You are on page 1of 36

JURNAL

SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 8, Nomor : 1, 2004 ISSN : 1410 – 5152

Daftar Isi

1. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Penggumpal Lateks


Yugia Muis ................................................................................................................. 1-3

2. The Use of Mirex as Internal Standard and DCBP as Volumemetric For Determination
of Organochlorine Pesticide in Sediment Using GC-MS in CI+ Mode
Chairuddin................................................................................................................. 4-7

3. Uji Daya Serap Kristobalit Alam Jaboi Sabang Nanggroe Aceh Darussalam Terhadap
Ion Fe3+
Khairi ......................................................................................................................... 8-11

4. Isolasi Senyawa Steroida Dari Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Dalu-Dalu


(Salix terasperma Roxb,)
Philippus H Siregar................................................................................................... 12-14

5. Pengaruh manipulasi genetika Dengan Metode Sambung Pucuk (grafting) Antara


Ubi Kayu Racun Dengan Ubi Kayu Biasa (Manihot utilisma) Terhadap Pengikatan
Kadar Karbohidrat dan Produksi Umbi Yang Dihasilkan
Ribu Surbakti ............................................................................................................ 15-18

6. Analisis Logam Transisi Dalam Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Setelah Perlakuan
Land Application
Tini Sembiring ........................................................................................................... 19-21

7. Pengaruh Variasi Volume HCl 0,1 N dan Waktu Hidrolisa Terhadap Mutu Situp
Pada Pembuatan Sirup Glukosa Dari Pati Ubi Jalar (Ipomoea babatas L., Sin babatas
edulis choisy)
Yuniarti Yusak .......................................................................................................... 22-24

8. Penentuan Kadar Unsur Kalsium (Ca2+) Pada Susu Sapi Murni dan Susu Sapi di
Pasaran Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
Zul Alfian ................................................................................................................... 25-27

9. Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida Terhadap Aktivitas Papain


Daniel S Dongoran .................................................................................................... 28-34

1
JURNAL

SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume : 8, Nomor : 1, 2004 ISSN : 1410 – 5152

Ucapan Terima Kasih

Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal
Sains Kimia Volume 8 Nomor 1 Tahun 2004, kami mengucapkan banyak terima kasih :

1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 2 artikel


(Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara)
2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc 2 artikel
(Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara)
3) Prof. Dr. Harlem Marpaung 2 artikel
(Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara)
4) Dr. Bastian Arifin, M.Sc 1 artikel
(Bidang Kimia Fisika, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh)
5) Drs. Harry Agusnar, M.Sc,M.Phil 2 artikel
(Bidang Kimia Lingkungan, Universitas Sumatera Utara)

2
Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Pengggumpal Lateks
(Yugia Muis)

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PABRIK TAHU SEBAGAI


PENGGUMPAL LATEKS

Yugia Muis
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Pemanfaatan limbah yang berasal dari industri pada saat sekarang ini merupakan salah satu untuk menghindari
pencemaran lingkungan. Telah dilakukan penelitian pemanfaatan limbah cair pabrik tahu sebagai bahan
penggumpal lateks. Lateks yang berasal dari perkebunan ditambahkan limbah cair tahu yang mempunyai pH =4
dan akhirnya akan membentuk koagulan. Kemudian digiling dan dikeringkan pada suhu 1100C selama 3,5 jam.
Karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya meliputi plastisitas awal, Plastisitas Retensi Indeks (PRI),
kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lateks kebun yang
digumpalkan dengan limbah cair tahu memenuhi ketentuan Standard Indonesian Rubber (SIR)-5.
Kata kunci : Plastisitas, Koagulan, dan Lateks

PENDAHULUAN limbah karena bermanfaat untuk pakan


ternak (Kastyanto,W., 1990).
Secara umum yang dipakai sebagai Limbah cair yang umumnya mempunyai
penggumpal lateks adalah bahan yang suhu rata-rata 400C dan pH=4 menimbulkan
mampu menetralkan muatan negatif dari akibat kurang baik untuk lingkungan dan
lateks dan yang mampu mengikat air dari dapat mencemari lingkungan. Hal ini yang
fasa karet. Zat-zat seperti asam , alkohol, dan mendorong kami untuk meneliti
elektrolit yang mengandung ion logam dapat memanfaatkan limbah cair yang berasal dari
digunakan untuk menggumpalkan lateks pabrik tahu untuk bahan koagulan lateks
(Dalimunthe, R., 1983). Selama ini bahan kebun, yang akhirnya dapat digunakan oleh
penggumpal lateks kebun yang baik dan petani sebagai bahan pengganti asam formiat
dianjurkan adalah asam formiat atau asam yang pada saat ini masih digunakan oleh
asetat, akan tetapi karena kedua jenis asam petani.
tersebut harganya mahal sehingga sulit bagi
petani karet untuk membelinya (De Boer,
1952).
Dari uraian tersebut timbul minat peneliti BAHAN DAN METODA
untuk meneliti bahan lain sebagai
penggumpal lateks kebun.Pencemaran Pengolahan Limbah Cair tahu sebagai
industri tahu cukup dirasakan bagi Penggumpal Lateks
masyarakat yang berasal dari disekitar pabrik Lateks kebun yang disediakan disaring
tahu. Akibat industri ini mengeluarkan dengan ukuran 40 mesh yang bertujuan untuk
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat membuang kotoran yang mungkin terikut
sampai sekarang ini belum merupakan pada saat penyadapan.Penambahan limbah

1
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 1-3

cair tahu dilakukan dengan perlahan-lahan mg. 10 gram potongan uji tersebut digunting
sehingga pH penggumpalan 4,7 . Limbah cair menjadi potongan kecil berukuran 25 x 2,5 x
diperlukan saat mencapai pH 4,7 sebanyak 1,5 mm dan dimasukkan dalam cawan platina
360 ml. Volume ini digunakan sebagai yang sebelumnya telah dipanaskan dalam
patokan untuk menggumpalkan lateks kebun lemari pengering selama 1 jam pada 1000C,
selanjutnya. Sampel limbah tahu dibuat didinginkan dalam desikator sampai suhu
variasi 160-560 ml. Penambahan bahan kamar dan ditimbang. Cawan platina berikut
penggumpal dilakukan secara perlahan-lahan karetnya dikeringkan dalam lemari pengering
kedalam masing-masing 1000 ml lateks. pada suhu 1000C selama 3 jam. Setelah
Setelah terbentu koagulan yang baik pengeringan cawan platina tersebut
ditambahkan air secukupnya, untuk menutupi didinginkan dalam desikator samapi suhu
bagian atas koagulan tersebut. kamar, lalu ditimbang.

Penetapan Plastisitas Awal dan Plastisitas HASIL DAN PEMBAHASAN


Retensi Indeks (PRI)
Contoh sekitar 25 g digiling dengan Plastisitas Awal
gilingan lab. Sebayak 3 kali dengan Penambahan volume limbah cair tahu
ketebalan 1,6-1,8 mm. Lembaran karet berpengaruh terhadap plastisitas awal (Po).
tersebut dilipat dua, ditekan perlahan-lahan Nilainya cenderung turun dengan
dengan telapak tangan hingga ketebalan 3,3- bertambahnya volume limbah cair tahu.
3,6 mm. Lembaran tersebut dipotong dengan Penurunan ini terjadi akibat reaksi oksidasi
wallace punch sebayak 6 buah potongan uji yang menyebabkan pemecahan rantai
dengan diameter 13 mm. Plastisitas awal dan hidrokarbon karet, sehingga molekul karet
setelah pengusangan dilakukan dengan alat menjadi pendekdan karetnya menjadi
plastimeter. lunak.Reaksi oksidasi ini terjadi pada saat
pengusangan pada suhu 1400C selama 30
menit. Nilai plastisitas yang terlalu tinggi
Penetapan Kadar Abu tidak disukai karena membutuhkan energi
Lateks yang telah menggumpal yang besar sewaktu pengolahan. Nilai Po
ditimbang sebanyak 5 g contoh yang telah yang rendah menghasilkan karet yang lunak
diseragamkan, kemudian dipotong-potong dan rapuh.
dan dimasukkan dalam cawan platina yang Tabel 1. Data Plastisitas Awal
terlebih dahulu dikeringkan dan ditimbang. Perlakuan Rataan (%)
Conto dipijarkan pada pembakar listrik Kontrol 40
160 ml 43,5
sampai gas tidak keluar lagi. Kemudian
260 ml 42
dipijarkan dalam Muffle Furnace pada suhu 360 ml 39
5500C selama 2 jam sampai tidak berjelaga 460 ml 36
lagi. Cawan platina didinginkan dalam 560 ml 39
desicator sampai suhu kamar. Kemudian
ditimbang. Plastisitas Retensi Indeks (PRI)
PRI adalah suatu ukuran ketahanan karet
terhadap pengusangan atau oksidasi pada
Penetapan Kadar Zat Menguap suhu tinggi. Pada tabel-2 ditunjukkan bahwa
Contoh uji untuk penentuan kadar zat semakin banyak volume limbah cair tahu
menguap seberat 20-25 g, lalu digunting dan yang ditambahkan pada lateks memberikan
ditimbang sebayak 10 g dengan ketelitian 1 nilai PRI yang semakin rendah, sehingga
karet menjadi tidak layak digunakan. Hal ini

2
Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Pengggumpal Lateks
(Yugia Muis)

disebabkan konsentrasi senyawa anti oksidan Tabel 4. Data Kadar Abu


alamiah dalam karet semakin kecil , Perlakuan Rataan (%)
teradsorbsi kedalam serum menjadikan nilai Kontrol 0,285
PRI menurun. Adanya lipid yang terdapat 160 ml 0,290
dalam lateks akan terhidrolisa menghasilkan 260 ml 0,255
360 ml 0,240
asam lemak bebas dan teradsorbsi ke dalam
460 ml 0,250
karet sehingga nilai PRI karet menjadi turun. 560 ml 0,235
Tabel 2. Data Plastisitas Retensi Indeks (PRI)
Perlakuan Rataan (%) Kadar zat Menguap
Kontrol 100,5 Kadar zat menguap semakin kecil
160 ml 108
dengan bertambahnya limbah cair tahu yang
260 ml 105
360 ml 108,5 ditambahkan. Hal ini diasumsikan bahwa
460 ml 101 senyawa yang bukan karet terlarut ke dalam
560 ml 95 serum sehingga akan menghasilkan kadar zat
menguap semakin kecil.
Kadar Kotoran dan Kadar Abu
Tabel 5. Data Kadar Zat Menguap
Kadar kotoran karet setelah mengalami
koagulasi semakin tinggi bila volume limbah Perlakuan Rataan (%)
cair tahu semakin besar ditambahkan. Hal Kontrol 0,730
160 ml 0,755
ini disebabkan pada perendaman, kotoran
260 ml 0,670
tersebut tidak larut dalam terpentin mineral 360 ml 0,690
dan RPA yang dipanaskan pada suhu 1400C 460 ml 0,640
selama 2 jam. 560 ml 0,600

Tabel 3. Data kadar kotoran KESIMPULAN


Perlakuan Rataan (%) Limbah cair pabrik tahu dapat digunakan
Kontrol 0,0045 sebagai pengganti asam formiat dalam proses
160 ml 0,003 penggumpalan lateks dan karet yang
260 ml 0,006 dihasilkan sesuai dengan SIR-5.
360 ml 0,008
460 ml 0,007
560 ml 0,009 DAFTAR PUSTAKA
Kadar abu dalam analisa kemurnian karet
Dalimunthe, R., 1983, Kandungan Lateks Serta
berhubungan dengan ion logam dan anion kaitannya dengan Pembuatan Barang Jadi,
anorganik yang terdapat pada lateks. Medan.
Semakin banyak volume limbah tahu cair De Boer, 1952, Pengetahuan Praktis Tentang Karet,
yang ditambahkan menyebabkan ion-ion Balai Penyelidikan Karet Indonesia, Bogor.
Kastyanto,W., 1990, Membuat Tahu, Penebar
logam dan anion anorganik lebih mudah
Swadaya, Jakarta, 1990.
keluar dari fasa karet dan teradsorbsi dalam Ompusunggu,M., 1987, Prinsif Pengolahan Karet
serum sehingga kadar abu menjadi sedikit. ekspor Indonesia, P3SP, Medan, 1987.
Kadar abu rata-rata dibawah 0,50 % sehingga Siagian,M., 1989, Pemanfaatan Ampas Tahu untuk
memenuhi SIR-5 . Makanan Ikan Kelemak, UNRI, Pakan Baru.

3
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 4-7

THE USE OF MIREX AS INTERNAL STANDARD AND DCBP AS


VOLUMETRIC STANDARD FOR DETERMINATION
OF ORGANOCHLORINE PESTICIDE IN SEDIMENT
USING GC-MS IN CI+ MODE

Chairuddin
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstract

In this work, mirex was used as an internal standard for the analysis organochlorine pesticides in sediment using
GC-MS. The reproducibility of relative retention time was calculated using the volumetric standard method
with decachlorobiphenyl (DCBP) as reference compound. Mirex and DCBP were found to be suitable
volumetric and internal standard, respectively. Mirex and DCBP did not interfere in the chromatographic
separation of the target compounds.

