Professional Documents
Culture Documents
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 8, Nomor : 1, 2004 ISSN : 1410 – 5152
Daftar Isi
2. The Use of Mirex as Internal Standard and DCBP as Volumemetric For Determination
of Organochlorine Pesticide in Sediment Using GC-MS in CI+ Mode
Chairuddin................................................................................................................. 4-7
3. Uji Daya Serap Kristobalit Alam Jaboi Sabang Nanggroe Aceh Darussalam Terhadap
Ion Fe3+
Khairi ......................................................................................................................... 8-11
6. Analisis Logam Transisi Dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Setelah Perlakuan
Land Application
Tini Sembiring ........................................................................................................... 19-21
7. Pengaruh Variasi Volume HCl 0,1 N dan Waktu Hidrolisa Terhadap Mutu Situp
Pada Pembuatan Sirup Glukosa Dari Pati Ubi Jalar (Ipomoea babatas L., Sin babatas
edulis choisy)
Yuniarti Yusak .......................................................................................................... 22-24
8. Penentuan Kadar Unsur Kalsium (Ca2+) Pada Susu Sapi Murni dan Susu Sapi di
Pasaran Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
Zul Alfian ................................................................................................................... 25-27
1
JURNAL
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 8, Nomor : 1, 2004 ISSN : 1410 – 5152
Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal
Sains Kimia Volume 8 Nomor 1 Tahun 2004, kami mengucapkan banyak terima kasih :
2
Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Pengggumpal Lateks
(Yugia Muis)
Yugia Muis
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Pemanfaatan limbah yang berasal dari industri pada saat sekarang ini merupakan salah satu untuk menghindari
pencemaran lingkungan. Telah dilakukan penelitian pemanfaatan limbah cair pabrik tahu sebagai bahan
penggumpal lateks. Lateks yang berasal dari perkebunan ditambahkan limbah cair tahu yang mempunyai pH =4
dan akhirnya akan membentuk koagulan. Kemudian digiling dan dikeringkan pada suhu 1100C selama 3,5 jam.
Karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya meliputi plastisitas awal, Plastisitas Retensi Indeks (PRI),
kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lateks kebun yang
digumpalkan dengan limbah cair tahu memenuhi ketentuan Standard Indonesian Rubber (SIR)-5.
Kata kunci : Plastisitas, Koagulan, dan Lateks
1
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 1-3
cair tahu dilakukan dengan perlahan-lahan mg. 10 gram potongan uji tersebut digunting
sehingga pH penggumpalan 4,7 . Limbah cair menjadi potongan kecil berukuran 25 x 2,5 x
diperlukan saat mencapai pH 4,7 sebanyak 1,5 mm dan dimasukkan dalam cawan platina
360 ml. Volume ini digunakan sebagai yang sebelumnya telah dipanaskan dalam
patokan untuk menggumpalkan lateks kebun lemari pengering selama 1 jam pada 1000C,
selanjutnya. Sampel limbah tahu dibuat didinginkan dalam desikator sampai suhu
variasi 160-560 ml. Penambahan bahan kamar dan ditimbang. Cawan platina berikut
penggumpal dilakukan secara perlahan-lahan karetnya dikeringkan dalam lemari pengering
kedalam masing-masing 1000 ml lateks. pada suhu 1000C selama 3 jam. Setelah
Setelah terbentu koagulan yang baik pengeringan cawan platina tersebut
ditambahkan air secukupnya, untuk menutupi didinginkan dalam desikator samapi suhu
bagian atas koagulan tersebut. kamar, lalu ditimbang.
2
Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Pengggumpal Lateks
(Yugia Muis)
3
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 4-7
Chairuddin
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstract
In this work, mirex was used as an internal standard for the analysis organochlorine pesticides in sediment using
GC-MS. The reproducibility of relative retention time was calculated using the volumetric standard method
with decachlorobiphenyl (DCBP) as reference compound. Mirex and DCBP were found to be suitable
volumetric and internal standard, respectively. Mirex and DCBP did not interfere in the chromatographic
separation of the target compounds.
4
The use of mirex as internal standard and DCBP as volumetric standard
(Chairuddin)
5
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 4-7
Hexane was used as a solvent using level (40, 100, and 400 μgkg-1) using
ultrasonic extraction to investigate the ultrasonic extraction are shown in Table l. It
recovery efficiency of the aldrin ,dieldrin, shows that the average percentage recovery
endrin, and mirex from spiked clean of aldrin, dieldrin, endrin and mirex from the
sediment samples. spiked sediment in the concentration range
40-400 μgkg-1 using hexane as a solvent
system in ultrasonic extraction was higher
than 60%. The data indicates quite
satisfactory recoveries of target analytes for
the extraction of aldrin, dieldrin, and endrin
from contaminated sediment.
