You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun
fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera.Pada kasus trauma wajah
sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior
wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika
terdapat trauma pada wajah.1
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai
dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada
orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan
lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.2
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang
lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan
karena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis.Jenis fraktur nasal
tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan
fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.1
Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran
septum dan fraktur septum.Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os
maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur.
Fraktur os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. 3 Pada pemeriksaan di dapatkan
pembengkakan, epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral
dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local
dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan
dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupukupu untuk 1-2 minggu.4
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada
integritas mukosa.Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting
untuk menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan
memastikan tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta
menghindari komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain
itu, penting untuk ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.1

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Tn. R

Umur

: 38 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Perusahaan PT. CT ESPE

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Sopir

Pemeriksaan

: 12 April 2014

Anamnesis (auto)

Keluhan utama : Hidung kanan dan kiri mengeluarkan darah sejak 8 jam yang lalu
Anamnesis khusus :
8 Jam yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, Saat itu pasien
sedang mengendarai mobil tiba-tiba menabrak rumah. Pasien tidak sadar setelah
kejadian. pasien mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan bawah hidung,
adanya pembengkakan pada hidung. perdarahan dirasakan keluar dari kedua
lubang hidung, darah berwarna merah segar. pasien juga mengeluhkan seperti ada
cairan yang mengalir ketenggorokannya. Keluar darah dari telinga disangkal

pasien. Nyeri pada daerah pipi disangkal, Mual tidak ada, muntah tidak ada.
Riwayat pengobatan :Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), riwayat trauma sebelumnya(-),
riwayat epitaksis (-)
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada

Telinga
Gatal : -/-

Laring

Hidung

Rinore : -/-

Korek telinga : -/-

Lama : -

Nyeri telinga : -/-

Terus-menerus :-

Bengkak : -/-

Hilang timbul : -

Otore : -/-

Cair/lendir/nanah : -

Tuli : -/-

Campur darah/bau : -

Tinitus : -/-

Hidung buntu : +/+

Vertigo : -

Terus-menerus : +

Mual : -

Hilang timbul : -

Muntah : Mau jatuh : -

Bersin : -/Dingin/lembab : Debu rumah : Asap rokok : Berbau : -/Mimisan : +/+


Nyeri hidung : +/+
Suara sengau : +

Tenggorok
Sukar menelan : -

Suara parau : -

Sakit menelan : -

Afonia : -

Trismus : -

Sesak nafas -

Ptyalismus : -

Rasa sakit : -

Rasa mengganjal : -

Rasa mengganjal : -

Rasa berlendir : Rasa kering : 3

Keadaan umum : baik, Kesadaran : compos mentis, TD : 120/80 mmHg, Nadi :


80x/m, Suhu badan : 36,8oC, RR : 20x/m, Anemia : -/-, Sianosis : -, Stridor
inspirasi : -, Retraksi suprasternal : -, Intercostal :-, Epigastrik :-

Pemeriksaan Fisik
a)

Telinga

Daun Telinga

Kanan

Kiri

Anotia/mikrotia/makrotia

Keloid

Perikondritis

Kista

Fistel

Ott hematoma

Kanan

Kiri

Atresia

Serumen prop

Epidermis prop

Korpus alineum

Jaringan granulasi

Exositosis

Osteoma

Furunkel

Kiri

Kanan

Hiperemis

Retraksi

Bulging

Atropi

Perforasi

Bula

Sekret
Refleks Cahaya

Jam 5

Jam 7

Kanan

Kiri

Kista

Abses

Liang Telinga

Membrana Timpani

Retro-aurikular dan
preauricula
Fistel

b)

Hidung
Rinoskopi Anterior

Kanan

Kiri

Vestibulum nasi
Kavum nasi
Selaput lendir
Septum nasi
Lantai + dasar hidung
Konka inferior
Meatus nasi medius
Polip
Korpus alineum

Nyeri tekan, Bleding (+/+)


