You are on page 1of 20

REFERAT

HERPES ZOSTER

Disusun Oleh:
Atika Qisty Desmawan
1102010040

Pembimbing:
dr. Andi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KABUPATEN BEKASI

BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.1,2
Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun

ganglion

serabut

saraf

sensorik

dan

nervus

kranialis.3,4

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan
usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3
kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20
tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40
tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

BAB II
ISI
2.1

DEFINISI
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit

dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. 2 Herpes zoster merupakan hasil dari
reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal
chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster

2,3,5,6,7

Virus ini tidak hilang

tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada
sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami
reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.1

http://www.medicinenet.com/shingles/article.htm
2.2

EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman.

Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan tidak ada bukti
yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain
dengan varisela atau herpes.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4
Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki
resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu

imunokompeten pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang berhubungan


dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus (HIV),
transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada
kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi oportunistik
terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering
ditandai dengan defisiensi imun.4 Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari
perkembangan penyakit AIDS pada individual dengan resiko tinggi. 8 Dengan demikian,
infeksi HIV harus dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.4
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis kelamin
perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10 polimorfisme,
dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan kontak dengan kasus
varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes
zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi pada orang imunokompeten, dan
serangan ketiga sangat jarang.2 Orang yang menderita lebih dari satu episode mungkin
immunocompromised.2 Pasien imunokompeten menderita beberapa episode seperti
penyakit herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform
(HSV) yang berulang.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi dermatomal
muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi mereka.2 Pasien
dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada
aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk
pasien tersebut.2

2.3

PATOGENESIS

http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3 VVZ
bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum
perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi
krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara
retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8
Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan
menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8 Zoster terjadi dari
reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi
adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam
patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan
pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi
penularan kepada seseorang yang rentan.1 Reaktivasi mungkin karena stres, sakit
immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf
sensorik menyebabkan gejala prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang
dermatomal.3 Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1 Keadaan ini
terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV dengan jumlah CD 4
menurun, dibandingkan dengan orang normal.1

http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
terhadap VZV spesifik.1
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan
ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari

saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas. 1 Pada
daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar
kemungkinannya mengalami herpes zoster.1
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik
ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi laten
yang menetap selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom
dimana ruam dari varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi oleh bagian
(oftalmik) pertama dari saraf trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1
sampai L2.4
Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan
mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan
dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada saat terjadi infeksi VZV
primer baik in utero maupun pascalahir.8

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:


( seperti terlihat pada gambar di atas )
1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.
2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.
3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
5. Lesi menghilang.

sekelompok

vesikel

vesikel

dalam

bentuk

bervariasi)

http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html

(vesikel

berumbilikasi

dan

membentuk

krusta)

http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html

(sekelompok

vesikel

vesikel

berkonfluens

pada

kasus

inflamasi

http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html

(vesikel pecah menjadi krusta dan


mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi berat)
http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html

berat)

2.4

GEJALA KLINIS
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan

kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus sangat gatal,
makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan menyebar ke
bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang dikelilingi
oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun pada kelopak mawar ( dew
drop on rose petal ).3 Setelah vesikel matang, pecah membentuk krusta.3 Lesi pada
beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik dari varisela.3
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat
dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari
vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.3
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten
atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau
difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari
usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun. 4 Nyeri
prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama.8
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal 1,7, malaise, demam, nyeri kepala,
dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan
prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu
sebelum muncul lesi kulit.1
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) 7 dapat menstimulasi
migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal
dan bilier, apendisitis4,6, prolaps diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin
mengacu pada intervensi misdiagnosis yang serius.4
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
sekitarnya8 herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral. 1 Erupsi
diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul
secara dermatomal.1
Lesi baru timbul selama 3-5 hari.8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam
dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga. 4 Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi

dalam 2 4 minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya
krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu.4 Pada orang yang normal, lesi lesi baru
bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). 4 Rash lebih berat
dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih ringan dan berdurasi pendek
pada anak anak.4
Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan
lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian
servikal dan sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.8
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien seperti ini
harus dievaluasi oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan
telinga atau mangkuk konkhal sindrom Ramsay-Hunt.3 Sindrom ini harus
dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa
pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga.3 Secara
klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal, namun keterlibatan dermatom yang
berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas dalam kasus zoster-diseminata.3 Zoster
bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti
HIV / AIDS.3
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus
saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1
sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.


1. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.


2.5

DIAGNOSIS
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan
kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal
seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa
eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat
membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan
penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster
terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu

menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian


pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron,
serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel
limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel
virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster
dapat dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan
diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain:
1.

Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi


dengan mikroskop elektron.

2.6

2.

Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3.

Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

DIANOSIS BANDING

Herpes simpleks zosteriform1,3,4,10 : karena herpes zoster dapat muncul di


daerah genital.

Selulitis.1

Erisipelas.1

Infeksi mikobakterium diseminata.1

Dermatitis kontak.3

Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi
dermatomal klasik.10

Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan


umbilikasi sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih lunak
dan tidak ada dasar eritem seperti zoster. 10

Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada
dermatom dan mengikuti jaringan laba laba.4,10

Gigitan serangga (Insect bite).4,10

2.7

KOMPLIKASI
1. Neuralgia paska herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.
3. Zoster trigeminalis

herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus, tetapi
paling sering terkena adalah bagian oftalmika. 11,15 Gangguan mata seperti
konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang
nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan oleh adanya vesikel
vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster oftalmika hendaknya
diperiksa oleh oftalmolog.11

herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu selama


rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15

http://www.thachers.org/dermatology.htm

http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel


vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum11.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas,
vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang
dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
A.1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun
intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7
hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien
yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat
lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi
dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir
diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari.
A.2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat.
Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali,
atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
A.3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis.
Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison
setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan
obat antivirus.

B. Pengobatan topikal
Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin
dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes. 3,7 Solutio Burrow dapat digunakan
untuk kompres basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari,
untuk maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan
pertumbuhan bakteri.7 Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan
krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat dari orang tua. 7 Acyclovir topikal
ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised
yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.7
2.9 PROGNOSIS
Infeksi primer herpes virus merupakan penyakit yang dapat sembuh
spontan,biasanya berlangsung selama 1-2 minggu. Kematian dapat terjadi pada
masa neonates, anakdengan malnutrisi berat, kasus meningo-ensefalitis, dan
eksema herpetikum yang berat,diluar keadaan ini biasanya prognosis baik.
Mungkin sering ditemukan serangan berulang,tetapi serangan ulang tersebut
jarang berat, kecuali serangan ulang pada mata yang dapatmenyebabkan
timbulnya jaringan parut pada kornea dan menimbulkan kebutaan.

BAB III
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus,
fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster
dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa.
Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang
terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak.
Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting
disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia,
semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.

Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2002.

2.

Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

3.

Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincotts
Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148
-151.

4.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and
Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New
York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.

5.

James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical


Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.

6.

Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks
Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145148.

7.

Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical
Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479
490.

8.

Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2008 : 115 119.

9.

Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed. New
Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.

10.

Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United State
of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.

11.

Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta :


Erlangga Medical Series. 2005 : 29 31.

12.

Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby Elseiver.


2008.p. 212-214.

13.

Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim Young
Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In : International
Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 299.

14.

The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In :


International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.

15.

Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review. New
York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.

16.

Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.

17.

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit


kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

18.

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000;
92-4.

You might also like