Compounds Average
Recovery(%)SD
Spiked
conc. 40 μgkg-1 77.49 6.00
Figure 1. Total ion chromatogram (TIC) of aldrin Aldrin 86.22 4.72
(5,96), dieldrin (6,99), endrin (7,18), Dieldrin 67.96 7.93
mirex (8,68) and DCBP (9,76) Endrin 72.50 2.32
Mirex
Spiked
Mirex did not interfere in the conc. 100 μgkg-1 68.84 5.98
chromatographic separation of aldrin, Aldrin 101.4815.28
dieldrin, and endrin. This compound was Dieldrin 72.36 5.29
chosen as an internal standard because it was Endrin 68.88 9.63
not present in the samples to be analysed and Mirex
Spiked
had a similar analytical behaviour to aldrin, conc. 400 μgkg-1 59.86 11.43
dieldrin , and endrin (cyclodiene group). The Aldrin 78.62 5.33
use of mirex as internal standard in sediment, Dieldrin 63.22 13.07
moss and fish for analysis of synthetic Endrin 67.28 6.93
phyretroids with the three solvent systems Mirex
SD :
hexane, dichloromethane and acetone/hexane Standard Deviation
has been reported[2]. Picer and Picer[3] n :4
reported that mirex is more convenient as an
internal standard because the appearance of The volumetric standard technique is
interfering peaks at its retention time in a widely used in chromatography. DCBP as
GC chromatogram is of a lower probability volumetric standard in GC-MS analysis has
than the appearance of such peaks at the been reported by many authors[4,5]. DCBP
aldrin retention time. The internal standard, was added to the sample solution prior to
mirex was used in this study as a quality analysis. After addition, the samples were
control and quality assurance monitor the mixed thoroughly to obtain a uniform
whole analytical procedure. distribution of the volumetric standard.
The percent recovery results of aldrin, Thereby errors in the analytical measurement
dieldrin, endrin, and mirex at the three spiked are often reduced, since any loss of sample is
6
The use of mirex as internal standard and DCBP as volumetric standard
(Chairuddin)
CONCLUSION
7
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 8-11
Abstrak
Telah dilakukan penelitian uji daya serap kristobalit alam Jaboi Sabang Nanggroe Aceh Darussalam
terhadap ion Fe3+. Proses adsorpsi dilakukan menggunakan metode batch dan kadar ion Fe3+ yang
terserap pada semua variabel diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Kemampuan
kristobalit mengadsorpsi ion Fe3+ diuji pada beberapa variabel yaitu waktu kontak, pH adsorbat dan
konsentrasi adsorbat. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum adsorpsi ion Fe3+ terjadi pada
waktu kontak 7 menit, pH = 6 dan konsentrasi adsorbat 30 ppm dengan efisiensi 99,73 %. Kapasitas
serapan maksimum ion Fe3+ adalah 2,70 mg/gram dan nilai konstanta kesetimbangan 270,24.
8
Uji daya serap kristobalit Alam Jaboi Sabang terhadap ion logam Fe3+
(Khairi)
kristobalit terhadap ion besi dengan metoda diaduk selama waktu kontak optimum
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). kemudian campuran disaring dan konsentrasi
ion Fe3+ pada filtrat diukur dengan
spektrofotometer serapan atom. Perlakuan
BAHAN DAN METODA diulang untuk pH 4 sampai 9.
9
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 8-11
Tabel 1. Konsentrasi ion Fe3+ yang ini disebabkan, ion H+ akan menghalangi
teradsorpsi pada setiap waktu proses pertukaran kation antara ion Fe3+
kontak dengan ion Na+ dan Ca2+ pada kristobalit
(Sari, 2003). pH optimum adsorbat adalah 6,
Konsentrasi Persen konsentrasi ion Fe3+ yang teradsorbsi 4,84
Waktu 3+
ion Fe Efisiensi ppm dengan persen adsorpsi 96,97 %. Jadi
Kontak
Teradsorpsi Adsorpsi semakin tinggi pH asam, maka larutan
(menit)
(ppm) (%) adsorbat yang teradsorbsi semakin besar.
1 1,90 38,10 Tetapi pada pH yang lebih tinggi dari pH 6
2 2,08 41,60 konsentrasi ion besi yang teradsorbasi turun,
3 2,05 41,12 hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara
4 1,95 39,11 ion OH- dengan Fe3+ membentuk endapan
5 1,95 39,05 Fe(OH)3.
6 1,93 38,69
7 2,12 42,49
8 2,05 41,01 Pengaruh variasi konsentrasi adsorbat
9 1,90 38,10 Proses adsorpsi ion Fe3+ pada kristobalit
10 1,81 36,38 dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
3+
Setelah 7 menit ion Fe yang teradsorpsi ion Fe3+ dari 5 sampai 40 ppm. Hasil yang
akan menurun, hal ini disebabkan ion Fe3+ diperoleh terdapat pada Tabel 3.
yang teradsorpsi terlepas kembali. Hal ini
disebabkan, terjadinya adsorpsi fisika yang Tabel 3. Konsentrasi ion Fe3+ yang
bersifat reversibel (Khopkar, 1990). teradsorpsi pada variasi konsentrasi
larutan Fe3+
Pengaruh pH adsorbat
Persen
Pengaruh pH larutan ion Fe3+ (adsorbat) Konsentrasi
Konsentrasi Efisiensi
divariasikan antara 3 sampai 9, dan Teradsorpsi
(ppm) adsorpsi
uraiannya dapat dilihat pada Tabel 2. (ppm)
(%)
5 4,86 97,30
Tabel 2. Konsentrasi ion Fe3+ yang 10 9,91 98,11
teradsorpsi pada variasi pH 15 14,80 98,72
Konsentrasi ion 20 19,92 99,62
Persen Efisiensi
pH Fe Teradsorpsi 25 24,74 98,99
Adsorpsi (%)
(ppm) 30 29,92 99,73
3 4,57 91,51 35 34,87 99,65
4 4,76 95,35 40 39,81 99,53
5 4,80 96,09
6 4,84 96,97 Data penelitian menunjukkan bahwa
7 4,74 94,98 semakin tinggi konsentrasi ion Fe3+, maka
8 4,68 93,72 jumlah ion yang teradsorpsi dan efisiensi
9 4,54 90,99 adsorpsinya juga semakin besar. Khopkar
(1990) mengatakan bahwa semakin tinggi
Larutan yang terlalu asam akan konsentrasi adsorbat maka jumlah zat yang
mempengaruhi kemampuan adsorpsi, karena terserap semakin banyak. Hal ini sesuai
ion H+ akan menghalangi ion Fe3+ untuk dengan data yang diperoleh, yaitu
berinteraksi dengan sisi aktif kristobalit. Hal konsentrasi adsorbat optimum ion Fe3+
10
Uji daya serap kristobalit Alam Jaboi Sabang terhadap ion logam Fe3+
(Khairi)
adalah 30 ppm, tetapi pada konsentrasi yang Sialagan A. 2001., “Study Pendahuluan Batuan
lebih tinggi, jumlah ion Fe3+ yang teradsorpsi Kristobalit Alam Jaboi Kotamadya Sabang”,
FMIPA, Unsyiah, NAD.
