Professional Documents
Culture Documents
Referensi:
1. International Diabetes Federation. Global IDF/ISPAD Guideline for Diabetes in
Childhood and Adolescence. 2011.
2. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. Konsensus Nasional Pengelolaan
Diabetes Mellitus Tipe 1. 2009.
6. Tekan jari-jari ke arah dada, kemudian pencet dan tekan payudara di antara jari-jari,
lalu lepaskan, dorong ke arah puting seperti mengikuti gerakan mengisap bayi. Ulangi
hal ini berulang-ulang.
7. Hindari menarik atau memeras terlalu keras. Bersabarlah, mungkin pada awalnya
akan memakan waktu yang agak lama.
8. Ketika ASI mengalir lambat, gerakkan jari di sekitar areola dan berpindah-pindah
tempat, kemudian mulai memerah lagi.
9. Ulangi prosedur ini sampai payudara menjadi lembek dan kosong.
10. Menggunakan kompres hangat atau mandi dengan air hangat sebelum memerah ASI
akan membantu pengeluaran ASI.
C. Menyimpan ASI
1. ASI perah disimpan dalam lemari pendingin atau menggunakan portable cooler bag
2. Untuk tempat penyimpanan ASI, berikan sedikit ruangan pada bagian atas wadah
penyimpanan karena seperti kebanyakan cairan lain, ASI akan mengembang bila
dibekukan.
3. ASI perah segar dapat disimpan dalam tempat/wadah tertutup selama 68 jam pada
suhu ruangan (26C atau kurang). Jika lemari pendingin (4C atau kurang) tersedia,
ASI dapat disimpan di bagian yang paling dingin selama 3-5 hari, di freezer satu pintu
selama 2 minggu, di freezer dua pintu selama 3 bulan dan di dalam deep freezer (18C atau kurang) selama 6 sampai 12 bulan.
4. Bila ASI perah tidak akan diberikan dalam waktu 72 jam, maka ASI harus dibekukan.
5. ASI beku dapat dicairkan di lemari pendingin, dapat bertahan 4 jam atau kurang untuk
minum berikutnya, selanjutnya ASI dapat disimpan di lemari pendingin selama 24
jam tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
6. ASI beku dapat dicairkan di luar lemari pendingin pada udara terbuka yang cukup
hangat atau di dalam wadah berisi air hangat, selanjutnya ASI dapat bertahan 4 jam
atau sampai waktu minum berikutnya tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
7. Jangan menggunakan microwave dan memasak ASI untuk mencairkan atau
menghangatkan ASI.
8. Sebelum ASI diberikan kepada bayi, kocoklah ASI dengan perlahan untuk
mencampur lemak yang telah mengapung.
9. ASI perah yang sudah diminum bayi sebaiknya diminum sampai selesai, kemudian
sisanya dibuang.
Referensi:
1. World Health Organization, UNICEF. Breastfeeding counselling. A training course.
Geneva: WHO. 2009.
2. Suradi R, Hegar B, Partiwi IGAN dkk. Indonesia Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit
IDAI. 2010.
Tujuan : Membuat bayi baru lahir stabil dalam waktu selambat-lambatnya 1 jam sesudah
lahir
1. Menjamin suhu neonatus dalam keadaan normal. Suhu normal bayi baru lahir adalah
dalam rentang 36,5-37,50C yang diukur di aksila selama 3 sampai 5 menitatau sampai
termometer berbunyi jika menggunakan termometer digital.
2. Menjaga patensiairway (jalan napas) yang baik dengan menggunakanContinuous
Positive Airway Pressure (CPAP) untuk bayi yang retraksi atau merintih sejak di
kamar bersalin. Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen) dan mengatur konsentrasi oksigen berdasarkan panduan oksimetri
dengan target saturasi oksigen 88-92%.
3. Penilaian sirkulasi bayi baru lahir yang baik dilihat dari beberapa parameter yaitu 1)
heart rate antara 120-160 x/menit, 2) pulsasi arteri radialis kuat dan teratur, 3) akral
hangat, dan 4)capillary refill time < 3 detik.
4. Bila bayi tidak dapat minum, dapat dipasang akses melalui vena perifer atau dalam
keadaan darurat dapat menggunakan tali pusat.
