You are on page 1of 50

PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Pansitopenia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Pansitopenia ini merupakan suatu kelainan di dalam
darah tepi. Biasanya kadar hb juga ikut rendah akibat rendahnya eritrosit.1
Pansitopenia ini merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Ada dua
kelompok penyakit yang bisa menyebabkan kondisi ini; produksi sel darah di
sumsum tulang yang menurun, atau akibat penghancuran sel di darah tepi
meningkat walaupun produksi sel darah di sumsum tulang berlangsung baik.
Terdapat dua contoh penyakit yang menggambarkan gejala pansitopenia yang
sangat jelas adalah Anemia Aplastik dan Leukemia.1
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan produksi sel darah
pada sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan anemia yang
disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia. Karena
sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik
total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik. Kelainan ini
ditandai oleh sumsum hiposelular dan berbagai variasi tingkat anemia,
granulositopenia, dan trombositopenia.2,3
Leukemia adalah suatu keadaan di mana terjadi pertumbuhan yang
bersifat irreversibel dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana
sel itu berasal. Sel-sel tesebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran
darah. Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon
kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak
terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di
dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini
bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang

dengan kondisi seperti ini (Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala


seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan
B. ETIOLOGI
Anemia Aplastik
Masih belum terdapat bukti yang sangat jelas mengapa seseorang
dapat diduga secara potensial menderita keracunan sumsum tulang berat
dan sering terdapat kasus cedera sumsum tulang yang tidak dapat
disembuhkan. Oleh karena itu, penyebab pasti seseorang menderita anemia
aplastik juga belum dapat ditegakkan dengan pasti. Namun terdapat
beberapa sumber yang berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan
anemia aplastik. Anemia aplastik dapat diggolongkan menjadi tiga
berdasarkan penyebabnya yaitu : anemia aplastik didapat (acquired
aplastic anemia); familial (inherited); idiopathik (tidak diketahui). Sumber
lainnya membagi penyebabnya menjadi primer (kongenital, idiopatik) dan
sekunder (radiasi, obat, penyebab lain). Berikut ini merupakan penjelasan
mengenai ketiga penyebab tersebut:
Anemia Aplastik Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Bahan Kimia.
Berdasarkan pengamatan pada pekerja pabrik sekitar abad ke-20an,
keracunan pada sumsum tulang, benzene juga sering digunakan sebagai
bahan pelarut. Benzene merupakan bahan kimia yang paling
berhubungan dengan anemia aplastik. Meskipun diketahui sebagai
penyebab dan sering digunakan dalam bahan kimia pabrik, sebagai obat,
pewarna pakaian, dan bahan yang mudah meledak. Selain penyebab
keracunan sumsum tulang, benzene juga menyebabkan abnormalitas
hematologi yang meliputi anemia hemolitik, hiperplasia sumsum,
metaplasia mieloid, dan akut mielogenous leukemia. Benzene dapat
meracuni tubuh dengan cara dihirup dan dengan cepat diserap oleh
tubuh, namun terkadang benzene juga dapat meresap melalui membran

mukosa dan kulit dengan intensitas yang kecil. Terdapat juga hubungan
antara pengguanaan insektisida menggunakan benzene dengan anemia
aplastik. Chlorinated hydrocarbons dan organophospat menambah
banyaknya kasus anemia aplastik seperti yang dilaporkan 280 kasus
dalam literatur. Selain itu DDT(chlorophenothane), lindane, dan
chlordane juga sering digunakan dalam insektisida.1 Trinitrotolune
(TNT), bahan peledak yang digunakan pada perang dunia pertama dan
kedua juga terbukti sebagai salah satu faktor penyebab anemia aplastik
fatal. Zat ini meracuni dengan cara dihirup dan diserap melalui kulit.
Kasus serupa juga diamati pada pekerja pabrik mesia di Great Britain
dari tahun 1940 sampai 1946.
Obat
Beberapa jenis obat mempunyai asosiasi dengan anemia aplastik, baik
itu mempunyai pengaruh yang kecil hingga pengaruh berat pada
penyakit anemia aplastik. Hubungan yang jelas antara penggunaan obat
tertentu dengan masalah kegagalan sumsum tulang masih dijumpai
dalam kasus yang jarang. Hal ini disebabkan oleh dari beberapa
interpretasi laporan kasus dirancukan dengan kombinasi dalam
pemakaian obat. Kiranya, banyak agen dapat mempengaruhi fungsi
sumsum tulang apabila menggunakan obat dalam dosis tinggi serta
tingkat keracunan tidak mempengaruhi organ lain. Beberapa obat yang
dikaitkan sebagai penyebab anemia aplastik yaitu obat dose dependent
(sitostatika, preparat emas), dan obat dose independent (kloramfenikol,
fenilbutason, antikonvulsan, sulfonamid)
Radiasi
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis rendah atau radiasi
lokal dikaitkan dengan meningkat namun lambat dalam perkembangan
anemia aplastik dan akut leukemia. Pasien yang diberikan thorium

dioxide melalui kontras intravena akan menderita sejumlah komplikasi


seperti tumor hati, leukemia akut, dan anemia aplastik kronik.
Penyinaran dengan radiasi dosis besar berasosiasi dengan perkembangan
aplasia sumsum tulang dan sindrom pencernaan.1 Makromolekul besar,
khususnya DNA, dapat dirusak oleh: (a) secara langsung oleh jumlah
besar energi sinar yang dapat memutuskan ikatan kovalen; atau (b)
secara tidak langsung melalui interaksi dengan serangan tingkat tinggi
dan molekul kecil reaktif yang dihasilkan dari ionisasi atau radikal
bebas yang terjadi pada larutan. Secara mitosis jaringan hematopoesis
aktif sangat sensitif dengan hampir segala bentuk radiasi. Sel pada
sumsum tulang kemungkinan sangat dipengaruhi oleh energi tingkat
tinggi sinar , yang dimana dapat menembus rongga perut. Kedua,
dengan menyerap partikel dan (tingkat energi yang rendah
membakar tetapi tidak menembus kulit). Pemaparan secara berulang
mungkin dapat merusak sumsum tulang yang dapat menimbulkan
anemia aplastik.
Virus
Beberapa spesies virus dari famili yang berbeda dapat menginfeksi
sumsum tulang manusia dan menyebabkan kerusakan. Beberapa virus
seperti parvovirus, herpesvirus, flavivirus, retrovirus dikaitkan dengan
potensi sebagai penyebab anemia aplastik

Familial (Inherited) Anemia Aplastik


Beberapa faktor familial atau keturunan dapat menyebabkan anemia
aplastik antara lain pansitopenia konstitusional Fanconi, defisiensi
pancreas pada anak, dan gangguan herediter pemasukan asam folat ke
dalam sel
Leukemia
4

Pada sebagian besar kasus, etiologi dari Leukemia tidak diketahui.


