pembedahan di dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Wanita yang
melakukan persalinan secara bedah sesar memiliki resiko infeksi lebih besar 5-20 kali
30
lipat dibandingkan pesalinan normal. Infeksi bedah sesar yang biasanya terjadi yaitu
demam, infeksi luka, endometritis, dan infeksi saluran kemih. Antibiotik profilaksis
dianjurkan pada persalinan bedah sesar karena dapat mencegah atau mengurangi
kejadian infeksi yang disebabkan oleh kuman pada saat operasi. Agen antibiotik
profilaksis yang sering digunakan dalam persalinan bedah sesar yaitu golongan
penisilin (ampisilin) dan golongan sefalosporin Generasi I (sefazolin). Antibiotik
tersebut telah terbukti efektif sebagai antibiotik profilaksis pada bedah sesar.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik
profilaksis terbukti efektif dalam menurunkan 3 kejadian infeksi dan juga dapat
mengurangi biaya rumah sakit .
Pada jurnal ini membandingkan keefektifan penggunaan antara antibiotik
amoksisilin dan sefalosporin sebagai antibiotik profilksis pencegah infeksi pasca
sectio caesarea. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah bahwa antara
amoksisilin dan sefalosporin memiliki tingkat keefektifan yang sama sebagai
pencegah infeksi pasca sectio caesarea, sehingga jurnal ini merekomendasikan
30
Daftar Pustaka
Ayrshire. & Arran., 2012, How to help prevent and detect wound infection following
a Caesarean section, www.nhsaaa.net.
Janiwarty, B. & Pieter, H.Z., 2013, Pendidikan Psikologi untuk Bidan-Suatu teori dan
Terapannya, Yogyakarta, Andi Yogyakarta, 262-263.
Karahasan, H., Ljuca, D., Karahasan, N., Suko, A., Babovic, A. & Rahimic, H., 2011,
Antibiotic prophylaxis and inflammatory complications after Cesarean section,
Journal of Health Sciences, 1 (3).
Lamont, R. F., Sobel, J., Kusanovic, J.P., Vaisbuch, E., Tovi, S.M., Kim, S. K., et al.,
2011, Current Debate on the Use of Antibiotic Prophylaxis for Cesarean
Section, National Institutes Health Public Access,118 (2), 193-201.
MacDorman, M. F., Menacker, F. & Declercq, E., 2008, Cesarean Birth in the United
States: Epidemiology, Trends, and Outcomes, Elsevier Saunders, 35, 293-307.
Mugford, M., Kingston, J. & Chalmers, L., 1989, Reducing the incidence of infection
after caesarean section: implications of prophylaxis with antibiotics for hospital
resources, BMJ, 299, 1003-1006.
PERMENKES RI, 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta, 874.
Smaill F. & Hofmeyrs G. J., 2007, Antibiotic Prophylaxis for Cesarean Section
(Review), Jhon Wiley & Sons, Ltd.
Smaill G.M.L. & Gyte F.M., 2010, Antibiotic prophylaxis versus no prophylaxis for
preventing infection after cesarean section (Review), Jhon Wiley & Sons, Ltd.
Varjacic, M., Babic, G., Loncar, D. & Bicanin, M., 2010, The Increased Cesarean
Section Incidence - Is There a Clinical Justification?, Maced J Med Sci, 18575773. WHO, 2003, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: a
Guide
31