Keyword : Organochlorine, Pesticides, Mirex

INTRODUCTION uncertainties are often a source of


indeterminant error.
GC-MS has become an extremely useful This study presents a mirex as internal
technique for the detection and identification standard in the analysis of organochlorine
organochlorine pesticide. Quantitative pesticides (aldrin, dieldrin and endrin) in
analysis is based on combination of internal sediment. Decachlorobiphenyl (DCBP) was
and external standardization methods. The used as a volumetric standard to correct small
internal standard technique is widely used in variation in the instrumental response and
chromatography. This method is most injection volume by rationing all peak
important analysis because data of high measurements to that of the known amount
precision and accuracy are obtained for of the volumetric standard.
individual components of even complex
mixtures. A carefully measured quantity of MATERIAL AND METHODS
an internal standard substance is introduced
to each standard and sample, and the ratio of Standard and Reagents
analyte peak area to the internal standard Aldrin (1, 2, 3, 4, 10, 10-hexachloro-1, 4,
peak area is calculated. Internal standards are 5, 8, 8a-hexahydro-1, 4, 5, 8-
required due to the potential losses during the dimethanophtalene), dieldrin (1, 2, 3, 4, 10,
work-up, chromatographic steps and 10-hexachloro-1, 4, 4a, 5, 6, 7, 8, 8a-
variations in instrument response, thus octahydro-6, 7-epoxy-1, 4:5, 8-
reducing uncertainties. With the small dimethanonaphthalene), endrin (1, 2, 3, 4, 10,
samples needed for GC-MS, these 10-hexachloro-1, 4, 4a, 5, 6, 7, 8, 8a-

4
The use of mirex as internal standard and DCBP as volumetric standard
(Chairuddin)

octahydro-6, 7-epoxy-1, 4z:5, 8 volumetric standard. The eluate was kept in a


dimethanona-phthalene), mirex sealed vial until injection into GC-MS.
(dodecachloropentacyclodecane), DCBP
(decachlorobiphenyl) were purchased from Instrumentation
British, Greyhound, Birkenhead, Merseyside, GC-MS analysis was performed on a
UK. All substances were of 99% purity and Hewlett Packard 5980 series II gas
were used as received. Hexane was HPLC- chromatography interfaced to a VG-TRIO
grade. . Acetone and diethyl ether were 1000 quadrupole mass spectrometer. The
analar-grade. Anhydrous sodium sulphate GC-MS system was controlled by the LAB-
was obtained from Fisons. Aluminium oxide BASE data processing system and it was run
90 with particle size 0.083-0.200 mm (70- by an Intel 386 PC 32-bit computer. A fused-
230 mesh ASTM) was purchased from silica capillary column DB5-MS (J&W
Merck. Scientific), 15 m long, 0.32 mm internal
diameter and 0.25 μm film thickness, was
Stock and Standard Solutions inserted directly into the ion source using
The stock solution of 100 mgL-1 of each helium (CP grade, purity 99,999%) as a
of aldrin, dieldrin, and endrin were prepared carrier gas.
by accurately weighing the pure materials The GC was operated in the splitless
and dissolving in hexane. The stock solutions mode with the injector temperature at 270oC.
of 100 mgL-1 mirex and DCBP were also 1 μL sample was injected manually. The
prepared in hexane. The stock solution, septum purge on-time was 1.0 min. The gas
internal and volumetric standards were stored chromatography oven temperature was
at 4oC and protected from the light follows: Initial ramp 100oC held for 1 min,
20oCmin-1 to 300oC held for 3 min. The total
Recovery Studies time per analysis for each samples was 14
The spike solutions of aldrin, dieldrin, min.
endrin and mirex were prepared in The instrument settings were as follows:
acetone.10 g clean sediment was spiked with Ionizing voltage 70 eV, ionizing current 200
10 mL of 40, 100, and 400 μgL-1 of aldrin, μA, ion source temperature 200oC, interface
dieldrin, endrin and mirex. Spiked sediments temperature 250oC, scan range 50-650 u and
were agitated for three hours before scan time 0.90 s with interscan 0.10 s for full
proceeding with the ultrasonic extraction. scan and 0.02 u with 0.08 s dwell time for
The spiked sediment was sonicated with SIR.
3x30 mL hexane for 30 min. The extract In the analysis of spike samples, the
solution was filtered through anhydrous selected ion recording (SIR) mode of
sodium sulphate and evaporated to a operation of the mass spectrum under CI-
volume of about 10 mL. The extract was was employed.
concentrated by blowing with nitrogen until
the volume was reduced to about 1 mL. RESULTS AND DISCUSSION
The clean up procedure was performed
using basic/acidic alumina[1]. The extract The GC-MS total ion current
solution was transferred onto the alumina chromatogram (TIC) of the authentic
column. The analytes were eluted with 5 mL standard aldrin, dieldrin, endrin, mirex and
of diethyl ether/hexane (3:7) eluant. Eluate DCBP obtained under negative chemical
was collected and dried slowly on a nitrogen. ionization mode is shown in Figure 1.
1 mL of 50 µgL-1DCBP was added as a

5
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 4-7

Hexane was used as a solvent using level (40, 100, and 400 μgkg-1) using
ultrasonic extraction to investigate the ultrasonic extraction are shown in Table l. It
recovery efficiency of the aldrin ,dieldrin, shows that the average percentage recovery
endrin, and mirex from spiked clean of aldrin, dieldrin, endrin and mirex from the
sediment samples. spiked sediment in the concentration range
40-400 μgkg-1 using hexane as a solvent
system in ultrasonic extraction was higher
than 60%. The data indicates quite
satisfactory recoveries of target analytes for
the extraction of aldrin, dieldrin, and endrin
from contaminated sediment.

Table 1. Recovery of aldrin, dieldrin, endrin, and


mirex from spiked sediment at 40, 100
and 400 μgkg-1 with hexane as a solvent
system using ultrasonic extraction

Compounds Average
Recovery(%)SD
Spiked
conc. 40 μgkg-1 77.49  6.00
Figure 1. Total ion chromatogram (TIC) of aldrin Aldrin 86.22  4.72
(5,96), dieldrin (6,99), endrin (7,18), Dieldrin 67.96  7.93
mirex (8,68) and DCBP (9,76) Endrin 72.50  2.32
Mirex
Spiked
Mirex did not interfere in the conc. 100 μgkg-1 68.84  5.98
chromatographic separation of aldrin, Aldrin 101.4815.28
dieldrin, and endrin. This compound was Dieldrin 72.36  5.29
chosen as an internal standard because it was Endrin 68.88  9.63
not present in the samples to be analysed and Mirex
Spiked
had a similar analytical behaviour to aldrin, conc. 400 μgkg-1 59.86 11.43
dieldrin , and endrin (cyclodiene group). The Aldrin 78.62  5.33
use of mirex as internal standard in sediment, Dieldrin 63.22 13.07
moss and fish for analysis of synthetic Endrin 67.28  6.93
phyretroids with the three solvent systems Mirex
SD :
hexane, dichloromethane and acetone/hexane Standard Deviation
has been reported[2]. Picer and Picer[3] n :4
reported that mirex is more convenient as an
internal standard because the appearance of The volumetric standard technique is
interfering peaks at its retention time in a widely used in chromatography. DCBP as
GC chromatogram is of a lower probability volumetric standard in GC-MS analysis has
than the appearance of such peaks at the been reported by many authors[4,5]. DCBP
aldrin retention time. The internal standard, was added to the sample solution prior to
mirex was used in this study as a quality analysis. After addition, the samples were
control and quality assurance monitor the mixed thoroughly to obtain a uniform
whole analytical procedure. distribution of the volumetric standard.
The percent recovery results of aldrin, Thereby errors in the analytical measurement
dieldrin, endrin, and mirex at the three spiked are often reduced, since any loss of sample is

6
The use of mirex as internal standard and DCBP as volumetric standard
(Chairuddin)

compensated by loss of an equivalent amount REFERENCES


of volumetric standard. Volumetric standard
can thus serve two roles, primarily to Best, G.E. and Dawson, J.P. 1993., “Environmental
compensate for actual sample volume analysis using gas chromatography, in Gas
Chromatography; a practical approach”,
injected and secondly as a check on the edited by P.J.Baugh, The practical approach
retention times. Its retention will be sensitive series, Oxford University Press, Oxford, 283-
to any changes due to leaking septa or 329.
temperature variation of the column. The Yasin, M, P.J.Baugh, P.Hancock, G.A.Bonwick,
relative retention times (RRT) of aldrin, D.H.Davies, and R.Armitage, Rapid. Comm.
1995., “Mass Spectro”., 9 , 1411-1417
dieldrin, endrin and mirex are shown in Picer,M and Picer, N. 1983., “Ocean Scie”.Eng., 8
Table 2. (1), 63-69
Table 2. Relative retention times Wells, D.E and Cowan, A.A., J. 1983., “Chromatogr”.
(RRT) of aldrin, dieldrin, endrin, and mirex 279, 209-218
Wells, D.E. 1980., “Anal. Proc”. 17 , 116-120
Compound RRT  SD
Aldrin 0.595  0.0005
Dieldrin 0.705  0.0033
Endrin 0.725  0.0043
Mirex 0.883  0.0005
DCBP 1.000; tR = 9.00 min
n =14

The reproducibility of relative retention times was extremely good,


with standard deviations typically less than 0.0050%. This report
was calculated from a calibration curve for aldrin, dieldrin, endrin
and mirex by using the volumetric standard method with DCBP as
reference compound.

CONCLUSION

The recovery data for mirex illustrates its


suitability as an internal standard for
organochlorine pesticide monitoring in
sediment and mirex can monitor the losses
during the different stages of extraction.
DCBP was a suitable volumetric
standard for the analysis of aldrin, dieldrin,
endrin and mirex because its reproducibility
of relative retention times is extremely good
and it has a limited number of mass spectral
fragments , above the MS background with a
high electron affinity.

7
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 8-11

UJI DAYA SERAP KRISTOBALIT ALAM JABOI SABANG


NANGRROE ACEH DARUSSALAM TERHADAP
ION LOGAM Fe3+

Khairi, Rahmi Dan Mawaddah


Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Syiah Kuala
Jl. Darussalam Banda Aceh 23111

Abstrak

Telah dilakukan penelitian uji daya serap kristobalit alam Jaboi Sabang Nanggroe Aceh Darussalam
terhadap ion Fe3+. Proses adsorpsi dilakukan menggunakan metode batch dan kadar ion Fe3+ yang
terserap pada semua variabel diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Kemampuan
kristobalit mengadsorpsi ion Fe3+ diuji pada beberapa variabel yaitu waktu kontak, pH adsorbat dan
konsentrasi adsorbat. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum adsorpsi ion Fe3+ terjadi pada
waktu kontak 7 menit, pH = 6 dan konsentrasi adsorbat 30 ppm dengan efisiensi 99,73 %. Kapasitas
serapan maksimum ion Fe3+ adalah 2,70 mg/gram dan nilai konstanta kesetimbangan 270,24.

Kata Kunci : Ion Fe3+, Spektrofotometer Serapan Atom, Kristobalit.

PENDAHULUAN disebabkan adanya porositas, interaksi


pemutusan dan pembentukan ikatan pada
Kristobalit adalah batuan mineral dengan suhu tinggi (Sukarjo, 1987). Karena zeolit
kerangka utama SiO2, sistem kristal mempunyai sifat kimia yang sama dengan
tetragonal dan struktur kerangka kristal tiga zeolit, maka proses adsorbsi yang terjadi
dimensi (Gallerles, 1996). Sedangkan zeolit pada kristobalit sama seperti pada zeolit.
adalah batuan mineral dengan kerangka Menurut Sialagan (2001) batu-batuan
utama (SiO4)4- dan (AlO4)4-, sistem kristal di pegunungan Jaboi Sabang Nanggroe Aceh
tetrahedral dan struktur kerangkanya juga Darussalam adalah kristobalit dengan
tiga dimensi. Dari uraian di atas, ada kandungan utama SiO2 85% dan dapat
kesamaan struktur kerangka yang dimiliki menyerap ion amonium (NH4)+ sebesar
antara kristobalit dengan zeolit, yaitu 86,18%. Ion ammonium adalah ion
kerangka tiga dimensi. Akibatnya, bermuatan positip (kation).
kristobalit mempunyai sifat kimia yang Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin
sama dengan zeolit (Cotton, 1989). mengetahui sejauh mana kristobalit dapat
Proses adsorpsi pada zeolit adalah mengadsorbsi ion bermuatan positip lainnya.
adsorpsi fisik, dimana proses penyerapannya Dalam penelitian ini akan dilakukan adsorbsi

8
Uji daya serap kristobalit Alam Jaboi Sabang terhadap ion logam Fe3+
(Khairi)

kristobalit terhadap ion besi dengan metoda diaduk selama waktu kontak optimum
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). kemudian campuran disaring dan konsentrasi
ion Fe3+ pada filtrat diukur dengan
spektrofotometer serapan atom. Perlakuan
BAHAN DAN METODA diulang untuk pH 4 sampai 9.