Meskipun

demikian

ada

beberapa

faktor

yang

diketahui

dapat

menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor prediposisi Leukemia pada


populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak digunakan
pada insidens penyamakan kulit di negara berkembang, diketahui
merupakan zat leukomogenik untuk Leukemia. Selain itu radiasi ionik juga
diketahui dapat menyebabkan Leukemia. Ini diketahui dari penelitian
tentang tingginya insidensi kasus leukemia, termasuk Leukemia, pada
orang-orang yang selamat bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945.
Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak
1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun
sesudah pengeboman. Faktor lain yang diketahui sebagai predisposisi
untuk Leukemia adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit
herediter sindrom down. Pasien Sindrom Down

dengan trisommi

kromosom 21 mempunyai resiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk


menderita leukemia, khususnya Leukemia tipe M7. Selain itu pada
beberapa pasien sindrom genetik seperti sindrom bloom dan anemia
Fanconi juga diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi
dibandingkan populasi normal untuk menderita Leukemia. Faktor lain yang
dapat memicu terjadinya Leukemia adalah pengobatan dengan kemoterapi
sitotoksik pada pasien tumor padat. Leukemia akibat terapi adalah
komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma
multipel, kanker payudara, kanker ovarium, dan kanker testis. Jenis terapi
yang paling sering memicu timbulnya Leukemia adalah golongan
alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor.
C. EPIDEMIOLOGI
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,
berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis
retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik
5

berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun. The


Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study
memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun. Frekuensi tertinggi
anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat
kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering
terjadi di negara Timur, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk
di Cina, 4 kasus per satu juta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta
penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar
daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini diperkirakan
berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan
bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.4
Leukimia akut pada anak-anak merupakan 20-40% dari keganasan
insiden rata-rata 4- 4.5 kasus / 100.000 anak di bawah 15 tahun. Di negara
berkembang 83% ALL, 12% AML, lebih tinggi pada anak kulit putih di
bandingkan kulit hitam. Di Asia kejadian Leukimia pada anak lebih tinggi. Di
Jepang Mencapai 4/100.000 anak dan di perkirakan tiap tahun terjadi 1000
kasus baru.

D. PATOGENESIS
Anemia Aplastik
Pansitopenia dalam anemia aplastik menggambarkan kegagalan proses
hematopoetik yang ditunjukkan dengan penurunan drastis jumlah sel primitif
hematopoetik. Dua mekanisme dijelaskan pada kegagalan sumsum tulang.
Mekanisme pertama adalah cedera hematopoetik langsung karena bahan
kimia seperti benzene, obat, atau radiasi untuk proses proliferasi dan sel
hematopoetik yang tidak bergerak. Mekanisme kedua, didukung oleh
observasi klinik dan studi laboratorium, yaitu imun sebagai penekan sel
6

sumsum tulang, sebagai contoh dari mekanisme ini yaitu kegagalan sumsum
tulang setelah graft versus host disease, eosinophilic fascitis, dan hepatitis.
Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa kasus obat
yang berasosiasi dengan anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan
terperinci melibatkan proses imunologi. Sel sitotoksik T diperkirakan dapat
bertindak sebagai faktor penghambat dalam sel hematopoetik dalam
menyelesaikan produksi hematopoesis inhibiting cytokinesis seperti interferon
dan tumor nekrosis faktor .. Efek dari imun sebagai media penghambat
dalam hematopoesis mungkin dapat menjelaskan mengapa hampir sebagian
besar pasien dengan anemia aplastik didapat memiliki respon terhadap terapi
imunosupresif.
Pasien dengan anemia aplastik biasanya tidak memiliki lebih dari 10%
jumlah sel batang normal. Bagaimanapun, studi laboratorium menunjukkan
bahwa sel stromal dari pasien anemia aplastik dapat mendukung pertumbuhan
dan perkembangan dari sel induk hematopoetik dan dapat juga menghasilkan
kuantitas faktor pertumbuhan hematopoetik dengan jumlah normal atau
meningkat.
Leukemia
Patogenesis utama Leukemia adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang.
Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai
dengan adanya sitopenia ( anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya
anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih
berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tandatanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan
terhadap infeksi, termausk infeksi oportunis dari flora normal bakteri yang ada
7

di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya
kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organorgan lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan
merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
Dalam hematopoiesis normal, myeloblast merupakan prekursor belum
matang myeloid sel darah putih, sebuah myeloblast yang normal secara
bertahap akan tumbuh menjadi sel darah dewasa putih. Namun, dalam
Leukemia, sebuah myeloblast tunggal akumulasi perubahan genetik yang
"membekukan" sel dalam keadaan imatur dan mencegah diferensiasi.Seperti
mutasi saja tidak menyebabkan leukemia, namun ketika seperti "penangkapan
diferensiasi" dikombinasikan dengan mutasi gen lain yang mengganggu
pengendalian proliferasi, hasilnya adalah pertumbuhan tidak terkendali dari
klon belum menghasilkan sel, yang mengarah ke entitas klinis Leukemia.
Sebagian besar keragaman dan heterogenitas Leukemia berasal dari kenyataan
bahwa transformasi Leukemia dapat terjadi di sejumlah langkah yang berbeda
di sepanjang jalur diferensiasi. Para translokasi kromosom yang abnormal
menyandikan protein fusi, biasanya faktor transkripsi yang mengubah sifat
dapat menyebabkan "penangkapan diferensiasi." Sebagai contoh, pada
leukemia promyelocytic akut, t (15; 17) translokasi menghasilkan protein fusi
PML-RAR yang mengikat ke reseptor unsur asam retinoat dalam beberapa
promotor myeloid-gen spesifik dan menghambat diferensiasi myeloid. Klinis
tanda dan gejala hasil AML dari kenyataan bahwa, sebagai klon leukemia sel
tumbuh, ia cenderung untuk menggantikan atau mengganggu perkembangan
sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Hal ini menyebabkan neutropenia,
anemia, dan trombositopenia.
E. GEJALA KLINIS
Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala


yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia
eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala
anemia antara lain lemah, dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi,
pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan
granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap
infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat
lokal

maupun

bersifat

sistemik.

Trombositopenia

tentu

dapat

mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di


organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik
yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam
atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi. Pada tabel
dibawah ini terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing
merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
Keluhan Pasien Anemia Aplastik:

Jenis keluhan

%
83
80
69
36
33
29
26
23
19
13

Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi.


Pada tabel dibawah ini terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua
pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari
setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacammacam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali
tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan
limfadenopati justru meragukan diagnosis. Pemeriksaan fisik pada
Pasien Anemia Aplastik
Jenis pemeriksaan fisik
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali

%
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0

Leukemia
Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien Leukemia
tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50%
kasus Leukemia, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang
normal dan sekitar 35% mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel
blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85%
kasus Leukemia. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian
jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk
menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA.

