Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Pansitopenia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Pansitopenia ini merupakan suatu kelainan di dalam
darah tepi. Biasanya kadar hb juga ikut rendah akibat rendahnya eritrosit.1
Pansitopenia ini merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Ada dua
kelompok penyakit yang bisa menyebabkan kondisi ini; produksi sel darah di
sumsum tulang yang menurun, atau akibat penghancuran sel di darah tepi
meningkat walaupun produksi sel darah di sumsum tulang berlangsung baik.
Terdapat dua contoh penyakit yang menggambarkan gejala pansitopenia yang
sangat jelas adalah Anemia Aplastik dan Leukemia.1
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan produksi sel darah
pada sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan anemia yang
disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia. Karena
sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik
total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik. Kelainan ini
ditandai oleh sumsum hiposelular dan berbagai variasi tingkat anemia,
granulositopenia, dan trombositopenia.2,3
Leukemia adalah suatu keadaan di mana terjadi pertumbuhan yang
bersifat irreversibel dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana
sel itu berasal. Sel-sel tesebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran
darah. Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon
kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak
terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di
dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini
bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang
mukosa dan kulit dengan intensitas yang kecil. Terdapat juga hubungan
antara pengguanaan insektisida menggunakan benzene dengan anemia
aplastik. Chlorinated hydrocarbons dan organophospat menambah
banyaknya kasus anemia aplastik seperti yang dilaporkan 280 kasus
dalam literatur. Selain itu DDT(chlorophenothane), lindane, dan
chlordane juga sering digunakan dalam insektisida.1 Trinitrotolune
(TNT), bahan peledak yang digunakan pada perang dunia pertama dan
kedua juga terbukti sebagai salah satu faktor penyebab anemia aplastik
fatal. Zat ini meracuni dengan cara dihirup dan diserap melalui kulit.
Kasus serupa juga diamati pada pekerja pabrik mesia di Great Britain
dari tahun 1940 sampai 1946.
Obat
Beberapa jenis obat mempunyai asosiasi dengan anemia aplastik, baik
itu mempunyai pengaruh yang kecil hingga pengaruh berat pada
penyakit anemia aplastik. Hubungan yang jelas antara penggunaan obat
tertentu dengan masalah kegagalan sumsum tulang masih dijumpai
dalam kasus yang jarang. Hal ini disebabkan oleh dari beberapa
interpretasi laporan kasus dirancukan dengan kombinasi dalam
pemakaian obat. Kiranya, banyak agen dapat mempengaruhi fungsi
sumsum tulang apabila menggunakan obat dalam dosis tinggi serta
tingkat keracunan tidak mempengaruhi organ lain. Beberapa obat yang
dikaitkan sebagai penyebab anemia aplastik yaitu obat dose dependent
(sitostatika, preparat emas), dan obat dose independent (kloramfenikol,
fenilbutason, antikonvulsan, sulfonamid)
Radiasi
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis rendah atau radiasi
lokal dikaitkan dengan meningkat namun lambat dalam perkembangan
anemia aplastik dan akut leukemia. Pasien yang diberikan thorium
demikian
ada
beberapa
faktor
yang
diketahui
dapat
dengan trisommi
D. PATOGENESIS
Anemia Aplastik
Pansitopenia dalam anemia aplastik menggambarkan kegagalan proses
hematopoetik yang ditunjukkan dengan penurunan drastis jumlah sel primitif
hematopoetik. Dua mekanisme dijelaskan pada kegagalan sumsum tulang.
Mekanisme pertama adalah cedera hematopoetik langsung karena bahan
kimia seperti benzene, obat, atau radiasi untuk proses proliferasi dan sel
hematopoetik yang tidak bergerak. Mekanisme kedua, didukung oleh
observasi klinik dan studi laboratorium, yaitu imun sebagai penekan sel
6
sumsum tulang, sebagai contoh dari mekanisme ini yaitu kegagalan sumsum
tulang setelah graft versus host disease, eosinophilic fascitis, dan hepatitis.
Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa kasus obat
yang berasosiasi dengan anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan
terperinci melibatkan proses imunologi. Sel sitotoksik T diperkirakan dapat
bertindak sebagai faktor penghambat dalam sel hematopoetik dalam
menyelesaikan produksi hematopoesis inhibiting cytokinesis seperti interferon
dan tumor nekrosis faktor .. Efek dari imun sebagai media penghambat
dalam hematopoesis mungkin dapat menjelaskan mengapa hampir sebagian
besar pasien dengan anemia aplastik didapat memiliki respon terhadap terapi
imunosupresif.
