Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Bagi Mahasiswa :
Bagi Tenaga Medis :
Bagi Masyarakat :
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan.
Cadera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan
bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak.
Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C dengan kontak
sekurang-kurangnya 5 6 jam. Suhu 65 C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup
menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan
suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47 Celsius, air panas yang
mempunyai suhu 60 C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan
partial thickness skin loss dan diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss.
Temperatur air yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36 C 42 C. Pelebaran kapiler
dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120 detik.1,2,3
2.2 Klasifikasi
Luka bakar dapat diklasifikasi menurut dalamnya luka, luasnya luka, dalam dan luasnya luka,
serta penyebab luka.1
2.2.1
a) Menurut Dupuytren
Klasifikasi derajat luka bakar berbeda-beda untuk masing-masing negara oleh karena
ini sangat bergantung terhadap pengobatan yang digunakan oleh negara tersebut.
Klasifikasi lama yang diperkenalkan oleh Dupuytren adalah pembagian derajat luka
bakar dalam 6 derajat :
i. Luka bakar derajat 1
Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas yang suhunya tidak
mencapai titik didih, atau akibat cairan kimia. Biasanya bentuk luka berupa
kemerahan dan proses penyembuhan terjadi tanpa meninggalkan parut. Waktu
penyembuhan antara beberapa jam sampai beberapa hari.
ii. Luka bakar derajat 2
Luka diakibatkan terkena benda panas atau cairan panas yang suhunya mencapai titik
didih atau lebih tinggi. Lapisan kulit superficial hanya sedikit yang rusak dan
penyembuhannya tanpa meninggalkan jaringan parut. Pada awalnya terdapat vesikel
yang kemudian akan terasa sakit dan warnanya menjadi hitam.
iii. Luka bakar derajat 3
Luka bakar ini adalah akibat cairan yang suhunya diatas titik didih. Pada keadaan ini
lapisan superficial kulit seluruhnya rusak sehingga pada penyembuhan akan
meninggalkan jaringan parut. Ujung persyarafan juga terbakar dan halini
mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Pada proses penyembuhan dapat terjadi
jaringan parut yang mengandung semua elemen kulit, sehingga tidak mengalami
kontraktur.
iv. Luka bakar derajat 4
Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung syaraf juga ikut rusak, sehingga
pada luka bakar ini rasa nyeri tidak ada. Jaringan parut yang terbentuk akan
mengalami kontraksi dan deformitas. Luka terkelupas pada hari ke 5 atau ke 6 dan
penyembuhan akan berjalan lambat.
v. Luka bakar derajat 5
Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan hampir selalu mengalami
deformitas.
vi. Luka bakar derajat 6
Keadaan ini biasanya fatal, jika tidak meninggal maka biasanya mengakibatkan
kerusakan anggota badan.
ii.
iii.
ii.
iii.
Luka bakar tingkat III meliputi hanya 2% dari luas permukaan tubuh.
b. Sedang
i.
ii.
iii.
Luka bakar tingkat III 5-10% mengenai wajah, tangan atau kaki.
c. Berat
i.
Luka
bakar
tingkat
meliputi
wajah,
tangan,
kaki
dan
daerah
perineum/kelamin.
ii.
iii.
Luka bakar tingkat III meliputi 20%, mengenai saluran nafas, luka bakar
dengan kompikasi fraktur.
otot ) akan menjadi lebih panas daripada jaringan dengan komposisi air yang lebih
rendah ( seperti lemak ). Standar operasi untuk mikroawave di dapur adalah pada
2,450 MHz.
Hampir luka bakar karena microwave adalah karena ketidaksengajaan, berkaitan
dengan memasukkan tangan ke dalam microwane dengan tidak mematikan benarbenar terlebih dahulu, atau karena ingesti dari cairan panas yang dipanaskan ke dalam
microwave. Pada satu pelaporan, seorang pria yang menggunakan tambalan nitro
transdermal mengalami luka baker derajat dua di dekat tambalan itu, ketika dia duduk
di sebelah oven microwave yang bocor. Diperkirakan, plastic alumunium yang ada
pada tambalan tersebut merupakan factor yang menyebabkan kebakaran tersebut.
f) Luka bakar kimia
Produksi oleh agent kimia seperti asam kuat dan alkali, sama seperti agent lain seperti
fosfor dan fenol. Luka bakar menghasilkan perubahan yang lebih lambat daripada luka
bakar akibat agent panas.
Ekstensi luka tergantung dari bahan kimianya, kekuatan atau konsentrasi dari bahan
kimianya dan durasi kontak dengan bahan tersebut. Bahan alkali cenderung lebih
menjadi luka berat dibanding bahan asam dan yang dapat menyababkan luka bakar
umumnya memiliki pH > 11.5, sering menghasilkan luka yang cukup tebal, luka yang
timbulkan nyeri dan menusuk kulit dan licin. Bahan asam biasanya menghasilkan
hanya sebagian dari ketebalan luka, yang mana diikuti dengan eritema dan erosi yang
superficial saja.