10

Tanda dan gejala utama Leukemia adalah adanya rasa lelah,


perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum
tulang sebagaimana telah disebutkan di atas. Perdarahan biasanya terjadi
dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas
bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang
lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC.
Kasus DIC ini pling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi
sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah peri rektal,
sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien
Leukemia dengan demam.
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100
ribu/mm3), sering terjadi leukositosis, yaitu gumpalan leukosit yang
menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukositosis
sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan
priapismus.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi
tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan
menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen
dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan
menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di
dalam tulang akan meninbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakkan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi
infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada Leukemia juga
dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings dan untuk
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro
spinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.
F. DIAGNOSIS
Anemia Aplastik

11

Untuk menegakkan diagnosis anemia aplastik dan menyingkirkan berbagai


kemungkinan penyakit penyebab pansitopenia sehingga tidak meragukan
hasil diagnosisnya, kita dapat memulainya dengan melakukan anamnesis
seputar keluhan dari pasien, kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun radiologis.
1. Anamnesis
Dari anamnesis bisa kita dapatkan keluhan pasien mengenai
gejala-gejala seputar anemia seperti lemah, letih, lesu, pucat, pusing,
penglihatan terganggu, nafsu makan menurun, sesak nafas serta jantung
yang berdebar. Selain gejala anemia bisa kita temukan keluhan seputar
infeksi seperti demam, nyeri badan ataupun adanya riwayat terjadinya
perdarahan pada gusi, hidung, dan dibawah kulit.
Kita juga bisa menanyakan apakah anggota keluarga lain
mengeluhkan gejala seperti ini atau apakah gejala ini sudah terlihat
sejak masih kecil atau tidak. Dimana nantinya akan dapat mengetahui
penyebab dari anemia aplastik ini sendiri. Apakah karena bawaan
(kongenital) atau karena didapat.
2. Pemeriksaan fisik
Kita akan menegaskan kembali apa yang sudah dikeluhkan oleh
pasien.
3. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah
masing-masing sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit.
Apakah mengalami penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan
anemia aplastik mempunyai bermacam-macam derajat pansitopenia.
Tetapi biasanya pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak
selalu ditemukan. Anemia dihubungkan dengan indeks retikulosit
yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol
walaupun eritropoetinnya tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang
dari 40.000/L (40x109/L). Jumlah monosit dan netrofil rendah.

12

Jumlah netrofil absolut kurang dari 500/L (0,5x109/L) serta jumlah


trombosit yang kurang dari 30.000/L(30x109/L) mengindikasikan
derajat anemia yang berat dan jumlah netrofil dibawah 200/L
(0,2x109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat berat. Jenis
anemia aplastik adalah anemia normokrom normositer. Adanya
eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan
bukan anemia aplastik. Persentase retikulosit umumnya normal atau
rendah. Ini dapat dibedakan dengan anemia hemolitik dimana
dijumpai sel eritrosit muda yang ukurannya lebih besar dari yang tua
dan persentase retikulosit yang meningkat.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik
anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis,
termasuk eritropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi
koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe
memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang
bersirkulasi.
2) Pemeriksan sumsum tulang
Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan biopsi dan
aspirasi. Bagian yang akan dilakukan biopsi dan aspirasi dari
sumsum tulang adalah tulang pelvis, sekitar 2 inchi disebelah tulang
belakang. Pasien akan diberikan lokal anastesi untuk menghilangkan
nyerinya. Kemudian akan dilakukan sayatan kecil pada kulit, sekitar
1/8 inchi untuk memudahkan masuknya jarum. Untuk aspirasi
digunakan jarung yang ukuran besar untuk mengambil sedikit cairan
sumsum tulang (sekitar 1 teaspoon). Untuk biopsi, akan diambil
potongan kecil berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1/16
inchi dan panjangnya 1/3 inchi dengan menggunakan jarum. Kedua

13

sampel ini diambil di tempat yang sama, di belakang dari tulang


pelvis dan pada prosedur yang sama. Tujuan dari pemeriksaan ini
untuk menyingkirkan faktor lain yang menyebabkan pansitopenia
seperti leukemia atau myelodisplastic syndrome (MDS).
Pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan secara tepat jenis
dan jumlah sel dari sumsum tulang yang sudah ditandai, level dari
sel-sel muda pada sumsum tulang (sel darah putih yang imatur) dan
kerusakan kromosom (DNA) pada sel-sel dari sumsum tulang yang
biasa disebut kelainan sitogenik. Pada anaplastik didapat, tidak
ditemukan adanya kelainan kromosom. Pada sumsum tulang yang
normal, 40-60% dari ruang sumsum secara khas diisi dengan sel-sel
hematopoetik (tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia
aplastik secara khas akan terlihat hanya ada beberapa sel
hematopoetik dan lebih banyak diisi oleh sel-sel stroma dan lemak.
Pada leukemia atau keganasan lainnya juga menyebabkan penurunan
jumlah sel-sel hematopoetik namun dapat dibedakan dengan anemia
aplastik. Pada leukemia atau keganasan lainnya terdapat sel-sel
leukemia atau sel-sel kanker.
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang
dari 30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika
kurang dari 20% pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun.
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik
berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang
dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada
sumsum tulang.
3) Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluoresence In Situ
Hybridization)
Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik. Pada
pemeriksaan Flow cytometry, sel-sel darah akan diambil dari sumsum
tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang

14

terdapat di sumsum tulang. Pada pemeriksaan FISH, secara langsung


akan disinari oleh cahaya pada bagian yang spesifik dari kromosom
atau gen. Tujuannya untuk mengetahui apakah terdapat kelainan
genetic atau tidak
4) Tes fungsi hati dan virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi
pada pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan
sering negative untuk semua jenis virus hepatitis yang telah
diketahui. Onset dari anemia aplastik terjadi 2-3 bulan setelah
episode akut hepatitis dan kebanyakan sering pada anak laki-laki.
Darah harus di tes antibodi hepatitis A, antibodi hepatitis C, antigen
permukaan

hepatitis

B,

dan

virus

Epstein-Barr

(EBV).

Sitomegalovirus dan tes serologi virus lainnya harus dinilai jika


mempertimbangkan

dilakukannya

BMT

(Bone

Marrow

Transplantasion). Parvovirus menyebabkan aplasia sel darah merah


namun bukan merupakan anemia aplastik.
5) Level vitamin B-12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan
anemia megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat
menyebabkan pansitopenia
6) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya

tidak

dibutuhkan

untuk

menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khususnya


berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan,
karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal
a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa
kromosom darah tepi untuk menyingkirkan diagnosis dari anemia
fanconi
b. USG abdominal. Untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau
pembesaran kelenjar limfa yang meningkatkan kemungkinan
adanya penyakit keganasan hematologi sebagai penyebab dari

15

pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak dari ginjal yang salah
atau abnormal merupakan penampakan dari anemia Fanconi.
c. Nuclear Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan

ini

rnernpakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan


karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.
d. Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning.
Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning
tubuh setelah disuntik dengan koloid radoaktif technetium sulfur
yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium
chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan
sumsum tulang dapt ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk
memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur sel-sel
induk
Leukemia
Secara

klasik

diagnosis

Leukemia

ditegakkan

berdasarkan

pemeriksaan fisik, morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Seperti sudah


disebutkan, sejak sekitar dua dekade tahun yang lalu berkembang 2 (dua)
teknik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis sitogenik.
Pertama, tes darah dilakukan untuk menghitung jumlah setiap jenis
sel darah yang berbeda dan melihat apakah mereka berada dalam batas
normal. Dalam AML, tingkat sel darah merah mungkin rendah,
menyebabkan

anemia,

tingkat-tingkat

platelet

mungkin

rendah,

menyebabkan perdarahan dan memar, dan tingkat sel darah putih mungkin
rendah, menyebabkan infeksi.
Biopsi sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang
mungkin dilakukan jika hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum
tulang, jarum berongga dimasukkan ke tulang pinggul untuk mengeluarkan
sejumlah kecil dari sumsum dan tulang untuk pengujian di bawah