Pasien dengan anemia aplastik biasanya tidak memiliki lebih dari 10%
jumlah sel batang normal. Bagaimanapun, studi laboratorium menunjukkan
bahwa sel stromal dari pasien anemia aplastik dapat mendukung pertumbuhan
dan perkembangan dari sel induk hematopoetik dan dapat juga menghasilkan
kuantitas faktor pertumbuhan hematopoetik dengan jumlah normal atau
meningkat.
Leukemia
Patogenesis utama Leukemia adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang.
Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai
dengan adanya sitopenia ( anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya
anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih
berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tandatanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan
terhadap infeksi, termausk infeksi oportunis dari flora normal bakteri yang ada
7
di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya
kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organorgan lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan
merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
Dalam hematopoiesis normal, myeloblast merupakan prekursor belum
matang myeloid sel darah putih, sebuah myeloblast yang normal secara
bertahap akan tumbuh menjadi sel darah dewasa putih. Namun, dalam
Leukemia, sebuah myeloblast tunggal akumulasi perubahan genetik yang
"membekukan" sel dalam keadaan imatur dan mencegah diferensiasi.Seperti
mutasi saja tidak menyebabkan leukemia, namun ketika seperti "penangkapan
diferensiasi" dikombinasikan dengan mutasi gen lain yang mengganggu
pengendalian proliferasi, hasilnya adalah pertumbuhan tidak terkendali dari
klon belum menghasilkan sel, yang mengarah ke entitas klinis Leukemia.
Sebagian besar keragaman dan heterogenitas Leukemia berasal dari kenyataan
bahwa transformasi Leukemia dapat terjadi di sejumlah langkah yang berbeda
di sepanjang jalur diferensiasi. Para translokasi kromosom yang abnormal
menyandikan protein fusi, biasanya faktor transkripsi yang mengubah sifat
dapat menyebabkan "penangkapan diferensiasi." Sebagai contoh, pada
leukemia promyelocytic akut, t (15; 17) translokasi menghasilkan protein fusi
PML-RAR yang mengikat ke reseptor unsur asam retinoat dalam beberapa
promotor myeloid-gen spesifik dan menghambat diferensiasi myeloid. Klinis
tanda dan gejala hasil AML dari kenyataan bahwa, sebagai klon leukemia sel
tumbuh, ia cenderung untuk menggantikan atau mengganggu perkembangan
sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Hal ini menyebabkan neutropenia,
anemia, dan trombositopenia.
E. GEJALA KLINIS
Anemia Aplastik
maupun
bersifat
sistemik.
Trombositopenia
tentu
dapat
Jenis keluhan
%
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
%
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
Leukemia
Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien Leukemia
tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50%
kasus Leukemia, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang
normal dan sekitar 35% mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel
blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85%
kasus Leukemia. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian
jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk
menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA.
10
11
12
13
14
hepatitis
B,
dan
virus
Epstein-Barr
(EBV).
dilakukannya
BMT
(Bone
Marrow
tidak
dibutuhkan
untuk
15
pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak dari ginjal yang salah
atau abnormal merupakan penampakan dari anemia Fanconi.
c. Nuclear Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan
ini
klasik
diagnosis
Leukemia
ditegakkan
berdasarkan
anemia,
tingkat-tingkat
platelet
mungkin
rendah,
menyebabkan perdarahan dan memar, dan tingkat sel darah putih mungkin
rendah, menyebabkan infeksi.
Biopsi sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang
mungkin dilakukan jika hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum
tulang, jarum berongga dimasukkan ke tulang pinggul untuk mengeluarkan
sejumlah kecil dari sumsum dan tulang untuk pengujian di bawah
16
mikroskop. Pada aspirasi sumsum tulang, sampel kecil dari sumsum tulang
ditarik melalui cairan injeksi.
Pungsi lumbal, atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk
melihat apakah penyakit ini telah menyebar ke dalam cairan cerebrospinal,
yang mengelilingi sistem saraf pusat atau sistem saraf pusat (SSP) - otak
dan sumsum tulang belakang. Tes diagnostik mungkin termasuk flow
cytometry penting lainnya (dimana sel-sel melewati sinar laser untuk
analisa), imunohistokimia (menggunakan antibodi untuk membedakan
antara jenis sel kanker), Sitogenetika (untuk menentukan perubahan dalam
kromosom dalam sel), dan studi genetika molekuler (tes DNA dan RNA
dari sel-sel kanker). Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa
pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete
blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI),
X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.
Kelainan hematologis
Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.
Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 10 3 /mm3. Leukosit
yang ada dalam darah tepi terbanyak adalah myeloblas.
Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang
mengandung badan auer suatu kelainan yang pathogonomis untuk
LMA.
Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung mieloblas yang
masif, sedang megakariosit dan pronormoblas dijumpai sangat jarang.
Kelainan sumsum tulang ini sudah akan jelas meskipun myeloblas belum
tampak dalam darah tepi. Jadi kadang-kadang ditemukan kasus dengan
pansitopenia perifer akan tetapi sumsum tulang sudah jelas hiperseluler
karena infiltrasi dengan myeloblas. Kadang-kadang ditemukan Auer
body
dalam
mieloblas.
Kadang
manifestasi
pertama
sebagai
17
risiko
dipertimbangkan
seperti
untuk
infeksi
aktif
menentukan
atau
beban
apakah
transfusi
pasien
paling
harus
baik
bahwa
neutropenia
pada
pasien
yang
mendapat
terapi
metilprednisolon)
atau
pemberian
dosis
tinggi
siklofosfamid.
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit
berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih
pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang
dari
19
dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada
manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah
antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG)
dan siklosporin A (CSA).
c. Terapi Penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang,
pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian
steroid anabolik. Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG
pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan.
Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai
dengan
siklus
pertumbuhan
Stimulating
kedua ATG
kelinci.
hematopoietik
seperti
Factor (G-CSF)
Pemberian
bermanfaat
faktor-faktor
Granulocyte-Colony
untuk
meningkatkan
kecocokan
HLA
(Human
leukocyte
antigen).
Akan
tetapi,
35-35
tahun
lebih
baik
bila
mendapatkan
terapi
yang
lebih
baik
daripada
pasien
yang
21
Leukemia
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan
suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia,
komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk
perawatan psikologi. Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi
darah/ trombosit, pemberian antibiotik pada infeksi/ sepsis, obat anti jamur,
pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/ spesifik bertujuan untuk menyembuhkan penderita. Strategi
umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi
(profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan. Klasifikasi resiko standar dan
resiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Pada induksi remisi
diberikan kemoterapi maksimum yang dapat ditoleransi dan perawatan
suportif yang maksimum. Kemungkinan hasil yang dicapai remisi komplet,
remisi parsial atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif
tambahan setelah remisi komplet dan untuk profilaksi terjadi leukemia
pada saluran syaraf pusat.
Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan
meningkatkan kesembuhan. Pengobatan lanjutan sampai sekitar 2 tahun,
diharapkan tercapai perpanjangan remisi dan dapat bertahan hidup.
Sitostatika yang digunakan pada tiap tahap pengobatan leukemia
merupakan kombinasi dari berbagai sitostatika. Pengobatan dengan
granulocyte-colony
stimulating
factor
(G-CSF)
bermanfaat
untuk
mengurangi
lama
perawatan
di
rumah
sakit.
Penderita dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas
22
H. DIAGNOSIS BANDING
23
yang
meliputi
Fanconis
anemia,
paroxysmal
nocturnal
atau
normoselular, walaupun
hiposelular
biasanya
juga
25
LAPORAN KASUS
26
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. C
Umur
: 5 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: DS Pakuli
Anak ke
: ke Dua
Agama
: Islam
Tanggal pemeriksaan
: 28 Juli 2014
Ruangan
: Nuri Bawah
B. ANAMNESIS
Keluhan utama
: Panas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan panas yang dialami kurang lebih 2
minggu, timbul mendadak, bersifat naik turun dan terus menerus sebelum
masuk Rumah Sakit. Panas tidak disertai kejang. Saat panas tidak ada
menggigil dan penurunan kesadaran. Pasien mengeluh nyeri pada
persendian siku tangan
kanan , tidak
gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit , namun
kurang lebih 2 minggu orang tua pasien mengeluh sering timbul
memar kebiruan pada punggung sebelah kanan, kaki dan bagian
jidat anaknya tanpa riwayat trauma sebelumnya. Beberapa kali ke
Puskesmas dan ketempat praktek Dokter namun belum ada
perbaikan.
Beberapa hari setelah panas, timbul batuk berlendir tanpa
sesak dan beringus. Mengeluh sakit perut, Tidak ada mual,
muntah 1x setelah makan saat masuk Rumah Sakit. Kurang nafsu
makan sejak timbulnya demam. Dan mengeluh susah buang air
besar selama 3 hari, konsistensinya keras dan berwarna agak
kehitaman, buang air kecil lancar berwarna kuning seperti teh.
27
Riwayat makanan
ASI Eksklusif.
