You are on page 1of 7

ANASTESIA PD GAGAL GINJAL

KRONIK
Gagal ginjal kronik dapat disebabkan
oleh penyakit ginjal primer atau penyakit
sistemik yang berakibat pada ginjal.
Penurunan fungsi nefron trjadi dan dapat
menjadi petunjuk gambaran klinis yang
khas. GGK hanya menjadi jelas bila
nefron yang berfungsi < 40 % ( Nefron
yang rusak > 70% ). Dialisis ( Peritoneal
Dialisis atau Hemodialisis ) secara
umum tidak diperlukan kecuali nefron
yang berfungsi < 10%. Pasien dengan
GGK biasanya dihubungkan dengan
atheroma formation dan hyperetensi.
PRE-OPERATIVE ASSESMENT.
Faktor berikut ini harus dipertimbangkan
bila Px. Diduga GGK dan memerlukan
tindakan anestesi secara elektif atau
emergency.
1. Keseimbangan cairan :
Pada pasien dengan GGK, excresi
sodium dan air relatif tetap dan
cenderung berkurang. Ginjal dapat
mengalami kesulitan terhadap loading
cairan yang banyak dan dehidrasi.
Derajat dehidrasi dapat dinilai seperti
biasa dengan menggunakan turgor kulit,
pemeriksaan mukosa membrane, TVJ,
adanya dependent edema, edema
pulmonum pada auskultasi. Penilaian
invasive melalui CVP kadang-kadang
diperlukan. Banyak pasien dengan
regiment dialysis dapat mengetahui
kebutuhan cairannya per hari. Pasien
haror normovolemik selama operasi,
resusitasi cairan dilakukan dengan NaCl,
tetapi bila terjadi perdarahan juga harus
diganti.

2. Keseimbangan elektrolit :
Gangguan elektrolit yang biasa terjadi
pada GGK :
- Hyponatremia
- Hyperkalemia
- Acidosis.
HIPERKALEMIA :
Definisi : K+ sereum > 5 mmol/Lit.
Gambaran ECG berubah bila K+ serum
6 7 mmol/Lit dan therapy segera
diperlukan bila K+ > 7 mmol/Lit.
Perubahan ECG :
- Tall peaked T wave.
- QT interval pendek.
- QRS komplek : lebar
- Gelombang P hilang.
- VF dapat terjadi bila K+ serum >
10 mmol/Lit.
Metoda terapi peningkatan kalium
dalam keadaan emergency :
1. Calsium Gluconas 10 % : 0,5 mg/kg
( max : 20 cc ). Efek nya cepat dan
bersifat
sementara
untuk
menstabilisasi myocard.
2. Glucosa 50 % : 50 mi/IV bolus atau
per infus. Glucosa dan Insulin akan
menyebabkan migrasi yang cepat
dari potassium kedalam sel dan
menyebabkan K serum berkurang.
Kadar gula darah dapat dimonitor
secara teliti tetapi pengecualian pada
pasien DM, insulin endogenous akan
di eksresi dan mempertahankan
glucose darah dalam keadaan
normal. Sebagai alternatif 5 10 unit
insulin dapat ditambahkan perinfus.
Resiko pasien hipoglikemik dapat
terjadi dan sekresi insulin endogen
dapat terjadi.

3. Sodium Bikarbonat : 1 2 mmol


/kg /IV pelan ( > 5 10 menit ).
Pemberian sodium yang banyak dan
loading cairan tidak dianjurkan.
4. Salbutamol nebulized : 2,5 5 mg
dapat membantu pergerakan K+ ke
intrasel.
Kadar potassium total dapat dikurangi
dengan :
1. Dialisis.
2. Kalsium resonium ( 0,5 mg/kg )
setiap 8 jam melalui oral atau
rectal.
3. Diet rendah potassium.
Asidosis :
Koreksi terbaik yaitu dengan dialysis.
Pemberian bicnat hanya dianjurkan bila
pH < 7,2. Efek samping bicnat meliputi
hipernatremia dan overload.
Cardiovascular status :
Problem utama adalah hypertensi,
problem lain : retensi kronis garam dan
air atau produksi rennin yang berlebihan.
Tekanan darah dapat dikontrol saat preop, ischemic heart disease sering di
jumpai dan dapat diketahui saat pre-op.
Edema pulmonum dapat terjadi pada
overload cairan atau pada left ventricle
failure. Pericarditis dapat terjadi pada
keadaan uremic.
Fungsi Respirasi :
Edema pulmonum dan pleural effusi,
keduanya menyebabkan penurunan
compliance paru, FRC dan maningkat
kan ketidak sesuainan ratio ventilasi
/perfusi. Semua keadaan ini dapat
menyebabkan hipoxia dan lebih baik
diterapi secara removal cairan dengan
diuretic atau dialysis.