16

mikroskop. Pada aspirasi sumsum tulang, sampel kecil dari sumsum tulang
ditarik melalui cairan injeksi.
Pungsi lumbal, atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk
melihat apakah penyakit ini telah menyebar ke dalam cairan cerebrospinal,
yang mengelilingi sistem saraf pusat atau sistem saraf pusat (SSP) - otak
dan sumsum tulang belakang. Tes diagnostik mungkin termasuk flow
cytometry penting lainnya (dimana sel-sel melewati sinar laser untuk
analisa), imunohistokimia (menggunakan antibodi untuk membedakan
antara jenis sel kanker), Sitogenetika (untuk menentukan perubahan dalam
kromosom dalam sel), dan studi genetika molekuler (tes DNA dan RNA
dari sel-sel kanker). Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa
pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete
blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI),
X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.
Kelainan hematologis
Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.
Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 10 3 /mm3. Leukosit
yang ada dalam darah tepi terbanyak adalah myeloblas.
Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang
mengandung badan auer suatu kelainan yang pathogonomis untuk
LMA.
Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung mieloblas yang
masif, sedang megakariosit dan pronormoblas dijumpai sangat jarang.
Kelainan sumsum tulang ini sudah akan jelas meskipun myeloblas belum
tampak dalam darah tepi. Jadi kadang-kadang ditemukan kasus dengan
pansitopenia perifer akan tetapi sumsum tulang sudah jelas hiperseluler
karena infiltrasi dengan myeloblas. Kadang-kadang ditemukan Auer
body

dalam

mieloblas.

Kadang

manifestasi

pertama

sebagai

eritroleukemia (ploriferasi eritroblas dan mieloblas dalam sumsum tulang)

17

yang berlangsung beberapa bulan/tahun sebelum fambaran mieloblastiknya


menjadi jelas benar.
G. TERAPI
Anemia Aplastik
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat
granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk
menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk
memperbaiki keadaan pasien.
Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi immunosupresi atau
transplantasi sumsum tulang (TST). Faktor-faktor seperti usia pasien
adanya donor saudara yang cocok (matched sibling donor), dan faktorfaktor

risiko

dipertimbangkan

seperti
untuk

infeksi

aktif

menentukan

atau

beban

apakah

transfusi

pasien

paling

harus
baik

mendapatkan terapi immunosupresi atau TST. Pasien yang lebih mudah


mentoleransi TST lebih baik dan sedikit mengalami GVHD. Pasien yang
lebih tua dan mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan serangkaian
terapi immunosupresif. Pasien berusia lebih dari 20 tahun dengan hitung
neutrofil 200-500/ mm3 tampaknya lebih mendapat manfaat manfaat
immunosupresi dibandingkan TST. Secara umum pasien dengan hitung
neutrofil yang sangat rendah cenderung lebih baik dengan TST., karena
dibutuhkan waktu yang lebih pendek untuk resolusi neutropenia (harus
diingat

bahwa

neutropenia

pada

pasien

yang

mendapat

terapi

immunosupresif mungkin baru membaik setelah 6 bulan). Untuk pasien


usia menengah yang memiliki donor saudara yang cocok, rekomendasi
terapi harus dibuat setelah memperhatikan kondisi kesehatan pasien secara
menyeluruh, derajat keparahan penyakit, dan keinginan penyakit. Suatu
algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia
aplastik.
Manajemen Awal Anemia Aplastik
18

1. Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang


diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
2. Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang
dibutuhkan.
3. Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai
yang dibutuhkan.
4. Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
5. Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme
spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan;
bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram
negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang
belum mendapat terapi G-CSF.
6. Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan
histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu
transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,
siklosporindan

metilprednisolon)

atau

pemberian

dosis

tinggi

siklofosfamid.
a. Pengobatan Suportif
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit
berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih
pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang

dari

20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan


atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada
mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit
konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti
terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti
dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial

19

dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada
manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah
antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG)
dan siklosporin A (CSA).
c. Terapi Penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang,
pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian
steroid anabolik. Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG
pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan.
Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai
dengan

siklus

pertumbuhan
Stimulating

kedua ATG

kelinci.

hematopoietik

seperti

Factor (G-CSF)

Pemberian

bermanfaat

faktor-faktor

Granulocyte-Colony
untuk

meningkatkan

neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik


biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini
juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia
aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah
digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang
refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan
pemulihan hitung darah pada beberapa pasien. Steroid anabolik
seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel
induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia
aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak
bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk
pasien yang refrakter terapi imunosupresif.
d. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien
anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan
20

kecocokan

HLA

(Human

leukocyte

antigen).

Akan

tetapi,

transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagian


kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara
dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum
tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang
berusia

35-35

tahun

lebih

baik

bila

mendapatkan

terapi

imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat


pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor
(Graft Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40 tahun
terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang
berusia muda. Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang
memiliki survival

yang

lebih

baik

daripada

pasien

yang

mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari


50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka
pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan. Akan
tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang
namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada
pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali
diperlukan transfusi selama beberapa bulan. Transfusi komponen
darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan
potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk
mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena
antibodi yang terbentuk akibat tansfusi. Kriteria respon terapi
menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)
adalah sebagai berikut:
- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya
2000/mm3 dan trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3

21

Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit

dibawah 2000/mm3 dan trombosit dibawah 100.000/mm3


Refrakter : tidak ada perbaikan.

Leukemia
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan
suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia,
komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk
perawatan psikologi. Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi
darah/ trombosit, pemberian antibiotik pada infeksi/ sepsis, obat anti jamur,
pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/ spesifik bertujuan untuk menyembuhkan penderita. Strategi
umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi
(profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan. Klasifikasi resiko standar dan
resiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Pada induksi remisi
diberikan kemoterapi maksimum yang dapat ditoleransi dan perawatan
suportif yang maksimum. Kemungkinan hasil yang dicapai remisi komplet,
remisi parsial atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif
tambahan setelah remisi komplet dan untuk profilaksi terjadi leukemia
pada saluran syaraf pusat.
Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan
meningkatkan kesembuhan. Pengobatan lanjutan sampai sekitar 2 tahun,
diharapkan tercapai perpanjangan remisi dan dapat bertahan hidup.
Sitostatika yang digunakan pada tiap tahap pengobatan leukemia
merupakan kombinasi dari berbagai sitostatika. Pengobatan dengan
granulocyte-colony

stimulating

factor

(G-CSF)

bermanfaat

untuk

mengatasi penurunan granulosit sebagai efek samping sitistatika, namun


tidak

mengurangi

lama

perawatan

di

rumah

sakit.