5. Identifikasi bayi yang potensial mengalami hipoglikemia, sepertibayi kurang bulan
(usia gestasi <37 minggu), kecil masa kehamilan (KMK), besar masa kehamilan
(BMK), bayi dari ibu penderita diabetes melitus, bayi sakit, dan bayi dari ibu yang
mengonsumsi obat-obatan tertentu (beta-simpatomimetik, penghambat beta,
klorpropamid, benzotiazid, dan anti-depresan trisiklik) selama kehamilan. Apabila
pada pemeriksaan ditemukan kadar gula darah < 47 mg/dL dapat diberikan bolus
dextrosa 10% 2 mL/kgbb atau segera diberi minum jika tidak ada kontraindikasi
pemberian minum.
6. Bayi harus dirujuk dalam keadaan stabil dan kondisi tersebut dapat dicapai dengan
menerapkan program STABLE. Program STABLE adalah panduan yang dibuat untuk
tata laksana bayi baru lahir yang sakit, mulai dari pasca-resusitasi/pra-transportasi.
Program ini berisi standar tahapan stabilisasi pasca-resusitasi untuk memerbaiki
kestabilan, keamanan, dan luaran bayi. STABLE tersebut merupakan singkatan dari S:
Sugar and safe care (kadar gula darah dan keselamatan bayi), T: Temperature (suhu),
A: Airway (jalan napas), B: Blood pressure (tekanan darah), L: Lab work
Referensi :
1. Karlsen K. The S.T.A.B.L.E program, post-resuscitation / pre-transport stabilization
care of sick infants. Utah: March of Dimes; 2006.
2. Perlman JM, Wyllie J, Kattwinkel J, Atkins DL, Chameides L, Goldsmith JP, et al.
Part 11: Neonatal rescucitation: 2010 International consesnsus on cardiopulmonary
rescucitation and emergency cardiovascular care science with treatment
recommendations. Circulation. 2010;122:516-38.
3. The Royal Womens Hospital. Intensive and special care nurseries, clinicians
handbook. Melbourne: The Royal Womens Hospital; 2007.
4. Das UG, Leuthner SR. Preparing the neonate for trasnport. Pediatr Clin North Am.
2004;51:581-98.
5. Wang CL, Anderson C, Leona TA, Rich W, Govindaswami B, Finer NN.
Resuscitation of preterm neonates by using room air or 100% oxygen. Pediatrics.
2008;121:1083-9.
6. Vento M, Moro M, Escrig R, Arruza L, Villar G, Izquierdo I. Preterm resuscitation
with low oxygen causes less oxidative stress, inflammation, and chronic lung disease.
Pediatrics. 2009;124:439-49.
7. Ringer S A. Rescucitation in the Delivery Room. Dalam: Cloherty J P, Eichenwald
EC, Stark A R. Manual of Neonatal Care edisi ke 6. Philadelphia: Lippincott William
and Wilkins;2008:59-71.
8. Salhab WA, Wyckoff MH, Laptook AR, Perlman JM. Initial hypoglycemia and
neonatal brain injury in term infants with severe fetal acidemia. Pediatrics.
2004;114:361-6.
11. Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah diagnosis
ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk pemeriksaan kultur dan tes
resistensi.
12. Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai didapatkan
hasil kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab.
13. Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi jaringan dan
homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak
ada perbedaan antara nadi sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik,
ekstremitas hangat, status mental normal, tekanan darah normal, produksi urin >1
mL/kg/jam, penurunan laktat serum.
14. Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi perbaikan
rasio antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang disebut sebagai syok
indeks, dapat dipakai sebagai indikator adanya perbaikan perfusi.
Referensi :
1. Schwarz A. Fluids and electrolytes. Dalam: Schwarz A, penyunting. Blueprints pocket
pediatric ICU. Philadelphia: Lippincott; 2007. h. 31-42.
2. Wilhelm M, Schleien C. Electrolyte and metabolic disorders. Dalam: Nichols DG,
Yaster M, Schleien CL, Paidas CN, penyunting. Golden hour: the handbook of
advanced pediatric life support. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2011. h. 143-59.
3. Nadel S, Kissoon N, Ranjit S. Recognition and initial management of shock. Dalam:
Nichols DG, penyunting. Rogers textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 372-83.
4. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, parker MM, Jaeschke R, et al. Surviving
sepsis campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic
shock:2008. Crit Care Med, 2008;36:296-327
REKOMENDASI
No.: 002/Rek/PP IDAI/I/2014
tentang
Referensi :
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Anggaran dasar Anggaran Rumah Tangga BAB I pasal
1(4). Jakarta: IDAI. 2011.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2012 Tentang Perlindungan
Anak.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.
4. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta. 2010.