Fungsi Hematologi :
Anemia kronis sering dijumpai pada
pasien dengan GGK, dimana tidak di
terapi dengan erithropoetin dan biasanya
dapat ditoleransi dengan baik. Kecuali
pasien dengan ischemic heart disease
kadar Hb dipertahankan sekitar 7 8
gr/dl. Pasien dengan uremic mempunyai
resiko perdarahan disebabkan penurunan
adhesi platelet dan kerapuhan dinding
pembuluh darah.
Gastrointestinal system :
Anorexia, nausea, vomiting, perdarahan
dari stress ulcer, diare dan cegukan
merupakan gejala yang sering. Hal ini
dapat memperberat dehidrasi. Nutrisi
biasanya berkurang dan keadaan ini
dapat merusak penyembuhan luka.
System Endokrin :
Hyperparatiroid berperan penting dalam
demineralisasi tulang sehingga pasien
lebih mudah terjadi fracture. Kontrol
terhadap diabetes lebih sulit karena
terjadi penurunan sensitivitas terhadap
insulin.
Central Nervus System :
Uremia dapat menyebabkan malaise,
fatique, penurunan status mental dan
akhirnya coma. Uremia yang berat atau
ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
dapat menyebabkan kejang.
Multiple Medikasi :
Pasien kadang-kadang telah mendapat
corticosteroid atau immunospressan lain
yang tidak dapat dihentikan. Pengobatan
lain mungkin juga diberikan untuk terapi
penyakit tertentu.

Regimen Dialisis :
Pasien dengan GGK stadium akhir di
mana peritoneal dialysis di pertahankan,
dialysis diteruskan sampai pasien dibawa
ke OK. Hemodialisis idealnya dikerja
kan dengan heparinisasi minimum
hingga 12 jam sebelum operasi elektif.
FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI
PADA GGK.
Excresi obat yang larut dalam air dan
metabolit aktifnya akan terganggu. Obatobat yang diexresi melalui renal, waktu
paruhnya akan meningkat secara
perlahan dengan memburuknya fungsi
ginjal hingga kehilangan fungsi nefron
yang berat yang menjadi titik terjadinya
peningkatan waktu paruh yang berat
( nyata ) dengan pengurangan lebih
lanjut dari fungsi ginjal. Dialisis
biasanya hanya dapat mengembalikan
sebagian kecil kapasitas exresi dari
ginjal yang sehat.
Agent Induksi :
Efek obat induksi diakhiri oleh
redistribusi. Seluruh obat induksi me
nyebabkan depresi myocard dan harus
diberikan secara hati-hati pada pasien
dengan penyakit jantung.
Muscle Relaxant :
Scholin harus dihindari pada pasien
dengan hyperkalemia ( K+ > 5,5
mmol/Lit ). Beberapa relaxant non-depol
eliminasinya dipengaruhi oleh fungsi
ginjal.
Relaxant
terpilih
adalah
Atracurium karena mengalami degradasi
Hoffman secara spontan pada suhu
tubuh normal.

Veccuronium dan Mivacurium aman


digunakan pada gangguan ginjal karena
di exresi melalui ginjal dalam prosentase
kecil.
Gallamin
harus
dihindari
dan
Pancuronium,
alcuronium,
Pipecuronium,
Curare
dan
Dexecuronium dapat digunakan secara
hati-hati.
Potensiasi dari NMBA dapat terjadi bila
adanya asidosis metabolic, hipokalemia,
hypermagnesimea atau hypocalsemia
dan pada terapi dengan Aminoglicosida.
Monitor neuromuscular block kalau
mungkin.
Opioid :
Morphine di metabolisme oleh hepar
menjadi Morphine-6-glucoronide yang
mempunyai efek sedasi dari morphine
dengan pemanjangan waktu paruh yang
nyata.
Pethidine sebagian di metabolisme
menjadi Normeperidine yang mana efek
analgesinya berkurang ( rendah ) dan
mempunyai efek excitatory dan konvulsi
yang nyata. Kedua metabolit ini dapat
berakumulasi pada pasien dengan gagal
ginjal setelah pemberian dosis berulang
atau
pemberian
melalui
infus.
Penggunaan secara standart intra
operative biasanya tidak menyebabkan
masalah. Kalau tersedia morphine lebih
baik daripada pethidine.
Fentanyl dan Alfentanyl dapat diguna
kan secara normal.
Benzodiazepin dapat digunakan pada
gagal ginjal.