Penderita dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas
22

gejala leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapat selularitas normal


dan jumlah sel blast < 5% dari sel berinti, hemoglobin > 12 gr/dL tanpa
transfusi, jumlah sel leukosit > 3000/l, dengan hitung jenis leukosit
normal, jumlah granulosit > 2000/ l, jumlah trombosit > 100.000/ l, dan
pemeriksaan cairan serebropinal normal.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia
adalah obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan
adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia
dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini,
Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah
beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacammacam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia
(memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis
dan sebagainya. Penderita dengan granulositopenia sebaiknya dirawat di
ruang isolasi. Untuk mengatasi kebosanan karena perawatan yang lama
perlu disediakan ruang bermain dan pelayanan psikologis. Penderita yang
telah remisi dan selesai pengobatan kondisinya akan pulih seperti anak
sehat. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relap (kambuh).
Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya.
Pada dasarnya ada 3 tempay relaps :
Intramedular (Sumsum tulang)
Ekstramedular (Susunan saraf pusat, testis, iris)
Intra dan ekstra meduler.
Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama
pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late
relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan

H. DIAGNOSIS BANDING

23

Pansitopenia merupakan ciri-ciri yang sering muncul dari kebanyakan


penyakit. Walaupun anamnesis, pemeriksaan fisik, dan studi laboratorium
dasar sering dapat mengeksklusi anemia aplastik dari diagnosis, perbedaan
merupakan hal yang lebih susah dalam penyakit hematologi tertentu, dan tes
lanjutan sangat diperlukan.
Penyebab dari pansitopenia perlu dipertimbangkan dalam diagnosis
banding

yang

meliputi

Fanconis

anemia,

paroxysmal

nocturnal

hemoglobinuria (PHN), myelodysplastic syndrome (MDS), myelofibrosis,


aleukemic leukemia, agranulocytosis, dan pure red cell aplasia. Berikut ini
merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai penyakit-penyakit tersebut.
Fanconis anemia. Ini merupakan bentuk kongenital dari anemia
aplastik dimana merupakan kondisi autosomal resesif yang diturunkan sekitar
10% dari pasien dan terlihat pada masa anak-anak. Tanda-tandanya yaitu
tubuh pendek, hiperpigmentasi pada kulit, mikrosefali, hipoplasia pada ibu
jari atau jari lainnya, abnormalitas pada saluran urogenital, dan cacat mental.
Fanconis anemia dipertegas dengan cara analisis sitogenetik pada limfosit
darah tepi, yang dimana menunjukkan patahnya kromosom setelah dibiakkan
menggunakan zat kimia yang meningkatkan penekanan kromosom (seperti
diepoxybutane atau mitomycin C).
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria.

PNH adalah sebuah

kerusakan yang didapat yang dikarakteristikan dengan anemia yang


disebabkan oleh hemolisis intravaskular dan dimanifestasikan dengan
hemoglobinuria yang bersifat sementara dan life-threatening venous
thromboses. Suatu kekurangan CD59, antigen pada permukaan eritrosis yang
menghambat lisis reaktif, sangat bertanggung jawab terhadap hemolisis. Kirakira 10% sampai 30% pada pasien anemia aplastik mengalami PNH pada
rangkaian klinis nantinya. Ini menunjukkan bahwa sangat mungkin bahwa
mayoritas pasien dengan PHN dapat mengalami proses aplastik. Diagnosis
PNH biasanya dibuat dengan menunjukkan pengurangan ekpresi dari sel
antigen CD59 permukaan dengan cara aliran sitometri, mengantikan tes
24

skrining yang sebelumnya dipergunakan seperti tes hemolisis sukrosa dan


pemeriksaan urin untuk hemosiderin.
Myelodiysplastic Sindrome. MDSs adalah sebuah kumpulan dari
kerusakan sel batang hematopoetik klonal yang ditandai oleh diferensiasi dan
maturasi abnormal sumsum tulang, dimana dapat menyebabkan kegagalan
sumsum tulang dengan peripheral sitopenias, disfungsional elemen darah, dan
memungkinkan perubahan leukemi. Sumsum tulang pada MDS memiliki tipe
hiperselular

atau

normoselular, walaupun

hiposelular

biasanya

juga

ditemukan. Sangat penting membedakan hiposelular MDS dengan anemia


aplastik karena diagnosis yang ditegakkan untuk penanganan dan prognosis.
Idiopathic Myelofibrosis. Dua keistimewaan idiopathic myelofibrosis
adalah hematopoesis ekstramedulari menyebabkan hepatosplenomegali pada
kebanyakan pasien. Biopsi spesimen sumsum tulang menunjukkan berbagai
tingkat retikulin atau fibrosis kolagen, dengan megakariosit yang mencolok.
Aleukemic Leukemia. Aleukemic leukemia merupakan suatu kondisi
yang jarang yang ditandai oleh tidak adanya sel blast pada darah tepi pasien
leukemia, terjadi kurang dari 10% dari seluruh pasien leukemi dan penyakit
ini biasanya terjadi pada remaja atau pada orang tua. Aspirasi sumsum tulang
dan biopsy menunjukkan sel blast.
Pure red cell aplasia. Kerusakan ini jarang terjadi dan hanya
melibatkan produksi eritrosit yang ditandai oleh anemia berat, jumlah
retikulosit kurang dari 1%, dan normoselular sumsum tulang kurang dari 0.5%
eritroblast yang telah matang.
Agranulocytosis. Agranulocytosis adalah kerusakan imun yang
mempengaruhi produksi granulosit darah tetapi tidak pada platelet atau
eritrosit
I. Prognosis
Anemia Aplastik
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.
Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah

25

netrofil kurang dari 500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia


aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x10 9/liter) dikaitkan
dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila
transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki
respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik
konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid
akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi
sumsum tulang.
Leukemia
Faktor prognosis yang kurang baik antara lain : usia kurang dari 2
tahun, usia lebih dari 10 tahun, jumlah leukosit (sel darah putih) saat awal
lebih dari 50x109/L, jumlah trombosit (keping darah) kurang dari
100x109/L, ada masa mediastinum, ras hitam, laki-laki, ada pembesaran
kelenjar limfe, pembesaran hati lebih dari 3 cm, tipe limfoblas L2 atau L3,
dan adanya penyakit susunan syaraf pusat saat diagnosisi. Viana dkk
(1994) mendapatkan, penderita dengan gizi buruk (menurut standar tinggi
badan/ umur) resiko kambuhnya lebih tinggi dibanding yang gizinya baik.
Di Singapura walaupun ada perbaikan, 30%-40% penderita mengalami
kambuh, dan kelompok ini prognosisinya baik. Perkembangan dan
keberhasilan pengobatan pencegahan untuk leukemia meningeal yang
diikuti dengan kemoterapi sistemik memperbaiki secara progresif angka
kesembuhan LLA pada anak. Angka kelangsungan hidup 5 tahun LLA
sekitar 66-67%. Pada LMA, jumlah lekosit yang tinggi (>100.000/L), ras
hitam, koagulasi abnormal berprognosis jelek.