Pada banyak kasus kematian, dimana cedera panas pada badan tidak sesuai
dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab kematian adalah smoke
inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah tangga seperti
furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen yang secara struktural
terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan material-material plastik lainnya
dikatakan merupakan gas yang sangat toksik bila dihisap dan potensial dalam
menyebabkan kematian.7,8
c. Trauma Mekanik
Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya
bangunan disekitar korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba untuk
melarikan diri seperti memecahkan kaca jendela dengan tangan. Luka-luka ini harus
dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar jenasah untuk memastikan apakah
luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan kematian. Trauma tumpul yang
mematikan tanpa keterangan antemortem sebaiknya harus dicurigai sebagai suatu
pembunuhan.7,8
d. Anoksia dan hipoksia
Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai
penyebab kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka masih
cukup untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin yang
diletakkan dalam tabung yang terbatas kadar oksigennya ternyata walaupun lilin
padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari disekitarnya. Radikal bebeas dapat
diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab kematian, oleh karena radikal
bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah pertukaran
oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.7,8
e. Luka bakar itu sendiri
Secara umum dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 50 % dapat
menyebabkan kematian. Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi yang jauh
lebih rendah dari ini, sedangkan pada anak-anak biasanya lebih resisten. Selain oleh
derajat dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi oleh lokasi daerah yang
terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu terbakar. Luka bakar pada daerah
perineum, ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena
mudah mengalami kontraktur.7,8
f. Paparan panas yang berlebih
Environmental hypertermia dapat menjadi sangat fatal dan bisa menyebabkan
kematian. Bila tubuh terpapar gas panas, air panas atau ledakan panas dapat
menyebabkan syok yang disertai kolaps kardiovaskuler yang mematikan.7,8
peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO, sebagai contoh api yang menyala
dalam ruangan tertutup, akumulasi CO dalam udara akan cepat meningkat sampai
konsentrasi yang tinggi, sehingga diharapkan absorbsi CO dari korban akan
meningkat secara bermakna.
c. Reaksi jaringan
Tidak mudah untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi
antemortem dan postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak
menolong kecuali bila korban dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi respon
respon radang. Kurangnya respon tidak merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi
postmortem. Pemeriksaan slide secara mikroskopis dari korban luka bakar derajat tiga
yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi radang, ini diperkirakan
oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah pada lapisan dermis
sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka bakar dan tidak
menyebabkan reaksi radang. Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban
masih hidup pada waktu terjadi kebakaran, oleh karena blister ini dapat terjadi secara
postmortem. Blister yang terjadi postmortem berwarna kuning pucat, kecuali pada
kulit yang hangus terbakar. Agak jarang dengan dasar merah atau areola yang
erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti. Secara tradisionil banyak
penulis mengatakan bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem
dengan blister yang terjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan
chlorida dari cairan itu. Blister yang dibentuk pada antemortem dikatakan
mengandung lebih banyak protein dan chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka
yang absolute.
d. Pendarahan subendokardial ventrikel kiri jantung
Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek
panas. Akan tetapi perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat
disebabkan oleh berbagai mekanisme kematian. Pada korban kebakaran perdarahan
ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang berjalan ketika tereksposure oleh
panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini merupakan bukti bahwa
korban masih hidup saat terjadi kebakaran.
2.6 Keadaan Umum yang Ditemukan pada Mayat dengan Luka Bakar
Kebakaran hebat dapat terjadi dalam kasus apapun, misalnya di dalam gedung atau yang
terjadi pada kecelakaan mobil yang terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban
yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi saat matinya. Berikut keadaan umum yang
ditemukan pada mayat dengan luka bakar :
a. Skin split
Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari
epidermis dan korium yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka sayat
dan sering disalah artikan sebagai kekerasan tajam. 10 Artefak postmortem ini dapat
mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem oleh karena tidak adanya
perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat. 11 Kadang-kadang
dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.
b. Abdominal wall destruction
Kebakaran parsial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan
keluarnya sebagian dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. 10 Biasanya ini
terjadi tanpa perdarahan, apakah perdarahan yang terletak diluar atau didalam
rongga abdomen.
c. Skull fractures
Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan
pembentukan uap didalam rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan
kenaikan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura
dari tulang tengkorak.10 Pada luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang
atau hangus terbakar dapat terlihat artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa
fraktur linear. Disini tidak penah diikuti oleh kontusio serebri, subdural atau
subarachnoid. 11
d. Pseudo epidural hemorrhage
Keadaan umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan
kepala yang sudah menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau epidural
hematom postmortem. Untuk membedakan dengan epidural hematom antemortem
tidak sulit oleh karena pseudo epidural hematom biasanya berwarna coklat,
mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh tipis dan secara tipikal
terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus dapat meluas
sampai ke oksipital.10
e. Non-cranial fractures
Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan
pada korban yang mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu lama
dengan api dan asap.10 Tulangtulang yang terbakar mempunyai warna abu-abu
keputihan dan sering menunjukan fraktur kortikal pada permukaannya. 10 Tulang ini
biasanya hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma postmortem pada
waktu transportasi ke kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat
sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP
karena sudah mengalami fragmentasi. 11
f. Pugilistic Posture
Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi pugilistic.