Agent Inhalasi :
Penurunan eliminasi Ion Fluoride yang
merupakan metabolit dari Enflurane,
Sevoflurane dan metoxiflurane yang
mana dapat memperburuk fungsi ginjal,
oleh karena itu obat inhalasi ini harus di
hindari kecuali digunakan dalam flow
rendah.
NSAID :
Harus dihindari, karena semuanya dapat
menyebabkan penurunan renal blood
flow dan dapat menyebabkan gagal
ginjal komplete.
PERLAKUAN ANESTESI :
Premedikasi :
Sedatif oral seperti Diazepam atau
Temazepam dapat digunakan. H2
antagonist atau Antacida non-particulate
( Misal : Sodium Sitrat ) dapat diberikan
bila reflux oesofagus merupakan suatu
masalah.
Anestesia :
Akses IV mungkin sulit. Bila selanjutnya
di rencanakan hemodialisis, penting
untuk menjaga AV fistula dan site fistula
peritoneal. Vena forearm dan antecubiti
bila mungkin harus dihindari pada
pasien ini. Monitoring ketat harus
dilakukan selama induksi, dengan
perhatian khusus pada ECG dan tekanan
darah. Pasien harus di oksigenasi dengan
baik dan hemodinamik harus stabil.
Hypovolemia dan hypotensi akan
memperburuk fungsi ginjal, oleh karena
itu blood loss dan fluid loss harus diganti
secara cermat. Jika mungkin sedatif
short acting dapat digunakan. Bila
dilakukan Spinal atau Epidural

anesthesia, preload cairan harus


minimum dan untuk mempertahankan
tekanan
darah
digunakan
vasokonstriktor. Sebaliknya overload
cairan post-op dapat mengharuskan
untuk dialisa.
Post- Operatif :
Keseimbangan cairan post-op harus
dilakukan dengan cepat dan sangat teliti
untuk
mengurangi
muntah
dan
kehilangan cairan yang lain. Beberapa
pasien
memerlukan
tindakan
hemodialisis untuk overload cairan postop, tetapi keadaan ini harus ditunda
kalau mungkin seperti pasien harus di
heparinisasi.
Beberapa
pasien
mengantuk dengan analgetik dosis
rendah. Oksigen ( 2 3 lpm NP atau 3
4 lpm masker ) harus diberikan selama
48 jam setelah operasi abdominal mayor
atau operasi thorax dan 24 jam setelah
operasi sedang.
PENCEGAHAN GAGAL GINJAL
AKUT :
Pasien sehat mempunyai kecenderungan
untuk terjadinya Necrosis Tubular Acute
pada perdarahan massive, multiple
trauma, sepsis, luka bakar luas, crush
injury, khususnya bila pasien telah
mengalami gangguan ginjal derajat
tertentu. Gagal ginjal di diagnosa bila
produksi urine menetap < 0,5
cc/kgBB/jam atau adanya kenaikan
serum kreatinine. Mempertahankan
keadaan Normovolemia dan tekanan
perfusi renal yang adequate merupakan
dua factor penting dalam pencegahan
gagal ginjal akut. Problem klinis
penyerta yang lain harus di kontrol dan
di terapi sebisa mungkin dan kalau

diperlukan pasang CVP untuk hidrasi


yang adequate. Produksi urine harus di
ukur tiap jam dan dipertahankan diatas 1
cc/kgBB/jam.
Hanya setelah pasien diresusitasi secara
baik dengan cairan, obat-obat vasoactive
dapat diberikan untuk mempertahankan
MAP pasien ( keadaan ini tergantung
pada tekanan darah pasien saat pre-op ).
Bila pasien menjadi oliguri ( urine
output < 0,5 cc/kg/jam ) meskipun
hidrasi telah adequate dan tekanan darah
normal, furosemide dapat diberikan >
240 mg/IV dalam 1 jam. Bila urine tetap
( - ), pemberian furosemide lanjutan
kurang bermanfaat.
Dopamin dan Manitol, keduanya
meningkatkan urine output, tetapi juga
menaikkan oksigen demand dari ginjal,
maka
furosemide
lebih
disukai.
Dopamine
dosis
rendah
tidak
menunjukkan efek protektif pada ginjal.
Semua obat-obat nefrotoksik harus di
hindari bila mungkin, termasuk NSAID
dan ACE-Inhibitor. Bila aminoglicosida
sangat diperlukan, level dalam serum
harus dimonitor.
Elektrolit termasuk Potassium, Sodium
dan Bicarbonat harus diukur paling
sedikit satu kali perhari selama periode
post-op. Intake kalori yang adequate
adalah penting dan harus dijaga sebaik
mungkin saat post-op.
ASSESSMENT PRE-OP PADA Px.
DGN GGK :
- Keseimbangan cairan.
- Status Asam-Basa dan biokimia.
- Penyakit yang berhubungan
dengan GGK.
- Medikasi yang berhubungan
dengan GGK.
- Regimen dialysis