Pengambilan sampel Variasi konsentrasi adsorbat


Sampel diambil dari pegunungan Jaboi Ditimbang 2,5 g kristobalit yang telah
Sabang Nanggroe Aceh Darussalam dengan diaktifkan dan dimasukkan ke dalam larutan
ukuran 250 mesh. standar ion Fe3+ dengan variasi konsentrasi 5
sampai 40 ppm. Campuran diaduk dengan
Pengaktifan kristobalit magnetic stirrer pada waktu dan pH
Kristobalit yang telah dicuci, optimum. Konsentrasi ion Fe3+ pada filtrat
dikeringkan, digiling dan diayak dengan diukur dengan spektrofotometer serapan
ukuran 250 mesh. Kristobalit yang telah atom.
halus diambil 25 g, ditambah 100 mL HCl
10%, dan dipanaskan sampai temperatur
110oC. Selanjutnya kristobalit yang telah
aktif, dicuci dengan aquades panas sampai HASIL DAN PEMBAHASAN
pH netral. Kristobalit disaring dan
dikeringkan dalam oven pada temperatur Pengaktifan Kristobalit
110oC selama 3 jam (Crittenden, 1988). Kristobalit yang digunakan untuk
adsorpsi ion Fe3+ adalah kristobalit ukuran
Penentuan waktu kontak optimum 250 mesh yang diaktifkan dengan HCl 10 %.
Ditimbang 2,5 g kristobalit yang telah Tujuan pengaktifan adalah agar daya serap
diaktifkan, dan dimasukkan ke dalam gelas kristobalit dapat meningkat. Daya serap
erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan kristobalit disebabkan oleh adanya
25 mL larutan standar ion Fe3+ dengan ketidakseimbangan muatan listrik dan adanya
konsentrasi 5 ppm. Campuran diaduk dengan pertukaran ion (Munaf, 1997).
magnetic strirer selama 1 menit, kemudian
campuran disaring dan konsentrasi ion Fe3+ Penentuan Daya Serap Kristobalit
pada filtrat diukur dengan spektrofotometer
Penentuan waktu kontak optimum
serapan atom. Perlakuan diulang untuk
waktu kontak 2 sampai 10 menit.
Waktu kontak ion Fe3+ dengan kristobalit
Variasi pH adsorbat dilakukan antara 1 sampai 10 menit. Waktu
Ditimbang 2,5 g kristobalit yang telah kontak optimumnya adalah 7 menit,
diaktifkan dan dimasukkan ke dalam gelas konsentrasi ion Fe3+ yang teradsorpsi 2,12
erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan ppm dengan persen adsorpsi 42,49 %.
25 mL larutan standar ion Fe3+ dengan Uraiannya dapat dilihat pada Tabel 1.
konsentrasi 5 ppm pada pH 3. Campuran

9
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 8-11

Tabel 1. Konsentrasi ion Fe3+ yang ini disebabkan, ion H+ akan menghalangi
teradsorpsi pada setiap waktu proses pertukaran kation antara ion Fe3+
kontak dengan ion Na+ dan Ca2+ pada kristobalit
(Sari, 2003). pH optimum adsorbat adalah 6,
Konsentrasi Persen konsentrasi ion Fe3+ yang teradsorbsi 4,84
Waktu 3+
ion Fe Efisiensi ppm dengan persen adsorpsi 96,97 %. Jadi
Kontak
Teradsorpsi Adsorpsi semakin tinggi pH asam, maka larutan
(menit)
(ppm) (%) adsorbat yang teradsorbsi semakin besar.
1 1,90 38,10 Tetapi pada pH yang lebih tinggi dari pH 6
2 2,08 41,60 konsentrasi ion besi yang teradsorbasi turun,
3 2,05 41,12 hal ini disebabkan terbentuknya ikatan antara
4 1,95 39,11 ion OH- dengan Fe3+ membentuk endapan
5 1,95 39,05 Fe(OH)3.
6 1,93 38,69
7 2,12 42,49
8 2,05 41,01 Pengaruh variasi konsentrasi adsorbat
9 1,90 38,10 Proses adsorpsi ion Fe3+ pada kristobalit
10 1,81 36,38 dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi
3+
Setelah 7 menit ion Fe yang teradsorpsi ion Fe3+ dari 5 sampai 40 ppm. Hasil yang
akan menurun, hal ini disebabkan ion Fe3+ diperoleh terdapat pada Tabel 3.
yang teradsorpsi terlepas kembali. Hal ini
disebabkan, terjadinya adsorpsi fisika yang Tabel 3. Konsentrasi ion Fe3+ yang
bersifat reversibel (Khopkar, 1990). teradsorpsi pada variasi konsentrasi
larutan Fe3+
Pengaruh pH adsorbat
Persen
Pengaruh pH larutan ion Fe3+ (adsorbat) Konsentrasi
Konsentrasi Efisiensi
divariasikan antara 3 sampai 9, dan Teradsorpsi
(ppm) adsorpsi
uraiannya dapat dilihat pada Tabel 2. (ppm)
(%)
5 4,86 97,30
Tabel 2. Konsentrasi ion Fe3+ yang 10 9,91 98,11
teradsorpsi pada variasi pH 15 14,80 98,72
Konsentrasi ion 20 19,92 99,62
Persen Efisiensi
pH Fe Teradsorpsi 25 24,74 98,99
Adsorpsi (%)
(ppm) 30 29,92 99,73
3 4,57 91,51 35 34,87 99,65
4 4,76 95,35 40 39,81 99,53
5 4,80 96,09
6 4,84 96,97 Data penelitian menunjukkan bahwa
7 4,74 94,98 semakin tinggi konsentrasi ion Fe3+, maka
8 4,68 93,72 jumlah ion yang teradsorpsi dan efisiensi
9 4,54 90,99 adsorpsinya juga semakin besar. Khopkar
(1990) mengatakan bahwa semakin tinggi
Larutan yang terlalu asam akan konsentrasi adsorbat maka jumlah zat yang
mempengaruhi kemampuan adsorpsi, karena terserap semakin banyak. Hal ini sesuai
ion H+ akan menghalangi ion Fe3+ untuk dengan data yang diperoleh, yaitu
berinteraksi dengan sisi aktif kristobalit. Hal konsentrasi adsorbat optimum ion Fe3+

10
Uji daya serap kristobalit Alam Jaboi Sabang terhadap ion logam Fe3+
(Khairi)

adalah 30 ppm, tetapi pada konsentrasi yang Sialagan A. 2001., “Study Pendahuluan Batuan
lebih tinggi, jumlah ion Fe3+ yang teradsorpsi Kristobalit Alam Jaboi Kotamadya Sabang”,
FMIPA, Unsyiah, NAD.
akan menurun. Sukarjo, 1987., “Kimia Anorganik”, Penerbit Rineka
Kapasitas penyerapan maksimum (Qmaks) Cipta, Jakarta.
dari ion Fe3+ oleh kristobalit diperoleh dari
persamaan adsorpsi isoterm Langmuir
dengan memplotkan 1/C terhadap1/Q
sehingga diperoleh garis linier. Berdasarkan
kurva isoterm Langmuir diperoleh kapasitas
serapan maksimum (Qmaks) ion Fe3+ sebesar
2,70 mg/gram, dengan konstanta
kesetimbangan 270,24.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini diperoleh


• Kristobalit alam Jaboi Sabang Nanggroe
Aceh Darussalam dapat digunakan
sebagai adsorben untuk mengadsorpsi ion
Fe3+.
• Kondisi optimum adsorpsi ion Fe3+ oleh
kristobalit alam Jaboi Sabang Nanggroe
Aceh Darussalam adalah waktu kontak 7
menit, pH 6 dan konsentrasi adsorbat 30
ppm, efisiensi adsorpsi 99,73%, kapasitas
serapan maksimum (Qmaks) isoterm
Langmuir 2,70 mg/gram dan (konstanta
kesetimbangan) adalah 270,24.

DAFTAR PUSTAKA

Cotton and Wilkinson, 1989., “Inorganic Chemistry”,


University Collage.
Crittenden, 1988., “Activited Carbon For Water
Treatment”, Journal of Chemical Education,
Adsorption of. P- Nitrophenol from Bilete
Aqueous Solution, The University Of
Michigen.
Gallerles. A., 1996., “The Mineral Cristobalite”,
http://www.Kompas.com/Kompas-
cetak/0301/01/IPTEK/60157. htm.
Khopkar, 1990., “Konsep Dasar Kimia Analitik”, UI-
Press, Jakarta.
Munaf. E and Zein. R. 1997., The Use of Rice Husk
for Removal of Toxic Metals from Waste, “J.
Environ, Sci Technol”, 18:359-362.
Sari. I. R. M. 2003., “Uji Daya Serap Kristobalit Alam
Jaboi Sabang Nanggroe Aceh Darussalam
Terhadap Ion Cd2+”, FMIPA, Unsyiah, NAD.

11
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 12-14

ISOLASI SENYAWA STEROIDA DARI EKSTRAK METANOL DAUN


TUMBUHAN DALU-DALU (Salix terasperma Roxb,)

Philippus H. Siregar
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Isolasi steroidsa dari daun dalu-dalu (Salix tetrasperma Roxb.) Dengan menggunakan metanol senagai
pelarut . Ekstrak kasar hasil maserasidian dianalisis dengan khromatografi lapis tipis dan kemudian
ekstraksi partisi dengan n-haksan dan air .
Isolasi pemisahan dan pemurnian senyaswa yang terkandung pada daun Dalu-dalu diisahkan dengan
khromatografi kolom dengan menggunakan adsorben silika gel tipe 60 G (Emerck Art 7734) aktif dan
dielusi dengan n-Heksan 100 % dan n –Heksana : etil asetat 90 :10 (v/v) , 80 :20 (v/v)
Hasil kristalisasi dengan metanol menghasilkan kristal putih berbentuk jarum .Kristal yang diperoleh
dari frksi daari fraksi n –heksan : etil aseta (80 : 20 (v/v) dengan titik lebur 135 – 137 oC dan berat 85
mgr . Identifkasi krtistal dilakukan dfengan menggunakan Spektroskopi Infra Merah dan Resonansi
Magnetik Inti Proton

Kata kunci : Isolasi, steroida, dalu-dalu.

PENDAHULUAN senyawa kimia yang terdapat pada suatu


tumbuhan mempunyai aspek yang sangat
Penggunaan tumbuh-tumbuhan tertentu luas antara lain pemisahan senyawa kimia,
sebagai bahan obat merupakan warisan biosintesis, penentuan kadarzat yang
turun-temurun dari nenek moyang kitasejak berkhasiat, dan pemeriksaan
dahulu hingga sekarang.Untuk penyakit farmakologisnya
tertentu tumbuh-tumbuhan obat ini banyak Sejalan dengan program pemerintahan
digunakan. Hal ini membuktikan bahwa dibidang kesehatan, maka permasalahan
ramuan obat-obatan tersebut mengandung obat-obatan tradisional semakin mendapat
senyawa kimia yang berkhasiat. perhatian pemerintah. Hal ini dapat kita lihat
Indonesia sebagai negara tropis terkenal dari banyaknya sinposium, seminar ataupun
dengan kekayaan flora lebih kurang 30.000 diskusi tentang penggunaan obat-obatan
jenis tanaman dan dapat dijumpai tersebar tradisional dan tentu saja dengan adanya
luas di seluruh wilayah Indonesia . Sebagian suatu usaha menyelidiki secarailmiah
diantaranya dapat digunakan untuk tujuan terhadap senyawa obat-obatan maupun
pengobatan ataupun menjaga kesehatan senyawa baru ndari jenis tanaman obat yang
Dalam upaya pemanfaatan tumbuhan diperkirakan berkhasiat.
sebagai sumber bahahan obat-obatan, perlu Salah satu tumbuhan yang digunakan
kiranya dilakukan penelitian terhadap sebagai bahan obat adalah tumbuhan Dalu-

12
Isolasi senyawa steroida dari ekstrak methanol daun tumbuhan dalu-dalu
(Philippus H Siregar)

dalu ( Salix tetrasperma Roxb ). Tumbuhan Karakterisasi senyawa hasil isolasi


ini berkhasiat untuk mengobatipenyakit Terhadap kristal hasil isolasi dilakukan
demam. analisa spektroskopi IR dan H1 NMR danh
penentuan titik lelehiuntuk menentukan
METODOLOGI PENELITIAN senyawa hasil isolasi.

