Professional Documents
Culture Documents
PENYAKIT DALAM
Daftar Isi
DIABETES MELITUS
Pengertian :
Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oelh hipergikemia akibat defek pada :
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di
jaringan perifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. Atau keduanya.
II.
III.
IV. DM gestasional
Diagnosis
Terdiri dari :
- Diagnosisi DM
- Diagnosis komplikasi DM
- Diagnosis penyakit penyerta
- Pemantauan pengendalian DM
Anamnesis :
- Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada
pria, pruritus vulvae pada wanita.
3. Kadar glukosa plasma 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO
Diagnosa Banding
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
- Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah
- Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
- Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur
- Kreatinin
- SGPT, Albumin/Globulin
- Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
- A,C
- Albuminuria mikro
Terapi
Edukasi
Meliputi pemahaman tentang
- Penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologi
- hiperglikemia
- masalah khusus yang dihadapi
- cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan ketrampilan
Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanna dengan komposisi :
- karbohidrat
60 70 %
- protein
10 15 %
- lemak
20 25 %
jumlah kandungan kolesterol disarankan < 100 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi
PUFA (Poly Unsaturated Faity Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25
g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal per hari :
- laki laki : 30 kal/kg BB idaman
- wanita
: 25 kal/kg BB idaman
- 20%
Lebih
- 10 %
o BB kurang
+ 20 %
- Aktivitas
o Ringan
+ 10 %
o Sedang
+ 20 %
o Berat
+ 30 %
- Hamil
o Trimester I,II
+ 300 kal
o Trimester III
+ 500 kal
Rumus Broca
Berat badan idaman = (tinggi badan -100) 10%*
Pria <160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi
BB kurang
: < 90 % BB idaman
BB normal
: 90 110 % BB idaman
BB lebih
Gemuk
Latihan jasmani :
Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30
menit). Prinsip Continous Rythmical - Interval Progressive Enduranc.
Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
- Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Insulin
Indikasi :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dngan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
- Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO
tunggal sasaran kadar glukosa belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat
hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.
+ 1 macam OHO
Biguanid/Penghambat glukosidase / Glitazon
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :
Insulin
Sedang
Buruk
GD puasa (mg/dL)
80 100
110 125
126
GD 2 jam PP (mg/dL)
80 144
145 179
180
A,C (%)
< 6.5
6.5 8
< 200
200 239
240
< 100
100 129
130
45
Trigliserida (mg/dL)
< 150
150 199
200
IMT
18.5 22.9
23 25
25
< 130 / 80
130 140
80 90
> 140
Komplikasi
A. Akut
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperosmolar non ketonik
- hipoglikemia
B. Kronik
- Mikroangiopati :
o
Pembuluh koroner
Vaskular perifer
Vaskular otak
- Mikroangiopati
o
Kapiler retina
Kapiler renal
- Neuropati
- Gabungan :
o
- Rentan infeksi
- Kaki diabetik
- Disfungsi ereksi
Prognosis
Dubia
KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM
Pengertian :
Kondisi dekompensasi matabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama
ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik.
Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, penkreatitis akut, penggunaan obat
golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.
Diagnosis
Klinis :
Demam/infeksi
Muntah
Nyeri perut
Kriteria diagnosis
Kadar gula
pH
: < 7.35
HCO
: rendah
Anion gap
: tinggi
Keton serum
Diagnosa Banding
Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar
state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol ketosis alkoholik, ketosis
hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat,
drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis
darah gas darah, EKG
Pemantauan :
Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk diperiksa setiap 6 jam s/d pH > 7.1,
selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus
Terapi :
Akses IV.2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:
I. Cairan :
NaCl 0.9 % diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua., lalu
0.5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0.25 L pada jam kelima dan keenam,
selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengaan NaCL 0.45 %
Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam RI drip 1- 2 U/jam IV, disertai
sliding scale setiap 6 jam :
GD
(mg/dL)
< 200
200 250
250 300
300 350
350
RI
(unit, subkutan)
0
5
10
15
20
III. Kalium
Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam.
Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombangn T yang lancip dan tinggi
pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
3,0 4.5
4.5 6.0
> 6.0
drip dihentikan
V. Tatalaksana umum
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (> 380mOsm/L) terapi disesuaikan dengan
pemantauan klinik ;
Komplikasi
Syok hipoglikemia, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia,
hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.
Prognosis
Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok
HIPOGLIKEMIA
Pengertian :
Kadar glukosa < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang
Anamnesis :
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis
Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan
kesadaran, defisit neurologik fokal transien.
DIAGNOSA BANDING
Hipoglikemia karena :
Obat :
(sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol
(kadang) : kinin, pentamindine
(jarang) : salisilat, sulfonemid
Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis,starvasi dan inanisi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide
TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat.
Cari penyebab.
RI
(Unit, subkutan)
0
200-250
250-300
10
300-350
15
> 350
20
seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0.5-1 mg/IV/IM (bila
penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GD sekitar 200mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 Jam selama
12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1.5
2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun
KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian
PROGNOSIS
Dubia
Diagnosis :
Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (ja, atau hari) disertai
gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan
Pemeriksaan fisik :
1. Sianosis sentral
2. Sesak napas dengan bunyo napas melalui mukus berbuih
3. Ronki basah nyari di basal paru kemudian memnuhi hampir seluruh lapangan paru;
kadang kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
4. Takikardia dengan gallop S3
5. Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung
Laboratorium
Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia
Foto toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadang
kadang timbul efusi pleura
Ekokardiografi
Kelainan katup
Diagnosis Banding
Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin, ureum, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks, EKG, Enzim jantung
(CK-CKMB, Troponin T), Ekokardiografi transtorakal, angiografi koroner.
Terapi
1. Posisi duduk
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk :
pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah,PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg
dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mempu
mengurangi cairan edema secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator/bipep
3. Infus emergensi
4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit.
Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis
3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid IV
dimulai dosis 0.1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90
mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ organ vital.
6. Morfin-sulfat : 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg
7. Diuretik : furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam
8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau
dobutamin 2-10 ug/kgBB.menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.
9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil
dengan terapi oksigen
11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel atau korda tendinae
Komplikasi
Gagal napas
Prognosis
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
FIBRILASI ATRIAL
Pengertian :
Adanya irregularitas kompleks QSR dan gambaran gelombang P dengan frekuensi antara
350-650 per menit.
Diagnosis :
Gambaran EKG berupa
Kualifasi :
Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama
sinus :
1. Paroksismal, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa
intrevensi pengobatan atau tindakan apapun.
2. Persiten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi
pengobatan atau tindakan.
3. Permanen AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak
berubah..
Diagnosis Banding
-
Pemeriksaan Penunjang
EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi pasien AF poroksismal
Terapi
Fibrilasi atrial proksismal :
1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja.
2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan jantung
atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau obat
antiaritmia IC seperti propafenon atau flekainid.
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.
4. Bila dengan obat obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau obat
obat antiaritmia lain.
5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron merupakan obat pilihan.
ventrikel. Alternatif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan dilakukan
pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum kardioversi.
3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat
antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat
diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC (Propafenon,
flekainid), sotalol atau amiodaron.
Komplikasi
Emboli, stroke, trombus intrakardiak
Prognosis
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
Diagnosis
Anamnesis
Dispnea on effort; Orthopnea; Parokcismal nocturnal dispnea; lemas; anoreksia dan mual;
gangguan mental pada usia tua.
Pemeriksaan fisik
Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan / ekstensi vena jugularis, refluks
hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa
meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang
rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru
kanan daripada paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan
perikarditis konstruktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba palpasi hati yang
berhubungan dengan hipertensi vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan
kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.
Kriteria Diagnosis
Kriteria Framingham
1. Kriteria Mayor
Ronki
Kardiomegali
2. Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam
Hepatomegali
Efusi pleura
Diagnosis Banding
1. Penyakit paru : pnemonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya :
ARDS, emboli l jantung, (infark iskemia paru.
2. Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik.
3. Penyakit hati : sirosis hepatis
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke
apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks), peningkatan tekanan vaskular
pulmonar, kadang kadang ditemukan efusi pleura.
Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi tiroid,
tes fungsi hati dan lipid darah
Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan pat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi
dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35
40 % atau normal, kelainan katup (Stenoid mitra, regurgitasi mitral, stenosistrikuspid atau
trikuspid regurgitasi), hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang kadang
ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau
perikarditis.
Terapi
Non farmakologis
1. Anjuran umum :
a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
b. Aktivasi sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan
c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang
d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pnemokokus bila mampu
e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormon
dosis rendah masih dapat dianjurkan.
2. Tindakan umum :
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada
gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5 liter pada
gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20 30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalam 3 5 kali/minggu selama 20 30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70 80% denyut jantung
maskimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
3. Farmakologi
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal
dan menghilangkan sedema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid.
Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik
intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid.Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25 -50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan
gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE. Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal dan pada
gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta, bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis
kecil, kemudian dittrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung kelas
fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasanya digunakan bersama sama dengan penghambat ACE
Komplikasi
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
Prognosis
Tergantung klas fungsionalnya.
Diagnosis
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostenal, dan prekordial. Nyeri seperti
ditekan, ditindih beban berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan diplintir. Nyeri menjalar
ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula dan dapat juga lengan kanan. Nyeri
membaik atau hilang dengan istirahat atau obat m\nitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan
fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit
bernapas keringat dingin dan lemas.
Elektrokardiogram
Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang
kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
Infeksi miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T
Infark ,iokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
Petanda Biokimia
DIAGNOSIS BANDING
Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, empboli paru akut, penyakit dinding dada,
sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme
atau ruptur esofagus kolesistitis akut, tukak lambung dan pankreatitis akut.
PEMERIKSAAN PENUNANG
EKG
Ekokardiografi
Angiografi koroner
TERAPI
Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri rendah
(<90%)
Diet : puasa dampai bebas nyeri, kemudian diet cair, selanjutnya diet jantung
Morfin 2.5 mg(2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis tota 20 mg atau
petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena
Antitrombolik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif diganti dengan tiklopidin atau
klopidogrel.
Trombolik dengan streptokinase 1.5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jaringan (t-PA)
bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0.75mg/kgBB(,aksimal 50mg) dalam jam pertama dan 0.5
mg/kgBB(maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika
Elevasi segmen ST > 0.1 mv pada dua atau lebih sedapan ekstremitas berdampingan atau 0.2 mv
pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12
jam, usia < 75 tahun
Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut
Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau
bedah, pasien dengan risiko tinggi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi
atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi
heparin.
Heparin diberikan dengan target aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol. Pada angina pektoris tak stabil heparin
5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan
menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit
dilanjutkan dengan infus selama rata rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol
Pada infark miokard anterior transmural luas antioagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada
penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri
antiogulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa sebelum heparin
dihentikan.
Antiogulan oral diberikan sekurang kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)
Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark miokard akut luas,
atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak
stabil bila nyeri tidak teratasi
Atasi komplikasi
1.
Fibrilasi atrium
Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia
intratabel
Digitalisasi cepat
Penyekat Beta
Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan
Heparinisasi
2.
Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.
3.
Takikardia ventrikel
VT polimorfik menetap (>30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC Shock
unsynchronized dengan energ awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J
dan jika perlu shock ketiga 360 J.
VT monomorfik yang mentap diikuti angina, edema paru atau hipotensi harus diterapi
dengan DC Shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal
ggal
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan :
Lidokain bolus 1-15 mg.kgBB. bolus tambahan 0.5-0.75 mg/kgBB tiap 5 10 menit sampai
dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 2-4
mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB dalam 5-10 menit
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kgBB.jam; atau amiodaron 150 mg infus selama 10-20
menit atau 5 ml/kkkgBB/20-60 menit dilanjutkaninfus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0.5 mg/menit; atau kardioversi elektrik sychronized dimulai
dosis 50 J (anestesi sebelumnya)
4.
Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga
dengan ritme escape kompleks sempit)
Terapi dengan sulfas atropin 0.5-2 mg, isoproterenol 0.5-4 ug/menit bila atropin gagal,
sementara menunggu pacu jantung sementara.
5.
Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis
mengenai kasus ini
6.
Perikarditis
Aspirin (160-32555 mg/hari)
Indometasin,
Ibuprofen
Kortikosteroid
7.
Komplikasi mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel ditatalaksana
operasi
KOMPLIKASI
1. Angina pektoris tak stabik : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut
2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur
septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukan
rangsang, perikarditis, sindrom drester, emboli paru.
PROGNOSIS
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi
RENJATAN KARDIOGENIK
PENGERTIAN :
Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung
DIAGNOSIS :
Trias renjatan : tekanan darah < 90 mmHg, takikardia dan oliguria
Pemeriksaan fisik :
1. Tanda tanda gagal jantung
2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel atau
muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut jantung
rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak kongestif.
Murmur : regurgitasi aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau trombosis katup prostetik.
Elektrokardiografi
1. Tanda iskemia, infark,hipertrofi,low voltage
2. Aritmia : AV blok, bradiaritmia, takiaritmia
Foto toras
Opsisfikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadang
kadang efusi pleura
Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, RWMA Dilatasi ventrikel kiri
atau atrium kiri atau arteri pulmonalis
Regurgitasi katup Miksoma atrium Efusi perikard dengan tamponadekardiomiopati
hipertrofik Perikarditis konstriktiva
DIAGNOSIS BANDING
Syok hipovelemik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, foto toraks, EKG, Enzim jantung
(CK-CKMB, Troponin T), Eokardiografi, angiografi koroner.
TERAPI
1. Posisi duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk pasien
makin sesak,takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan
60 mmHg
dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu
mengurangi cairan secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan
ventilator.
3. Infus emergensi
4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana untuk dekompresi
dengan chest tube torakotomi
5. Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
6. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali ada
edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz
7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut inferior.
8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk
mendapatkan PAWP. Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan
vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sitolik 100 mmgHg. Dopamin dimulai
dengan 5ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai terget mempertahankan tekanan darah
atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan darah < 80
mmgHg dengan dosis 0.1 30 ug/kgBB/menit. Jika tidak respons dengan dopamin dapat
juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2.5 20 ug/kgBB/menit : atau
milrininon/amrinon.
9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil
menunggu tindakan intervensi bedah.
10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi afterload
dan memperbaiki fungsi pompa terutama berguna pada hipertensi berat, edema paru,
dekompensasi katup. Nitrogliserin sublingual atau intravena
11. Nitrogliserin peroral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg
bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil
memuaskan maka dapat diberikan nitropusid . nitropusid IV dimulai dosis
0.1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHG pada pasien
yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi
yang adekuat ke organ organ vital.
12. Bila perlu : diberikan Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai
respons klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil
dengan terapi oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel atau korda tendinae
KOMPLIKASI
Gagal napas
PROGNOSIS
Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi
PNEUMONIA DIDAPAT
DI MASYARAKAT
Pengertian :
Peumonia
Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikrobakterium
tuberkulosis
setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas
perawatan jangka panjang selama 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000)
Diagnosis
Rencana diagnostik bertujuan :
1. Diagnostik adanya CAP
Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah
Terdapat 2 dari 3 gejala berikut : Demam, batuk + sputum produktif, leukositosis
(pada penderita usia lanjut : gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu tidak mau
makan, dll)
2. Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumania PORT Prediction rule
atau Pneumonia Severity of Illness Index (PSI) : berdasarkan proses dua langkah yang
mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan fisik pemeriksaan
laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima kelas risiko mortalitas dan
outcome (lihat tabel 2,3,4 dan gambar 1)
3. Indentifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4) :
Pewarnaan gram sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan polymerase chain reaction
(PCR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi
jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan torakoskopi); bila diperlukan
Diagnosis banding
Tuberkulosis paru, jamur
Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks
Pulse oxymetry
Laboratorium rutin : DPL,. Hitung jenis, LED, Glukosa Darah, Ureum, Creatinin. SGOT,
SGPT
Analisis gas darah, elektrolit
Pewarnaan Gram Sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Pemeriksaaan serologis
Pemeriksaan antigen
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi)
Terapi
Tatalaksana umum
Rawat Jalan
Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum mabyak cairan
Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol
Ekspektoran mukolitik
Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
Bilas tidak membaik dalam 48 jam; dipertimbangkam untuk dirawat di rumah sakit atau
dilakukan foto toraks.