Sulit dinilai karena terpasang tampon
Spoortjes Boorzalf 4/3

Massa tumor

Fenomena palatum mole

Rinoskopi Posterior

Kanan

Kiri

Kavum nasi
Selaput lendir
Koana
Septum nasi
Konka superior
Adenoid
Massa tumor

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Kanan

Kiri

Fossa rossenmuller

Transiluminasi Sinus

Tidak dilakukan
c) Mulut
Hasil
Selaput lendir mulut

Dbn
6

Bibir

Sianosis (-) raghade (-)

Lidah

Atropi papil (-), tumor (-)

Gigi

Caries (-)

Kelenjar ludah
d)

Dbn

Faring
Hasil
Uvula

Bentuk normal, terletak ditengah

Palatum mole

hiperemis (-), benjolan (-)

Palatum durum

Hiperemis (-), benjolan (-)

Plika anterior

Hiperemis (-)
Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar

Tonsil

detritus (-)
Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar

Plika posterior

detritus (-)
Hiperemis (-)

Mukosa orofaring

Hiperemis (-), granula (-)

PNB : -

e)

Laringoskopi indirect

Pangkal lidah

Hasil
Sulit dinilai

Epiglottis
Sinus piriformis
Aritenoid
Sulcus aritenoid

Corda vocalis
Massa
f)

Kelenjar Getah Bening Leher


Kanan

Kiri

Regio I

Dbn

Dbn

Regio II

Dbn

Dbn

Regio III

Dbn

Dbn

Regio IV

Dbn

Dbn

Regio V

Dbn

Dbn

Regio VI

Dbn

Dbn

area Parotis

Dbn

Dbn

Area postauricula

Dbn

Dbn

Area occipital
Area

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Kanan

Kiri

Nervus III, IV, VI

Dbn

Dbn

Nervus V, VII

Dbn

Dbn

supraclavicula
g) Pemeriksaan Nervi Craniales

Nervus IX

Dbn

Regio XII

Dbn

I. PEMERIKSAAN AUDIOLOGI
Tes Pendengaran

Kanan

Kiri

Tes rinne

Tes weber

Tidak ada lateralisasi

Tidak ada lateralisasi

Tes schwabach

Sama dg pemeriksa/N

Sama dg pemeriksa/N

Kesimpulan : Fungsi Pendengaran dalam batas normal

Status Lokalis
-

Vulnus Laceratum at regio frontalis dekstra


Vulnus Laceratum at regio Dorsum nasi

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
Foto thorax : Foto Cranium :
o Tampak Fraktur os nasal
Laboratorium :

Hb : 15,1 g/dl
Masa perdarahan : 2
Masa pembekuan : 3
Leukosit : 18,5 103/mm3
Trombosit : 223 103/mm3

- GDS :120

Diagnosis
Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
Penatalaksanaan
Terapi : pada pasien ini tatalaksana pertama dimulai dari mengevaluasi cedera,
mengetahui cerita yang akurat dari situasi dimana kecelakaan terjadi, dan memastikan
bagaimana keadaan dan fungsi wajah dan hidung sebelum terjadi kecelakaan. Luka
yang serius harus mendapatkan penanganan, inspeksi dan palpasi nasal dilakukan
untuk menilai kelancaran jalan napas, laserasi mukosa, deformitas septum.Lakukan
penilaian dari hidung dan struktur sekitarnya, meliputi mata, mandibula dan vertebra
spinal haruslah lengkap. Temukan jika terdapat fraktur pada wajah ataupun
mandibula.
Setelah memastikan jalan napas baik, ventilasi adekuat, dan secara umum pasien telah
stabil, dapat dilakukan penatalaksanaan atas epistaksis dan fraktur nasal itu sendiri.
-

Medikamentosa :
IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Pasang Tampon Sportjes Boorzalf 4/3 untuk menghentikan perdarahan
Operatif
o Rencana reposisi os nasal dengan general anestesi
o Lab lengkap, Ro Thorak, EKG, konsul Anestesi dan konsul Interne
9

KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)

o Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pada pasien


o Menjelaskan tentang terapi yang diberikan kepada pasien tentang manfaat,
cara, dan efek samping

o Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi


o Istirahat yang cukup
o jangan memencet-mencet batang hidung
o Memberitahu pasien sebaiknya dilakukan operasi reposisi os nasal
o Memberitahu pasien tentang komplikasi yang terjadi jika penyakitnya tidak
segera diatasi
Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

Follow Up Pasien
14/04/14
S: Nyeri pada hidung
O: - Laserasi di regio frontal dekstra
- Terpasang Tampon Sportjes Boorzalf 4/3
- Telinga : DBN
- Hidung : Dorsum hidung laserasi (+)
-Tenggorokan : PNB : (-)
A: Fraktur Os Nasal + Vulnus laceratum dorsum nasi + frontal dekstra
P:

IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp

15/04/14
S: O: - Laserasi di regio frontal dekstra
10

- Terpasang Tampon Sportjes Boorzalf 4/3


- Telinga : DBN
- Hidung : Dorsum hidung laserasi (+)
-Tenggorokan : PNB : (-)
A: Fraktur Os Nasal + Vulnus laceratum dorsum nasi + frontal dekstra
P:

IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Rencana Reposisi os nasal GA hari rabu 16/04/14
Puasa 6-8 jam pre op

16/04/14
Reposisi Os Nasal
Diagnosa Pre Op : Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pasien ditidurkan dengan General Anestesi, terpasang ETT


Dilakukan disinfeksi dan demarkasi lapangan
Tampon Boorzalf 4/3 dibuka
Dievaluasi tampak konka inferior robek sebagian di kavum nasi kanan dan kiri
Dilakukan reposisi dengan menggunakan forsep walsham dan asch
Pasang tampon anterior sportjes boorzalf 5/6
Lakukan evaluasi pada dorsum nasi, didapatkan hecting situasi, dibuka jahitan

tampak laserasi sedalam 2 cm


8. Dilakukan rehecting
9. Tutup dengan dariantulle dan kasa
10. Operasi selesai
11. Pasien dibangunkan dan disadarkan kembali
Diagnosa post op: Post Reposisi Open Fraktur Os Nasal
Instruksi Post Op
1. Evaluasi Tanda vital dan tanda perdarahan
2. Diet biasa
3. Puasa sampai bising usus (+)
11

P:

IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi
pada bagian tulang di organ hidung.5

3.2

Insiden
Di Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling sering
sering ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan.2Sekitar 39-45%
dari seluruh fraktur wajah.Pria dua kali lebih banyak disbanding wanita.Insiden
meningkat pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera
akibat olahraga. Selain itu juga, paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan
kecelakaan lalu lintas.3,5

3.3

Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada
hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3
Penyebab utama dari trauma dapat berupa :

Cedera saat olahraga


Akibat perkelahian
12

3.4

Kecelaaan lalu lintas


Terjatuh
Masalah kelahiran
Kadang dapat iatrogenik 5,6

Anatomi Hidung
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam

kehidupan kita.Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai
saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga
menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang
masuk ke tubuh kita.1
Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma karena
merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung secara
anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Hidung bagian luar (Nasus eksterna)
2. Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)7
3.4.1 Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna)
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8
1) Pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (tip),
4) ala nasi,
5) kolumela dan
6)lubang hidung (nares anterior)

13

Gambar 1 :
Anatomi hidung bagian luar 9

Gambar 2 :
Anatomi hidung10

Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.7
Kerangka tulang terdiri dari :
1) tulang hidung ( os nasalis),
2) prosesus frontalis os maksila dan
3) prosesus nasalis os frontal,
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu :1
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar mayor,dan
3) tepi anterior kartilago septum.

3.4.2

Rongga Hidung (Nasus Interna/ Kavum Nasi)


Rongga hidung dibagi dua bagian, kanan dan kiri di garis median oleh septum nasi

yang sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh :
a.
b.
c.
d.