Bahan HASIL DAN PEMBAHASAN


Serbuk tumbuhan Dalu-dalu,n-
Heksan,Etil Asetat Silika Gel60 Pereaksi
LiebermanPereaksi Carr-Price

Alat
Corong Pisah, Lampu U.V., Rotary
Evapoirator, Spektroskopi IR, Spektroskopi
1
H- NMR

Cara Kerja
Uji Pendahuluan
Bagian tumbuhan Dalu-dalu (Salix tet- Gambar 1. Spektrum Inframerah Senyawa Hasil
rasperma Roxb) bagian daun dilakukan uji Isolasi Daun Dalu-dalu
pendahuluan untuk mengetahui kandungan
metabolit sekundernya. Dari hasil pemisahan dan pemurnuan
serbuk Daun Daku-dalu Salix Tetrasperma
Ekstraksi Roxb diperoleh kristal Jarum tak berwarna
Serbuk daun Dalu-dalu (Salix tetra- dengan ttitik leleh 135 137 oC , analisa
sperma Roxb) sebanyak 2 Kg dimaserasi spektrum IR (gambar1) 3477 cm-1 dimna
dengan pereaksi metanol dipekatkan dan dikatakan serapan regang O-Hpada 1699 –
ekstrasi partisi n-heksan :air (1 :1 ),ekstrak n- 1680 cm –1 vibrasi ulur darei >C = C <
heksan diperoleh sebanyak 42 gram. dengan bentuk puncak yang tajam demikian
juga Vibrasi ulur sedngkan vibrasi ulur dari
Pemisahan dan Pemurnian CH2 dengan bentuk pucak yang tajam pada
Ektrak n-Heksan (42 gram) dikkhro-grafi daerah 1456-1450 cm-1 dan tampakvibrasi
kolom dengan menggunakan fasa diam silika CH3 serta tampak pada daerah 1300 –1000
gel 60 (50gram) dan fasa gerak N-heksan : cm –1vibrasi C-O Ana;isa spketrum -1 H
Etil Asetat dengan sistem kenaikan NMR (gambar 2) terlihat adanya 0,8 –1,1
kepolaran bertingkat fraksi yang keluar dari ppm terdapat puncak proton yang multiplet
khromatografi kolom ditampung dengan dari CH3, sedangkan CH2 1,2-1,5 ppm,
menggunakan vial dan dimonitor dengan puncak multiplet dari proton CH 1,7-2,3
khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf ppm .didalam pergeseran kimia pada daerah
yang sama dan positif dengan perekasi 3,4 –3,6 berupa proton yang terikat pada
Lieberman Bouchard yang dsitandai dengan gugus O-H serta pergeseran kimia proton
munculnya warna biru digabung selanjutnya yang terikat pada gugus ikatan rangkap -
diuapkan pelarutnya kemudian frkasi ini HC=C .
direkristalisasi untuk memperoleh kristal
murni

13
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 12-14

Faridah H; Plant Resourcesof South-East Asia, Bogor


Indonesia 1997.
Fesenden R.J.; Kimia Organik. Edisi
ketiga, Jilid I, Penerbit Erlangga ,
Jakarta, 1999.
Harbone J.B”Meode Fitokimia Penuntun Cara
Modern Menganalisis Tumbuhan’.
TejemahanKosasih Padmawinata, Edisi
Kedua Penerbit ITB, Bandung , 1996.
Hefman E., “Biochemistry of Steroid”, Reinhold ,
Publishung, Coorporation New York, 1961
Keng H.” Orders and Families of Malayans Seed
palnats”, University Press Singapore 1978.
Makin H., “Biochemistry of Steroid Hormones”,
Black Well, Scientific Publication , Oxford
1975.
ManittoP. ,“Biosintetis Produk
Alami”,TerjemahanKoensoemardiyah,
Penerbit IKIP ,Semarang , 1992
Mulja M. “Analisis Instrumental “, Penerbit
Airlangga. University Press, Surabaya,
Gambar 2: NMR dari isolasi duan dalu-dalu 1995.
SalisburyB. Frank, “ Fisiologi Tumbuhan”,Edisi
Keempat, Jilid II Penerbit ITB ,Bandung,
KESIMPULAN 1988.
Sastrohamidjojo H.” Dasr-dasar Spektroskopi”,
Edisi kedua, Cetakan II, Penerbit Liberty
Isolasi serbuk daun Dalu-dalu Salix Yogyakarta 2001.
Tetrasperma Roxb diperoleh krital jarum Sastrohanidjojo H., “ Sintetis Bahan Aalam”, Penerbit
berwarna putih dengan titik lebur 135-137 Gajah Mada, University Press 1996.
o
C yang diduga mirip dengan β -Sitosterol Silverstein R.M., “Penyelidikan Spektrometrik
(gambar 3) Senyawa Oraganik” Edisi Keempat, Penerbit
Erlangga , Jakarta , 1984.
Tobing Rangke , “ Kimia Bahan Alam”, Departemen
UCAPAN TERIMAKASIH Pendidikan dan Kebudayaan , Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proek
Kami mengucapkan terima kasih yang Pengembangan Lembaga Tenega
sebesar-besarnya “co-worker” yang telah Kependidkan Medan,1984
melaksanakan penelitian ini dan Pusat
penilitian Biologi LIPI Bogor yang telah sudi
mengidentifikasi bahan tumbuhan yang
digunakan dalm penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

Adnan M.Tehnik Khromtografi,edisi pertama


;Penerbit Andi Offset ;, Yogyakarta.1997.
Chin Wee Yeow, Tropical TreesandShrubs
SunteeMarketing Pte Ltd Singapore,2003
Dean J;A, Langes’s Handbook of Chemistry,Twelfth
Edition, McGrawHill Book Company;New
York 1997.

14
Pengaruh manipulasi genetika
(Ribu Surbakti)

PENGARUH MANIPULASI GENETIKA DENGAN METODE SAMBUNG


PUCUK (GRAFTING) ANTARA UBI KAYU RACUN DENGAN
UBI KAYU BIASA (MANIHOT UTILISIMA) TERHADAP
PENINGKATAN KADAR KARBOHIDRAT DAN
PRODUKSI UMBI YANG DIHASILKAN.

Ribu Surbakti
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang manipulasi genetika dengan metode sambung pucuk (grafting)
antara ubi racun dengan ubi kayu biasa.
Persentasi keberhasilan pembentukan hibrida dapat mencapai 86 %. Dari tanaman hibrida yang
diperoleh diteliti kandungan karbohidrat serta peningkatan produk yang dihasilkan, dari hasil
penelitian yang dilakukan ternyata kandungan karbohidrat meningkat sebesar 10 % serta produk umbi
yang dihasilkan dapat mencapai tiga kali lipat dibanding produk umbi pada ubi kayu biasa, sedangkan
umur tanaman lebih sedikit bertambah dari 8-9 bulan menjadi 12-14 bulan.

Kata Kunci : Genetika, Karbohidrat

PENDAHULUAN 3. Pemupukan dengan zat kimia terutama


pupuk nitrogen.
Beadle dan Tatum (1941) mengatakan 4. Fungsida, insektisida dan hibridasi.
bahwa tanaman dapat dimanipulasi secara 5. Perbaikan kualitas tanah.
genetika untuk meningkatkan zat gizi yang Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
dibutuhkan oleh manusia. Berkat kemajuan jalur biosintesis yang nantinya memberikan
ilmu dan teknologi serta ditunjang oleh hasil akhir berlangsung dibawah
peralatan laboratorium yang telah modern pengendalian genetika nyatalah bahwa hasil
Inhizuka (1985) melaporkan bahwa melalui akhir tersebut termasuk zat gizi yang
revolusi hijau hasil panen padi dapat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
ditingkatkan dari 2 ton/Ha menjadi 4 ton/Ha. perkembangan manusia.
Kemajuan yang pesat ini dapat dicapai Jalur biosintesis untuk menghasilkan β
disebabkan adanya kombinasi beberapa karoten pada tomat merupakan contoh klasik
faktor berikut ini. (Potter dan Kincolin 1950). Thomas (1972)
1. Veritan baru yang dikembangkan melalui dan Steven (1973) dalam symposium
pemuliaan tanaman (teknik rekombinasi holtikultura telah menyampaikan bahwa
DNA) yang dilakukan secara sistematis pengaruh genetika sangat besar terhadap
dan ilmiah. mutu dan kwalitas zat gizi yang terdapat di
2. Perbaikan teknik pembudidayaan dalam bahan pangan. Fotosintesis terjadi
tanaman. pada daun. Makin banyak sinar yang diserap

15
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 15-18

daun, maka makin cepat pula laju dengan cara mengguntingnya, terkecuali
fotosintesis, berarti makin banyak pula satu yaitu yang paling subur (gemuk).
karbohidrat yang dibentuk. Ubi kayu racun • Potong pucuk tanaman ini sehingga tersisa
mempunyai luas permukaan daun yang jauh 10 cm dari pangkal atau 15 cm dari
lebih luas disbanding dengan daun ubi kayu permukaan tanah.
biasa. Disamping bentuk daun yang lebar, • Belah batang ini secara memanjang dari
juga mempunyai batang yang kokoh dan atas ke bawah sehingga diperoleh hasil
lebih besar. Umur panen ubi kayu racun belahan sepanjang 2-3 cm.
berkisar 4-5 tahun. Total umbi perpokok • Sediakan 100 pucuk ubi kayu racun yang
dapat mencapai 30-50 kg, tetapi kandungan panjangnya 5-8 cm dan diameternya dipilih
asam sianida (HCN) relative besar sehingga yang sama atau sedikit lebih kecil dari
disebut dengan ubi kayu racun. Jenis ubi ini diameter batang bawah.
tidak dibudi dayakan • Semua daun yang ada pada batang atas ini
Ubi kayu biasa (memikat ubilisinma) dipotong sehingga tinggal hanya pucuknya
mempunyai bentuk daun relative kecil, saja.
demikian juga batangnya. Total umbi yang • Iris memanjang pangkal batang atas ini
dihasilkan relative sedikit berkisar 3-5 sehingga berbentuk runcing (disesuaikan
kg/pokok. Umur pendek sekitar 8-9 bulan. pada belahan batang bawah).
Pembentukan hibrida antara ubi kayu • Sambungkan batang atas ini pada belahan
racun dengan ubi kayu biasa dengan metode batang bawah lalu diikat dengan tali
teknik rekombinasi DNA atau dengan plastik. Bungkus hasil sambungan ini
metode fusi protoplas sulit dilakukan dengan plastik asoi yang transparan untuk
mengingat sifat-sifat DNA yang sangat menjaga dari pengaruh luar agar
genetic serta peralatan laboratorium yang sambungan cepat menyatu.
masih sangat terbatas.
• Setelah dua minggu plastik asoi dibuka
Untuk mencapai tujuan di atas maka tetapi tali pengikat sambungan dibiarkan
dicari suatu metode sederhana untuk dapat beberapa hari lagi.
memanipulasi genetika anatar kedua jenis
• Setelah sambungan berumur 20 hari tali
tanaman di atas, yaitu dengan metode
plastik pengikat sambungan dibuka, karena
sambung pucuk (grafting) dengan batang atas
penyatuan batang bawah dengan batang
bersumber dari batang ubi kayu racun dan
atas sudah cukup kuat.
batang bawah berasal dari ubi kayu biasa.
• Semua tunas-tunas liar yang tumbuh
disekitar sambungan dibuang dengan cara
BAHAN DAN METODA
mengguntingnya, agar tetap satu saja yang
tumbuh.
• Tanam 150 batang ubi biasa dengan jarak
• Untuk menjaga agar nantinya batang tidak
tanam 1 meter pada bedengan-bedengan
tumbang maka dibuat penopang dari
yang telah disediakan. 100 batang
bambu untuk setiap batang. Dari 100
dilakukan penyambungan sedangkan 50
batang yang disambungkan, yang jadi
batang selebihnya digunakan sebagai
hanya 86 batang.
blanko.
• Setelah berumur 6 bulan diamatai
• Sebanyak 100 batang bawah yang disebut
perlakuan kimia khusus kandungan
dengan pohon pangkal atau pokok tunggul
karbohidrat yang terbentuk pada umbi.
dari ubi kayu biasa yang ditanam dengan
jarak tanam satu meter pada satu bedengan.
• Setelah berumur 45 hari tanaman yang
tumbuh pada pokok pangkal ini dibuang,

16
Pengaruh manipulasi genetika
(Ribu Surbakti)

HASIL DAN PEMBAHASAN ini berbeda dengan tanaan jeruk dimana


terjadi percepatan masa produksi. Berat rata-
Setelah dilakukan pembukaan sungkup rata umbi pada ubi kayu biasa mencapai rata-
ada 16 pokok sambungannya tidak jadi rata 3 – 4 kg/batang, sedangkan produksi ubi
(mati), ini diduga karena mungkin sewaktu kayu sambung pucuk rata-rata 8 –10
dilakukan penyambungan pertemuan batang kg/batang atau terjadi peningkatan produksi
atas dan batang bawah kurang rapat sehingga sebesar 2 – 2,5 kali lipat.
distribusi zat-zat nutrient ke batang atas tidak Berdasarkan data yang diperoleh bahwa
mencukupi. Kemungkinan kedua terjadi pada ubi kayu biasa setelah berumur 7 bulan
kontaminasi/tidak steril atau suci hama kecepatan bosintesa karbohidrat naik secara
mengakibatkan batang atas juga mati. menonjol sampai dengan bulan ke 10 tetapi
Pada sambungan yang jadi, pada ketiak setelah bulan yang ke 11 sampai dengan 12
daun disekitar sambungan tumbuh tunas- biosintesa karbohidrat relatif konstan,
tunas liar yang subur dan gemuk. Bila tunas- sedangkan pada ubi kayu sambung pucuk
tunas ini tidak digunting, lama kelamaan kenaikan biosintesa karbohidrat menonjol
batang atas akan semakin kerdil lalu mati. Ini pada bulan ke 10, 11 dan 12 pada bulan ke 13
diduga batang bawah menolak kehadiran relatif konstan dan setelah bulan ke 14
batang atas sehingga berusaha mendominasi karbohidrat akan menurun. Hal ini sesuia
pertumbuhan batang atas. Ini terlihat pada 6 dengan rekasi fotosintesa.
pokok yang tidak dilakukan pemangkasan cahaya
atau pemotongan tunas-tunas liar setelah 6 CO2 + 6 H2O
batang berumur 3 bulan, tunas-tunas baru C6H12O6 + O2
tidak tumbuh lagi sehingga yang tumbuh matahari
keatas tunggal yaitu ubi kayu racun. Karena Makin luas permukaan daun makin banyak
cahaya yang diserap maka makin banyak pula
perkembangan batang atas tidak seimbang terjadinya reaksi fotosintesa.
dengan batang bawah dimana batang atas
jauh lebih besar dibanding batang bawah Grafik 1. Berat total um bi per pohon pada
um ur 7 bulan sam pai dengan 14 bulan
maka setiap pokok dibuat ajir atau penopang
dalam satuanl kg Blanko
dari bambu.
Peningkatan jumlah (kuantitas) serta 12

kadar karbohidrat (kualitas) umbi yang 10 B1


Berat (kg)

