Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Fraktur nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka, namun
fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan diobati pada saat cedera.Pada kasus trauma wajah
sekitar 40% adalah fraktur nasal. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan dibagian anterior
wajah merupakan salah satu faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya fraktur jika
terdapat trauma pada wajah.1
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai
dengan patahnya tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fraktur nasal pada
orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi, trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan
lalu lintas, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.2
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur tulang wajah yang
lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan
karena pada beberapa pasien sering tidak menunjukan gejala klinis.Jenis fraktur nasal
tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Fraktur lateral biasanya merupakan
fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan maksilaris.1
Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena adanya pergeseran
septum dan fraktur septum.Pada jenis fraktur nasal kominunitiva, processus frontalis os
maksila dan lamina prependikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya mengalami fraktur.
Fraktur os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. 3 Pada pemeriksaan di dapatkan
pembengkakan, epistakis,nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Foto rontagen dari arah lateral
dapat menunjang diagnosis. Fraktur tulang ini harus cepat direposisi dengan anestesi local
dan imobilisasi dilakukan dengan memasukan tampon ke dalam lubang hidung dan
dipertahankan dalam 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk kupukupu untuk 1-2 minggu.4
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup, tergantung pada
integritas mukosa.Identidikasi awal dan penanganan cedera di awal periode juga penting
untuk menghindari komplikasi potensial dari patah tulang dan septum hidung. Dengan
memastikan tidak adanya hematom penting untuk menghindari kerusakan lebih lanjut serta
menghindari komplikasi antara lain kompresi jaringan serta infeksi yang berbahaya. Selain
itu, penting untuk ahli bedah menilai gejala sisa pada awal dan akhir dari luka untuk terapi.1
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. R
Umur
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Sopir
Pemeriksaan
: 12 April 2014
Anamnesis (auto)
Keluhan utama : Hidung kanan dan kiri mengeluarkan darah sejak 8 jam yang lalu
Anamnesis khusus :
8 Jam yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, Saat itu pasien
sedang mengendarai mobil tiba-tiba menabrak rumah. Pasien tidak sadar setelah
kejadian. pasien mengeluhkan nyeri didaerah sekitar hidung, dan bawah hidung,
adanya pembengkakan pada hidung. perdarahan dirasakan keluar dari kedua
lubang hidung, darah berwarna merah segar. pasien juga mengeluhkan seperti ada
cairan yang mengalir ketenggorokannya. Keluar darah dari telinga disangkal
pasien. Nyeri pada daerah pipi disangkal, Mual tidak ada, muntah tidak ada.
Riwayat pengobatan :Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), riwayat trauma sebelumnya(-),
riwayat epitaksis (-)
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada
Telinga
Gatal : -/-
Laring
Hidung
Rinore : -/-
Lama : -
Terus-menerus :-
Bengkak : -/-
Hilang timbul : -
Otore : -/-
Cair/lendir/nanah : -
Tuli : -/-
Campur darah/bau : -
Tinitus : -/-
Vertigo : -
Terus-menerus : +
Mual : -
Hilang timbul : -
Tenggorok
Sukar menelan : -
Suara parau : -
Sakit menelan : -
Afonia : -
Trismus : -
Sesak nafas -
Ptyalismus : -
Rasa sakit : -
Rasa mengganjal : -
Rasa mengganjal : -
Pemeriksaan Fisik
a)
Telinga
Daun Telinga
Kanan
Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia
Keloid
Perikondritis
Kista
Fistel
Ott hematoma
Kanan
Kiri
Atresia
Serumen prop
Epidermis prop
Korpus alineum
Jaringan granulasi
Exositosis
Osteoma
Furunkel
Kiri
Kanan
Hiperemis
Retraksi
Bulging
Atropi
Perforasi
Bula
Sekret
Refleks Cahaya
Jam 5
Jam 7
Kanan
Kiri
Kista
Abses
Liang Telinga
Membrana Timpani
Retro-aurikular dan
preauricula
Fistel
b)
Hidung
Rinoskopi Anterior
Kanan
Kiri
Vestibulum nasi
Kavum nasi
Selaput lendir
Septum nasi
Lantai + dasar hidung
Konka inferior
Meatus nasi medius
Polip
Korpus alineum
Massa tumor
Rinoskopi Posterior
Kanan
Kiri
Kavum nasi
Selaput lendir
Koana
Septum nasi
Konka superior
Adenoid
Massa tumor
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Kanan
Kiri
Fossa rossenmuller
Transiluminasi Sinus
Tidak dilakukan
c) Mulut
Hasil
Selaput lendir mulut
Dbn
6
Bibir
Lidah
Gigi
Caries (-)
Kelenjar ludah
d)
Dbn
Faring
Hasil
Uvula
Palatum mole
Palatum durum
Plika anterior
Hiperemis (-)
Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
Tonsil
detritus (-)
Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-),
permukaan rata, kripta tidak melebar
Plika posterior
detritus (-)
Hiperemis (-)
Mukosa orofaring
PNB : -
e)
Laringoskopi indirect
Pangkal lidah
Hasil
Sulit dinilai
Epiglottis
Sinus piriformis
Aritenoid
Sulcus aritenoid
Corda vocalis
Massa
f)
Kiri
Regio I
Dbn
Dbn
Regio II
Dbn
Dbn
Regio III
Dbn
Dbn
Regio IV
Dbn
Dbn
Regio V
Dbn
Dbn
Regio VI
Dbn
Dbn
area Parotis
Dbn
Dbn
Area postauricula
Dbn
Dbn
Area occipital
Area
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Kanan
Kiri
Dbn
Dbn
Nervus V, VII
Dbn
Dbn
supraclavicula
g) Pemeriksaan Nervi Craniales
Nervus IX
Dbn
Regio XII
Dbn
I. PEMERIKSAAN AUDIOLOGI
Tes Pendengaran
Kanan
Kiri
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
Sama dg pemeriksa/N
Sama dg pemeriksa/N
Status Lokalis
-
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
Foto thorax : Foto Cranium :
o Tampak Fraktur os nasal
Laboratorium :
Hb : 15,1 g/dl
Masa perdarahan : 2
Masa pembekuan : 3
Leukosit : 18,5 103/mm3
Trombosit : 223 103/mm3
- GDS :120
Diagnosis
Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
Penatalaksanaan
Terapi : pada pasien ini tatalaksana pertama dimulai dari mengevaluasi cedera,
mengetahui cerita yang akurat dari situasi dimana kecelakaan terjadi, dan memastikan
bagaimana keadaan dan fungsi wajah dan hidung sebelum terjadi kecelakaan. Luka
yang serius harus mendapatkan penanganan, inspeksi dan palpasi nasal dilakukan
untuk menilai kelancaran jalan napas, laserasi mukosa, deformitas septum.Lakukan
penilaian dari hidung dan struktur sekitarnya, meliputi mata, mandibula dan vertebra
spinal haruslah lengkap. Temukan jika terdapat fraktur pada wajah ataupun
mandibula.
Setelah memastikan jalan napas baik, ventilasi adekuat, dan secara umum pasien telah
stabil, dapat dilakukan penatalaksanaan atas epistaksis dan fraktur nasal itu sendiri.