Rawat Inap di RS
Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya : mempertahankan PaO2 8kPa dan SaO2, 92%
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas
dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
Cairan : bla perlu dengan cairan intravena
Nutrisi
Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
Ekspektoran/mukotik
Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rawat ICU
Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur
guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelianan endobronkial.
Terapi Antibiotika
Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi
empirik inisial ATS 2001 (lihat tabel 1.5 dan gambar 2). Syarat untuk alih terapi (ATS
2001)
o Berkurangnya keluhan batuj dan sesak napas
o Suhu afebris (< 100F) pada dua pengukuran yang etrpisah 8 jam lamanya,
leukosit berkurang/menjadi normal
o Saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat
Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingaarten atau Ramirez (lihat tabel
6)
Komplikasi
CAP besar :
Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria minor
(dari 3 kriteria modifikasi)
Kriteria minor yang dikaji saat masuk Rs :
1. Gagal napas berat (PaO2/FIO2 < 250).
2. Foto toraks : pneumonia multilobaris
3. TD sistolik 90 mmHg
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit :
1. Perlunya ventilator mekanis
2. Syok sepsis
Gagal napas
Sepsis, syok sepsis
Efusi parapneumonik
bronkiektasis
Prognosis
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll
Diagnosis
Keluhan : sesak napas, batuk batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko (+),
PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas,
dampak penyakit termasuk aktivitas dll,kemungkinan mengurangi faktor risiko.
Pemeriksaan fisik
- Pernapasan pursed lips
- Takipnea
- Dada emfisematous atau barrel chest
- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloaster
- Bunyi napas vesikuler melemah
- Eksirasi memanjang
- Ronki kering atau wheezing
- Bunyi jantung jauh
Etiologi eksarbasi
Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama streptococcos pneumonie, Haemopilus influenzae,
Moraxella catarrhalis.
Pajanan polusi udara
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO ( lihat tabel
I)
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang
Spirometri
Foto thoraks
Bila eksaserbasi akut : analisis gas darah, DPL. Sputum Gram, kultur MOR
Terapi
Usaha mengurangi faktor risiko
Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
PPOK dengan FEVI < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)Eksaserbasi akut
Antioksidan : N-asetil-sistein
Vaksinasi : influenza,pnemokok
Terapi Non-farmakologis
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi
psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) ; pada PPOK stadium III,
AGD =
c. Nutrisi
d. Pembedahan : pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan
mekanik paru)
Komplikasi
Gagal napas, kor pulmonal, Septikemia
Prognosis
Dubia, tergantung dari stage , penyakit paru komorbid, penykit komorbid lain.
OSTEOARTRITIS
Pengertian :
Osteortritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini
ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula
dan tepi tulang (osteofit)
Diagnosis
Osteoartritis sendi lutut :
1.
2.
2.
1.
2.
Diagnoasis Banding
Artritis remotoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa
Pemeriksaan Penunjang
Artroskopi
Terapi
1. Penyuluhan
2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
3. Obat antiinflamasi non steroid
Diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam 7.5 mg
o.d dan sebagainya
4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi
5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis
6. Operasi untuk memperbaiki deformitas
Komplikasi
Deformitas sendi
Prognosis
Dubia
Pengertian :
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengan dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam
berdarah dengan (DBD)
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :
Trombositopenia (100.000/mm)
Derajat
I.
Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
berupa uji torniquet positif dan/atau mudah memar
II.
III.
Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit
dingin dan lembab serta gelisah
IV.
Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak tertur DBD derajat III dan IV digolongkan
dalam sindrom renjatan dengue
Diagnosa Banding
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia
Pemeriksaan Penunjang
Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Serologi dengue
Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak
Farmakologis :
Komplikasi
Renjatan, perdarahan, KID
Prognosis
Bonam
DEMAM TIFOID
Pengertian :
Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonela thypi atau Salmonela
partatyphi
Diagnosa :
Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare
Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria khosia (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain : bilirubin > 30.6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks PT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonela typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa
tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid
Diagnosis Banding
Infeksi virus, malaria
Pemeriksaaan Penunjang
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)
Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologis :
Simtomatis
Antimikroba
- Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mgsampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain :
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
klorafenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50 150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam
dextrosa 100cc selama 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) :
Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa
kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas
normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1
gram dan deksametason 3 x 500 mg
Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti diatas.
Komplikasi :
Intestinal
Perdarahan intestinal, perforasi ususm ileus paralitik, pankreatitis
Ekstra- Intestinal
Prognosis
Baik, bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat,
prognosis meragukan/buruk.
Pengertian :
Sepsis :
Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi
Renjatan Septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg atau
penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD
DIAGNOSIS SEPSIS
1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut :
Suhu badan > 38 C atau < 36C
Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit
Frekuensi pernapasan > 24x/menit atau PaCO < 32
Hitung lekosit > 12.000/mm atau < 4.000/mm, atau adanya > 10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna
SEPSIS BERAT
Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran ,
gangguan fungsi hati, ginjal, paru paru dan asidosis metabolik
DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, rejatan hipovolemik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah adn infeksi
fokal (urin, pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba,
foto toraks
TERAPI
Tempat infeksi
Antimikroba definitif : bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat
diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme
Resusitasi cairan
Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau
koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis(respons terlihat
dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi,
perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu
diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S
dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan
8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.
Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai
tekanan darah sistolik 90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan > 30
ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin dengan dosis > 8
mcg.kgBB/menit, norepinefrin 0.03-1.5 mcg/kgBB/menit , fenilefrin 0.5-8
mcg/kgBB/menit atau epinefrin 0.1-0.5 mcg.kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi
miokard, dapat digunakaan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28
mcg/kgBB/menit, dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin 0.1-0.5
mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon)
Bila terjadi KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan
heparn dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan
infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1.5-2 kali
kontrol atau antiogulan lainnya.
KOMPLIKASI
Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel
PROGNOSIS
Dubia ad malam
INTOKSIKASI OPIAT
PENGERTIAN
Intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat : morfin, petidin, heroin, opium,
pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan
DIAGNOSIS
Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada
Pemeriksaan Fisi : pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran, nadi
lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan
bilier, kejang
DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepin, etanol
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks
TERAPI
A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing,circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan oksigen
sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal diberikan 0.4 mg IV pelan pelan atau diencerkan
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal diberikan 1-2 mg IV pelan pelan atau diencerkan
3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5 10 menit hingga timbul
respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil) atau telah
mencapai dosis maksimal 10mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat
perlu dikaji ulang.
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan
overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran dan
perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson
satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0.9% diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan rontgen toraks
6. Pertimbangan pemasangan ETT bila : pernapasan tak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup atau hipoventilasi
menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila
diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada
intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240
ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat diulang bila
perlu.
Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi
KOMPLIKASI
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut
PROGNOSIS
Dubia
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
Pengertian :
Intokskasi akibat zat yang mengandung organofosfat
DIAGNOSIS
Anamnesis : riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah
Pemeriksaan Fisis : bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda tanda aspirasi
Laboratorium : pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat
DIAGNOSIS BANDING
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL. Elektrolit, rontgrn toraks, EKG, Pemeriksaan organofosfat
TERAPI
- Bilas lambung melalui NGT
- Atropinisasi
KOMPLIKASI
Gagal napas, blok AV
PROGNOSIS
Dubia
Pengertian
Kriteria :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau
fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glumerulus (LFG), berdasarkan :
- Kelainan patologik atau
- Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelianan pada komposisi darah atau urin atau
kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 60 ml/menit/1.73 m yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Diagnosis
- Anamnesis : lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat, BAK berkurang
- Pemeriksaan Fisis : anamesis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda
bendungan paru
- Laboratorium : gangguan fungsi ginjal
Dengan kerusakan
Ginjal
dengan
tanpa
hipertensi
hipertensi
1
1
tanpa kerusakan
Ginjal
dengan
hipertensi
hipertensi
tanpa
hipertensi
"Normal"
0 - 89
hipertensi
LFG
0 - 59
+ LFG
5 - 29
< 15 (atau
dialisis)
Diagnosis Banding
Gagal ginjal akut
Pemeriksaan Penunjang
DPL, ureum, kreatinin,UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P, Mg),
Profil lipid, asam urat, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, kormon PTH, albumin,
globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen,
renogram, foto thoraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAG, Anti HCV, anti HIV
Terapi
Non farmakologis :
Pengaturan asupan protein :
- Pasien non dialisis 0.6-0.75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi
pasien
- Pasien hemodialisis 1-1.2 gram/kgBB ideal/hari
- Pasien peritoneal dialisis 1.3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori : 3 kal/kg/BB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak : 30 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat : 50 60% dari kalori total
Garam (NaCl) : 2 3 gram/hari
Kalsium : 1400 1600 mg/hari
Fosfor : 5 10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
Kalsium : 1400-1600 mg/hari
Besi : 10 18 mg/hari
Magnesium : 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD : 5 mg
Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di
antara waktu HD < 5% BB kering
Farmakologis :
Kontrol tekanan darah :
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II evaluasi kreatinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35 % atau timbul hiperkalemi
harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0.2 di atas nilai
normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
Koreksi anemia dengan target Hb 10 -12 g/dl
Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
Kontrol osteodistrofi renal : kalistriol
Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO, 20 22 mEq/l
Koreksi hiperkalemi
Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golonga statin
Terapi ginjal pengganti
Komplikasi
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit, osteodistrofi
renal, anemia
Prognosis
Dubia
HIPERTENSI
Pengertian :
Tekanan darah yang sama atau melebhi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau melebihi 90
mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat antihipertensi
< 120
dan
< 80
Pre- hipertensi
120 139
atau
80 89
Hipertensi stage 1
140 159
atau
90 99
Hipertensi stage 2
160
atau
100
_________________________________________________________________________
Diagnosis
Klasifikasi berdasarkan hasi rata rata pengukuran tekanan darah yang dialkukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan
cuff yang meliputi minimal 80% lengan ata pada pasien dengan posisi duduk dan telah
beristirahata 5 menit.
Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5
Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko
hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
Faktor risiko kardiovaskular
- Hipertensi
- Merokok
- Obesitas (IMT > 30)
- Inaktivitas fisik
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Mikroalbuminuria ata LFG < 60 ml/menit
- Usia (laki laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun
- Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini ( laki laki < 55 tahun atau
perempuan < 65 tahun)
Kerusakan organ sasaran :
- Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat
revaskularisasi koroner, gagal jantung
- Otak : strok atau transient ischemic attack (TUA)
- Penyakit ginjal kronik penyakit ateri perifer
- Retinopati
Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, alkibat obat atau berkaitan
dengan obat, penyakit ginjal kronik dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasi
aorta, penyakit tiroid atau paratiroid
Diagnosis Banding
peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertansion, rasa nyeri, peningkatan tekanan
intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll
Pemeriksaan Penunjang
Utrinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elekrolit, profil lipid, foto thoraks, EKG, sesuai
penyakit ppenyerta : asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, katekolamin, urin, USG
pembuluh darah besar, USG ginjal, akekordiografi
Terapi :
Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor All : evaluasi kreatinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemi harus
dihentikan.