Kelainan hematologik dan biokimia


yang sering pada pasien GGK :
- Hyper atau hypokalemia.
- Hyper atau hyponatremia
- Hyperposphatemia.
- Hypocalsemia.
- Asidosis Metabolik.
- Anemia
normochromic
normocytic.
TERAPI OLIGURIA AKUT :
- Kontrol penyebab penyerta bila
diketahui.
- Pastikan pasien di hidrasi dengan
baik k/p dengan monitoring
infasif.
- Pastikan TD normal atau di atas
normal.
- Setelah resusitasi cairan, coba
furosemide 240 mg dalam 1 jam.
- Hindari semua obat nefrotoksik
yang tidak diperlukan.
- Sesuaikan dosis obat yang di
eksresi malalui ginjal.
- Ukur
Sodium,
Potassium,
Bicarbonat, dan BUN/SC dua
kali perhari.
- Berikan Nutrisi rendah Kalium
sebisa mungkin.

GANGGUAN FUNGSI GINJAL :


Etiologi dan patofisiologi :
Gangguan fungsi ginjal dapat dibagi
menjadi ARF, CRF dan Akut
Superimposed CRF. Bila total GFR 35
50 % dari normal, keseluruhan fungsi
ginjal cukup untuk membuat pasien
tidak mempunyai gejala. BUN dan SC
bisa normal atau sedikit meningkat.
Hubungan antara Creatinine Clearance
( Pengganti GFR ) dan SC adalah nonlinier :
Creatinine clearance ( ml/menit ) =
( 140 umur ) x BB ( kg )
72 x SC
Perubahan kecil dari serum creatinine
dapat mewakili gangguan fungsi ginjal
yang signifikan. Keadaan ini merupakan
alasan mengapa serum creatinine tidak
adequate untuk menilai fungsi ginjal.
Bila GFR 20 35 % dari normal,
azotemia dapat terjadi, dan dapat
dijumpai gejala awal dari insufisiensi
ginjal. Dengan kehilangan lanjutan dari
jumlah nefron ( GFR < 20 % dari normal
) akan terjadi gejala gagal ginjal yang
jelas.

GAGAL GINJAL AKUT :

GGA ditandai dengan turunnya GFR


dengan cepat, retensi produk sisa
nitrogen, gangguan elektrolit, gangguan
asam-basa, hemostasis dan gangguan
volume ECF.
Causa :
PRE-RENAL ( 50 % ) :
- Hypovolemia.
- Congestive Heart Failure.
RENAL ( 40 % ) :
- ATN ( efek sekunder dari
ischemia )
- Toxin ( Aminoglicosida dan
agent radiocontrast )
- Nefritis
- Hemepigment.
POST-RENAL ( 5 % ) :
- Benign Prostate Hyperthropy
- Ca Prostate atau Cervix.
- Neurogenic Blader.
CHRONIC RENAL FAILURE.
Kerusakan nefron yang progressif dan
irrefersible akhirnya akan menyebabkan
CRF. Nefron yang normal akan
mengkompensasi kehilangan nefron
dengan perubahan pada struktur dan
fungsi ( hyperthropy ).
Causa :
- Diabetes Mellitus
- Hypertensive nefrosclerosis
- Chronic Glomerulonefritis
- Analgesic Nefropathy.
- Polycystic kidney.

TEST DIAGNOSTIC :

Pasien dengan gangguan funsi ginjal


yang akan di anestesi diperlukan
pemeriksaan :
- ECG : untuk melihat adanya
ischemic, LVH, K+ .
- Hematocrit.
- Serum elektrolit.
- BUN/SC : untuk indikasi dialisa.
- APTT/PTT : diperiksa bila ada
riwayat perdarahan.
- Thrombosite.
- Foto thorax : untuk melihat
adanya cardiomgali, pericardial
effusion, CHF, dan edema paru.
- Urinalisis.
- Albumin.
TIPS ANESTESIA PD Px. DENGAN
RENAL INSUFISIENSI :
1. Turunkan dosis obat Induksi.
2. Turunkan dosis Benzodiazepin.
3. Hindari Pethidine.
4. Efek
Morphine
cenderung
prolong.
5. Scholin aman bila K+ < 5,5
mEq / Lit.
6. Atracurium merupakan nondepol
terpilih.
7. Efek anticholinesterase bisa
prolong.
8. Penggunaan
Sevoflurane,
Isoflurane dalam dosis rendah
masih controversial.

You might also like