Lamina perpendikularis tulang etmoid (superior)


Kartilago kuadrangularis (anterior)
Tulang vomer (posterior)
Krista maksila dan Krista palatina (bawah) yang menghubungkan septum dengan
dasar rongga hidung.3,7
Dibagian anterior septum nasi terdapat bagian yang disebut Area Little, merupakan

anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan
menyebabkan epistakis.Di bagian antrokaudal, septum nasi mudah digerakkan. 3,7

14

Ke arah belakang rongga hidung berhubungan dengan nasofaring melalui sepasang


lubang yang disebut koana berbentuk bulat lonjong (oval), sedangkan ke arah depan rongga
hidung berhubungan dengan dunia luar melalui nare. 3,7
Atap rongga hidung berbentuk kurang lebih menyerupai busur yang sebagian besar
dibentuk oleh lamina kribosa tulang etmoid.Di sebelah anterior, bagian ini dibentuk oleh
tulang frontal dan sebelah posterior oleh tulang sfenoid. 3,7
Melalui lamina kribosa keluar ujung-ujung saraf olfaktoria menuju mukosa yang
melapisi bagian teratas dari septum nasi dan permukaan kranial dari konka nasi
superior.Bagian ini disebut regio olfaktoria. 3,7
Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh konka nasi dan meatus nasi. Konka nasi
merupakan tonjolan-tonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan mempunyai
rangka tulang.Meatus nasi terletak di bawah masing-masing konka nasi dan merupakan
bagian dari hidung. 3,7

Konka Nasi
Di dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka
nasi medius, dan konka nasi superior.Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar
diantara ketiga konka nasi.Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak
pleksus vena dan membentuk jaringan kavernosus.Rangka tulangnya melekat pada tulang
palatina, etmoid, maksila, dan lakrimal. 3,7
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior.Terletak diantara
konka inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi
konka nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid.Kadangkadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup
meatus nasi media yang disebut konka bulosa. 3,7
Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil.Mukosa yang
melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya.Rangka tulangnya juga merupakan
bagian dari tulang etmoid.Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang
merupakan konka nasi yang keempat.Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan
sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian. 3,7

Meatus Nasi
Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka inferior.Dekat
ujungnya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis.Muara ini seringkali dilindungi
oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 3,7
15

Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka media.Ostium sinus
merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai
ventilasi dari sinus paranasal sebagian terletak di meatus media. 3,7
Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila
terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior.Strukturstruktur yang ada di dalam meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal.Kompleks ini
penting artinya secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal.
Kelainan dalam kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan
besar dalam patofisiologi sinus paranasal.7
Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan
merupakan meatus yang terkecil.Disinalah bermuara sinus etmoid posterior. Resesus
sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan
konka nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7

Sinus Paranasal
Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang terletak di dalam tulang yang
disebut sinus paranasal. Terdapat empat sinus paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan
kiri, sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta sinus sfenoid kanan dan
kiri.3
Sinus maksila disebut juga Antrum Higmori atau lebih sering disebut antrum
saja.Rongga sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui suatu lubang
yang disebut ostium.Selula etmoid dikelompokan menjadi selula etmoid anterior dan
selula etmoid posterior.Salah satu sel etmoid paling besar dan terletak paling medial
disebut ostium.Sinus maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak lahir dalam ukuran
kecil dan bertambah besar sampai ukuran maksimal pada dewasa.Sinus frontal merupakan
ekstensi dari selula etmoid anterior dan mencapai pertumbuhan penuh antara umur 8
sampai 15 tahun.Pertumbuhan sinus frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak simetris
dan pada sekitar 5% populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada satu sisi. 3,7

Mukosa Rongga Hidung


Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histiologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa
olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaanya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia (ciliated
pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. 1 Sel goblet
yang menghasilkan lendir, lendir ini mempunyai pH 6,5 dan mengandung lisozim yang
16

mempunyai efek antiseptik. Tiap sel mukosa rongga hidung mempunyai silia yang
jumlahnya dapat mencapai 25 sampai 100 buah.Silia bergerak sekitar 250 gerakan
permenit.Pergerakan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan paparan zat anestetik atau
gas. Gerakan silia akan mendorong selimut lendir diatasnya ke belakang dengan kecepatan
5-10 mm permenit.3,7
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia
(pseudostratified collumner non ciliated epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam
sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu
berwarna coklat kekuningan.1
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya lebih tebal dan kadangkadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa
respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir
(mucous blanket) pada permukaanya.Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak
mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan limfoid.
Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa, kecuali nares dan vestibulum
nasi dilapisi oleh kulit tempat tumbuh rambut yang disebut vibrissea.1