LAPORAN KASUS

26

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. C

Umur

: 5 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: DS Pakuli

Anak ke

: ke Dua

Agama

: Islam

Tanggal pemeriksaan

: 28 Juli 2014

Ruangan

: Nuri Bawah

B. ANAMNESIS
Keluhan utama
: Panas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan panas yang dialami kurang lebih 2
minggu, timbul mendadak, bersifat naik turun dan terus menerus sebelum
masuk Rumah Sakit. Panas tidak disertai kejang. Saat panas tidak ada
menggigil dan penurunan kesadaran. Pasien mengeluh nyeri pada
persendian siku tangan

kanan , tidak

ada mimisan ataupun

gusi berdarah dan tidak timbul bintik merah pada kulit , namun
kurang lebih 2 minggu orang tua pasien mengeluh sering timbul
memar kebiruan pada punggung sebelah kanan, kaki dan bagian
jidat anaknya tanpa riwayat trauma sebelumnya. Beberapa kali ke
Puskesmas dan ketempat praktek Dokter namun belum ada
perbaikan.
Beberapa hari setelah panas, timbul batuk berlendir tanpa
sesak dan beringus. Mengeluh sakit perut, Tidak ada mual,
muntah 1x setelah makan saat masuk Rumah Sakit. Kurang nafsu
makan sejak timbulnya demam. Dan mengeluh susah buang air
besar selama 3 hari, konsistensinya keras dan berwarna agak
kehitaman, buang air kecil lancar berwarna kuning seperti teh.

27

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami riwayat penyakit yang sama namun
saat umur 1 tahun pernah riwayat opname dengan Demam Berdarah Dengue.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat ANC lengkap di Puskesmas
Riwayat sakit waktu hamil (-)
Riwayat penyakit selama kehamilan (-)
Riwayat natal : Anak ini lahir spontan di klinik bersalin, di tolong oleh bidan
dengan berat badan lahir 3000 gram sedangkan panjang badan lahir 47 cm.
Saat lahir anak ini tidak cukup bulan yaitu hanya 7 bulan dalam kandungan,
langsung menangis, tidak ada sianosis dan gerak aktif
Anamnesis makanan terperinci
Usia
0-8 bulan

Riwayat makanan
ASI Eksklusif.

8-10 bulan

Bubur saring, susu formula, buah,


biskuit.

10-12 bulan

ASI, susu formula, bubur saring, buah,


biskuit.

1 tahun-sekarang

Susu formula, makanan keluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

Status Gizi

: BB/TB : 75 % = status gizi kurang

BB

: 12 kg

TB

: 96 cm
28

Tanda vital
Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Denyut Nadi

: 115 kali/menit

frekuensi. Napas

: 24 kali/menit

Suhu

: 38 0C

Kepala
Wajah

: simetris, pucat (+)

Deformitas

: tidak ada

Bentuk

: Normochepal

Rambut

: warna hitam, sukar dicabut

Mata

: Konjungtiva anemis (+)


Sklera tidak ikterik
Pupil isokor bilateral

Mulut

Leher

:bibir tidak kering, lidah kotor (-)


: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar

Dada
Paru-paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris, tidak ada retraksi
Palpasi

: tidak ada nyeri tekan

Perkusi : sonor
Auskultasi

:bunyi nafas vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing

(-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis tampak pada SIC V midclavicula sinistra


: ictus cordis teraba pada SIC V midclavicula sinistra
: redup
29

Auskultasi

:Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung II murni regular.

Abdomen
Inspeksi

: tampak datar

Auskultasi

: peristatik terdengar kesan normal

Palpasi

:tidak ada nyeri tekan, hepar teraba 2 jari dibawah


arcus costae, lien teraba 3 jari dibawah arcus costae
(Scuffner 2)

Perkusi

: Redup pada hipokondrium kanan dan hipokondrium


kiri

Ekstremitas Atas
Tidak edema, akral hangat
Ekstremitas Bawah :
Tidak edema, akral hangat, hematom pada daerah tungkai sebelah
kanan

D. LABORATORIUM
Darah lengkap (28/7/2014)
WBC

: 94,3 x 103 /m3

RBC

: 2 x 106 /m3

HGB

: 5,5 g/dL

HCT

: 14,4 %

PLT

: 6 x 103 /m3

30

Lym %

: 84,8 %

Neut%

: 12,6 %

Darah lengkap (30/7/2014)


WBC

: 1,1 x 103 /m3

RBC

: 2,7 x 106 /m3

HGB

: 7,7 g/dL

HCT

: 21,9 %

PLT

: 10 x 103 /m3

Lym %

: 84,4 %

Neut%

: 14,0 %

Darah lengkap (01/8/2014)


WBC

: 1,4 x 103 /m3

RBC

: 2,5 x 106 /m3

HGB

: 7,1 g/dL

HCT

: 19,9 %

PLT

: 6 x 103 /m3

Lym %

: 87,4 %

Neut%

: 10,4 %

Pemeriksaan Malaria (29/7/2014)


No
1

Jenis pemeriksaan
Reaksi Widal
- Salmonella typhi O
- Salmonella typhi H
- Salmonella paratyphi AH
- Salmonella paratyphi BH

Hasil
-

31

Malaria

Tidak ditemukan

Pemeriksaan USG Abdomen (31/7/2014)


Cairan bebas pada cavum peritonium cavum pleura daxtra (minimal)
Hepar: Membesar,Permukaan reguler
Pankreas: dinding menebal 0,9 cm
Lien: Membesar
Kedua Ginjal: ukuran dan texture normal
Buli-Buli: Echo normal
Kesan:
- Hepatosplenomegali dengan cholecystitis. Asites
- Efusi pleura dextra (minimal)
Darah lengkap (04/8/2014)
WBC

: 4,0 x 103 /m3

RBC

: 2,08 x 106 /m3

HGB

: 6,1 g/dL

HCT

: 15,9 %

PLT

: 5 x 103 /m3

Lym %

: 77,5 %

Neut%

: 10,4 %

Darah lengkap (08/8/2014)


WBC

: 16,3 x 103 /m3

RBC

: 3,21 x 106 /m3

HGB

: 9,1 g/dL

HCT

: 26,1 %

PLT

: 10 x 103 /m3

Lym %

: 84,0 %

Neut%

: 10,4 %

32

Pemeriksaan Darah Tepi (11/08/2014)


Gambaran Darah Tepi
Eritrosit
Lekosit

Hasil
Dominan Normositik Normokrom
Normpoblast (-), Polikromasia (-), jumlah
kurang, Blast (-), MN >PMN
Jumlah sangat kurang, Kelainan morfologi (-)

Trombosit
Kesan:
Anemia Normositik Normokrom
Leukopenia
Trombositopenia
Pansitopenia

Nama Pemeriksaan
Hematologi Rutin (CBC)
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hematokrit
Nilai-Nilai MC
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

Hasil
7,8 g/dL
1,4 x 103 /m3
2,76 x 103 /m3
10 x 103 /m3
22,10 %
80,1 fL
28,3 pg
35,3 g/Dl
0,7 %
0,70 %
6,60 %
86,20 %
5,8 %

33

E. Diagnosis Kerja : Susp. LLA + Susp. Anemia Aplastik


F. Terapi
Ivfd RL 20 tetes /menit: guyur 400 cc lalu ganti Ivfd Asering 12

tetes/menit
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12 jam /iv
Injeksi Dexametason 2 mg/12 jam/iv
Ambroxol 15 mg 3 x cth
Paracetamol 3 x 1 cth (Kp)
Transfusi PRC 120 cc
Tranfusi Trombosit 1 kantong

G. Follow up
No

Tanggal & Jam

.
1.