Kondisi khusus lain :
Obesitas dan sindrom metabolik (tedapat 3 atau lebih keadan berikut : lingkar
pinggang laki laki > 102 cm atau perempuan > 89 cm, toleransi glukosa terganggu
dengan gula darah puasa 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg,
trigliserida tinggi 150 mg/dl, kolesterol HDL rendah < 40 mg/dl pada laki laki
atau < 50 mg/dl pada perempuan) modifikasi gaya hidup yang intensif dengan
pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan lain adalah antagonis
reseptor All, penghambat kalsium, dan penghambat
Hipertrofi ventrikel kiri tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk
penurunan berat badan, retriksi asupan natrium dan terapi dengan semua kelas
antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil
Penyakit arteri perifer semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain,
dan pemberian aspirin.
Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi diuretika (tiazid)
sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12.5 mg/ari. Penggunaan obat
antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit penyerta
Kehamilan pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor ,
antagonis kalsium dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor AH
tidak boleh digunakan selama kehamilan
Komplikasi
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, ateroskleosis pembuluh
darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina poctoris, gagal jantung.
Prognosis
Bonam
KRISIS HIPERTENSI
PENGERTIAN
Krisis hipertensi :
Keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan
mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi yang
terpenting adalah cepat naiknya tekanan drah. Dibagi menjadi dua :
1. Hipertensi Emergency : situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang
segera dengan obat antihipertensi parental karena adanya kerusakan organ target akut
atay progresif
2. Hipertensi urgency : situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah
perlu diturunkan dalam beberapa jam.
DIAGNOSIS
Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinyya, kepatuhan minum obat pasien, tekanan
darah rata rata, riwayat pemakaian obat-obatan simpatomimetik dan steroid, kelainan
hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala gejala serebral, jantung dan gangguan
penglihatan
Pemeriksaan Fisis : Tekanan darah pada
Diagnosis :
Subyektif : terdapat keluhan seperti akan jatuh, disertai/tanpa dizziness, vertigo, rasa
bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri atau terdapat
riwayat jatuh.
Obyektif : Terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan faktor risiko.
Faktor risiko ekstrinsik : antara lain lantai licin, alas kaki, permukaan lantai/tanah yang
tidak rata, alas kali yang tak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai.
Diagnosis Banding
-
Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko, menemukan penyebab/pencetus
:
Analisis gas darah, foto toraks, foto vertebrae, foto sendi terkait (genu, ankle), EKG
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adalah SVD
atau TIA
TERAPI
Komplikasi
Fraktur femur, tangan, vertebra, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi
Prognosis
Baik
INFEKSI HIV/AIDS
Pengertian :
Pasien yang terbukti terinfeksi HIV dari pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda
Stadium WHO :
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Kandidiasis oral
Tuberculosis paru
Stadium 4
Toksoplasma serebral
Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya
renitis CMV)
Tuberkulosis ekstrapulmoner
Limfoma
Sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV
Diagnosis Banding
Penyakit imunodefisiensi primer
Pemeriksaan Penunjang
Antigen p-24
Hitung CD4
Terapi
Konseling
Terapi suportif
Komplikasi
Infeksi oportunitik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.
Prognosis
Tergantung stadium penyakit
DISPEPSIA
Pengertian :
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa
Diagnosis
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi
Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma
GT, USG Abdomen
Terapi
Suprtif; nutrisi
Komplikasi
Tergantung etiologi dispepsia
SIROSIS HATI
Pengertian :
Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan jaringan
ikat disertai modul
Diagnosis :
Pemeriksaan fisik : stigmata sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral dinding
perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah ( DPL,SGOT,SGPT,ALT, albumin, CHE,PT,seromarker hepatitits),
USG, biopsi hati, endoskopi,SCBA, analisis cairan asites
Terapi
Istirahat cukup
Roboransia
Mengatasi penyulit
Komplikasi
Hipertensi portal, SBPhematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan hemostasis,
ensefalopati hepatikum
Prognosis
Dubia ad malam