-
Medikamentosa :
IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Pasang Tampon Sportjes Boorzalf 4/3 untuk menghentikan perdarahan
Operatif
o Rencana reposisi os nasal dengan general anestesi
o Lab lengkap, Ro Thorak, EKG, konsul Anestesi dan konsul Interne
9
: bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
Follow Up Pasien
14/04/14
S: Nyeri pada hidung
O: - Laserasi di regio frontal dekstra
- Terpasang Tampon Sportjes Boorzalf 4/3
- Telinga : DBN
- Hidung : Dorsum hidung laserasi (+)
-Tenggorokan : PNB : (-)
A: Fraktur Os Nasal + Vulnus laceratum dorsum nasi + frontal dekstra
P:
IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp
15/04/14
S: O: - Laserasi di regio frontal dekstra
10
IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Rencana Reposisi os nasal GA hari rabu 16/04/14
Puasa 6-8 jam pre op
16/04/14
Reposisi Os Nasal
Diagnosa Pre Op : Epistaksis anterior dekstra/sinistra et causa fraktur os nasal
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
P:
IVFD RL 20gtt/menit
Antibiotik : Inj Cefadroksil 2 x 1 gr
Analgetik : Inj Ketorolac 3 x 1 amp
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan atau patah yang terjadi
pada bagian tulang di organ hidung.5
3.2
Insiden
Di Amerika Serikat fraktur hidung merupakan fraktur ketiga paling sering
sering ditemui selain dari fraktur klavikula dan pergelangan tangan.2Sekitar 39-45%
dari seluruh fraktur wajah.Pria dua kali lebih banyak disbanding wanita.Insiden
meningkat pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera
akibat olahraga. Selain itu juga, paling sering disebabkan oleh jatuh dari motor dan
kecelakaan lalu lintas.3,5
3.3
Etiologi
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada
hidung atau muka. Pada trauma muka paling sering terjadi fraktur hidung.3
Penyebab utama dari trauma dapat berupa :
3.4
Anatomi Hidung
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam
kehidupan kita.Selain sebagai indera penghidu, hidung juga ternyata berguna sebagai
saringan (filter) terhadap debu yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga
menjadi air conditioning sistem dengan cara menghangatkan atau melembabkan udara yang
masuk ke tubuh kita.1
Hidung merupakan bagian wajah yang paling sering mengalami trauma karena
merupakan bagian yang berada paling depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung secara
anatomi dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Hidung bagian luar (Nasus eksterna)
2. Rongga hidung (Nasus interna atau kavum nasi)7
3.4.1 Hidung Bagian Luar (Nasus Eksterna)
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :8
1) Pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (tip),
4) ala nasi,
5) kolumela dan
6)lubang hidung (nares anterior)
13
Gambar 1 :
Anatomi hidung bagian luar 9
Gambar 2 :
Anatomi hidung10
Hidung luar dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.7
Kerangka tulang terdiri dari :
1) tulang hidung ( os nasalis),
2) prosesus frontalis os maksila dan
3) prosesus nasalis os frontal,
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu :1
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut sebagai kartilago alar mayor,dan
3) tepi anterior kartilago septum.
3.4.2
yang sekaligus menjadi dinding medial rongga hidung. Kerangka septum dibentuk oleh :
a.
b.
c.
d.
anyaman pembuluh darah yaitu Pleksus Kiesselbach. Tempat ini mudah terkena trauma dan
menyebabkan epistakis.Di bagian antrokaudal, septum nasi mudah digerakkan. 3,7
14
Konka Nasi
Di dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka
nasi medius, dan konka nasi superior.Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar
diantara ketiga konka nasi.Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak
pleksus vena dan membentuk jaringan kavernosus.Rangka tulangnya melekat pada tulang
palatina, etmoid, maksila, dan lakrimal. 3,7
Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka nasi inferior.Terletak diantara
konka inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi
konka nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid.Kadangkadang di dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup
meatus nasi media yang disebut konka bulosa. 3,7
Konka nasi superior merupakan konka konka yang paling kecil.Mukosa yang
melapisinya jauh lebih tipis dari kedua konka lainnya.Rangka tulangnya juga merupakan
bagian dari tulang etmoid.Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang
merupakan konka nasi yang keempat.Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan
sebenarnya merupakan bagian dari konka superior yang membelah menjadi dua bagian. 3,7
Meatus Nasi
Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat dibawah konka inferior.Dekat
ujungnya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis.Muara ini seringkali dilindungi
oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner (Plika lakrimalis Hasner). 3,7
15
Meatus nasi media terletak diantara konka inferior dan konka media.Ostium sinus
merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai
ventilasi dari sinus paranasal sebagian terletak di meatus media. 3,7
Sinus frontal bermuara di bagian anterior, sedangkan muara dari sinus maksila
terdapat kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior.Strukturstruktur yang ada di dalam meatus nasi media disebut kompleks ostiomeatal.Kompleks ini
penting artinya secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal.