akan menurun. Sukarjo, 1987., “Kimia Anorganik”, Penerbit Rineka
Kapasitas penyerapan maksimum (Qmaks) Cipta, Jakarta.
dari ion Fe3+ oleh kristobalit diperoleh dari
persamaan adsorpsi isoterm Langmuir
dengan memplotkan 1/C terhadap1/Q
sehingga diperoleh garis linier. Berdasarkan
kurva isoterm Langmuir diperoleh kapasitas
serapan maksimum (Qmaks) ion Fe3+ sebesar
2,70 mg/gram, dengan konstanta
kesetimbangan 270,24.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
11
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 12-14
Philippus H. Siregar
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Isolasi steroidsa dari daun dalu-dalu (Salix tetrasperma Roxb.) Dengan menggunakan metanol senagai
pelarut . Ekstrak kasar hasil maserasidian dianalisis dengan khromatografi lapis tipis dan kemudian
ekstraksi partisi dengan n-haksan dan air .
Isolasi pemisahan dan pemurnian senyaswa yang terkandung pada daun Dalu-dalu diisahkan dengan
khromatografi kolom dengan menggunakan adsorben silika gel tipe 60 G (Emerck Art 7734) aktif dan
dielusi dengan n-Heksan 100 % dan n –Heksana : etil asetat 90 :10 (v/v) , 80 :20 (v/v)
Hasil kristalisasi dengan metanol menghasilkan kristal putih berbentuk jarum .Kristal yang diperoleh
dari frksi daari fraksi n –heksan : etil aseta (80 : 20 (v/v) dengan titik lebur 135 – 137 oC dan berat 85
mgr . Identifkasi krtistal dilakukan dfengan menggunakan Spektroskopi Infra Merah dan Resonansi
Magnetik Inti Proton
12
Isolasi senyawa steroida dari ekstrak methanol daun tumbuhan dalu-dalu
(Philippus H Siregar)
Alat
Corong Pisah, Lampu U.V., Rotary
Evapoirator, Spektroskopi IR, Spektroskopi
1
H- NMR
Cara Kerja
Uji Pendahuluan
Bagian tumbuhan Dalu-dalu (Salix tet- Gambar 1. Spektrum Inframerah Senyawa Hasil
rasperma Roxb) bagian daun dilakukan uji Isolasi Daun Dalu-dalu
pendahuluan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekundernya. Dari hasil pemisahan dan pemurnuan
serbuk Daun Daku-dalu Salix Tetrasperma
Ekstraksi Roxb diperoleh kristal Jarum tak berwarna
Serbuk daun Dalu-dalu (Salix tetra- dengan ttitik leleh 135 137 oC , analisa
sperma Roxb) sebanyak 2 Kg dimaserasi spektrum IR (gambar1) 3477 cm-1 dimna
dengan pereaksi metanol dipekatkan dan dikatakan serapan regang O-Hpada 1699 –
ekstrasi partisi n-heksan :air (1 :1 ),ekstrak n- 1680 cm –1 vibrasi ulur darei >C = C <
heksan diperoleh sebanyak 42 gram. dengan bentuk puncak yang tajam demikian
juga Vibrasi ulur sedngkan vibrasi ulur dari
Pemisahan dan Pemurnian CH2 dengan bentuk pucak yang tajam pada
Ektrak n-Heksan (42 gram) dikkhro-grafi daerah 1456-1450 cm-1 dan tampakvibrasi
kolom dengan menggunakan fasa diam silika CH3 serta tampak pada daerah 1300 –1000
gel 60 (50gram) dan fasa gerak N-heksan : cm –1vibrasi C-O Ana;isa spketrum -1 H
Etil Asetat dengan sistem kenaikan NMR (gambar 2) terlihat adanya 0,8 –1,1
kepolaran bertingkat fraksi yang keluar dari ppm terdapat puncak proton yang multiplet
khromatografi kolom ditampung dengan dari CH3, sedangkan CH2 1,2-1,5 ppm,
menggunakan vial dan dimonitor dengan puncak multiplet dari proton CH 1,7-2,3
khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf ppm .didalam pergeseran kimia pada daerah
yang sama dan positif dengan perekasi 3,4 –3,6 berupa proton yang terikat pada
Lieberman Bouchard yang dsitandai dengan gugus O-H serta pergeseran kimia proton
munculnya warna biru digabung selanjutnya yang terikat pada gugus ikatan rangkap -
diuapkan pelarutnya kemudian frkasi ini HC=C .
direkristalisasi untuk memperoleh kristal
murni
13
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 12-14
DAFTAR PUSTAKA
14
Pengaruh manipulasi genetika
(Ribu Surbakti)
Ribu Surbakti
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang manipulasi genetika dengan metode sambung pucuk (grafting)
antara ubi racun dengan ubi kayu biasa.