29 Juli 2014

Vital Sign

Follow Up

T : 100/70 mmHg

S : panas (-), (+), lendir (+),

N : 110 x/menit

sesak (-), mual (-), muntah (-),

P : 23 x/menit

sakit perut (-), BAK lancar,

S : 36,5 o C

BAB belum 5 hari. Nafsu


makan menurun
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-),
Thorax : retraksi (-),Rh +/+,
Wh -/-.
Jantung : dalam batas normal.
Abdomen : Hepatomegali (+),
splenomegali (+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P : Ivfd Ring-As 8 tetes /menit

34

Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12


jam /iv
Cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin Ampul /12jam/iv
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk:
Salbutamol 5 mg
Ambroxol: 6 mg
3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
Transfusi Trombosit 1 kantong
USG abdomen

30 Juli 2014

T : 90/70 mmHg

Makanan biasa
S : panas (-), batuk (+), lendir

N : 100 x/menit

(+), sesak (-), mual (-), muntah

P : 24 x/menit

(-), sakit perut (-),Perut

S : 36,8 o C

gembung (+), BAK lancar,


BAB belum 6 hari. Nafsu
makan menurun.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
35

A : Susp. LLA, Susp Anemia


Aplastik
P : Ivfd Ring-As 8 tetes /menit
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12
jam /iv
Cotrimoxazole 2x1 cth
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk: 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
USG Abdomen Cito
Transfusi Trombosit 1 kantong

3.

31 Juli 2014

T : 100/60 mmHg

Makanan biasa, buah, & sayur


S : panas (-), pucat (-), batuk

N : 95 x/menit

(+), lendir (+), sesak (-), mual

P : 23 x/menit

(-), muntah (-), sakit perut (+),

S : 37o C

Perut gembung (+) berkurang,


BAK lancar, BAB biasa. Nafsu
makan menurun.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
36

Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12
jam /iv
Cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab

4.

01 Agustus

T : 100/70 mmHg

Makanan biasa, buah & sayur


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 100 x/menit

(+), lendir (+), sesak (-), mual

P : 24 x/menit

(-), muntah (-), sakit perut (+),

S : 36,5o C

Perut gembung (-), BAK


lancar, BAB biasa. Nafsu
makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
37

+ Asnet
Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12
jam /iv
cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab

5.

02 Agustus

T : 100/70 mmHg

Makanan biasa, buah & sayur


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 100 x/menit

(+), lendir (+), sesak (-), mual

P : 25 x/menit

(-), muntah (-), sakit perut (+),

S : 36,8o C

Perut gembung (-), BAK


lancar, BAB belum. Nafsu
makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
+ Asnet
38

Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12


jam /iv
cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv (Kp)
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
Makanan biasa
6.

03 Agustus

T : 110/80 mmHg

Rencama rujuk makassar


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 80 x/menit

(+), lendir (+) berkurang, sesak

P : 22 x/menit

(-), mual (-), muntah (-), sakit

S : 36,5o C

perut (+), Perut gembung (-),


BAK lancar, BAB belum 2
hari. Nafsu makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
+ Asnet
39

Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12


jam /iv
cotrimoxazole 2x1 cth
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv (Kp)
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
Makanan biasa
7.

04 Agustus

T : 100/60 mmHg

Rencama rujuk makassar


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 100 x/menit

(+) berkurang, lendir (-), sesak

P : 23 x/menit

(-), mual (-), muntah (-), sakit

S : 36,5o C

perut (-), Perut gembung (-),


BAK lancar, BAB biasa. Nafsu
makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
+ Asnet
40

Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12


jam /iv
Ranitidin 1/ Ampul/12j/iv (Kp)
Pct 3x1 cth (Kp)
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
Makanan biasa
8.

05 Agustus

T : 120/80 mmHg

Rencama rujuk makassar


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 80 x/menit

skali-skali, lendir (-), sesak (-),

P : 23 x/menit

mual (-), muntah (-), sakit perut

S : 36,5o C

kadang-kadang, Perut gembung


(-), BAK lancar, BAB biasa.
Nafsu makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P:
Ivfd Ring-As 12 tetes /menit +
Asnet
41

Injeksi Ceftriaxone 300 mg /12


jam /iv
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab

9.

06 Agustus

T : 100/70 mmHg

Transfusi Trombosit 1 kantong


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 110 x/menit

skali-skali, lendir (-), sesak (-),

P : 23 x/menit

mual (-), muntah (-), sakit perut

S : 36,5o C

(-), Perut gembung (-), BAK


lancar, BAB biasa. Nafsu
makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Ivfd Ring-As 12 tetes /menit
Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
Sanmol syrup 3x1 cth (Kp)
Transfusi PRC 120 cc
42

10.

07 Agustus

T : 115/70 mmHg

Transfusi Trombosit 1 kantong


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 95 x/menit

skali-skali, lendir (-), sesak (-),

P : 24 x/menit

mual (-), muntah (-), sakit perut

S : 36,9o C

(-), Perut gembung (-), BAK


lancar, BAB biasa. Nafsu
makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.
Mulut : lidah kotor (-)
Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
11.

08 Agustus

T : 100/70 mmHg

Sanmol syrup 3x1 cth (Kp)


S : panas (-), pucat (-), batuk

2014

N : 90 x/menit

skali-skali, lendir (-), sesak (-),

P : 25 x/menit

mual (-), muntah (-), sakit perut

S : 37o C

(+), Perut gembung (-), BAK


lancar, BAB biasa. Nafsu
makan baik.
O : KU sakit sedang, CM.
Wajah : simetris, normocephal.

43

Mulut : lidah kotor (-)


Thorax : retraksi (-),Rh -/--, Wh
-

/-.

Jantung : Dalam batas normal.


Abdomen :Hepatosplenomegali
(+)
Ekstremitas : akral hangat.
A : Susp. LLA, Susp Anemia
Aplastik
P: Puyer batuk 3 x 1 Pulv
B-Com 2 x 1 tab
12.

Sanmol syrup 3x1 cth (Kp)


Rujuk Ke Makassar

09 Agustus
2014

DISKUSI KASUS
Pansitopenia adalah keadaan dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Pansitopenia ini merupakan suatu kelainan di dalam
darah tepi. Biasanya kadar hb juga ikut rendah akibat rendahnya eritrosit.

44

Pada kasus ini dapat kita lihat bahwa terjadi pansitopenia dimana jumlah
eritrosit, leukosit dan bahkan trombosit menurun. Dimana pada hasil lab
selama perawatan dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tanggal

WBC

RBC

PLT

HGB

28 Juli 2014
30 Juli 2014
01 Agustus 2014
04 Agustus 2014
08 Agustus 2014
11 Agustus 2014

(4,8- 10,83 /m3 )


94,3 x 103 /m3
1,1 x 103 /m3
1,4 x 103 /m3
4,0 x 103 /m3
16,3 x 103 /m3
1,4 x 103 /m3

(4,7-6,1106 /m3 )
2 x 106 /m3
2,7 x 106 /m3
2,5 x 106 /m3
2,08 x 106 /m3
3,21 x 106 /m3
2,76 x 103 /m3

(150-450 3 /m3 )
6 x 103 /m3
10 x 103 /m3
6 x 103 /m3
5 x 103 /m3
10 x 103 /m3
10 x 103 /m3