Kelainan dalam kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan
besar dalam patofisiologi sinus paranasal.7
Meatus nasi superior terletak diantara konka media dan konka superior dan
merupakan meatus yang terkecil.Disinalah bermuara sinus etmoid posterior. Resesus
sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral rongga hidung diantara atap rongga hidung dan
konka nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sphenoid. 3,7
Sinus Paranasal
Di sekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang terletak di dalam tulang yang
disebut sinus paranasal. Terdapat empat sinus paranasal, yaitu sinus maksila kanan dan
kiri, sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri serta sinus sfenoid kanan dan
kiri.3
Sinus maksila disebut juga Antrum Higmori atau lebih sering disebut antrum
saja.Rongga sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui suatu lubang
yang disebut ostium.Selula etmoid dikelompokan menjadi selula etmoid anterior dan
selula etmoid posterior.Salah satu sel etmoid paling besar dan terletak paling medial
disebut ostium.Sinus maksila dan selula etmoid sudah terbentuk sejak lahir dalam ukuran
kecil dan bertambah besar sampai ukuran maksimal pada dewasa.Sinus frontal merupakan
ekstensi dari selula etmoid anterior dan mencapai pertumbuhan penuh antara umur 8
sampai 15 tahun.Pertumbuhan sinus frontal kanan dan kiri besarnya sering tidak simetris
dan pada sekitar 5% populasi, sinus frontal hanya tumbuh pada satu sisi. 3,7
mempunyai efek antiseptik. Tiap sel mukosa rongga hidung mempunyai silia yang
jumlahnya dapat mencapai 25 sampai 100 buah.Silia bergerak sekitar 250 gerakan
permenit.Pergerakan ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan paparan zat anestetik atau
gas. Gerakan silia akan mendorong selimut lendir diatasnya ke belakang dengan kecepatan
5-10 mm permenit.3,7
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia
(pseudostratified collumner non ciliated epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam
sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu
berwarna coklat kekuningan.1
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukoasanya lebih tebal dan kadangkadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa
respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir
(mucous blanket) pada permukaanya.Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak
mengandung pebuluh darah, kelenjar mukosa, dan jaringan limfoid.
Rongga hidung seluruhnya dilapisi oleh mukosa, kecuali nares dan vestibulum
nasi dilapisi oleh kulit tempat tumbuh rambut yang disebut vibrissea.1
Vaskularisasi Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna,
di antaranya ialah ujung palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
17
Persarafan Hidung
Bagian depan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis
anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V1). Rongga hidung lainnya,sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila
melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan
sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.1,8
Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut
parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut- serabut simpatis dari
n.petrousus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas
ujung posterior konka media.8
Fungsi penghidu berasal dari n.olfaktorius. N.Olfaktorius turun melalui lamina
kribosa dari permukaan bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.8
3.5 Fungsi Hidung
Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah :1
18
1) Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik
lokal
2) Fungsi penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu
3) Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan
mencega hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang
4) Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap
trauma dan pelindung panas
5) Refleks nasal
3.5.1
Fungsi Respirasi1
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior, lalu
naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kea rah nasofaring.Aliran
udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim
panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara nspirasi
oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37C.Fungsi pengatur suhu
ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan
konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bateri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di
hidung oleh : a) rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, b) silia, c) palut lendir. Debu dan
bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin.
3.5.2
Fungsi Penghidu1
Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.
Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau
bila menarik napas dengan kuat.Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk
membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa
manis strawberi, jeruk, pisang, atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal
dari cuka dan asam jawa.
3.5.3
Fungsi Fonetik1
19
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung kan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar
suara sengau (rinolalia).
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,bibir, dan
palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n.ng) rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
3.5.4
Refleks Nasal1
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskular dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflek bersin dan
napas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung,
dan pankreas.
3.6 Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung
letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat
menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya
objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien
muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien
dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks.3
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara
kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris.
Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada
fraktur nasal.3
Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk
yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya
dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina
perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira
1 cm di atas krista maksilaris. Kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur
pada kartilago septum nasal.3,7,12
20
Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan fraktur impresi dari salah satu
tulang nasal. Pukulan lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal dan septum
nasi dengan akibat terjadi deviasi yang tampak dari luar.
Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai bagian distal hidung atau kedua
tulang nasal bisa patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan melebar. Bahkan
kerangka hidung luar dapat terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada kompleks
etmoid.
analgesia lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif
tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan narkose umum.1
Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang
dicampur dengan epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini
dipasang masing-masing 3 buah pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada
meatus superior tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka
media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam foramen
sfenopalatina. Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga
tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang kadang diperlukan penambahan
penyemprotan oxymethazoline spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk
memperoleh efek anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.1
3.7.2
nampak rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa
fragmen tulang tetap hilang.Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi
yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang
hidung.3
22
menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang
hidung bersambungan dengan prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal.
Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akanterdorong ke belakang.
Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita.Fraktur ini dapat
menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari. Komplikasi yang terjadi tersebut
ialah:1
A. Komplikasi neurologik :1
1. Robeknya duramater
2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis
3. Pneumoensefal
4. Laserasi otak
5. Avulsi dari nervus olfaktorius
6. Hematoma epidural atau subdural
7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
B. Komplikasi pada mata :
1. Telekantus traumatika
2. Hematoma pada mata
3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin menyebabkan kebutaan
4. Epifora
5. Ptosis
6. Kerusakan bola mata
C. Komplikasi pada hidung :
1. Perubahan bentuk hidung
2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur,dislokasi, atau hematoma pada
septum
3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri etmoidalis
5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel
Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut di atas, jika terdapat
kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehingga
23
memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf otak.Konsultasi kepada seorang ahli mata
diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan pada mata.
Pemeriksaan penunjang radiologic berupa CT scan (axial dan koronal) diperlukan pada
kasus ini.1
Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan diperiksa kemungkinan terjadinya
fistul cairan serebro spinal.Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, untuk ini
diperlukan konsultasi dengan ahli mata.Klasifikasi nasoorbitetmoid kompleks tipe I
mengenai satu sisi noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media.
Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai
kerusakan fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus media.1
Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ yang rusak pada daerah
tersebut untuk melakukan tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang yang
patah sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Fraktur nasoorbitetmoid kompleks
ini seringkali tidak dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan tampon hidung
atau fiksasi dari luar. Apabila terjadi kerusakan duktus naso-lakrimalis akan
menyebabkan air mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan yang lebih
hati-hati dan teliti.Rekonstruksi dilakukan dengan menggunakan kawat (stainless steel)
atau plate & screw. Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan rekonstruksi
kantus media.1
3.8 Gejala Klinis
Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung dapat berupa :5
a) Depresi atau pergeseran tulang tulang hidung.
b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.
c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.
d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata (black eye).
e) Deformitas hidung.
f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).
g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.
24
Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang
hidung
Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
Cedera lain pada tubuh dan muka
Kehilangan kesadaran
Sakit kepala yang hebat
Muntah yang berulang
Penurunan indra penglihatan
Nyeri pada leher
Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan. 5
3.9 Diagnosis
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi dan
pemeriksaan hidung bagian dalam dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya
ditandai dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya bekuan dan kemungkinan
ada robekan pada mukosa septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada
septum.1
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto sinusparanasal posisi Water
dan bila perlu dapat dilakukan pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk
melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya fraktur penyerta lainnya.1
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya hematoma septum akibat
fraktur, bilamana tidak terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi abses,
dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan deformitas hidung pelana ( saddle nose )
yang berat.3
25
a.
Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting
b.
Pemeriksaan fisik
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat
Pemeriksaan radiologis
Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi, radiografi jarang
diindikasikan.Karena pada kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga
hanya diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa.Radiografi
tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli klinis
sering salah dalam menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang disertai
dengan pemindahan posisi.Bagaimanapun, ketika ditemukan gejala klinis seperti
rhinorrhea cerebrospinalis, gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi.CTscan dapat diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau mandibular. 3,12,17
3.10 Penatalaksanaan
Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.10.1 Konservatif
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional
dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan.
Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat
kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah
jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah
vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit
ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko
infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri
dan memberikan rasa nyaman pada pasien.1,10
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa
dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan
terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan
resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat banyak silang pendapat mengenai
28
3.10.2 Operatif
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang,
penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat
fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk
memperbaiki posisi hidung.4,12
A. Teknik reduksi tertutup
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan pada fraktur hidung akut yang
sederhana dan unilateral.Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang digunakan untuk
mengurangi fraktur nasal yang baru terjadi.Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi
terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat
memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan
reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal.
Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema
yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih
dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Setelah waktu tersebut tindakan reduksi
29
mungkin sulit dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada tulang hidung
sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti estetomi.
Gambar 9 :
Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center) Walsham forceps,
and(right) Boies elevator. 13
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur dapat direposisi dengan tindakan yang
sederhana.Reposisi dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham
ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia
atas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol
palpasi jari.1
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi karena dislokasi tulang hidung,
cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam kedua
rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur
dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung.
Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.1
30
Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon
pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis
gips yang dibentuk dari huruf T dan dipertahankan hingga 10-14 hari.1
2.
Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian dipegang dengan forceps Asch
yang diletakkan di belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya
dengan forceps walshams, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat
memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari pegangan utama
bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk menghindari
terjadinya kompresi dan kerusakan kolumela yang hebat dan lebih luas.
3.
Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan
septum nasal.
4.
Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah seharusnya mampu untuk mendorong
hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan adanya sumbatan/kegagalan
mengindikasikan kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan harus
diulang.Prosesus nasofrontalis didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat
terbentuk dengan bantuan jari-jari tangan.
5.
Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam
menilai bagian anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika
memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui septoplasti atau
reseksi mukosa yang sangat terbatas.
6.
Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe fraktur adalah tipe patah tulang riuk,
maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka. Pertama-tama, luka harus
dibuka. Sangatlah penting untuk membuang semua benda asing yang berada pada luka
31
seperti pecahan kaca, kotoran atau batu kerikil.Hidung membutuhkan suplai darah yang
cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat dibutuhkan.
Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura nasalis menutup
sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil superfisial dapat menutup dengan plester adhesive
(steristrips).3
20
32
33
Gambar 12:
Bilateral septal hematomas associated with a nasal fracture11
Penanganan hematom septum berupa :3,13
-
BAB IV
Analisa Kasus
34
BAB V
KESIMPULAN
35
Fraktur hidung merupakan kejadian fraktur yang paling sering terjadi pada trauma
yang mengakibatkan fraktur pada tulang wajah.Angka kejadiannya mencapai 40% dari
seluruh kejadian.Penyebab dari fraktur tulang hidung meliputi cedera saat olahraga, akibat
perkelahian, kecelakaan lalu lintas, terjatuh, mabuk, masalah kelahiran dan kadang
iatrogenik. Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung
letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah,sehingga kurang kuat
menghadapi tekanan dari luar.
Ketepatan waktu dalam mendiagnosa kejadian fraktur hidung sangat berperan dalam
mencapai penyembuhan yang optimal dan estetika yang baik.Maka pengenalan atas gejala
klinis harus dimiliki oleh dokter untuk melakukan penatalaksanaan selanjutnya.Gejala klinis
dari fraktur hidung yang sering dijumpai adalah epistakis, deformitas hidung, obstruksi
hidung dan anosmia.Adapun pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat berupa deviasi septum,
depresi septum nasi, dan epistakis.Untuk memastikan diagnosa dapat ditunjang dengan
pencitraan seperti foto X-ray hidung dan CT scan hidung.
Penanganan dari fraktur hidung secara konservatif, pasien dengan pendarahan hebat,
biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal.Antibiotik diberikan untuk
mengurangi resiko infeksi dan komplikasi yang dapat menimbulkan kematian.Analgetik
untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.Adapun pada fraktur
hidung sederhana maupun kominutiva yang disertai dengan deviasi septum dan deformitas
harus dilakukan tindakan operatif yang terdiri dari teknik reduksi tertutup dan reduksi
terbuka.Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hidung meliputi heatoma septum, fraktur
dinding orbita, fraktur septum nasal dan fraktur lamina kribiformis.
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Efiaty A S, Nurbaiti I, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Cetakan ke-1. Jakarta: FKUI;2007.h.118122,199-202.
2. 2.
Clinic
Staff.
Broken
Nose.
Diunduh
dari:
J.H.
Nasal
Fracture.
Diunduh
dari:
J.K.
Management
of
Acute
Nasal
Fractures.
Diunduh
dari:
38