Persentasi keberhasilan pembentukan hibrida dapat mencapai 86 %. Dari tanaman hibrida yang
diperoleh diteliti kandungan karbohidrat serta peningkatan produk yang dihasilkan, dari hasil
penelitian yang dilakukan ternyata kandungan karbohidrat meningkat sebesar 10 % serta produk umbi
yang dihasilkan dapat mencapai tiga kali lipat dibanding produk umbi pada ubi kayu biasa, sedangkan
umur tanaman lebih sedikit bertambah dari 8-9 bulan menjadi 12-14 bulan.
15
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 15-18
daun, maka makin cepat pula laju dengan cara mengguntingnya, terkecuali
fotosintesis, berarti makin banyak pula satu yaitu yang paling subur (gemuk).
karbohidrat yang dibentuk. Ubi kayu racun • Potong pucuk tanaman ini sehingga tersisa
mempunyai luas permukaan daun yang jauh 10 cm dari pangkal atau 15 cm dari
lebih luas disbanding dengan daun ubi kayu permukaan tanah.
biasa. Disamping bentuk daun yang lebar, • Belah batang ini secara memanjang dari
juga mempunyai batang yang kokoh dan atas ke bawah sehingga diperoleh hasil
lebih besar. Umur panen ubi kayu racun belahan sepanjang 2-3 cm.
berkisar 4-5 tahun. Total umbi perpokok • Sediakan 100 pucuk ubi kayu racun yang
dapat mencapai 30-50 kg, tetapi kandungan panjangnya 5-8 cm dan diameternya dipilih
asam sianida (HCN) relative besar sehingga yang sama atau sedikit lebih kecil dari
disebut dengan ubi kayu racun. Jenis ubi ini diameter batang bawah.
tidak dibudi dayakan • Semua daun yang ada pada batang atas ini
Ubi kayu biasa (memikat ubilisinma) dipotong sehingga tinggal hanya pucuknya
mempunyai bentuk daun relative kecil, saja.
demikian juga batangnya. Total umbi yang • Iris memanjang pangkal batang atas ini
dihasilkan relative sedikit berkisar 3-5 sehingga berbentuk runcing (disesuaikan
kg/pokok. Umur pendek sekitar 8-9 bulan. pada belahan batang bawah).
Pembentukan hibrida antara ubi kayu • Sambungkan batang atas ini pada belahan
racun dengan ubi kayu biasa dengan metode batang bawah lalu diikat dengan tali
teknik rekombinasi DNA atau dengan plastik. Bungkus hasil sambungan ini
metode fusi protoplas sulit dilakukan dengan plastik asoi yang transparan untuk
mengingat sifat-sifat DNA yang sangat menjaga dari pengaruh luar agar
genetic serta peralatan laboratorium yang sambungan cepat menyatu.
masih sangat terbatas.
• Setelah dua minggu plastik asoi dibuka
Untuk mencapai tujuan di atas maka tetapi tali pengikat sambungan dibiarkan
dicari suatu metode sederhana untuk dapat beberapa hari lagi.
memanipulasi genetika anatar kedua jenis
• Setelah sambungan berumur 20 hari tali
tanaman di atas, yaitu dengan metode
plastik pengikat sambungan dibuka, karena
sambung pucuk (grafting) dengan batang atas
penyatuan batang bawah dengan batang
bersumber dari batang ubi kayu racun dan
atas sudah cukup kuat.
batang bawah berasal dari ubi kayu biasa.
• Semua tunas-tunas liar yang tumbuh
disekitar sambungan dibuang dengan cara
BAHAN DAN METODA
mengguntingnya, agar tetap satu saja yang
tumbuh.
• Tanam 150 batang ubi biasa dengan jarak
• Untuk menjaga agar nantinya batang tidak
tanam 1 meter pada bedengan-bedengan
tumbang maka dibuat penopang dari
yang telah disediakan. 100 batang
bambu untuk setiap batang. Dari 100
dilakukan penyambungan sedangkan 50
batang yang disambungkan, yang jadi
batang selebihnya digunakan sebagai
hanya 86 batang.
blanko.
• Setelah berumur 6 bulan diamatai
• Sebanyak 100 batang bawah yang disebut
perlakuan kimia khusus kandungan
dengan pohon pangkal atau pokok tunggul
karbohidrat yang terbentuk pada umbi.
dari ubi kayu biasa yang ditanam dengan
jarak tanam satu meter pada satu bedengan.