Gambar 3: Rongga Hidung 10

Vaskularisasi Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna,
di antaranya ialah ujung palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
17

sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung


posterior konka media.8
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.fasialis. Pada bagian
depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina. a.etmoid anterior,
a.labialis superior dan a.palatine mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area). 1
Pleksus Kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung), terutama pada anak. Vena-vena hidung
mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di
vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan
sinus kavernosus. Vena-vena hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor
predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.1,8

Gambar 4:Vaskularisasi hidung 11

Persarafan Hidung
Bagian depan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V1). Rongga hidung lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan
sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.1,8
Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut- serabut simpatis dari
n.petrousus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas
ujung posterior konka media.8
Fungsi penghidu berasal dari n.olfaktorius. N.Olfaktorius turun melalui lamina
kribosa dari permukaan bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8
3.5 Fungsi Hidung
Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :1
18

1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik
lokal
2) Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu
3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan
mencega hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang
4) Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas
5) Refleks nasal
3.5.1

Fungsi Respirasi1
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu

naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring.Aliran
udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara nspirasi
oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37C.Fungsi pengatur suhu
ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan
konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bateri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di
hidung oleh : a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir. Debu dan
bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin.
3.5.2

Fungsi Penghidu1
Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa

olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau
bila menarik napas dengan kuat.Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk
membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa
manis strawberi, jeruk, pisang, atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal
dari cuka dan asam jawa.
3.5.3

Fungsi Fonetik1

19

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung kan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar
suara sengau (rinolalia).
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,bibir, dan
palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n.ng) rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
3.5.4

Refleks Nasal1
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflek bersin dan
napas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung,
dan pankreas.

3.6 Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung
letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat
menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya
objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien
muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien
dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks.3
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara
kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris.
Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada
fraktur nasal.3
Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk
yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya
dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina
perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira
1 cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur
pada kartilago septum nasal.3,7,12

20

Gambar 5 : Penulangan hidung


Diunduh dari http://www.learn-free-medical-transcription.blogspot.com
Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal.
Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya
meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi
piriformis. Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur
frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita;
fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan
III.3,7,12
3.7 Klasifikasi
Fraktur hidung dapat dibedakan menurut :
1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi, dan tulang rawan triangularis.
2. Arah datangnya trauma :
-

Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu
tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum
nasi dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar.

Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua
tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan
kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks
etmoid.

Datang dari arah kaudal : relatif jarang.3

Jenis fraktur nasal meliputi :


1. fraktur nasal sederhana,
2. fraktur pada prosessus frontalis maksila,
3. fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi,
21

4. fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer,


5. fraktur kominutiva pada vomer, dan
6. fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir dari hidung.1,13
3.7.1

Fraktur hidung sederhana


Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur dengan

analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif
tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan narkose umum.1
Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang
dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini
dipasang masing-masing 3 buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada
meatus superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka
media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam foramen
sfenopalatina. Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga
tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang kadang diperlukan penambahan
penyemprotan oxymethazoline spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk
memperoleh efek anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.1

Gambar 6 :Fraktur hidung sederhana 14

3.7.2

Fraktur nasal kominunitiva


Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung

nampak rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa
fragmen tulang tetap hilang.Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi
yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang
hidung.3
22

3.7.3 Fraktur tulang hidung terbuka


Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung
tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung.
Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau
direkonstruksi pada saat tindakan.1
3.7.4

Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks


Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan

menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang
hidung bersambungan dengan prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal.
Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akanterdorong ke belakang.
Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita.Fraktur ini dapat
menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut
ialah:1
A. Komplikasi neurologik :1
1. Robeknya duramater
2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis
3. Pneumoensefal
4. Laserasi otak
5. Avulsi dari nervus olfaktorius
6. Hematoma epidural atau subdural
7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
B. Komplikasi pada mata :
1. Telekantus traumatika
2. Hematoma pada mata
3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan
4. Epifora
5. Ptosis
6. Kerusakan bola mata
C. Komplikasi pada hidung :
1. Perubahan bentuk hidung
2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur,dislokasi, atau hematoma pada
septum
3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis
5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel
Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika terdapat
kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga
23

memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf otak.Konsultasi kepada seorang ahli mata
diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata.
Pemeriksaan penunjang radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada
kasus ini.1
Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya
fistul cairan serebro spinal.Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini
diperlukan konsultasi dengan ahli mata.Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I
mengenai satu sisi noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media.
Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai
kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.1
Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak pada daerah
tersebut untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang yang
patah sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks
ini seringkali tidak dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung
atau fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan
menyebabkan air mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan yang lebih
hati-hati dan teliti.Rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel)
atau plate & screw. Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi
kantus media.1
3.8 Gejala Klinis
Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5
a) Depresi atau pergeseran tulang tulang hidung.
b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.
c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.
d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).
e) Deformitas hidung.
f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).
g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.

24

h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang hidung.


Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter
meliputi:
-

Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam


Hidung terlihat miring atau melengkung
Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda
Terjadi demam
Perdarahan hidung berulang 5,15

Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat :


-

Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang

hidung
Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
Cedera lain pada tubuh dan muka
Kehilangan kesadaran
Sakit kepala yang hebat
Muntah yang berulang
Penurunan indra penglihatan
Nyeri pada leher
Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 5

3.9 Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya
ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan
ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada
septum.1
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water
dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk
melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat
fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses,
dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose )
yang berat.3
25

a.

Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting

untuk penatalaksanaan pasien.Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan


menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan.Sebagai contoh, trauma dari
arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada
kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi
berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai
antara trauma lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang
diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung
sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah
epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia.3,12,13

b.

Pemeriksaan fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat

dihantam atau terdorong.Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa


jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya.Fraktur nasal sering
dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya
trakea.Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya
membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang
terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di
bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.3,7,13
Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat
khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada
trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk
menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi
absolut untuk drainase bedah segera.Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa
pasien dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid
biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang
piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk
dan melebar, menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus
medial, apparatus lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea
cerebrospinalis. 3,7,13
26

Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema


subkutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular.Pada pasien
dengan hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak
berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam
mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang
membutuhkan penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan
pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan
lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan
nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.3,7,12,13

Gambar 7: Deformitas septum nasal16


b.

Pemeriksaan radiologis
Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang
diindikasikan.Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga
hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa.Radiografi
tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis
sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai
dengan pemindahan posisi.Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti
rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi.CTscan dapat diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular. 3,12,17

Gambar 8:Foto x-ray fraktur hidung 18


27

3.10 Penatalaksanaan
Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :
a.

Mengembalikan penampilan secara memuaskan

b.

Mengembalikan patensi jalan nafas hidung

c.

Menempatkan kembali septum pada garis tengah

d.

Menjaga keutuhan rongga hidung

e.

Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela,


perubahan bentuk punggung hidung

f.