5. Buku tumbuh Kembang Anak dan Remaja edisi pertama. Jakarta : CV Sagung Seto.
2002.
6. American Academy of Pediatrics. Identifying infants and young children with
developmental disorders in the medical home: An algorithm for developmental
surveillance and screening. council on children with disabilities, section on
developmental behavioral pediatrics, bright futures steering committee and medical
home initiatives for children with spec
Memperhatikan:
1. Sebanyak 90% persalinan akan berjalan normal dan bayi yang lahir tidak memerlukan
bantuan aktif sedangkan yang membutuhkan resusitasi lengkap sampai intubasi hanya
1-3% dari seluruh persalinan.
2. Pada umumnya literature menyebutkan bahwa kehadiran dokter spesialis anak
dibutuhkan pada persalinan dengan risiko.
3. Tidak ada literatur yang menyebutkan keharusan kehadiran dokter spesialis anak pada
partus per vaginam tanpa risiko.
Rekomendasi:
1. Dokter spesialis anak tidak perlu menghadiri setiap persalinan per vaginam
2. Persalinan per vaginam yang perlu dihadiri oleh dokter spesialis anak adalah
persalinan yang mempunyai faktor risiko, yaitu :
o Prematuritas dengan usia gestasi antara 22 sampai 36 minggu (< 36 minggu)
atau postmatur > 42 minggu
o Kehamilan ganda atau kembar
o Kelainan presentasi janin, presentasi bokong
o Persalinan per vaginam dengan bantuan alat forsep atau vakum
o Ibu yang mendapat obat petidin atau narkotik dalam < 4 jam sebelum partus
o Air ketuban meconium staining
o Gawat janin yang dibuktikan dengan kelainan CTG atau Doppler
Rekomendasi ini dibuat untuk diketahui dan digunakan sebagai acuan bagi semua dokter
spesialis anak dan pihak lain yang berkepentingan
Daftar referensi:
tentang
Tes Kulit pada Pemberian Injeksi Antibiotik
negatif tes kulit terhadap penisilin adalah mendekati 100%, dan nilai ramal prositif
adalah antara 40%-100%.
3. Tes kulit memberikan bukti sensitisasi terhadap obat tertentu tetapi harus selalu
dinterpretasikan sesuai konteks klinis dan tidak digunakan untuk skrining alergi obat.
4. Berhubung saat ini di Indonesia belum tersedia sediaan metabolit penisilin, maka tes
kulit untuk antibiotik tidak direkomendasikan. Jika diperlukan antibiotik secara
parenteral, maka diperlukan perangkat penanganan reaksi anafilaksis.
Referensi :
1. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A, Guidelines for performing skin tests
with drugs in the investigation of cutaneous adverse drug reactions. Contact dermatitis
2001;45:3218.
2. Bernstein IL, Li JT, Bernstein DI, Hamilton R, Spector SL, Tan R, dkk. Allergy
diagnostic testing: an updated practice parameter. Part 2. Ann Allergy Asthma
Immuno.l 2008;100 Supl 3:S66-121.
3. Lee SH, Park HW, Kim SH, dkk. The current practice of skin testing for antibiotics in
Korean hospitals. Korean J Intern Med. 2010;25:20712.
4. Fox S, Park MA. Penicillin skin testing in the evaluation and management of
penicillin allergy. Ann Allergy Asthma Immunol. 2011;1;106:17.
5. Langley JM, Halperin S. Allergy to antibiotics in children: perception versus reality.
Can J Infect Dis. 2002;13:1603.
6. Macy E, Ho NJ. Adverse reactions associated with therapeutic antibiotic use after
penicillin skin testing. Perm J. 2011;15: 317.
7. Solensky R, Khan DA. Drug allergy: an updated practice parameter. Annals of
Allergy, Asthma & Immunol. 2010;105: 1-76.
8. Thong BY. Update on the management of antibiotic allergy. Allergy Asthma Immunol
Res. 2010;2:7786.
9. Warrington R, Silviu-Dan F. Drug allergy. Allergy, Asthma & Clinical Immunol.
2011;7 Supl 1:S10.
Referensi:
1. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis programmes on the
management of tuberculosis in children. WHO/HTM/TB/2006.371. Geneva: WHO;
2006.
1. Suplementasi besi diberikan kepada semua anak, dengan prioritas usia balita (0-5
tahun), terutama usia 0-2 tahun.