• Setelah berumur 45 hari tanaman yang
tumbuh pada pokok pangkal ini dibuang,
16
Pengaruh manipulasi genetika
(Ribu Surbakti)
8
dihasilkan di antara keduanya terdapat 6
perbedaan yang cukup signifikan. Ini berarti 4 B2
bahwa kecepatan biosintesa karbohidrat pada 2
0
ubi kayu sambung pucuk lebih banyak 7 8 9 10 11 12 13 14
B3
dibandingkan ubi kayu biasa sesuai dengan Um ur (bulan)
perbedaan luas daun. Pada ubi kayu biasa
umur rata-rata masa panen antara 9 s/d 12 Grafik 2. Kadar karbohidrat total antara ubi kayu biasa dan ubi
kayu sambung pucuk untuk umur 7 sampai 14 bulan per 100 gram
bulan setelah 12 bulan buah sudah mulai bahan
50
sambung pucuk terjadi perubahan kenaikan 40
KH1
umur yaitu berkisar antara 12 s/d 14 bulan. 30
17
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 15-18
Blanko
Haris, R. S. 1989., “Evolusi Gizi Pada Bahan
60 Pangan”, edisi kedua, ITB Bandung.
(cm2)
40 S1
Harjadi, S. S, 1974., “Pembiakan Vegetatif”, Fakultas
20 Pertanian Institut Pertanian Bogor.
S2
Hasyim Hasmawi, “Bercocok Tanam Umbi-Umbian”,
0
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
S3
Sumatera Utara, Medan.
3
9
11
13
DAFTAR PUSTAKA
18
Analisis logam transisi dalam limbah cair
(Tini Sembiring)
Tini Sembiring
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi Kampus USU – Medan 20155
Abstrak
Telah dilakukan penelitian terhadap analisis kandungan logam transisi (Fe dan Cu) dalam limbah cair
pabrik kelapa sawit setelah perlakuan land application . Sampel berupa tanah disekitar parit long bed
dan sludge di dalam long bed itu sendiri. Kandungan logam Fe dan Cu diukur dengan alat
Spektrometer Serapan Atom (AAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam Fe dalam
tanah maupun dalam sludge berkisar 20 ppm , sedangkan kandungan logam Cu dalam sludge berkisar
1,7 ppm dan dalam tanah berkisar 1,05 ppm. Mengingat karakter logam berat yang bersifat kumulatif
dan toksik maka keberadaannya berpotensi menimbulkan dampak negatip terhadap lingkungan
sehingga perlu pengelolaan.
19
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 19-21
20
Analisis logam transisi dalam limbah cair
(Tini Sembiring)
DAFTAR PUSTAKA
21
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 22-25
Yuniarti Yusak
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Pati ubi jalar dihidrolisis dengan menggunakan HCl 0,5 N dan waktu hidrolisis terhadap sirup yang dibuat dari
pati ubi jalar. Pati ubi jalar dihidrolisis dengan menggunakan HCl 0,5 N dengan variasi volume 5, 10, 20, 15, 25
ml dan waktu hidrolisa selama 2, 4, 6, 8 jam sampai diperoleh glukosa dan kadar gula dari pembuatan sirup
tersebut dianalisa dengan metode Luff Schoorl. Kadar abu dengan metode tanur dan nilai organoleptik
ditentukkan dengan beberapa finalis. Dari penelitian ini diperoleh hasil yang paling baik adalah 25 ml HCl 0,5 N
dan waktu hidrolisa selama 2 jam dan dari organoleptik rasa manisnya lebih manis.
22
Pengaruh variasi volume HCl 0,5 N
(Yuniarti Yusak)
produk yang murni tetapi masih mengandung − Gelas erlenmeyer segera diangkat dan
dekstrin dan maltosa. Hidrolisis pati dalam segera didinginkkan dengan air. Setelah
pembuatan sirup glukosa dikenal dengan tiga dingin tambahkan 25 ml H2SO4 25%
cara yaitu hidrolisis asam, hidrolisis enzim (penambahan harus hati-hati karena
dan hidrolisis asam-enzim (Habson Umar, terbentuk CO2) dan 15 ml KI 20%.
1992, dan Tjokroaadikusumo, 990). − Setelah itu dititer dengan larutan Na2S2O3
Berdasarkan uraian di atas penulis 0,1 N dengan menggunakkan larutan
mencoba melakukan penelitian tentang kanji sebagai indikator. Volume titrasi
pembuatan sirup dari pati ubi jalar secara blanko disimbolkan = b ml.
hirolisis asam dengan memperhatikan − Dengan menggunakan daftar maka selisih
pengaruh penambahan variasi volume HCl volume penitrasi [(Vb-Vaa) ml] dapat
0,5 N (5, 10, 15, 20 dan 25 ml) dan dihitung mg sakkar yang setara dengan
perbedaan waktu hidrolisis yaitu 2, 4, 6 dan 8 volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan.
jam. − Perhitungan kadar gula reduksi (X%)
adalah :
BAHAN DAN METODA
23
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 22-25
didinginkan dalam desikator selama 15 kadar air yang terkandung di dalam sirup
menit, lalu ditimbang beratnya hingga glukosa adalah maksimum 20%. Semakin
konstan sedikit kadar air maka semakin baik mutu
− Perhitungan % kadar air adalah: sirup glukosa. Kadar air terbaik diperoleh
pada penambahan 5 ml HCl dan waktu
Uji Organoleptik hidrolisis 8 jam.
Dilakukan uji organoleptik meliputi rasa Analisa Organoleptik
dan warna. Adapaun kriteria pengujian Penambahan HCl akan memberi rasa
secara organoleptik didasarkan atas skala yang meningkat tetapi pada penambahan 20
numerik. – 25 ml dengan dengan waktu hidrolisa 6 jam
trjadi penurunan rasa dan warna sirup. Hal
HASIL DAN PEMBAHASAN ini diakibatkan oleh terjadinya browning.
