You are on page 1of 12

2.

1 Definisi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi saluran
pernafasa yang berlangsung selama kurang dari 14 hari. Saluran pernafasan adalah
organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi
adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh dan berkembang biak
sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
2.3 Cara Penularan ISPA
ISPA merupakan penyakit yang hanya menular melalui udara tercemar dan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Bibit penyakit yang terdapat di udara
umumnya berbentuk aerosol yaitu suspensi yang melayang di udara, dapat hanya
sebagian atau seluruhnya berupa bibit penyakit. Bentuk aerosol dari agen penyebab
penyakit ISPA ada 2, yaitu droplet nuclei dan dust.
Penyebaran infeksi melalui aerosol dapat terjadi pada saat batuk dan bersin.
Penularan juga dapat terjadi dengan kontak langsung atau tidak langsung dari benda
yang tercemar oleh jasad renik (hand to hand transmission). Selain itu, faktor lingkungan
seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana fungsi ventilasi untuk
penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara dari ruang tertutup.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen dan udara segar,
menyebabkan

naiknya

kelembaban

udara,

selain

itu

dapat

menyebabkan

terakumulasinya polutan bahan pencemar.


2.2 Epidemiologi ISPA
ISPA merupakan penyakit infeksi yang terbanyak diderita oleh anak-anak, baik di
negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu. Setiap anak dapat
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dimana kejadian ini tidak
mempedulikan tempat tinggal seseorang maupun kondisi sosioekonomi mereka. Sekitar
40-60% jumlah kunjungan ke Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit ISPA dapat mencapai 30% dari keseluruhan kematian. WHO
memperkirakan bahwa 2 juta balita meninggal setiap taunnya karena pneumonia.
2.3 Etiologi ISPA

Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih
kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir
50% diakibatkan oleh bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan
lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 2009).
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara
lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain.
2.4 Faktor Risiko ISPA
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki
merupakan perokok dan sering berkendara sehingga mereka sering terkena
polusi udara.
2) Usia
Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah dipahami, karena
semakin muda umur balita, semakin rendah daya tahan tubuhnya. Menurut
Tupasi et al. (1998), resiko terjadi ISPA lebih besar pada bayi berumur kurang
dari satu tahun, sedangkan menurut Sukar et al. (1996), anak berumur kurang
dari dua tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang ISPA. Depkes (2000),
menyebutkan resiko terjadinya ISPA yaitu pneumonia terjadi pada umur lebih
muda lagi yaitu kurang dari dua bulan.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta
pengetahuan

yang

kurang

di

masyarakat

akan

gejala

dan

upaya

penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang ke sarana


pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, dapat juga mencegah atau terhindar dari penyakit
terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan gizi seimbang
dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang
cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan semakin
meningkat, sehingga dapat mencegah virus maupun bakteri yang akan masuk
kedalam tubuh.
2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
(a) Lantai : lantai yang baik adalah yang berbahan ubin atau semen.
Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan
tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang
padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian
dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali.
Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit gangguan
pernafasan.
(b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok
sebenarnya

kurang

cocok

untuk

daerah

tropis,

lebih-lebih

bila

ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di


pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak
cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat
merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.
(c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai oleh daerah
perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk
daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak
masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun
rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga
menimbulkan suhu panas didalam rumah.
(d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di
pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu
diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang
baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya harus menurut ruas-ruas
bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan
untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
b) Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,
terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media
atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam
akhirnya dapat merusakan mata.
c) Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam rumah yang
berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi penghuninya
menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan
penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk patogen
(bakteri-bakteri penyebab penyakit).
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang
dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap
bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat
horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong
horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus
dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh
media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan
logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi

pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari
polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar
untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan
asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida,
ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut
akan beresiko terserang ISPA.
2.5 Patogenesis ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasme oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas
seperti

streptococcus

pneumonia,

haemophylus

influenza

dan

staphylococcus

menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu
laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus
pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.

Virus yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke
saluran pernafasan bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran
pernafasan bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan penyakit saluran pernafasan
pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal
bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan
yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang
peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran
pernafasan bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan.
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
2.5 Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun:
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah
atau nafas cepat. Batas nafas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan
yaitu 60x per menit atau lebih.

2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)


Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
nafas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari volume yang biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian
bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai nafas cepat. Batas nafas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
nafas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek
dan sesak.
b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39C dan
bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
2.6 Manifestasi Klinis ISPA
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa,
kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare
(Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,
malaise, anoreksia, muntah, photophobia, gelisah, batuk, stridor, dyspnea, retraksi
suprasternal, hipoksia, dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat
pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misal pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak
diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang
berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah
dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
2) Suhu lebih dari 39C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.


6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejalagejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak
gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.
2.7 Diagnosis ISPA
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA, penentuan
klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus merupakan penegakkan
diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai
penegakkan diagnosis. Jika seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam
klasifikasi bukan pneumonia, maka diagnosis penyakitnya kemungkinan adalah batuk,
pilek biasa (common cold), faringitis, tonsilitis, otitis, atau penyakit ISPA non pneumonia
lainnnya.
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh program
pemberantasan penyakit ISPA, diagnosis pneumonia ada balita didasarkan pada
adanya batuk dan kesukaran bernafas, disertai peningkatan frekuensi nafas sesuai
umur. Nafas yang cepat ditentukan dengan menghitung frekuensi pernafasan. Batas
nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50x per menit atau lebih pada anak
usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun dan 40x per menit atau lebih pada anak usia 1
sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia kurang dari 2 bulan tidak dikenal diagnosis
pneumonia.

Diagnosis pneumonia berat didasarkan adanya batuk atau kesukaran bernafas


disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (chest
indrawing) anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang
dari 2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu
frekuensi pernafasan sebanyak 60x per menit atau lebih, atau adanya penarikan kuat
pada dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing).
2.8 Penatalaksanaan ISPA
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan
sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002) :
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis ditujukan untuk memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal
ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan
meningkatkan frekuensi nafas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh
ibunya. Menghitung frekuensi nafas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila
baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk
melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan
auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklasifikasi.
b. Klasifikasi ISPA
Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya nafas cepat.
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa nafas cepat.
c. Pengobatan
1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.

2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak


mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening
dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
3) Pemberian makanan
Berikan makanan gizi cukup, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan
akan menambah parah sakit yang diderita.
2.9 Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya
dengan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, banyak minum air putih,
olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan
menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka
kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus /
bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat
mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena
penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang
melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet nuclei (sisa dari
sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan
melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

You might also like