Mencegah gangguan pertumbuhan hidung6

3.10.1 Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional
dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.
Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat
kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah
jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah
vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit
ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko
infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri
dan memberikan rasa nyaman pada pasien.1,10
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa
dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan
terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan
resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai
28

kapan seharusnya penatalaksanaan dilakukan.Penatalaksanaan terbaik seharusnya dilakukan


segera setelah fraktur terjadi, sebelum terjadi pembengkakan pada hidung.Sayangnya, jarang
pasien dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada jaringan lunak dapat mengaburkan
apakah patah yang terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tertutup menjadi
sulit dilakukan.Sebab dari itu pasien dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi
tertutup dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat dilakukan dengan anestesi lokal. Jika tindakan
ditunda setelah 7-10 hari maka akan terjadi kalsifikasi.3,7
Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam kondisi baik, pernapasan optimal dan
keadaan pasien cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan terhadap fraktur.
Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan
kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi diperlukan.Tindakan pembersihan
(debridement) juga dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus diperhatikan
dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan
untuk melapisi kartilago yang terbuka.7,12

3.10.2 Operatif
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang,
penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat
fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk
memperbaiki posisi hidung.4,12
A. Teknik reduksi tertutup
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang
sederhana dan unilateral.Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk
mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi.Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi
terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat
memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan
reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal.
Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema
yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih
dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi

29

mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung
sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti estetomi.

Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :


1.
2.
3.
4.
5.

Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)


Cunam Asch
Cunam Walsham
Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)
Pinset bayonet.

Gambar 9 :
Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps,
and(right) Boies elevator. 13
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang
sederhana.Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham
ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia
atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol
palpasi jari.1
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung,
cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua
rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur
dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung.
Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1

30

Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon
pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis
gips yang dibentuk dari huruf T dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1

Langkahlangkah pada tindakan reduksi tertutup :


1.

Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. Forceps Walshams digunakan untuk


memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan menggunakan tenaga yang
terkontrol untuk menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.

2.

Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch
yang diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya
dengan forceps walshams, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat
memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama
bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari
terjadinya kompresi dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.

3.

Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan
septum nasal.

4.

Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong
hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan
mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus
diulang.Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat
terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.

5.

Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam
menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika
memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau
reseksi mukosa yang sangat terbatas.

6.

Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk,
maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus
dibuka. Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka
31

seperti pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil.Hidung membutuhkan suplai darah yang
cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan.
Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup
sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive
(steristrips).3

Gambar 10 :Reposisi Fraktur Hidung

20

Gambar 11:Teknik reduksi tertutup 20


B. Teknik reduksi terbuka

32

Fraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak memberikan keuntungan.Pada daerah


dimana fraktur berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang.Masalah
pada hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada
masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti
sangat jarang terjadi.4,13
Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk :
1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.
2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat nyata adanya
fragmentasi tulang sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial dan apparatus
lakrimalis. Reposisi dan perbaikan hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan
sayangnya hal ini harus segera dilakukan.
3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi
tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harusdilakukan insisi
pada interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan
kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral
atas, dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.3
3.11 Komplikasi
A) Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal.Septum hematom
ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini
akan menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum
irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari jaringan lunak yang
hilang.Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan
disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase.3,7,12

33

Gambar 12:
Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture11
Penanganan hematom septum berupa :3,13
-

insisi dan drainase hematoma,

pemasangan drain sementara,

pemasangan balutan intranasal untuk menekan mukosa septum

dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom ulang

dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya


infeksi.

B) Fraktur dinding orbita


Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi.Gejala
klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler.3
C) Fraktur septum nasal
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma
pada hidung bagian bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya
kerusakan tulang hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi
tertutup dengan menggunakan forceps Asch.3
D) Fraktur lamina kribriformis
Merupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan
menyebabkan komplikasi berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.12,15
3.12 Prognosis
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh
tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup
akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.6,12