8
dihasilkan di antara keduanya terdapat 6
perbedaan yang cukup signifikan. Ini berarti 4 B2
bahwa kecepatan biosintesa karbohidrat pada 2
0
ubi kayu sambung pucuk lebih banyak 7 8 9 10 11 12 13 14
B3
dibandingkan ubi kayu biasa sesuai dengan Um ur (bulan)
perbedaan luas daun. Pada ubi kayu biasa
umur rata-rata masa panen antara 9 s/d 12 Grafik 2. Kadar karbohidrat total antara ubi kayu biasa dan ubi
kayu sambung pucuk untuk umur 7 sampai 14 bulan per 100 gram
bulan setelah 12 bulan buah sudah mulai bahan

membusuk sedangkan pada ubi kayu Blanko


Kadar Karbohidrat (gram)

50
sambung pucuk terjadi perubahan kenaikan 40
KH1
umur yaitu berkisar antara 12 s/d 14 bulan. 30

Setelah berumur 14 bulan maka buah sudah 20


KH2
mulai membusuk. Terjadinya peningkatan 10
0
umur mungkin disebabkan sifat yang dibawa 7 8 9 10 11 12 13 14 KH3
oleh ubi kayu racun yang lebih dominan. Hal Umur (bulan)

17
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 15-18

Frank Salisbury. 1995., “Fisilogi Tumbuhan”,


Grafik 3. Perbedaan luas permukaan daun
antara ubi biasa dan ubi pucuk sambung
Penerbit ITB Bandung.
perbulannya Halliwell Bary. 1981., “Chloroplast Metabolism”,
Clarendon Press, Oxford, New York.
80
Luas permukaan daun

Blanko
Haris, R. S. 1989., “Evolusi Gizi Pada Bahan
60 Pangan”, edisi kedua, ITB Bandung.
(cm2)

40 S1
Harjadi, S. S, 1974., “Pembiakan Vegetatif”, Fakultas
20 Pertanian Institut Pertanian Bogor.
S2
Hasyim Hasmawi, “Bercocok Tanam Umbi-Umbian”,
0
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
S3
Sumatera Utara, Medan.
3

9
11

13

Umur (bulan) Karta Sapoetra, A. G, 1994., “Teknologi Penanganan


Pasa Panen”, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Lehninger, A. L, 1994., “Dasar-Dasar Biokimia”, alih
KESIMPULAN bahasa Maggy Thenawijaya. Jilid I. Jakarta,.
Neffi Indra, 1996., “Peningkatan Kapabilitas
1. Bahwa persentase keberhasilan Peralatan Pembuatan Kerupuk Opak Untuk
penyambungan tanaman adalah 93 %. Industri Kecil”, Balai Industri Medan.
Roehring, K. L. 1984., “Carbohydrat Biochemistry
2. Kadar karbohidrat pada ubi kayu tanpa and Metabolism”, Avi Publishing Company.
perlakuan sambung pucuk adalah 30,40 Weport.
gr sampai 32 gr/100 gr bahan. Sitompul, S. M. 1995., “Analisis Pertumbuhan
3. Kadar glukosa hasil sambung pucuk Tanaman”, Gadjah Mada University Press.
adalah 35 gr sampai 35,40 gr/100 gr Yogyakarta.
Slamet Sudarmadji. 1984., “Prosedur Analisa Untuk
bahan, ini berarti terjadi kenaikan kadar Bahan Makanan Dan Pertanian”, Liberty.
glukosa. Yogyakarta.
4. Warna kulit umbi yang dihasilkan dari Sulaiman, A. Halim. 1994., “Dasar-Dasar Biokimia”,
ubi kayu biasa adalah berwana coklat tua Universitas Sumatera Utara. Medan.
sedangkan warna kulit umbi yang Komano Tohru, Wirahadikusumah M, Surbakti Ribu.
1996., “Seminar Rekayasa Genetika”, Institut
dihasilkan dengan perlakuan adalah Teknologi Bandung.
berwarna coklat muda. Widarto, L, 1996., “Perbanyakan Tanaman”, Penerbit
5. Berat rata-rata antara ubi biasa dengan Kanisus. Yogyakarta.
berat rata-rata ubi sambung pucuk hampir Winarno, F. G, 1996., “Enzim Pangan”, Gramedia
mendekati 2,5 x lipat. Pustaka Utama. Jakarta.
Wirahadikusumah, Muhammad, “Biokimia
6. Umur ubi kayu biasa 9 – 12 bulan Metabolisme Energi Karbohidrat Dan Lipid”,
mencapai berat maksimum sedangkan ITB Bandung, 1985.
umur ubi kayu sambung pucuk mencapai Wiriano Harry, “Penelitian Dan Pengembangan
maksimum (12 – 14) bulan, setelah Penggunaan Tepung Untuk Industri Pangan”,
mencapai umur tersebut kandungan Balai Industri Medan, 1990.
karbohidrat menurun dan umbi sudah
mulai menunjukkan tanda-tanda
membusuk.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari Sumeru. 1995., “Hortikultura Aspek


Budidaya”, penerbit Universitas Indonesia, UI
– Press, Jakarta.
Direktorat Gizi Depkes RI, 1972., “Komposisi Bahan
Makanan”, di dalam Ciptadi, Penerbit Bharata,
Jakarta, 1976.

18
Analisis logam transisi dalam limbah cair
(Tini Sembiring)

ANALISIS LOGAM TRANSISI DALAM LIMBAH CAIR PABRIK


KELAPA SAWIT SETELAH PERLAKUAN
LAND APPLICATION

Tini Sembiring
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi Kampus USU – Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian terhadap analisis kandungan logam transisi (Fe dan Cu) dalam limbah cair
pabrik kelapa sawit setelah perlakuan land application . Sampel berupa tanah disekitar parit long bed
dan sludge di dalam long bed itu sendiri. Kandungan logam Fe dan Cu diukur dengan alat
Spektrometer Serapan Atom (AAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam Fe dalam
tanah maupun dalam sludge berkisar 20 ppm , sedangkan kandungan logam Cu dalam sludge berkisar
1,7 ppm dan dalam tanah berkisar 1,05 ppm. Mengingat karakter logam berat yang bersifat kumulatif
dan toksik maka keberadaannya berpotensi menimbulkan dampak negatip terhadap lingkungan
sehingga perlu pengelolaan.

Kata Kunci : Logam Transisi, Limbah Cair

PENDAHULUAN mengandung logam-logam transisi terutama


Salah satu cara penaganan limbah cair Fe dan Cu yang dapat mencemari lingkungan
kelapa sawit yang berwawasan lingkungan yaitu yang bersumber dari wadah ataupun
adalah dengan cara land application , peralatan yang digunakan. Tujuan dari
setelah terlebih dahulu melalui pengkajian analisis ini adalah untuk mengetahui
yang teliti sesuai dengan Keputusan Menteri kandungan logam Fe dan Cu pada limbah
Negara Lingkungan Hidup Nomor : 28 cair kelapa sawit setelah pemanfaatannya
Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis pada land application.
Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari
Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di BAHAN DAN METODA
Perkebunan Kelapa Sawit dan disamping itu
telah mendapat izin dari Instansi yang Sampling
berwenang. Limbah cair pabrik kelapa sawit yang
Namun karena limbah cair tersebut telah dimanfaatkan sebagai pupuk melalui
berasal dari proses pengolahan kelapa sawit cara land application diambil dari areal
yang menggunakan beberapa peralatan yang kebun kelapa sawit milik PT PP London
terbuat dari bahan logam ditambah lagi Sumatera Kebun Turangi. Limbah cair
dengan penggunaan suhu yang relatif tinggi tersebut berasal dari Pabrik Kelapa Sawit
dikhawatirkan limbah cair tersebut Turangi Oil Mill yang jaraknya lebih kurang

19
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 19-21

1 km dari areal kebun. Sistim pengolahan HASIL DAN PEMBAHASAN


limbah cair di Turangi Oil Mill adalah sistim Dari hasil pengukuran dengan AAS
anaerob. Setelah sludge terpisah dari cairan diperoleh hasil kandungan Fe dan Cu yang
maka cairan dialirkan melalui pipa ke areal. terdapat dalam 20 g sampel yang masing-
Sistim land application yang dipakai adalah masing terdapat dalam 50 ml larutan adalah
sistim parit atau long bed. sebagai berikut :
Sampel ada 2 jenis masing-masing
berbeda dalam hal lamanya land application Dari hasil perhitungan diperoleh
telah dihentikan. kandungan masing-masing logam Fe dan Cu
Sampling dilakukan dengan cara dalam sampel tanah maupun sludge adalah
komposit, sebagai berikut: seperti pada tabel 1 :
Tanah A : Tanah dengan kedalaman 20 cm
dan jarak 5 m dari parit yang telah Tabel 1. Data kandungan logam Fe
3 tahun berhenti mengalami land dan Cu pada tanah dan sludge
application limbah cair. Kadar Fe
Tanah B : Tanah dengan kedalaman 20 cm Sampel
(mg/kg)
Kadar Cu (mg/kg)

dan jarak 5 m dari parit yang Tanah A 20,5075 1,0503


telah 4 bulan berhenti Tanah B 20,3995 1,0188
mengalami land application Sludge A 22,1077 1,7966
Dari hasil analisis ternyata
limbah cair. Sludge B 21,6560 1,6295
kandungan
Sludge A : Sludge yang ada di dalam parit
long bed yang telah 3 tahun logam baik Fe maupun Cu dalam limbah cair
berhenti mengalami land kelapa sawit yang telah dimanfaatkan pada
application limbah cair. land application masih cukup bermakna.
Sludge B : Sludge yang ada di dalam parit Disamping itu serapan limbah oleh
long bed yang telah 4 bulan tanah cukup baik dan waktu tidak begitu
berhenti mengalami land berpengaruh terhadap kandungan logam
application limbah cair. tersebut.
Sayangnya dalam Peraturan Memteri
Preparasi Dan Pengukuran Sampel Pertanian No.K3. 310/452/MENTAN/XII/95
Preparasi sampel dilakukan dengan cara tentang standarisasi pengolahan limbah PKS
destruksi kering. Sebanyak 20 g sampel yang dan Karet terutama untuk land application
telah dihilangkan kandungan airnya sebagai sumber pupuk dan air, belum ada
didestruksi dalam Furnace pada suhu 500 oC tercantum parameter untuk kandungan
selama 6 jam. Abu yang diperoleh dilarutkan logam-logam berat .
dalam 20 ml HNO3 pekat, larutan yang Namun dalam Keputusan Menteri
diperoleh setelah filtrasi diencerkan samapai Negara Lingkungan Hidup Nomor : 29
volume 50 ml di dalam sebuah labu takar. Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat Dan
Pengukuran sampel baik terhadap Fe Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah
maupun Cu dilakukan dengan alat Industri Minyak Sawit Pada Tanah Di
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), Perkebunan Kelapa Sawit pada pemantauan
setelah terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi air limbah yang keluar dari kolam terakhir
menggunakan masing-masing larutan sebelum dibuang ke lahan dicantumkan Pb,
standar. Cu, Cd dan Zn termasuk parameter yang
harus dianalisis.

20
Analisis logam transisi dalam limbah cair
(Tini Sembiring)

Penelitian ini sebenarnya baru KEPMEN LH No.29 Tahun 2003 tentang


merupakan penelitian awal, namun sudah “Pedoman Syarat Dan Tata Cara
diperoleh gambaran bahwa penelitian ini Perizinan Pemanfaatan Air Limbah
perlu ditindaklanjuti Industri Minyak Sawit Pada Tanah Di
Perkebunan Kelapa Sawit”.
Untuk medapatkan data yang akurat
semestinya jumlah sampel yang dianalisis Naibaho, P.M. 1996., “Teknologi Pengolahan
sedemikian sehingga betul-betul Kelapa Sawit”, Pusat Penelitian Kelapa
representatif. Juga kandungan logam dalam Sawit. Medan. 129-151.
outlet dari IPAL sebelum dialirkan ke areal.
perlu dianalisis. Disamping itu untuk Peraturan Pemerintah R.I. No. 82 tahun 2001
mengetahui rona awal sebagai kontrol, perlu tentang “Pengelolaan Kualitas Air dan
dianalisis sampel tanah yang samasekali Pengendalian Pencemaran Air”.
belum terkontaminasi oleh proses land
application. Tobing, P.L. & Naibaho, P. 1993., “Peningkatan
Efisiensi Pengolahan Limbah Pabrik
Kelapa Sawit dengan Sistim Kebun”,
Kumpulan Makalah Forum Konsiliasi
KESIMPULAN Kelapa Sawit I. Pos Perkebunan Kelapa
Sawit. Medan. 71 – 81.
Kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kandungan logam Fe dan Cu pada limbah
cair kelapa sawit setelah mengalami
perlakuan land application cukup berarti
dalam arti berpotensi menimbulkan
dampak negatip.
2. Waktu hanya berpengaruh sedikit terhadap
kandungan logam berat dalam lahan yang
telah dihentikan kegiatan land application
3. Pada musim hujan, dampak ke lingkungan
dari kegiatan land application lebih sulit
ditangani.

DAFTAR PUSTAKA

Adams Dean,V. 1990., “Water and wastewater


Examination Manual”, Lewis Publishers.
INC, 59-67.

KEPMEN LH No.51/MENLH/10/1995 tentang


“Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan
Industri”.

KEPMEN LH No.28 Tahun 2003 tentang


“Pedoman Teknis Pengkajian
Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri
Minyak Sawit Pada Tanah Di Perkebunan
Kelapa Sawit”.