2. Dosis dan lama pemberian suplementasi, untuk :
o Bayi BBLR (<2500 g): 3 mg/kgBB/hari untuk usia 1 bulan sampai 2 tahun
(dosis maksimum 15 mg/hari, diberikan dosis tunggal).
o Bayi cukup bulan: 2 mg/kgBB/hari untuk usia 4 bulan sampai 2 tahun.
o Usia 2-5 tahun (balita): 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu selama 3 bulan berturutturut setiap tahun.
o Usia >5-12 tahun (usia sekolah): 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu selama 3 bulan
berturut-turut setiap tahun.
o Usia 12-18 tahun (remaja): 60 mg/hari atau 1 mg/kgBB/hari, 2x/minggu
selama 3 bulan berturut-turut setiap tahun (khusus remaja perempuan,
ditambah 400 g asam folat).
3. Saat ini belum perlu dilakukan uji tapis (skrining) defisiensi besi secara massal.
4. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap
tahun sampai usia remaja. Bila pada hasil pemeriksaan ditemukan anemia, dicari
penyebab anemia dan bila perlu dirujuk.
5. Pemerintah harus membuat kebijakan mengenai penyediaan preparat besi dan alat
laboratorium untuk pemeriksaan status besi.
Referensi :
1. World Health Organization. Iron deficiency anemia: assessment, prevention, and
control. A guide for programme managers. Geneva: WHO; 2001.
2. Allen LH. Iron supplements: scientific issues concerning efficacy and implication for
research and programs. J Nutr. 2002:132 Supl 1:813-9.
3. Haas JD, Brownlie TIF. Iron deficiency and reduced work capacity: a critical review
on the research to determine a causal relationship. J Nutr. 2001;131Supl 1:676-90.
4. Akman M, Cebecci D, Okur V, Angin H, Abali O, Akman AC, dkk. The effects of iron
deficiency on infants development test performance. Acta Paediatr. 2004;93:1391-6.
5. Lannotti LL, Tielsch JM, Black MM, Black RE. Iron supplementation in early
childhood: health benefit and risks. Am J Clin Nutr. 2006;84:1261-76.
6.
Joyce C, McCann JC, Ames BN. An overview of evidence for a causal relation
between iron deficiency during development and deficits in cognitive or behavioral
function. Am J Clin Nutr. 2007;85:931-45.
Untoro R, Falah TS, Atmarita, Sukarno R, Kemalawati R, Siswono. Anemia gizi besi.
Dalam: Untoro R, Falah TS, Atmarita, Sukarno R, Kemalawati R, Siswono,
penyunting. Gizi dalam angka sampai tahun 2003. Jakarta: DEPKES; 2005. h. 41-4.
1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi semua bayi yang
tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan edukasi mengenai manfaat ASI
dan menyusui.
o Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan WHO 2009,
termuat pada bagian selanjutnya dari rekomendasi ini. Bila terdapat
kontraindikasi, maka harus ditelaah lebih lanjut, apakah kontraindikasi
tersebut bersifat sementara atau permanen. Bila kontraindikasi hanya bersifat
sementara, maka ibu dianjurkan memerah ASI untuk menjagai kesinambungan
produksi ASI. Bila menyusui langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan
memberikan ASI yang diperah.
o Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui sebelum
waktunya didasarkan pada pertimbangan bahwa risiko menyusui akan lebih
membahayakan dibanding manfaat yang akan didapatkan.
2. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan
maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI. Pemberian
vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI eksklusif.
3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus didukung.
Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen penting penentu
keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari ayah dapat berperan besar
dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui selanjutnya,
terutama saat terjadi masalah.
4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit segera
setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi sehat dan siaga
mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam waktu satu jam pertama setelah
melahirkan.
o Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis awal saat bayi
sedang kontak dengan ibunya.
o Prosedur penimbangan, pengukuran, memandikan, pengambilan darah,
pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis mata dapat ditunda sampai bayi
mendapat ASI pertamanya.
o Bayi yang terpengaruh oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan bantuan
agar mampu melakukan perlekatan yang efektif.
5. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan pada bayi
kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis.
6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak melarang
penggunaan empeng untuk tujuan nonnutritive sucking, oral training untuk bayi
prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan khusus.
7. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering kemauan bayi. Ibu
menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan tanda-tanda lapar seperti terjaga
terus, aktif, mouthing, atau rooting.
o Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in) sepanjang hari
sangat membantu keberhasilan menyusui.
o Lamanya menyusui tergantung pada kehendak bayi. Payudara diberikan
bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar kedua payudara mendapat
stimulasi yang sama dan mendapat pengeringan yang sama.
o Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau dirangsang
untuk menyusui maksimum setiap 3 jam.