BAB IV
Analisa Kasus
34

Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhanpasien
mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan bawah hidung, perdarahan dirasakan keluar
dari kedua lubang hidung, darah berwarna merah segar. pasien juga mengeluhkan seperti ada
cairan yang mengalir ketenggorokannya. Keluar darah dari telinga disangkal pasien.Muntah
tidak ada, mual tidak ada. Dari pemeriksaan fisik hidung didapatkan bleding (+) di hidung
kanan dan kiri, nyeri tekan(+). Dari pemeriksaan foto rontgen kepala didaptkan fraktur os
nasal . Berdasarkan pemeriksaan diatas ditegakkan diagnosis kerja epistaksis anterior d/s et
causa fraktur os nasal.
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah analgetik untuk menghilangkan
rasa nyeri. Untuk mencegah terjadinya infeksi diberikan antibiotik. Menghentikan perdarahan
dengan tampon anterior boorzalf. Untuk penatalaksanaan lanjutan disarankan menjalani
reposisi tertutup
Pada pasien ini diberikan edukasi untuk tentang penyakit yang diderita pada pasien,
tentang terapi yang diberikan kepada pasien tentang manfaat, cara, dan efek samping,
memberitahu pasien sebaiknya dilakukan operasi reposisi os nasal

BAB V
KESIMPULAN

35

Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada trauma
yang mengakibatkan fraktur pada tulang wajah.Angka kejadiannya mencapai 40% dari
seluruh kejadian.Penyebab dari fraktur tulang hidung meliputi cedera saat olahraga, akibat
perkelahian, kecelakaan lalu lintas, terjatuh, mabuk, masalah kelahiran dan kadang
iatrogenik. Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung
letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah,sehingga kurang kuat
menghadapi tekanan dari luar.
Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam
mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik.Maka pengenalan atas gejala
klinis harus dimiliki oleh dokter untuk melakukan penatalaksanaan selanjutnya.Gejala klinis
dari fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi
hidung dan anosmia.Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum,
depresi septum nasi, dan epistakis.Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan
pencitraan seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.
Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan hebat,
biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal.Antibiotik diberikan untuk
mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat menimbulkan kematian.Analgetik
untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.Adapun pada fraktur
hidung sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas
harus dilakukan tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi
terbuka.Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum, fraktur
dinding orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.

DAFTAR PUSTAKA

36

1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118122,199-202.
2. 2.

Adam T.R et al. Nasal and Septal Fractures.Diunduh dari :

3. http: //emedicine.medscape.com/article/878595. April 2014.


4. Anonymus. Fraktur nasal. Di unduh dari: http://ilmubedah.info/definisi-anatomidiagnosis-penatalaksanaan-fraktur-nasal.april 2014.
5. R.Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Fraktur Tulang Hidung. Edisi
ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.338.
6. Mayo

Clinic

Staff.

Broken

Nose.

Diunduh

dari:

http//www.mayoclinic.com/health/broken-nose. April 2014.


7. P Van den Broek, etc. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga.
Fraktur Hidung. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.121.
8. Lalwani AK. Current Diagnosis dan Treatment : Otolaryngology Head and Neck
Surgery. Edisi ke-2. USA; McGraw-Hill Medical;2007.Chapter 11.
9. Anatomi dan Fisiologi hidung. Diunduh dari: http://www.infokedokteran.com. April
2014.
10. Anatomi bagian luar. Diunduh dari:www.familymedschool.com. April 2014.
11. Anatomi hidung. Diunduh dari :www.netterimages.com.April 2014
12. Vaskularisasi Hidung. Di unduh dari: www.aafp.org/afp/2005/0115/p305.html. April
2014
13. Samual

J.H.

Nasal

Fracture.

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/84829-overview. April 2014.


14. Corry

J.K.

Management

of

Acute

Nasal

Fractures.

Diunduh

dari:

www.aafp.org/afp/2004/1001/p1315.html. April 2014.


15. Fraktur Hidung Sederhana. Di unduh dari :www.healthline.com/adamimage. April
2014.
37

16. Elizabeth A B. Broken Nose. Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/broken


nose/article em.htm. April 2014.
17. Deformitas Septum Nasal. Diunduh dari :www.healthline.com. April 2014.
18. George L Adams. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Fraktur Hidung. Edisi ke-6.
Cetakan ke-3. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997.h.513.
19. Foto x-ray fraktur hidung. Diunduh dari: www.emedicine.medscape.com. April 2014
20. CT-scan fraktur nasal. Diunduh dari: rhinoplastyinseattle.com. April 2014
21. Reposisi dan reduksi fraktur hidung. Diunduh dari: www.primary-surgery.org April
2014.

38

You might also like