8-10 bulan
10-12 bulan
1 tahun-sekarang
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Status Gizi
BB
: 12 kg
TB
: 96 cm
28
Tanda vital
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Denyut Nadi
: 115 kali/menit
frekuensi. Napas
: 24 kali/menit
Suhu
: 38 0C
Kepala
Wajah
Deformitas
: tidak ada
Bentuk
: Normochepal
Rambut
Mata
Mulut
Leher
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, tidak ada retraksi
Palpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi
(-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: tampak datar
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas Atas
Tidak edema, akral hangat
Ekstremitas Bawah :
Tidak edema, akral hangat, hematom pada daerah tungkai sebelah
kanan
D. LABORATORIUM
Darah lengkap (28/7/2014)
WBC
RBC
: 2 x 106 /m3
HGB
: 5,5 g/dL
HCT
: 14,4 %
PLT
: 6 x 103 /m3
30
Lym %
: 84,8 %
Neut%
: 12,6 %
RBC
HGB
: 7,7 g/dL
HCT
: 21,9 %
PLT
: 10 x 103 /m3
Lym %
: 84,4 %
Neut%
: 14,0 %
RBC
HGB
: 7,1 g/dL
HCT
: 19,9 %
PLT
: 6 x 103 /m3
Lym %
: 87,4 %
Neut%
: 10,4 %
Jenis pemeriksaan
Reaksi Widal
- Salmonella typhi O
- Salmonella typhi H
- Salmonella paratyphi AH
- Salmonella paratyphi BH
Hasil
-
31
Malaria
Tidak ditemukan
RBC
HGB
: 6,1 g/dL
HCT
: 15,9 %
PLT
: 5 x 103 /m3
Lym %
: 77,5 %
Neut%
: 10,4 %
RBC
HGB
: 9,1 g/dL
HCT
: 26,1 %
PLT
: 10 x 103 /m3
Lym %
: 84,0 %
Neut%
: 10,4 %
32
Hasil
Dominan Normositik Normokrom
Normpoblast (-), Polikromasia (-), jumlah
kurang, Blast (-), MN >PMN
Jumlah sangat kurang, Kelainan morfologi (-)
Trombosit
Kesan:
Anemia Normositik Normokrom
Leukopenia
Trombositopenia
Pansitopenia
Nama Pemeriksaan
Hematologi Rutin (CBC)
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hematokrit
Nilai-Nilai MC
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Hasil
7,8 g/dL
1,4 x 103 /m3
2,76 x 103 /m3
10 x 103 /m3
22,10 %
80,1 fL
28,3 pg
35,3 g/Dl
0,7 %
0,70 %
6,60 %
86,20 %
5,8 %
33
tetes/menit
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12 jam /iv
Injeksi Dexametason 2 mg/12 jam/iv
Ambroxol 15 mg 3 x cth
Paracetamol 3 x 1 cth (Kp)
Transfusi PRC 120 cc
Tranfusi Trombosit 1 kantong
G. Follow up
No
.
1.
29 Juli 2014
Vital Sign
Follow Up
T : 100/70 mmHg
N : 110 x/menit
P : 23 x/menit
S : 36,5 o C
34
30 Juli 2014
T : 90/70 mmHg
Makanan biasa
S : panas (-), batuk (+), lendir
N : 100 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36,8 o C
/-.
3.
31 Juli 2014
T : 100/60 mmHg
N : 95 x/menit
P : 23 x/menit
S : 37o C
/-.
Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12
jam /iv
Cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
4.
01 Agustus
T : 100/70 mmHg
2014
N : 100 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36,5o C
/-.
+ Asnet
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12
jam /iv
cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
5.
02 Agustus
T : 100/70 mmHg
2014
N : 100 x/menit
P : 25 x/menit
S : 36,8o C
/-.
03 Agustus
T : 110/80 mmHg
2014
N : 80 x/menit
P : 22 x/menit
S : 36,5o C
/-.
04 Agustus
T : 100/60 mmHg
2014
N : 100 x/menit
P : 23 x/menit
S : 36,5o C
/-.
05 Agustus
T : 120/80 mmHg
2014
N : 80 x/menit
P : 23 x/menit
S : 36,5o C
/-.
9.
06 Agustus
T : 100/70 mmHg
2014
N : 110 x/menit
P : 23 x/menit
S : 36,5o C
/-.
10.
07 Agustus
T : 115/70 mmHg
2014
N : 95 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36,9o C
/-.
08 Agustus
T : 100/70 mmHg
2014
N : 90 x/menit
P : 25 x/menit
S : 37o C
43
/-.
09 Agustus
2014
DISKUSI KASUS
Pansitopenia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Pansitopenia ini merupakan suatu kelainan di dalam
darah tepi. Biasanya kadar hb juga ikut rendah akibat rendahnya eritrosit.