8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga kesehatan
sekurangnya dua kali sehari.
o Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer susu.
o Kemajuan dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi dirawat dicatat
di rekam medis
o Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui, demikian
juga dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu pertama.
o Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum ibu dan bayi
meninggalkan rumah sakit.
9. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga kesehatan
pada usia 3-5 hari.
o Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis, terutama untuk
mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi, pola berkemih dan defekasi,
begitu pula masalah payudara (nyeri, pembengkakan).
o Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan, dan transfer
susu. Penurunan berat badan lebih dari 7% berat lahir mengindikasikan
kemungkinan masalah menyusui dan harus dievaluasi lebih lanjut.
10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3 minggu agar
dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan dukungan pada periode
awal menyusui ini.
11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai tumbuh
kembang optimal.
12. Makanan pendamping ASI kaya besi diberikan secara bertahap mulai usia 6 bulan.
Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi yang memiliki kelainan
hematologi tidak memiliki cadangan besi adekuat pada saat lahir umumnya
membutuhkan suplementasi besi sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan bersama
dengan ASI eksklusif.
13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik.
o Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak meningkatkan
asupan kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat badan.
o Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak membutuhkan air
putih maupun jus buah, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberikan
minuman atau makanan selain ASI berisiko mengandung kontaminan atau
alergen.
o Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan
perkembangan bayi.
o Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima susu sapi,
tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi.
14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang diberikan
setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam setelah lahir. Bila tidak
tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan vitamin K1 oral namun diulang
dalam kurun waktu 4 bulan.
15. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada dalam jangkauan
ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui.
16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga kesinambungan
ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan ASI yang diperah.
17. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan pertama
kehidupan untuk mencapat tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi
mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia
24 bulan.
18. Bayi risiko tinggi :
o Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi risiko tinggi
lain, baik secara langsung maupun pemberian ASI perah. Dukungan dan
edukasi untuk ibu mengenai menyusui dan teknik memerah ASI diberikan
sedini mungkin.
o Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin.
o Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi mendapat
ASI yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI. Air susu ibu yang
berasal dari bank ASI telah memenuhi persyaratan dan berasal dari donor yang
telah diksrining. ASI segar dari donor yang belum diskrining tidak dianjurkan
karena risiko transmisi kuman.
o Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis, hiperbilirubinemia,
dan kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan defisiensi atau tersangka
defisiensi G6PD harus menghindari obat yang dapat menginduksi hemolisis.
19. Keadaan bencana dan situasi darurat :
o Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya menjadi
sangat penting pada keadaan bencana atau situasi darurat.
o Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi
terkena penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi, terhentinya persediaan
makanan, tempat tinggal yang tidak memadai, serta tidak adanya fasilitas
untuk memasak. Selain itu, tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang
bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat,
ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit.
o Pemberian susu formula pada keadaan bencana perlu memperhatikan beberapa
hal :
1. Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan tenaga
kesehatan terlatih.
2. Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak
lagi dapat menyusui
3. Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan relaktasi
tidak memungkinkan.
4. Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang cara
penyajian susu formula yang aman dan pemberian makan bayi yang
tepat.
5. Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula dalam
bahasa yang dimengerti oleh masyarakat setempat dengan masa
kadaluwarsa minimal 1 tahun.
6. Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi
berumur kurang dari 12 bulan.
7. Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu dan
menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena terbatasnya
bahan bakar, dapat menggunakan air dalam kemasan).
Referensi :
1. Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin
concentrations. Br Med J. 1980;281:834-5.
2. Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data
from 47 epidemiological studies in 30 countries, including 50302 woman with breast
cancer and 96973 woman without the disease. Lancet. 2002;360:187-95.
3. Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of information
collection to public health policy. Bull World Health Organ. 1990;68:625-31.
4. Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity.
Pediatrics. 1990;86:874-82.
5. Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect of
breastfeeding against infection. BMJ. 1990;300:11-6.
6. Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant
morbidity and the extent of breastfeeding in the United States. Pediatrics. 1997;99:e5.
7. Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I, Shapiro S, et al.
Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT). JAMA. 2001;285:413-20.
8. Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on
admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control.
BMJ. 1999;318:1316-20.
9. Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and associated
decrease in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006;117:425-32.
10. Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent study on
breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf Dis J. 1994;13:183-8.
11. Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent diabetes
mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 1996;7:87-92.
12. WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the prevention of infant
mortality. Effect of breastfeeding of infant and child mortality due to infections
disease in less developed countries: a pooled analysis. Lancet. 2000;355:451-5.
13. Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K. Infant feeding
patterns and risks of death and hospitalization in the first half of infancy: multicentre
cohort study. Bull World Health Organ. 2005;83:418-26.
14. Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and allergic
diseases in infants - a prospective birth cohort study. Arch Dis Child. 2002;87:47881.\
15. Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, et al.
Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ. 1999;319:147-50.
16. Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among
adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285:2461-7.
17. Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et al.
Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from a large
randomized trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65:578-84.
18. Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The association between
duration of breastfeeding and adult intelligence. JAMA. 2002;287:2365-71.\
19. World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Baby-friendly
hospital initiative : revised, updated and expanded for integrated care. Section 2.
Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital initiative: a course for
decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009. Geneva.
20. American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding. Breastfeeding and the
use of human milk. Pediatrics. 2005;115:496-506.
21. World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of breastmilk
substitutes. WHO. 2009. Geneva.
Referensi :
1. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, Hill D, Isolauri E, Koletzko S, dkk. Guideline
for the diagnosis and the management cows milk protein allergy in infants. Arch Dis
Child. 2007;92;902-8.
2. Scurlock AM, Lee LA, Burks AW. Food allergy in children. Immunol Allergy Clin N
Am. 2005;25:369-88.
3. Host A. Frequency of cows milk allergy in childhood. Ann Allergy Asthma
Immunol. 2002;89Supl 1:337.
4. Burks W, Ballmer-Weber BK. Food allergy review. J Pediatr Gastroenterol Nutr.
2000;30:1-26.
5. Nowak-Wegrzyn A, Sampson HA. Adverse reactions to foods. Med Clin N Am.
2006;90:97-127.
6. Sullivan PB. Cows milk induced intestinal bleeding in infancy. Arch Dis Child.
1993;68:240-5.
7. Osborn DA, Sinn JKH. Formulas containing hydrolysed protein for prevention of
allergy and food intolerance in infants. Cochrane Database of Systematic Reviews
2006, Issue 4. Art. No.: CD003664. DOI: 10.1002/14651858.CD003664.pub3.
8. Kemp AS, Hill DJ, Allen KJ, Anderson K, Davidson GP, Day AS, dkk. Guidelines for
the use of infant formulas to treat cows milk protein allergy: an Australian consensus
panel opinion. MJA. 2008;188:109- 12.
9. Brill H. Approach to milk protein allergy in infants. Can Fam Physician
2008;54:1258-64.
10. Committee on Nutrition American Academy of Pediatrics. Hypoallergenic infant
formula. Pediatrics. 2000;106:346-9.
REKOMENDASI
No.: 001/Rek/PP IDAI/VIII/2009
tentang
Penggunaan Zinc dan Cairan Rehidrasi Oral Hipoosmolar pada Diare
Dengan mengkaji berbagai kepustakaan yang berkaitan dengan penggunaan Zinc dan Cairan
Rehidrasi Oral pada penderita diare, maka disimpulkan bahwa pemberian Zinc dan Cairan
Rehidrasi Oral Hipoosmolar pada anak dengan diare memenuhi Level of Evidence I (satu)
dengan derajat rekomendasi A.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemberian preparat Zinc dan Cairan Rehidrasi Oral
Hipoosmolar direkomendasikan pada anak yang mengalami diare.
Referensi:
1. Guarino A, Albano F, Guandalini S; Working group on acute gastroenteritis. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 2001; 33 Supl 2:S2-12.
2. Hans S, Kim Y, Garner P. Reduced osmolarity oral rehydration solution for treating
dehydration due to diarrhea in children: systematic review. BMJ. 2001;323: 81-5.
3. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children. Geneva: WHO;
2005.
4. Aiuke, Rohde J, Schuert J, Jude N, Camille S, Soenarto Y. Assessment for the
introduction of zinc in improved management of diarrhea in Indonesia. Airlington,
Virginia, USA: Basic Support for Institutionalizing Child Survival (BASICS) for the
United States Agency for International Development (USAID). 2007.
pasal 5 (2) : Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu dan terjangkau,
Website: www.who.int/publication/2011/9789241502054.eng.pdf
Penutup
Dengan terbitnya surat edaran ini, agar Kepala Dinas Kesehatan di Provinsi/ Kabupaten/
Kota, Ketua Asosiasi/ Organisasi Profesi untuk menyampaikan informasi hal diatas kepada
seluruh jajarannya, yang terkait dengan program pengendalian TB di Indonesia