21
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 22-25

PENGARUH VARIASI VOLUME HCl 0,5 N DAN WAKTU HIDROLISA


TERHADAP MUTU SIRUP PADA PEMBUATAN SIRUP GLUKOSA
DARI PATI UBI JALAR (Ipomoea babatas L, Sin babatas edulis choisy)

Yuniarti Yusak
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Pati ubi jalar dihidrolisis dengan menggunakan HCl 0,5 N dan waktu hidrolisis terhadap sirup yang dibuat dari
pati ubi jalar. Pati ubi jalar dihidrolisis dengan menggunakan HCl 0,5 N dengan variasi volume 5, 10, 20, 15, 25
ml dan waktu hidrolisa selama 2, 4, 6, 8 jam sampai diperoleh glukosa dan kadar gula dari pembuatan sirup
tersebut dianalisa dengan metode Luff Schoorl. Kadar abu dengan metode tanur dan nilai organoleptik
ditentukkan dengan beberapa finalis. Dari penelitian ini diperoleh hasil yang paling baik adalah 25 ml HCl 0,5 N
dan waktu hidrolisa selama 2 jam dan dari organoleptik rasa manisnya lebih manis.

Kata kunci: Hidrolisa, Sirup, Ubi Jalar, glikosida.

PENDAHULUAN setengan jadi atau bahan jadi. Selama ini ubi


jalar telah banyak diolah menjadi bahan baku
Ubi jalar (Ipomoea babatas L.sin, makanan ringan dapat pula diolah menjadi
babatas edulis choisy) banyak tumbuh di tepung, kerupuk dan sirup glukosa sehingga
berbagai daerah di tanah air kita, umbinya dapat meningkatkan nilai tambahnya
dapat dimakan segar, direbus atau digoreng, (Tjokroadikusumo, 1990).
banyak disukai oleh penduduk, selain Ubi jalar merupakkan sumber
harganya murah tanaman ini mudah karbohidrat dan sumber kalori yang cukup
penanamannya. Karena mudah menanamnya tinggi. Ubi jalar juga merupakan sumber
dan cepat menghasilkan umbi (umur 4-5 vitamin dan mineral sehingga cukup baik
bulan telah dapat dipanen) banyak petani untuk memenuhi kebutuhan gizi dan
yang mengembangkan tanaman ini dengan kesehatan masyarakat.
penanaman dan pengolahan yang lebih baik Proses hidrolisis pati dapat berlangsung
hasilnya akan banyak meningkatkan dengan bantuan asam atau dengan enzim.
pendapatan petani (kartasapoetra, 1991). Hidrolisis secara kimia dalam suasana asam
Jenis umbi-umbian baik ubi jalar adalah penting dan merupakkan reaksi
maupun ubi kayu merupakan sumber pangan degradasi yang paling khas terhadap
kedua terbesar setelah padi sehingga glikosida-glikosida yang terikat secara
berpotensi sebagai sumber karbohidrat yang glikosidik di-, oligo- dan poliskarida.
penting untuk bahan pangan manusia dan Sirup glukosida adalah nama dagang dari
ternak serta bahan baku industri. larutan hidrolisis pati. Sirup ini merupakan
Untuk meningkatkan nilai tambah hasil- cairan kental dengan derajat kemanisan yang
hasil pertanian maka perlu dilakukan lebih rendah bila dibandingkan dengan
pengolahan untuk memperoleh bahan sukrosa. Sirup glukosa bukan merupakan

22
Pengaruh variasi volume HCl 0,5 N
(Yuniarti Yusak)

produk yang murni tetapi masih mengandung − Gelas erlenmeyer segera diangkat dan
dekstrin dan maltosa. Hidrolisis pati dalam segera didinginkkan dengan air. Setelah
pembuatan sirup glukosa dikenal dengan tiga dingin tambahkan 25 ml H2SO4 25%
cara yaitu hidrolisis asam, hidrolisis enzim (penambahan harus hati-hati karena
dan hidrolisis asam-enzim (Habson Umar, terbentuk CO2) dan 15 ml KI 20%.
1992, dan Tjokroaadikusumo, 990). − Setelah itu dititer dengan larutan Na2S2O3
Berdasarkan uraian di atas penulis 0,1 N dengan menggunakkan larutan
mencoba melakukan penelitian tentang kanji sebagai indikator. Volume titrasi
pembuatan sirup dari pati ubi jalar secara blanko disimbolkan = b ml.
hirolisis asam dengan memperhatikan − Dengan menggunakan daftar maka selisih
pengaruh penambahan variasi volume HCl volume penitrasi [(Vb-Vaa) ml] dapat
0,5 N (5, 10, 15, 20 dan 25 ml) dan dihitung mg sakkar yang setara dengan
perbedaan waktu hidrolisis yaitu 2, 4, 6 dan 8 volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan.
jam. − Perhitungan kadar gula reduksi (X%)
adalah :
BAHAN DAN METODA

Pembuatan Sirup Glukosa.


− Pati ditimbang sebanyak 50 gram dan Penentuan % Kadar Air
dimasukkkan ke dalam gelas beaker. − Penentuan kadar air dari sirup glukosa
− Ditambahkan 50 ml aquades dilakukan dengan metode oven.
− Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquades − Ditimbang 2 gram bahan dimasukkkan ke
mendidih sehingga terbentuk kanji kental. dalam cawan petri yang terlebih dahulu
− Tambahkan HCl 0,5 N dengan variasi telah ditentukan berat kosongnya,
volume sesuai perlakuan kemudian ditempatkan di dalam oven
− Gelas erlenmeyer ditutup dengan kapas pada temperatur 100 – 150oC selama 5
penyumbat dan dihidrolisis pada suhu jam.
115oC dengan tekanaan 15-20 psi selama − Didinginkan dalam desikator selama 15
waktu sesuai perlakuan. meniit dan ditimbang beratnya.
− Perlakuan tersebut diulang sampai berat
Penentuan % kadar Gula cawan beseta isinya konstan
Penentuan kadar gula dilakukan dengan − Perhitungan jumlah padatan adalah :
metode Luff Schoorl:
− Ke dalam labu ukur 250 ml 10 gram
bobot ker ing
bahan sirup (sirup glukosa) ditambahkan % KadarAir = x 100 %
bobot sampel
10 ml Pb asetat netral kurang lebih 15
ml Na2HPO4 10% hingga cukup untuk Penentuan % Kadar Abu
mengendapkan kelebihan Pb asetat netral. − Analisa kadar abu sirup glukosa ditentukan
− Sebanyak 10 ml filtrat bening hasil dengan menggunakan tanur
penyaringan dimasukkkan dalam gelas Kehilangan bobot
% Kadar Abu = x 100 %
erlenmeyer, lalu ditambahkan 15 ml bobot awal
aquades dan 25 ml larutan Luff serta
beberapa batu didih. − Ditimbang 2 gram bahan ke dalam cawan
− Dipanaskan sampai mendidih dan yang telah diketahui berat kosongnya
dibiarkan terus selama 10 menit. − Bahan dikeringkan dalam tanur pada
suhu 600oC selama 2 jam. Kemudian

23
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 22-25

didinginkan dalam desikator selama 15 kadar air yang terkandung di dalam sirup
menit, lalu ditimbang beratnya hingga glukosa adalah maksimum 20%. Semakin
konstan sedikit kadar air maka semakin baik mutu
− Perhitungan % kadar air adalah: sirup glukosa. Kadar air terbaik diperoleh
pada penambahan 5 ml HCl dan waktu
Uji Organoleptik hidrolisis 8 jam.
Dilakukan uji organoleptik meliputi rasa Analisa Organoleptik
dan warna. Adapaun kriteria pengujian Penambahan HCl akan memberi rasa
secara organoleptik didasarkan atas skala yang meningkat tetapi pada penambahan 20
numerik. – 25 ml dengan dengan waktu hidrolisa 6 jam
trjadi penurunan rasa dan warna sirup. Hal
HASIL DAN PEMBAHASAN ini diakibatkan oleh terjadinya browning.
Kadar gula maksimum diperoleh pada
penambahan 25 ml HCl 0,5 N dan lama KESIMPULAN
hidrolisis 6 jam yaitu 48,73 %. Peningkatan Secara umum mutu sirup glukosa yang
kadar gula ini disebabkan karena semakin terbaik diperoleh dengan penambahan 25 ml HCl
lama waktu hidrolisis akan semakin 0,5 N dan waktu hidrolisa 2 jam dengan hasil
sempurna pemecahan pati menjadi glukosa kadar gula yang mencapai 44,5% kadar abu,
sehingga diperoleh rendemen glukosa yang 0,73% kadar air, 19,38 dan rasa manisnya sanag
lebih tinggi. Dan setelah 6 jam kadar gula manis yang berwarna bening.
menurun karena adanya reaksi browning atau
dehidrasi glukosa serta berkurangnya kadar DAFTAR PUSTAKA
air.
Habson Umar, dkk, 1992, “Pemanfaatan Limbah
Padat Industri Sagu Menjadi Sirup Glukosa”,
Analisa Data Kadar Abu (%) Buletin hasil penelitian industri No. 2 Vol. V,
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan Balai Penelitian dan Pengembangan Industri ,
bahwa lama hidrolisis dan penambahan Banda Aceh
volume HCl memberikan pengaruh yang Jacobs, M.B., 1993, “The Chemical Analysis of Food
berbeda sangat nyata terhadap kadar abu. and Food Product”, 4th edition, Van
Semakin lama waktu hidrolisis dan semakin Nornstrand co. Inc. New York
banyak volume HCl maka semakin sempurna Juanda. J. S., Cahyono, Bambang, 2000, “Ubi Jalar:
pemecahan pati menjadi glukosa sehingga Budi Daya dan Analisis Usaha Tani”, Penerbit
kadar abu semakin tinggi hingga lama Kanisius, Yogyakarta
hidrolisis 8 jam. Terjadinya peningkatan Kadri. A., 1992, “Volumetri (Titrasi)”, Bagian Kimia
kadar abu juga dipengaruhi oleh terlarutnya Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
garam-garam mineral yang terkandung dalam Utara, Medan.
pati ubi sumber sirup glukosa yang diamati Kartasaputra. A. G., 1991, “Teknologi Penanganan
sangat nyata terhadap kadar air. Pasca Panen”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Semakin lama waktu hidrolisis akan Rukmana, Rahmat. H., 1997, “Ubi Jalar: Budidaya
semakin mengurangi kadar air sirup dalam dan Pasca Panen”, Penenrbit Kanisius,
sirup glukosa meskipun telah mendapat Yogyakarta.
penambahan sejumlah tertentu larutan HCl Saragih, Djasulaiman, dkk, 1989, “Pengaruh Waktu
0,5 N sebagai penghidrolisa. Hal ini Hidrolisa dan Konsentrasi HCl pada
disebabkan oleh tinggi dan kurang stabilnya Pembuatan Sirup Glukosa dari Ubi Kayu”,
temperatur selama proses hidrolisa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
berlangsung yaitu antara 115-140oC.
Meskipun Standar Nasinal Indonesia (SNI)

24
Pengaruh variasi volume HCl 0,5 N
(Yuniarti Yusak)

Sulaiman. A.H., 1994, “Dasar-Dasar Biokimia”,


Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sudarmaji, Slamet, 1994, “Prosedur untuk Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian”, edisi
keempat, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Sudarmaji, Slamet, 1990, “Analisa Bahan Makanan
dan Pertanian”, edisi keempat, Penerbit
Liberty, Yogyakarta dengan Pusat gizi antar
Universitas dan Pusat Gizi Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.

Tjokroadikusumo, Soebiyanto. P., 1990, “HFS dan


Industri Ubi Kayu Lainnya”, Penerbit
Gramedia, Jakarta.

25
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 26-28

PENENTUAN KADAR UNSUR KALSIUM (Ca+) PADA SUSU SAPI


MURNI DAN SUSU SAPI DI PASARAN DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Zul Alfian
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Kalsium (Ca+) merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menurut penelitian kadar
kalsium yang dianjurkan 500-500 mg/orang dewasa tiap harinya dan untuk usia menopause ±1000
mg/harinya. Dalam penelitian ini kadar kalsium (Ca+) yang terdapat pada susu sapi murni (asli) dan
susu sapi komersial dipasaran dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA). Dari hasil
penelitian ini kadar kalsium (Ca+) yang terdapat pada susu sapi murni (asli) lebih besar dibandingkan
dengan kadar kalsium (Ca+) yang terdapat pada susu sapi yang beredar dipasaran.
Kata Kunci : Kalsium, Susu

PENDAHULUAN mengkonsumsi makanan yang mengandung


kalsium. Untuk memenuhi kebutuhan akan
Kalsium adalah mineral yang dibutuhkan kalsium ini orang banyak mengkonsumsi
oleh tubuh manusia. Menurut hasil susu, misalnya susu bubuk (full cream) atau
penelitian, angka kecukupan rata-rata susu dari hewan seperti kerbau, sapi,
kalsium yang dianjurkan adalah 500-800 kambing dan hewan lain disamping produk
mg/orang tiap harinya dan untuk usia susu komersil dari pabrik.
menopause kira-kira 1000 mg/harinya. (1) Dari uraian diatas, maka pada penelitian
Tubuh memerlukan kalsium karena setiap ini ingin diketahui kadar kalsium yang
hari tubuh kehilangan mineral tersebut terdapat pada susu sapi murni dan susu sapi
melalui pengelupasan kulit, kuku, rambut, segar di pasaran secara Spektrofotometri
dan juga melalui urine dan feses. Kehilangan Serapan Atom (SSA), dengan alasan bahwa
kalsium harus diganti melalui makanan yang dengan metode ini memiliki keuntungan
dikonsumsi oleh tubuh. Jika jumlah kalsium antara lain: cepat, spesifik untuk setiap unsur
yang dibutuhkan oleh tubuh tidak sesuai tanpa dilakukan pemisahan, dapat mengukur
maka dapat menimbulkan penyakit yang kadar logam dalam jumlah kecil dan tidak
disebut dengan osteoporesis. Osteoporosis begitu banyak bahan yang digunakan.
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
tulang menjadi keropos lalu terkelupas. BAHAN DAN METODA
Karena kekurangan kalsium tulang menjadi
rapuh misalnya pada orang berusia lanjut. (2) Pembuatan Larutan Standar
Oleh karena kalsium ini tidak dapat 2,497 g kalsium karbonat (CaCO3)
dihasilkan oleh tubuh manusia sendiri, maka dilarutkan dengan asam klorida 1M,
untuk keperluan tersebut mineral ini harus kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
diperoleh dari luar tubuh dengan cara 1000 mL dan dicukupkan dengan aquabidest