(14-18 g/dL)
5,5 g/dL
7,7 g/dL
7,1 g/dL
6,1 g/dL
9,1 g/dL
7,8 g/dL

Pansitopenia ini merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Ada dua


kelompok penyakit yang bisa menyebabkan kondisi ini; produksi sel darah di
sumsum tulang yang menurun, atau akibat penghancuran sel di darah tepi
meningkat walaupun produksi sel darah di sumsum tulang berlangsung baik.
Terdapat dua contoh penyakit yang menggambarkan gejala pansitopenia yang
sangat jelas adalah Anemia Aplastik dan Leukemia.
Pada kasus ini terdapat beberapa gejala-gejala klinis yang mendukung
kearah pansitopenia yang merupakan tanda dari penyakit Anemia Aplastik
gejala-gejala seputar anemia seperti lemah, letih, lesu, pucat, pusing, nafsu
makan menurun. Selain gejala anemia, dapat ditemukan juga gejala infeksi
seperti demam, nyeri badan ataupun adanya riwayat terjadinya perdarahan
pada gusi, hidung, dan dibawah kulit. Dimana pada pasien ini terdapat riwayat
perdarahan dibawah kulit berupa lebam kebiruan pada ekstremitas dan pada
jidat pasien yang timbul mendadak kurang lebih sebulan ini. Pada kasus ini
riwayat keluarga tidak mendukung, karena seperti diketahui bahwa pada kasus
ini tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama. Gejala klinis
yang terlihat belum tentu bs menyingkirkan diferensial diagnosis pansitopenia
yang disebabkan oleh Anemia Aplastik karena gejala-gejala tersebut pula
45

terdapat pada penderita Leukemia. Dimana pada penderita leukemia terdapat


gejala-gejala kegagalan sumsum tulang yang menyebabkan infiltrasi sel-sel
blast yang dapat bermanifestasi sebagai mana halnya gejala Anemia aplastik.
Pada pemeriksaan fisik anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel dibawah ini terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang
diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah
pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada
sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu
kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan
diagnosis karena adanya splenomegali dan limfadenopati akan lebih
mengarahkan kediagnosis pansitopenia karena penyakit lain selain dari
Anemia Aplastik. Pemeriksaan fisik pada Pasien Anemia Aplastik
Jenis pemeriksaan fisik
Pucat
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali

%
100
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0

Berbeda halnya dengan leukemia, dimana pada leukemia terdapat


Infiltrasi sel-sel blast dibeberapa organ misalnya di kulit akan
menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen
dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan
menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di

46

dalam tulang akan meninbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan
stimulasi ringan. Pembengkakkan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi
infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi. Meskipun jarang, pada Leukemia juga
dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings dan untuk
penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro
spinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.
pada kasus ini diketahui bahwa terdapat gejala yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik berupa pucat, perdarahan dibawah kulit demam,
hepatomegali dan splenomegali dimana akan membawa fikiran kita kearah
penyakit keganasan yaitu kanker darah atau sering disebut dengan
Leukemia.

Namun

untuk

menegakkan

diagnosis

membutuhkan

pemeriksaan penunjang untuk dapat membantu hasil dari anamnesa dan


pemeriksaan fisik.
Pada kelainan darah yaitu Leukemia dapat ditemukan pemeriksaan
lab dimana pemeriksaan darah akan menunjukkan adanya Anemia dengan
jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 10 6/mm3, Leukositosis dengan
jumlah leukosit antara 50-100 x 103 /mm3, Leukosit yang ada dalam darah
tepi terbanyak adalah myeloblas, dan Trombosit jumlah menurun.
Mieloblas yang tampak kadang-kadang mengandung badan auer suatu
kelainan yang pathogonomis untuk LMA. Sedangkan pada Anemia
Aplastik dapat ditemukan jumlah retikulosit absolut kurang dari 40.000/L
(40x109/L). Jumlah monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil absolut
kurang dari 500/L (0,5x109/L) serta jumlah trombosit yang kurang dari
30.000/L(30x109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat dan
jumlah netrofil dibawah 200/L (0,2x109/L) menunjukkan derajat penyakit
yang sangat berat. Jenis anemia aplastik adalah anemia normokrom
normositer. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik.
Pada kasus ini seperti pada tabel hasil laboratorium diatas terdapat
bentuk pansitopenia, namun untuk dapat menyingkirkan atau mempertegas
47

kearah mana diagnosis pada kasus ini hanya ditemukan gejala Anemia
berupa Normositik Normokrom, leukopenia, trombositopenia, pansitopenia
pada pemeriksaan darah tepi yang dari kesemuanya belum dapat
mengarahkan kemana arah diagnosis kasus ini.
Adanya Organomegali dan tidak ditemukannya sel-sel blast atau selsel darah muda pada pemeriksaan lab sangat sulit untuk membedakan
apakah ini merupakan pansitopenia oleh karena Anemia Aplastik Atau
karena Leukemia. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan yang lebih
akurat untuk mencari arah pasti diagnosis pada kasus ini, misalnya saja
pemeriksaan

sumsum

tulang.

Pemeriksaan

sumsum

tulang

akan

menunjukkan secara tepat jenis dan jumlah sel dari sumsum tulang yang
sudah ditandai, level dari sel-sel muda pada sumsum tulang (sel darah putih
yang imatur) dan kerusakan kromosom (DNA) pada sel-sel dari sumsum
tulang yang biasa disebut kelainan sitogenik. Pada anaplastik didapat, tidak
ditemukan adanya kelainan kromosom. Pada sumsum tulang yang normal,
40-60% dari ruang sumsum secara khas diisi dengan sel-sel hematopoetik
(tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia aplastik secara khas
akan terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak diisi
oleh sel-sel stroma dan lemak. Pada leukemia atau keganasan lainnya juga
menyebabkan penurunan jumlah sel-sel hematopoetik namun dapat
dibedakan dengan anemia aplastik. Pada leukemia atau keganasan lainnya
terdapat sel-sel leukemia atau sel-sel kanker. Dan pada akhirnya pasien ini
dirujuk ke pusat pelayanan yang lebih lengkap untuk mendapat
pemeriksaan dan terapi yang lebih tepat.

48

DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Aplastic Anemia. Dalam : ACS Information andGuide,
2005.

Diakses

12/01/2014.

Dari

URL

http://www.cancer.org/cancer/aplasticanemia/
2. Bakhsi S. Aplastic Anemia, Dalam : Emedicine Article, 2004. Diakses :
13/01/2014, Dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/198759
3. Dan L, Longo., Denis L, Kasper,. Et al, Aplastic anemia, Myelodisplasia, and
Related Bone Marrow Failure syndromes, dalam Harrisons Principles Of
Internal Medicine, Ed. 18. NewYork: Lange McGraw Hill, 2008

49

4. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4th ed.
NewYork: Lange McGraw Hill, 2005. Hal. 31-40
5. Hoffbrand, AV., Pettit, J.E, et al, Anemia Aplastik dan Kegagalan Sumsum
Tulang, dalam Kapita Selekta Hematologi. Penerbit buku kedokteran, EGC,
Jakarta. Hal. 83-87.
6. Linker CA, Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al
(eds). Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw
Hill, 2007;510-11.
7. Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al (eds).
Aplastic anemia, dalam Modern Hematology Biology and Clinical Management
2nd ed. New Jersey:Humana Press, 2007. Hal. 207-216
8. Shadduck RK, Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William
Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007

50

You might also like