44
Pada kasus ini dapat kita lihat bahwa terjadi pansitopenia dimana jumlah
eritrosit, leukosit dan bahkan trombosit menurun. Dimana pada hasil lab
selama perawatan dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tanggal
WBC
RBC
PLT
HGB
28 Juli 2014
30 Juli 2014
01 Agustus 2014
04 Agustus 2014
08 Agustus 2014
11 Agustus 2014
(4,7-6,1106 /m3 )
2 x 106 /m3
2,7 x 106 /m3
2,5 x 106 /m3
2,08 x 106 /m3
3,21 x 106 /m3
2,76 x 103 /m3
(150-450 3 /m3 )
6 x 103 /m3
10 x 103 /m3
6 x 103 /m3
5 x 103 /m3
10 x 103 /m3
10 x 103 /m3
(14-18 g/dL)
5,5 g/dL
7,7 g/dL
7,1 g/dL
6,1 g/dL
9,1 g/dL
7,8 g/dL
%
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
46
dalam tulang akan meninbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakkan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi
infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada Leukemia juga
dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings dan untuk
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro
spinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.
pada kasus ini diketahui bahwa terdapat gejala yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik berupa pucat, perdarahan dibawah kulit demam,
hepatomegali dan splenomegali dimana akan membawa fikiran kita kearah
penyakit keganasan yaitu kanker darah atau sering disebut dengan
Leukemia.
Namun
untuk
menegakkan
diagnosis
membutuhkan
kearah mana diagnosis pada kasus ini hanya ditemukan gejala Anemia
berupa Normositik Normokrom, leukopenia, trombositopenia, pansitopenia
pada pemeriksaan darah tepi yang dari kesemuanya belum dapat
mengarahkan kemana arah diagnosis kasus ini.
Adanya Organomegali dan tidak ditemukannya sel-sel blast atau selsel darah muda pada pemeriksaan lab sangat sulit untuk membedakan
apakah ini merupakan pansitopenia oleh karena Anemia Aplastik Atau
karena Leukemia. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan yang lebih
akurat untuk mencari arah pasti diagnosis pada kasus ini, misalnya saja
pemeriksaan
sumsum
tulang.
Pemeriksaan
sumsum
tulang
akan
menunjukkan secara tepat jenis dan jumlah sel dari sumsum tulang yang
sudah ditandai, level dari sel-sel muda pada sumsum tulang (sel darah putih
yang imatur) dan kerusakan kromosom (DNA) pada sel-sel dari sumsum
tulang yang biasa disebut kelainan sitogenik. Pada anaplastik didapat, tidak
ditemukan adanya kelainan kromosom. Pada sumsum tulang yang normal,
40-60% dari ruang sumsum secara khas diisi dengan sel-sel hematopoetik
(tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia aplastik secara khas
akan terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak diisi
oleh sel-sel stroma dan lemak. Pada leukemia atau keganasan lainnya juga
menyebabkan penurunan jumlah sel-sel hematopoetik namun dapat
dibedakan dengan anemia aplastik. Pada leukemia atau keganasan lainnya
terdapat sel-sel leukemia atau sel-sel kanker. Dan pada akhirnya pasien ini
dirujuk ke pusat pelayanan yang lebih lengkap untuk mendapat
pemeriksaan dan terapi yang lebih tepat.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Aplastic Anemia. Dalam : ACS Information andGuide,
2005.
Diakses
12/01/2014.
Dari
URL
http://www.cancer.org/cancer/aplasticanemia/
2. Bakhsi S. Aplastic Anemia, Dalam : Emedicine Article, 2004. Diakses :
13/01/2014, Dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/198759
3. Dan L, Longo., Denis L, Kasper,. Et al, Aplastic anemia, Myelodisplasia, and
Related Bone Marrow Failure syndromes, dalam Harrisons Principles Of
Internal Medicine, Ed. 18. NewYork: Lange McGraw Hill, 2008
49
4. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed.
NewYork: Lange McGraw Hill, 2005. Hal. 31-40
5. Hoffbrand, AV., Pettit, J.E, et al, Anemia Aplastik dan Kegagalan Sumsum
Tulang, dalam Kapita Selekta Hematologi. Penerbit buku kedokteran, EGC,
Jakarta. Hal. 83-87.
6. Linker CA, Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al
(eds). Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw
Hill, 2007;510-11.
7. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).
Aplastic anemia, dalam Modern Hematology Biology and Clinical Management
2nd ed. New Jersey:Humana Press, 2007. Hal. 207-216
8. Shadduck RK, Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William
Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007
50