26
Penentuan kadar unsur kalsium (Ca)
(Zul Alfian)

sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi
standar Ca 1000 ppm. Larutan Standar Logam Kalsium (Ca)
Dengan Spektrofotometer Serapan
Pembuatan Kurva Kalibrasi Atom.
1. Dari larutan standar Ca 1000 ppm Absorbansi
No. Kadar (ppm)
dipipet sebanyak 10 mL lalu dimasukkan (A)
kedalam labu takar 100 mL lalu 1 0.0000 0.0000
dicukupkan dengan aquabidest sampai 2 1.0000 0.0514
garis tanda sehingga diperoleh larutan 3 2.0000 0.1050
standar Ca 100 ppm. 4 3.0000 0.1378
2. Kemudian dari larutan 100 ppm ini
diambil masing-masing 0, 1, 2, 3, 4 mL *Keterangan: Faktor pengenceran (Fp) 50 kali
lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100 *Keterangan: Faktor pengenceran (Fp) 50
mL lalu dicukupkan dengan aquabidest kali
sampai garis tanda dan digunakan Tabel 2 Data Hasil Pengukuran Absorbansi dan Kadar Kalsium
(Ca) pada Susu Sapi Di pasaran Dengan
sebagai larutan standar. Spektrofotometer Serapan Atom.

Absorbansi (A)
Sampel
No. Susu A Kadar (ppm)
Perlakuan Terhadap Sampel Susu Sapi Sapi rata-
A1 A2 A3 rata
1. 20 mL sampel susu dimasukkan kedalam 1 A 0,2431 0,2426 0,2430 0,2429 5,0625 ± 0,0137

cawan porselin, selanjutnya didestruksi 2 B 0,2438 0,2440 0,2432 0,2437 5,0716 ± 0,0216

dengan asam klorida (HCl) pekat dan 3 C 0,2449 0,2450 0,2446 0,2448 5,1028 ± 0,0109

didiamkan selama satu malam. 4 D 0,2451 0,2448 0,2455 0,2451 5,1090 ± 0,0182

2. Hasil destruksi selanjutnya diuapkan 5 E 0,2469 0,2465 0,2464 0,2466 5,1396 ± 0,0137

sampai kering di waterbath *Keterangan: Faktor pengenceran (Fp) 50 kali


3. Sampel kering tersebut selanjutnya
dilarutkan kembali dengan asam klorida PEMBAHASAN
10 % lalu disaring
4. Filtrat yang diperoleh selanjutnya Penetapan kadar logam kalsium (Ca)
dimasukkan kedalam labu ukur 250 mL pada susu sapi murni dan susu sapi dipasaran
lalu dicukupkan dengan aquabidest dapat dilakukan dengan metode
sampai garis tanda dan diatur pada pH 3 Spektrofotometri Serapan Atom dengan cara
dengan NaOH lalu dianalisis dengan destruksi basah.
Spektrofotometer Serapan Atom pada Kadar logam kalsium (Ca) pada susu
panjang gelombang 422,7 nm sapi murni diperoleh sebesar 5,7576 ± 0,0078
ppm; 5,7604 ± 0,0207 ppm; 5,7674 ± 0,0078
PEMBAHASAN ppm; 5,7711 ± 0,0260 ppm; dan 5,7854 ±
0,0027 ppm , sedangkan kadar logam
Hasil Pengukuran Logam Kalsium kalsium (Ca) pada susu sapi di pasaran
Data hasil pengukuran logam kalsium diperoleh sebesar 5,0625 ± 0,0137 ppm;
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5,0716 ± 0,0216 ppm; 5,1028 ± 0,0109 ppm;
sebagai berikut: 5,1090 ± 0,0182 ppm; dan 5,1396 ± 0,0137
ppm.
Kemudian dari data massa jenis untuk
susu sapi murni diperoleh sebesar 1,1379
g/ml; 1,1380 g/ml; dan 1,1406 g/ml,

27
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 26-28

sedangkan untuk susu sapi di pasaran 1,1295 DAFTAR PUSTAKA


g/ml; 1,1302 g/ml; 1,1305 g/ml; 1,1307 g/ml;
dan 1,1308 g/ml. Selanjutnya dari data Gan, S. 1999., “Farmakologi dan Terapi”, Edisi
viskositas pada susu sapi murni diperoleh IV, Fakultas Kedokteran Universitas
sebesar 1,3164 cp; 1,2950 cp; dan 1,3102 cp, Indonesia, Jakarta
Sumarianto dan Nurhaida, 1985., “Kamus
sedangkan untuk susu sapi di pasaran 1,1978
Kedokteran”, Cetakan pertama, Ade Putra,
cp; 1,2029 cp; 1,2048 cp; 1,2082 cp; dan Jakarta
1,2152 cp. Buckle. KA, Edwards. RA, 1987., “Ilmu
Pangan”, Cetakan kedua, UI Press, Jakarta
Menurut hasil penelitian ini dapat dilihat Egan. H, Kirk. DS, 1988., “Pearson’s Chemical
bahwa kadar logam kalsium (Ca) pada susu Analysis of Foods”, 8th edition, Longman
sapi murni dan susu sapi di pasaran Scientific and Technical, London
perbedaannya cukup signifikan yaitu sekitar Guyton. A.C, 1994., “Fisiologi Kedokteran”,
0,7 ppm dalam 20 ml sampel (10 kali Edisi VII, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
pengenceran). Ganong. A.C, 1992., “Fisiologi Kedokteran”,
Dari data tersebut diatas perbedaan yang Cetakan I, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Hartono. M, 2000., “Mencegah dan Mengatasi
muncul disebabkan karena susu sapi yang di
Osteoporosis”, Cetakan I, Puspa Swara,
pasaran kemungkinan besar telah dicampur Jakarta
dengan air dimana hal tersebut dapat kita Anderson, Shauna. C, 1983., “Clinical Chemistry
lihat dari massa jenis dan viskositas yang Concepts and Application”, W.B. Saunders
diperoleh. Sehingga dengan ditambahnya air Company, London
pada susu sapi tersebut menyebabkan kadar Khopkar. S.M, 1990., “Konsep Dasar Kimia
mineral yang terdapat pada susu tersebut Analitik”, UI Press, Jakarta
terutama dalam hal ini kalsium (Ca) menurun Darmono, 1995., “Logam Dalam Sistem Biologi
cukup signifikan. Sehingga masyarakat yang Makhluk Hidup”, Cetakan pertama, UI
biasanya banyak mengkonsumsi susu yang Press, Jakarta
menurut perhitungannya telah mencukupi Walsh. A, 1955., “The Aplication of Atomic
Absorption Spectra to Chemical Analysis”,
kebutuhan akan kalsium yang dibutuhkan
Spectrochimica Acta
tubuh menjadi tidak lagi terpenuhi dan harus Zul Alfian, 2001., “Analisis Unsur Toksik
memenuhinya dari sumber-sumber yang lain. Kadnium Menggunakan Metode Tabung
Perangkap Atom Berlubang pada
KESIMPULAN Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)”,
Majalah Akademika, Vol. V/No.4, Medan
Kadar logam kalsium (Ca) yang Day. RA, Underwood, 1988., “Analisa Kimia
terdapat pada susu sapi murni lebih besar Kuantitatif”, Edisi keempat, Erlangga,
dibandingkan dengan kadar logam kalsium Jakarta
(Ca) yang terdapat pada susu sapi di
pasaran.

28
Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida
(Daniel S Dongoran)

PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA


TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN

Daniel S Dongoran
Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Papain adalah salah satu enzim proteolitik yang terdapat dalam getah pepaya dan dapat digunakan
sebagai bahan pengempuk daging.Papain termasuk golongan enzim protease sulfhidril yaitu enzim
yang mempunyai residu sulfhidril pada lokasi aktifnya. Aktivitas papain dapat ditingkatkan dengan
penambahan aktivator sistein maupun NaCl.
Penentuan aktivitas proteolitik papain dilakukan secara spektrofotometri menurut AOAC – 1984 dan
dinyatakan berdasarkan banyaknya kadar tirosin yang dibebaskan dari hidrolisa substrat kasein. Satu
unit aktivitas papain dinyatakan sebagai banyaknya 1 mg tirosin yang dibebaskan dari substrat kasein
pada kondisi pengujian tertentu.
Dari hasil penelitian menunjukkan aktivitas papain dalam substrat kasein dengan aktivator sistein
5.378 unit/ml sedangkan dengan aktivator Natrium Klorida 3.658 unit/ml dan tanpa aktivator 2.320
unit/ml.
Sistein dan Natrium Klorida pada konsentrasi yang sama 0.7 % menaikkan aktivitas papain masing –
masing sebesar 131.8 % dan 57.7 %.

Kata kunci : enzim proteolitik papain, aktivator sistein dan NaCl, tirosin.

PENDAHULUAN Hortikultura Jakarta, papain dapat diperoleh


Daun pepaya di Indonesia telah lama dari getah seluruh bagian tanaman kecuali
dikenal sebagai daun yang menghasilkan zat akar dan biji dari pohon pepaya.
pelunak daging. Tradisi pemakaian daun Papain telah banyak dipergunakan
pepaya ini diketahui dari nenek moyang diberbagai bidang seperti bidang medis,
tanpa mengetahui dengan jelas zat apa yang industri daging, pabrik tekstil, pabrik kulit,
terdapat pada daun tersebut. Setelah dan pabrik bir.
diselidiki oleh beberapa ahli, ternyata zat Secara umum yang dimaksud dengan
yang terdapat pada getah daun pepaya adalah papain adalah yang telah dimurnikan maupun
papain yang dapat menyebabkan pelunakan yang masih kasar. Menurut British of
daging setelah dibungkus dengan daun Pharmaceutical Codex – 1934, yang
tersebut beberapa jam sebelum dimasak ( dimaksud papain adalah campuran enzim –
Widjaja, 1977 ). enzim proteolitik yang terdapat didalam
Dengan adanya tehnik yang lebih getah pepaya dengan syarat harus
maju,telah banyak diakukan pemurnian / mempunyai aktivitas proteolitik minimal 20
isolasi papain dari sumbernya. Menurut hasil unit/gram preparat.
yang dilakukan oleh Balai Penyelidikan Enzim proteolitik merupakan kelompok
Pertanian dan Lembaga Penelitian Tanaman hidrolase yang berperan pada hidrolisa

29
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 29-34

sekelompok protein menjadi protein – protein mampu mencegah reaksi sampingan yang
tunggal. Aktivitas proteolitik suatu enzim mungkin timbul.
sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, kekuatan Satuan aktivitas suatu enzim dinyatakan
ionik, konsentrasi substrat, konsentrasi dengan unit aktivitas sedangkan yang
enzim, adanya reduktor ataupun oksidator dimaksud dengan satu unit aktivitas papain
dan bufer. adalah banyaknya 1mg tirosin yang
Enzim papain termasuk golongan enzim dibebaskan dari substrat kasein pada kondisi
protease sulfhidril yaitu enzim yang pengujian tertentu ( A.O.A.C, 1984 ).
mempunyai residu sulfhidril pada lokasi Bertitik tolak dari uraian diatas penulis
aktifnya. Aktivitas enzim papain dapat ingin mengetahui sejauh mana pengaruh
ditingkatkan dengan penambahan aktivator. aktivator sistein dan Natrium klorida
Aktivator – aktivator yang paling umum terhadap aktivitas papain
digunakan adalah sistein sianida dan
glutation ( Kimmel, 1957 ). Kualitas papain
ditentukan oleh tinggi rendahnya aktivitas BAHAN DAN METODA
proteolitik yang dimilikinya, semakin tinggi
aktivitas proteolitiknya semakin tinggi pula Bahan :
kualitasnya dan sebaliknya, semakin rendah Bahan yang digunakan dalam
aktivitas proteolitiknya semakin rendah penelitian ini adalah :
kualitasnya ( Widjaja, 1977 ). A. Pereaksi Lowry NaOH, Na nitrat,
Daya proteolitik dari papain sangat aktif Na2CO3, CuSO4, H2O
pada suasana reduktif, karena dengan adanya B. Pereaksi Folin – Ciocalten : Na
( penambahan ) bahan – bahan pereduksi tungstat, Na molibdat, HCL, H3PO4,
seperti : HCN, H2S. Li12SO4.
Sistem adalah senyawa pereduksi yang C. Pereaksi uji aktivitas papain :
dapat meningkatkan aktivitas papain dengan Na2HPO4, asam sitrat, HCL, asam
jalan memutus ikatan disulfida ( S-S ) pada trikloroasetat, kasein.
senyawa sistein yang terdapat dalam struktur D. Larutan penyangga fosfat sistem : Na
enzim papain. Jika ikatan disulfida terputus – EDTA, Na2HPO4, Na –EDTA,
akan diperoleh gugus disulfhidril bebas. sistem HCL.
Dengan terbentuknya gugus sulfhidril bebas E. Larutan standard tirosin
sehingga aktivitas papain meningkat. F. Larutan sampel papain
Penambahan NaCl pada konsentrasi
rendah ( kurang dari 2 % ) akan menambah
aktivitas papain tetapi jika konsentrasi lebih Metoda
dari 2 % akan merusak enzim papain ( Arief,
1975 ). Penentuan Aktivitas Papain Menurut
Didalam larutan, NaCl akan terionisasi AOAC - 1984
menjadi Na + ( ion logam ) dan Cl − . Ion Ke dalam masing – masing 12 labu takar
logam seperti proton adalah asam Lewis atau 100 ml dipipet sebanyak 25 ml larutan
elektrofil yang dapat menerima pasangan kasein dan diberi label S1, S2, S3, U1
elektron membentuk ikatan sigma. sebagai sampel D1, D2, D3, U2 sebagai
Lingkaran koordinasi logam dapat duplikat dan B1, B2, B3, U3 sebagai
mempersatukan enzim dan substrat yang blanko.
menghasilkan kelat pada enzim. Logam juga Kemudian ditambahkan 5 ml larutan
dapat menyelubungi nukleofil, sehingga penyangga fosfat sistem Na-EDTA ke
dalam labu S1, D1, B1 dan 2,5 ml untuk