Kadar gula maksimum diperoleh pada
penambahan 25 ml HCl 0,5 N dan lama KESIMPULAN
hidrolisis 6 jam yaitu 48,73 %. Peningkatan Secara umum mutu sirup glukosa yang
kadar gula ini disebabkan karena semakin terbaik diperoleh dengan penambahan 25 ml HCl
lama waktu hidrolisis akan semakin 0,5 N dan waktu hidrolisa 2 jam dengan hasil
sempurna pemecahan pati menjadi glukosa kadar gula yang mencapai 44,5% kadar abu,
sehingga diperoleh rendemen glukosa yang 0,73% kadar air, 19,38 dan rasa manisnya sanag
lebih tinggi. Dan setelah 6 jam kadar gula manis yang berwarna bening.
menurun karena adanya reaksi browning atau
dehidrasi glukosa serta berkurangnya kadar DAFTAR PUSTAKA
air.
Habson Umar, dkk, 1992, “Pemanfaatan Limbah
Padat Industri Sagu Menjadi Sirup Glukosa”,
Analisa Data Kadar Abu (%) Buletin hasil penelitian industri No. 2 Vol. V,
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan Balai Penelitian dan Pengembangan Industri ,
bahwa lama hidrolisis dan penambahan Banda Aceh
volume HCl memberikan pengaruh yang Jacobs, M.B., 1993, “The Chemical Analysis of Food
berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. and Food Product”, 4th edition, Van
Semakin lama waktu hidrolisis dan semakin Nornstrand co. Inc. New York
banyak volume HCl maka semakin sempurna Juanda. J. S., Cahyono, Bambang, 2000, “Ubi Jalar:
pemecahan pati menjadi glukosa sehingga Budi Daya dan Analisis Usaha Tani”, Penerbit
kadar abu semakin tinggi hingga lama Kanisius, Yogyakarta
hidrolisis 8 jam. Terjadinya peningkatan Kadri. A., 1992, “Volumetri (Titrasi)”, Bagian Kimia
kadar abu juga dipengaruhi oleh terlarutnya Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
garam-garam mineral yang terkandung dalam Utara, Medan.
pati ubi sumber sirup glukosa yang diamati Kartasaputra. A. G., 1991, “Teknologi Penanganan
sangat nyata terhadap kadar air. Pasca Panen”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Semakin lama waktu hidrolisis akan Rukmana, Rahmat. H., 1997, “Ubi Jalar: Budidaya
semakin mengurangi kadar air sirup dalam dan Pasca Panen”, Penenrbit Kanisius,
sirup glukosa meskipun telah mendapat Yogyakarta.
penambahan sejumlah tertentu larutan HCl Saragih, Djasulaiman, dkk, 1989, “Pengaruh Waktu
0,5 N sebagai penghidrolisa. Hal ini Hidrolisa dan Konsentrasi HCl pada
disebabkan oleh tinggi dan kurang stabilnya Pembuatan Sirup Glukosa dari Ubi Kayu”,
temperatur selama proses hidrolisa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
berlangsung yaitu antara 115-140oC.
Meskipun Standar Nasinal Indonesia (SNI)
24
Pengaruh variasi volume HCl 0,5 N
(Yuniarti Yusak)
25
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 26-28
Zul Alfian
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Kalsium (Ca+) merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menurut penelitian kadar
kalsium yang dianjurkan 500-500 mg/orang dewasa tiap harinya dan untuk usia menopause ±1000
mg/harinya. Dalam penelitian ini kadar kalsium (Ca+) yang terdapat pada susu sapi murni (asli) dan
susu sapi komersial dipasaran dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA). Dari hasil
penelitian ini kadar kalsium (Ca+) yang terdapat pada susu sapi murni (asli) lebih besar dibandingkan
dengan kadar kalsium (Ca+) yang terdapat pada susu sapi yang beredar dipasaran.
Kata Kunci : Kalsium, Susu
26
Penentuan kadar unsur kalsium (Ca)
(Zul Alfian)
sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi
standar Ca 1000 ppm. Larutan Standar Logam Kalsium (Ca)
Dengan Spektrofotometer Serapan
Pembuatan Kurva Kalibrasi Atom.
1. Dari larutan standar Ca 1000 ppm Absorbansi
No. Kadar (ppm)
dipipet sebanyak 10 mL lalu dimasukkan (A)
kedalam labu takar 100 mL lalu 1 0.0000 0.0000
dicukupkan dengan aquabidest sampai 2 1.0000 0.0514
garis tanda sehingga diperoleh larutan 3 2.0000 0.1050
standar Ca 100 ppm. 4 3.0000 0.1378
2. Kemudian dari larutan 100 ppm ini
diambil masing-masing 0, 1, 2, 3, 4 mL *Keterangan: Faktor pengenceran (Fp) 50 kali
lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 *Keterangan: Faktor pengenceran (Fp) 50
mL lalu dicukupkan dengan aquabidest kali
sampai garis tanda dan digunakan Tabel 2 Data Hasil Pengukuran Absorbansi dan Kadar Kalsium
(Ca) pada Susu Sapi Di pasaran Dengan
sebagai larutan standar. Spektrofotometer Serapan Atom.