Koagulasi dari otot-otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot
otot fleksor dan mengakibatkan ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi
seorang boxer dengan tangan terangkat didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi
sebagian atau seluruhnya.10 Posisi pugilistic ini tidak berhubungan apakah individu
itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian. pugilistic attitude atau heat
rigor ini akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.11
2.7 Aspek Medikolegal
Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian atau
karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut kejahatan terhadap tubuh atau
misdrijven tegen het lijf. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu
kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang
dilakukan karena kelalaian atau kejahatan).12
Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam bab XX, pasal 351
sampai dengan pasal 358, yaitu:
Pasal 351 :
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
Pasal 356 :
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, pasal 353, pasal 354 dan pasal 355 dapat
ditambah dengan sepertiga:
1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya
atau anaknya;
2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah;
3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Pasal 357 :
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan pasal 353 dan pasal
355, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-4.
Pasal 358 :
Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian dimana terlibat
beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus
dilakukan olehnya, diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat
penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;
2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.
Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur dalam pasal 359, pasal 360 dan
pasal 361 KUHP.
Pasal 359 :
Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-
tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara, yang tidak disebabkan secara langsung oleh
terdakwa, akan tetapi karena salahnya diartikan sebagai kurang hati-hati, lalai, lupa dan
amat kurang perhatian.
Pasal 361 KUHP menambah hukumannya sepertiga lagi jika kejahatan ini dilakukan
dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada dokter, bidan, apoteker,
supir, masinis kereta api dan lain-lain.
Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah penganiayaan dan merampas dengan
sengaja jiwa orang lain, suatu istilah hukum semata-mata dan tidak dikenal dalam istilah
medis.13
Dikatakan luka berat pada tubuh pada pasal 90 KUHP, adalah penyakit atau luka yang
tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan
bahaya maut, terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan tidak lagi
memakai salah satu panca indera, lumpuh, berubah pikiran (akal) lebih dari empat minggu
lamanya, menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan ibu.14
Disinilah dokter berperan besar sekali sebagai saksi ahli didepan pengadilan. Hakim akan
mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik maupun ahli lainnya (setiap dokter)
dalam tiap kejadian secara kasus demi kasus.
BAB III
KESIMPULAN
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Amri Amir. Ilmu Kedokteran Forensik. Dalam: Luka Bakar. Ed.2. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2005. 104 116.
2. Guy N.Rotty. Essentials of Autopsy Practice : Burn Injury. First Edition. United
Kingdom. Springer. 2006. 215 221.
3. Joseph Prahlow. Forensic Pathology : Burn and Fire-Related Deaths. USA.
Springer.2010. 481 488.
4. Andrew C. Peiwsten, Timothy C. Fabian. Trauma Manual : Burns/Inhalation. USA.
Lippincots Williams & Wilkins. 2002. 434 439.
5. W.D.S. McLay. Clinical Forensic Medicine : Burn Injury. United Kingdom.
Cambridge. 2009. 236 239.
6. Riley P T. Burn Injury. (Diakses tanggal 20 Agustus 2015). Diunduh
dari:http://www.burnsurvivor.com/burn_types.html
7. Payne JJ, Jones R, Karch SB,Manlove J. Heat, cold and electrical trauma. Simpsons
Forensic Medicine 13rd edition. London, February 2011: 169-175.
8. DiMaio J. V and DiMaio D.Fire Death., Forensic Pathology 2nd edition, CRC Pres,
page: 67 383.
9. Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology: Principles and
11. DiMaio J, DiMaio D. 2001. Fire Deaths. In: DiMaio J, DiMaio D (eds). Forensic
Pathology. 2nd ed. New York: CRC press LLC; p. 1-21.
12. Kartanegara, Satochid, Kumpulan Kuliah Hukum Pidana, Bagian dua, Balai lektur
mahasiswa, Jakarta, 1976. 504-609.
13. Satyo, Alfred C. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dan Profesi Dokter, Edisi
II (revisi), Cetakan kedua, UPT penerbitan dan Percetakan Universitas Sumatera
Utara, medan, 2004. 21-34.
14. Soesilo R, Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politea, Bogor, 1983. 90.