30
Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida
(Daniel S Dongoran)

labu S2, D2, B2, U1, U2, dan U3. Semua dan dibiarkan pada suhu kamar selama
labu diatas dipanaskan dalam pemanas 30 menit. Selanjutnya dibaca resapannya
air pada suhu 40 ˚ C selama 10 menit. pada panjang gelombang 740 sampai 760
Selanjutnya ditambahkan 5 ml larutan nm hingga diperoleh resapan maksimum.
standar tirosin ke dalam labu S1 dan D1,
7,5 ml untuk Labu S2 dan D2, 10 ml
untuk labu S3 dan D3. Sedangkan untuk Penentuan Kurva Baku Larutan Bovin
labu U1 dan U2 diberi masing – masing Serum Albumin
7,5 ml larutan sampel. Semua labu Dipipet 1, 3, 5, 7, dan 8 ml larutan bovin
ditempatkan dalam pemanas air. Setelah serum Albumin 10 μg/ml ke dalam
60 menit, ditambahkan 15 ml larutan masing – masing labu takar 10 ml.
asam trikloroasetat 30 % masing – Kemudian diencerkan dengan air suling
masing ke dalam labu diatas lalu dikocok hingga batas tanda. Dari masing –
kuat – kuat. Ke dalam labu B1, B2, dan B3 masing labu di atas dipipet sebanyak 1
ditambahkan larutan standar tirosin ml. Ditambahkan ke dalam masing –
masing – masing 5 ml, 7,5 ml dan 10 ml. masing labu 5 ml pereaksi C, dikocok
Sedangkan untuk labu U3 ditambahkan dengan segera dan dibiarkan pada suhu
7,5 ml larutan sampel. Semua labu di atas kamar selama 10 menit. Kemudian
dipanaskan pada suhu 40 ° C selama 40 ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu
menit. Kemudian disentrifugasi pada masing – masing 0,5 ml, dikocok dengan
3400 rpm selama 20 menit dan segera dan dibiarkan pada suhu kamar
supernatan dari masing – masing labu selama 30 menit. Selanjutnya dibaca
disaring dua kali. Filtrat dari setiap labu resapannya pada panjang gelombang 750
diukur pada panjang gelombang 280 nm. nm.
Hal yang sama dilakukan juga dengan
memakai aktivator sistein dan natrium V. Pembuatan Larutan Tirosin 100 μg/ml
klorida masing – masing 0,7 %. Hasil Ditimbang dengan teliti 10 mg tirosin
percobaan dapat dilihat pada tabel IV.7 dan dilarutkan dengan air suling dalam
dan IV.8. labu takar 100 ml hingga batas tanda.

Pembuatan Larutan Bovin Serum Penetapan Resapan Maksimum larutan


Albumin 10 μg/ml Tirosin
Ditimbang denga teliti 1 mg bovin serum Ke dalam tabung reaksi dipipet sebanyak
albumin dan dilarutkan dengan air suling 8 ml larutan tirosin 100 μg/ml.
dalam labu takar 100 ml hingga batas Ditambahkan 1 ml larutan penyangga
tanda. fosfat sistein Na-EDTA dan dibiarkan
selama 60 menit. Kemudian ditambahkan
Penetapan Resapan Maksimum larutan 1 ml asam trikloroasetat 30 % dan
Bovin Serum Albumin disentrifugasi pada 3400 rpm selama 20
Ke dalam tabung reaksi sipipet sebanyak menit. Supernatan disaring dan diukur
1 ml larutan bovin serum albumin 10 pada panjang gelombang 270 sampai 290
μg/ml. Di tambahkan 5 ml pereaksi C, nm hingga diperoleh resapan maksimum.
dikocok dengan segera dan dibiarkan
pada suhu kamar selama 10 menit.
Kemudian ditambahkan 0,5 ml pereaksi
Folin-Ciocalteu, dikocok dengan segera

31
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 29-34

HASIL DAN PEMBAHASAN diketahui kadar tirosin yang dibebaskan dari


Untuk mengetahui kadar protein yang hasil hidrolisa substrat tersebut. Dalam hal
terkandung dalam enzim papain dilakukan ini pertama sekali ditentukan resapan
analisa menurut metoda Lowry. Dalam hal maksimum larutan tirosin pada daerah UV
ini dipakai standar protein dari bovin serum dengan hasil resapan seperti ditunjukkan
albumin ( 10 μg/ml ) dengan hasil resapan dalam tabel II.
seperti ditunjukkan dalam tabel I.
Tabel II. Data Resapan LarutanTirosin ( 100 mg/ml )
Pada Daerah Ultra Violet Dengan Spektrofotometer –
1201 MR.
Tabel I. Data Resapan Larutan Bovin Serum Albumin
( 10 μg/ml ) Menurut Metoda Lowry dengan
No. λ ( nm ) Resapan
Spektrofotometer – 1201 MR.
1. 270 0.098
2. 272 0.149
No. ( nm ) Resapan 3. 274 0.235
4. 276 0.312
1. 740 0.488
5. 278 0.406
2. 742 0.489 6. 280 0.449
3. 744 0.490 7. 282 0.397
4. 746 0.491
8. 284 0.294
9. 286 0.210
5. 748 0.493 10. 288 0.125
6. 750 0.495 11 290 0.065
7. 752 0.494
8. 754 0.492
Dengan diperolehnya resapan maksimum
9. 756 0.490
larutan tirosin yaitu pada λ 280 nm.
Kemudian dibuat kurva baku dari larutan
10. 758 0.488
tirosin pada panjang gelombang 280 nm.
11. 760 0.487
Kadar tirosin yang dihasilkan dari
hidrolisa substrat kasein oleh enzim papain
Perhitungan Kadar Tirosin Hasil dengan aktivator sistein, natrium klorida dan
Hidrolisa Substrat Kasein Oleh Enzim tanpa aktivator dapat dilihat dalam tabel III.
Papain
Untuk mengetahui aktivitas enzim papain
dalam substrat kasein terlebih dahulu harus

Tabel III. Skema Pnentuan Aktivitas Papain Dalam Substrat Kasein Dengan Aktivator Sistein Dan Tanpa
Aktivator Menggunakan Spektrofotometer 1201 MR.

Enzim Aktif Enzim Aktif


No. Larutan No. Larutan
S1 (ml) S2 (ml) S3 (ml) U1 (ml) S1 (ml) S2 (ml) S3 (ml) U1 (ml)
1. Kasein 25 25 25 25 1. Kasein 25 25 25 25
2. Buffer & 5 2,5 - 2,5 2. Buffer 5 2,5 - 2,5
Sistein
Prainkubasi pada suhu 40oC, Prainkubasi pada suhu 40oC,
10 menit 10 menit
3. Tirosin@ 5 7,5 10 - 3. Tirosin@ 5 7,5 10 -
4. Sampel - - - 7,5 4. Sampel - - - 7,5
Inkubasi pada suhu 40oC, Inkubasi pada suhu 40oC,
60 menit 60 menit

32
Pengaruh Aktivator Sistein dan Natrium Klorida
(Daniel S Dongoran)

5. T C A 30% 15 15 15 15 5. T C A 30% 15 15 15 15
o o
Panaskan pada suhu 40 C, Panaskan pada suhu 40 C,
40 menit 40 menit
Sentrifugasi pada 3400 rpm, Sentrifugasi pada 3400 rpm,
20 menit 20 menit
6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm 6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm
Resapan (A1) 0,630 0,699 0,747 0,820 Resapan (A1) 0,612 0,638 0,694 0,708
Enzim Non Aktif Enzim Non Aktif
No. Larutan No. Larutan
B1 (ml) B2 (ml) B3 (ml) U3 (ml) B1 (ml) B2 (ml) B3 (ml) U3 (ml)
1. Kasein 25 25 25 25 1. Kasein 25 25 25 25
2. Buffer & 5 2,5 - 2,5 2. Buffer 5 2,5 - 2,5
Sistein
Prainkubasi pada suhu 40oC, Prainkubasi pada suhu 40oC,
10 menit 10 menit
3. T C A 30% 15 15 15 15 3. T C A 30% 15 15 15 15
4. Tirosin@ 5 7,5 10 - 4. Tirosin@ 5 7,5 10 -
5. Sampel - - - 7,5 5. Sampel - - - 7,5
Inkubasi pada suhu 40oC, Inkubasi pada suhu 40oC,
60 menit 60 menit
Panaskan pada suhu 40oC, Panaskan pada suhu 40oC,
40 menit 40 menit
Sentrifugasi pada 3400 rpm, Sentrifugasi pada 3400 rpm,
20 menit 20 menit
6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm 6. Filtrat Diukur resapan pada 280 nm
Resapan (A2) 0,539 0,581 0,609 0,397 Resapan (A2) 0,523 0,531 0,564 0,422
tA = A1 - A2 0,091 0,118 0,138 0,423 tA = A1 - A2 0,089 0,107 0,130 0,284
Tirosin* 11,18 16,47 20,39 76,28 Tirosin* 10,78 14,31 18,82 49,02

Keterangan :
- Tirosin@ = penambahan larutan tirosin
- Tirosin* = tirosin yang dihasilkan

Aktivitas dan spesifik enzim papain dapat


dilihat pada table IV. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan ,
Tabel IV. Aktivitas Dan Spesifik Enzim Papain. maka dapat diambil kesimpulan sebagai
Aktivator Tanpa berikut :
Pengukuran
Sistein NaCl Aktivator
Aktivitas
5,378 3,658 2,320 1. Kadar protein enzim papain adalah 8,31
( unit / ml ) μg/ml .
Aktivitas 2. Aktivitas enzim papain dalam substrat
Spesifik(unit/ 0,647 0,440 0,279
kasein dengan aktivator sistein, natrium
klorida dan tanpa aktivator berturut-turut
μg protein ) adalah 5,378 unit / ml, 3,658 unit / ml
dan 2,320 unit / ml .

33
Jurnal Sains Kimia
Vol.8, No.1, 2004: 29-34

3. Sistein dan natrium klorida pada Skripsi Jurusan Kimia, FMIPA


konsentrasi 0,7 % dapat menaikkan USU, Medan
aktivitas papain sebesar 131,8 % pada Kimmel, J. R., Smith, E. L. 1957. The Properties of
sistein dan 57,7 % pada natrium klorida. Papain Nord, F.F., Advanced in Enzymology
and Related Subject of Biochemistry, Vol. XIX,
DAFTAR PUSTAKA
Interscience. 282 – 290, 325, 376.
A O A C. 1984. Official Methods of Analysis. 397- Lehninger, A. L. 1975. Biochemistry, The Molecular
398. Basis of Cell Structure and Function,Second
Edition Worth Publishers, Inc., New York. 184
Arief, P.H. 1975. Papain, Bull. Biokimia Institut – 195.
Pertanian Bogor. Vol. I, No.I. 39-48.
Page, D. S. 1989. Prinsip-prinsip Biokimia, Edisi
Bell, J.E. and Bell, E.T. 1988. Proteins and Enzymes, Kelima, Terjemahan Soendoro, R., Erlangga
Prentice – Hall, Inc., Engle-Wood Cliff, New Jakarta. 111 – 137.
Jersey. 2 – 6.
Walpole, R. E. 1988. Pengantar Statistika, Gramedia.
Daryono, M., Sabari. 1980. Produksi dan Aktivitas 288 , 373.
Proteolitik Papain Bull. Penelitian Hortikultura
Vol. III, No. 1. 11 - 18. Widjaja, E. A. 1977. Papain Zat Pelunak Daging ,
Bull. Kebun Raya., Vol. III, No. 1. 13 – 16.
Davis, N. C., Smith, E. L. 1965. Assay of Proteolytic
Enzymes in Glick, D., Methods of Biochmical Winarno, F. G. 1983. Enzim Pangan, Gramedia ,
Analysis, Vol. II, Interscience. 248. Jakarta. 12 – 23, 73 – 75, 91.
Fifiyanti, Z. 1992. Pengaruh pH, Suhu Terhadap Nilai Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia – Protein,
KM Enzim Papain Dalam Substrat Kasein, Enzim dan Asam Nukleat, ITB. 6 – 9 , 40 –
56.

34

You might also like