Absorbansi (A)
Sampel
No. Susu A Kadar (ppm)
Perlakuan Terhadap Sampel Susu Sapi Sapi rata-
A1 A2 A3 rata
1. 20 mL sampel susu dimasukkan kedalam 1 A 0,2431 0,2426 0,2430 0,2429 5,0625 ± 0,0137
cawan porselin, selanjutnya didestruksi 2 B 0,2438 0,2440 0,2432 0,2437 5,0716 ± 0,0216
dengan asam klorida (HCl) pekat dan 3 C 0,2449 0,2450 0,2446 0,2448 5,1028 ± 0,0109
didiamkan selama satu malam. 4 D 0,2451 0,2448 0,2455 0,2451 5,1090 ± 0,0182
2. Hasil destruksi selanjutnya diuapkan 5 E 0,2469 0,2465 0,2464 0,2466 5,1396 ± 0,0137
27
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 26-28
28
Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida
(Daniel S Dongoran)
Daniel S Dongoran
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155
Abstrak
Papain adalah salah satu enzim proteolitik yang terdapat dalam getah pepaya dan dapat digunakan
sebagai bahan pengempuk daging.Papain termasuk golongan enzim protease sulfhidril yaitu enzim
yang mempunyai residu sulfhidril pada lokasi aktifnya. Aktivitas papain dapat ditingkatkan dengan
penambahan aktivator sistein maupun NaCl.
Penentuan aktivitas proteolitik papain dilakukan secara spektrofotometri menurut AOAC – 1984 dan
dinyatakan berdasarkan banyaknya kadar tirosin yang dibebaskan dari hidrolisa substrat kasein. Satu
unit aktivitas papain dinyatakan sebagai banyaknya 1 mg tirosin yang dibebaskan dari substrat kasein
pada kondisi pengujian tertentu.
Dari hasil penelitian menunjukkan aktivitas papain dalam substrat kasein dengan aktivator sistein
5.378 unit/ml sedangkan dengan aktivator Natrium Klorida 3.658 unit/ml dan tanpa aktivator 2.320
unit/ml.
Sistein dan Natrium Klorida pada konsentrasi yang sama 0.7 % menaikkan aktivitas papain masing –
masing sebesar 131.8 % dan 57.7 %.
Kata kunci : enzim proteolitik papain, aktivator sistein dan NaCl, tirosin.
29
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 29-34
sekelompok protein menjadi protein – protein mampu mencegah reaksi sampingan yang
tunggal. Aktivitas proteolitik suatu enzim mungkin timbul.
sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan Satuan aktivitas suatu enzim dinyatakan
ionik, konsentrasi substrat, konsentrasi dengan unit aktivitas sedangkan yang
enzim, adanya reduktor ataupun oksidator dimaksud dengan satu unit aktivitas papain
dan bufer. adalah banyaknya 1mg tirosin yang
Enzim papain termasuk golongan enzim dibebaskan dari substrat kasein pada kondisi
protease sulfhidril yaitu enzim yang pengujian tertentu ( A.O.A.C, 1984 ).
mempunyai residu sulfhidril pada lokasi Bertitik tolak dari uraian diatas penulis
aktifnya. Aktivitas enzim papain dapat ingin mengetahui sejauh mana pengaruh
ditingkatkan dengan penambahan aktivator. aktivator sistein dan Natrium klorida
Aktivator – aktivator yang paling umum terhadap aktivitas papain
digunakan adalah sistein sianida dan
glutation ( Kimmel, 1957 ). Kualitas papain
ditentukan oleh tinggi rendahnya aktivitas BAHAN DAN METODA
proteolitik yang dimilikinya, semakin tinggi
aktivitas proteolitiknya semakin tinggi pula Bahan :
kualitasnya dan sebaliknya, semakin rendah Bahan yang digunakan dalam
aktivitas proteolitiknya semakin rendah penelitian ini adalah :
kualitasnya ( Widjaja, 1977 ). A. Pereaksi Lowry NaOH, Na nitrat,
Daya proteolitik dari papain sangat aktif Na2CO3, CuSO4, H2O
pada suasana reduktif, karena dengan adanya B. Pereaksi Folin – Ciocalten : Na
( penambahan ) bahan – bahan pereduksi tungstat, Na molibdat, HCL, H3PO4,
seperti : HCN, H2S. Li12SO4.
Sistem adalah senyawa pereduksi yang C. Pereaksi uji aktivitas papain :
dapat meningkatkan aktivitas papain dengan Na2HPO4, asam sitrat, HCL, asam
jalan memutus ikatan disulfida ( S-S ) pada trikloroasetat, kasein.
senyawa sistein yang terdapat dalam struktur D. Larutan penyangga fosfat sistem : Na
enzim papain. Jika ikatan disulfida terputus – EDTA, Na2HPO4, Na –EDTA,
akan diperoleh gugus disulfhidril bebas. sistem HCL.
Dengan terbentuknya gugus sulfhidril bebas E. Larutan standard tirosin
sehingga aktivitas papain meningkat. F. Larutan sampel papain
Penambahan NaCl pada konsentrasi
rendah ( kurang dari 2 % ) akan menambah
aktivitas papain tetapi jika konsentrasi lebih Metoda
dari 2 % akan merusak enzim papain ( Arief,
1975 ). Penentuan Aktivitas Papain Menurut
Didalam larutan, NaCl akan terionisasi AOAC - 1984
menjadi Na + ( ion logam ) dan Cl − . Ion Ke dalam masing – masing 12 labu takar
logam seperti proton adalah asam Lewis atau 100 ml dipipet sebanyak 25 ml larutan
elektrofil yang dapat menerima pasangan kasein dan diberi label S1, S2, S3, U1
elektron membentuk ikatan sigma. sebagai sampel D1, D2, D3, U2 sebagai
Lingkaran koordinasi logam dapat duplikat dan B1, B2, B3, U3 sebagai
mempersatukan enzim dan substrat yang blanko.
