You are on page 1of 9

1.

PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani yang ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan

tetanospasmin.

Tetanospasmin

merupakan

neurotoksin

yang

diproduksi oleh Clostridium tetani. Spora Clostridium tetani masuk ke dalam


tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk, ataupun luka bakar
serta pada tali pusat (Tetanus Neonatorum).1
2. ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Clostridium tetani1 yang
merupakan kelompok bakteri Clostridium spp. yang merupakan bakteri obligat
anaerob, menghasilkan spora, dan merupakan basil gram positif. Lebih dari 80%
dari spesies ini telah diketahui namun hanya beberapa diantaranya yang
merupakan bakteri patogen pada manusia. Seluruh kelompok spesies ini
memerlukan kondisi anaerob untuk tumbuh. Habitat normalnya adalah di tanah,
endapan yang berair, dan tractus intestinal baik pada manusia maupun hewan.
Penyakit yang ditimbulkan merupakan akibat toksin yang dihasilkannya.2
Clostridium tetani memiliki flagel peritrik dan spora yang besar dibagian
tengah sehingga memberikan gambaran drumstick appearence.2
3. EPIDEMIOLOGI
Insiden kasus tetanus secara global diestimasikan mendekati angka 1 juta
kasus. Angka mortalitas dari tetanus berbeda-beda pada setiap negara, dimana
bergantung pada tingkat kebersihan, dan mendekati angka 100% pada kasus yang
tidak mendapatkan terapi medis.3
Adapun tetanus generalisata jarang ditemukan pada negara berkembang
(0,2 kasus/juta penduduk), dan paling sering timbul pada pasien dewasa dengan
sistem imun yang menurun.3

4. PATOGENESIS
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka
yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena
luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu, luka laserasi
yang kotor, luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan
keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan C. tetani ini. Walaupun demikian
luka -luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil dan traktus
digestivus seta gigitan serangga dapat pula merupakan porte d'entree (tempat
masuk) dari C. tetani.4
Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa
ke kornu anterior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kesusunan saraf pusat.4
Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan
saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin
spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah
dinetralkan oleh antitoksin. Hal ini penting artinya untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit ini.4
Infeksi timbul dari luka yang cukup dalam untuk menciptakan kondisi
anaerob di mana Clostridium tetani akan berkembangbiak dan menghasilkan
toksin tetanospasmin.2 Toksin tetanospasmin menyebar dari saraf perifer secara
ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrograd mencapai sistem
saraf pusat (SSP).1 Toksin yang terakumulasi di sistem saraf pusat akan
menghambat pelepasan dari neurotransmitter inhibitorik yaitu gama-aminobutyric
acid (GABA) dan glisin5 sehingga mengakibatkan peningkatan aktifitas otot yang
terlihat dengan adanya rigiditas dan spasme otot.3

Mekanisme Clostridium spp. dalam menghasilkan toksin2

GEJALA KLINIS
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tapi kadang-kadang sampai beberapa
minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan:
1.

Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot


mastikatoris.4

2.

Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erektor


trunki).4

3.

Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari penyebab


abdomen).4

4.

Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di


kornu anterior.4

3
5.

Risus sardonikus karena spasme muka (alis tertarik ke atas, sudut mulut
tertarik ke luar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi).4

6.

Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri


anggota badan sering merupakan gejala dini.4

7.

Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas


inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat.
Anak tetap sadar,. Spasme mula-mula intermiten diselingi periode
ralaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut diserai rasa
nyeri. Terkadang terjadi perdarahan intramuskular karena kontraki yang
kuat.4 Spasme ini dapat dirangsang oleh adanya cahaya dan terkadang oleh
suara.3

8.

Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan
laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur
kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat
kuat.4

9.

Demam biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.4

10.

Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian


tekanan cairan otak.4
Gejala-gejala otonom biasanya timbul 7 hari setelah timbulnya gejala pada

otot berupa takikardia, hipertensi, dan peningkatan produksi keringat. Gejala ini
memperlihatkan adanya efek toksin pada batang otak. Gejala otonomik ini
merupakan penyebab terjadinya kematian pada pasien-pasien tetanus. 3 Saraf-saraf
sensoris biasanya juga menjadi sasaran dari toksin tetanus ini, yang
mengakibatkan adanya sensasi nyeri dan alodinia.3
Menururt beratnya gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium:
1. Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsan.
2. Trismus (3-1 cm) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1<1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.4

DIAGNOSIS
Pada anamnesis terdapat adanya riwayat luka dan pada pemeriksaan fisis
didapatkan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.4 Pada pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan kultur dengan bakteri Clostridium tetani (+).1
PENATALAKSANAAN
1. Kausal
a.

Pemberian Serum Anti Tetanus

dengan

dosis

20.000 SI

melalui

intramuskuler namun terlebih dahulu dilakukan tes kulit. Apabila penderita


sensitif tidak boleh diberikan sekaligus, tetapi sedikit demi sedikit
(desensitisasi Bedreska). Atau dapat dengan pemberian Human Tetanus
Imunoglobulin (HTIG) dengan dosis 2500 satuan secara intramuskuler.6
b.

Antibiotik yang diberikan selama 10 hari.


-Pilihan Utama:
Penisilin Prokain 100.000 SI/kgBB/hari IM, minimal 300.000 SI
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari IV
-Pilihan lain:
Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
Sefalosporin 100 mg/kgBB/hari peroral
Eritromisin 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. 6

c.

Penanganan luka: dilakukan cross incisi dan irigasi menggunakan H2O2.7

2. Simptomatis
Pemberian diazepam segera setelah masuk rumah sakit yang bersifat
sedatif, relaksan otot, dan anti kejang. Dosis yang diberikan adalah 10 mg/rectal.
Dengan fase maintenance 20-40 mg/kgBB/hari IV dalam cairan dextrose 5% :
NaCl 0,9% = 4:1.6

PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh beberapa faktor dan akan buruk pada masa tunas yang
pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat muda (neonatus) dan usia lanjut, bila
disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi,
pengobatan yang terlambat, period of onset yang pendek (jarak antara trismus dan
timbulnya kejang) dan adanya komplikasi terutama spasme otot pernafasan dan
obstruksi saluran pernafasan.4

KOMPLIKASI
1.

Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva)


didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

2.

Asfiksia

3.

Atelektasis karena obstruksi oleh sekret

4.

Fraktur kompresi.4

PENCEGAHAN
1.

Mencegah terjadinya luka

2.

Perawatan luka yang adekuat

3.

Pemberian serum anti tetanus (SAT) dalam beberapa jam setelah luka yaitu
untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya
tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus gejalanya
ringan.

4.

Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat


imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian SAT,
kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.

5.

Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat.

6.

Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan

secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap


pertusis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan. Vaksin ulangan (booster)
diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5 tahun serta selanjutnya setiap
5 tahun diberikan hanya bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis).4

DAFTAR PUSTAKA
1. Ritarwan, Kiking. Tetanus. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSU
H. Adam Malik. 2004. Sumatra Utara. USU digital library.
2. Gillespie SH, Kathleen BB, Janet PG, editor. Medical Microbiology And
Infection at an Glance. USA: Blackwell Publishing; 2000.
3. Hassel, Bjornar. Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the Possibillity of
Using Botulinum Toxin againts Tetanus-Induced Rigdity and Spasms. 2013.
www.mdpi.com/journal/toxin.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Kesehatan Anak.1985. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Chowdhury,Ranadip et. al. A study on knowledge of tetanus immunization
among internees in a government medical college of Kolkata.2011.National
Joernal of Community Medicine.
6. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.2013.Makassar.Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
7. Standar Pelayanan Medis. 2013. Makassar. Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

You might also like