menghasilkan kelat pada enzim. Logam juga Kemudian ditambahkan 5 ml larutan
dapat menyelubungi nukleofil, sehingga penyangga fosfat sistem Na-EDTA ke
dalam labu S1, D1, B1 dan 2,5 ml untuk
30
Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida
(Daniel S Dongoran)
labu S2, D2, B2, U1, U2, dan U3. Semua dan dibiarkan pada suhu kamar selama
labu diatas dipanaskan dalam pemanas 30 menit. Selanjutnya dibaca resapannya
air pada suhu 40 ˚ C selama 10 menit. pada panjang gelombang 740 sampai 760
Selanjutnya ditambahkan 5 ml larutan nm hingga diperoleh resapan maksimum.
standar tirosin ke dalam labu S1 dan D1,
7,5 ml untuk Labu S2 dan D2, 10 ml
untuk labu S3 dan D3. Sedangkan untuk Penentuan Kurva Baku Larutan Bovin
labu U1 dan U2 diberi masing – masing Serum Albumin
7,5 ml larutan sampel. Semua labu Dipipet 1, 3, 5, 7, dan 8 ml larutan bovin
ditempatkan dalam pemanas air. Setelah serum Albumin 10 μg/ml ke dalam
60 menit, ditambahkan 15 ml larutan masing – masing labu takar 10 ml.
asam trikloroasetat 30 % masing – Kemudian diencerkan dengan air suling
masing ke dalam labu diatas lalu dikocok hingga batas tanda. Dari masing –
kuat – kuat. Ke dalam labu B1, B2, dan B3 masing labu di atas dipipet sebanyak 1
ditambahkan larutan standar tirosin ml. Ditambahkan ke dalam masing –
masing – masing 5 ml, 7,5 ml dan 10 ml. masing labu 5 ml pereaksi C, dikocok
Sedangkan untuk labu U3 ditambahkan dengan segera dan dibiarkan pada suhu
7,5 ml larutan sampel. Semua labu di atas kamar selama 10 menit. Kemudian
dipanaskan pada suhu 40 ° C selama 40 ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu
menit. Kemudian disentrifugasi pada masing – masing 0,5 ml, dikocok dengan
3400 rpm selama 20 menit dan segera dan dibiarkan pada suhu kamar
supernatan dari masing – masing labu selama 30 menit. Selanjutnya dibaca
disaring dua kali. Filtrat dari setiap labu resapannya pada panjang gelombang 750
diukur pada panjang gelombang 280 nm. nm.
Hal yang sama dilakukan juga dengan
memakai aktivator sistein dan natrium V. Pembuatan Larutan Tirosin 100 μg/ml
klorida masing – masing 0,7 %. Hasil Ditimbang dengan teliti 10 mg tirosin
percobaan dapat dilihat pada tabel IV.7 dan dilarutkan dengan air suling dalam
dan IV.8. labu takar 100 ml hingga batas tanda.
31
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 29-34
Tabel III. Skema Pnentuan Aktivitas Papain Dalam Substrat Kasein Dengan Aktivator Sistein Dan Tanpa
Aktivator Menggunakan Spektrofotometer 1201 MR.
32
Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida
(Daniel S Dongoran)
5. T C A 30% 15 15 15 15 5. T C A 30% 15 15 15 15
o o
Panaskan pada suhu 40 C, Panaskan pada suhu 40 C,
40 menit 40 menit
Sentrifugasi pada 3400 rpm, Sentrifugasi pada 3400 rpm,
20 menit 20 menit
6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm 6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm
Resapan (A1) 0,630 0,699 0,747 0,820 Resapan (A1) 0,612 0,638 0,694 0,708
Enzim Non Aktif Enzim Non Aktif
No. Larutan No. Larutan
B1 (ml) B2 (ml) B3 (ml) U3 (ml) B1 (ml) B2 (ml) B3 (ml) U3 (ml)
1. Kasein 25 25 25 25 1. Kasein 25 25 25 25
2. Buffer & 5 2,5 - 2,5 2. Buffer 5 2,5 - 2,5
Sistein
Prainkubasi pada suhu 40oC, Prainkubasi pada suhu 40oC,
10 menit 10 menit
3. T C A 30% 15 15 15 15 3. T C A 30% 15 15 15 15
4. Tirosin@ 5 7,5 10 - 4. Tirosin@ 5 7,5 10 -
5. Sampel - - - 7,5 5. Sampel - - - 7,5
Inkubasi pada suhu 40oC, Inkubasi pada suhu 40oC,
60 menit 60 menit
Panaskan pada suhu 40oC, Panaskan pada suhu 40oC,
40 menit 40 menit
Sentrifugasi pada 3400 rpm, Sentrifugasi pada 3400 rpm,
20 menit 20 menit
6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm 6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm
Resapan (A2) 0,539 0,581 0,609 0,397 Resapan (A2) 0,523 0,531 0,564 0,422
tA = A1 - A2 0,091 0,118 0,138 0,423 tA = A1 - A2 0,089 0,107 0,130 0,284
Tirosin* 11,18 16,47 20,39 76,28 Tirosin* 10,78 14,31 18,82 49,02
Keterangan :
- Tirosin@ = penambahan larutan tirosin
- Tirosin* = tirosin yang dihasilkan
33
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 29-34
34