Professional Documents
Culture Documents
: SHELVY TUCUNAN
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama (inisial)
Usia
Jenis kelamin
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Status perkawinan
Alamat
: Tn. B
: 25 tahun
: Laki - laki
: Islam
: Tidak ditanyakan
: Tidak ditanyakan
: Menikah
: Desa Pakapuran, Kec. Amuntai Utara
RIWAYAT PSIKIATRIK
Alloanamnesis
: Dilakukan terhadap teman dan keluarga pasien pada tanggal 15
Juni 2015, pukul 08.00 WITA di UGD RSPB
A. KELUHAN UTAMA
Pasien tidak sadarkan diri.
B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Pasien laki-laki berusia 25 tahun, dibawa ke ugd Pambalah Batung pukul
08.00 WITA, 15 juni 2015 oleh keluarga dan teman pasien karena pasien tidak
sadarkan diri sejak pukul 20.00 WITA. Pada waktu di UGD RSPB pasien
mengalami penurunan kesadaran. Pasien tampak gelisah dengan kedua tangan dan
kaki bergerak secara terus menerus. Kedua mata pasien menutup sebatas setengah
kelopak mata atas. Pasien membuka mata jika diberikan rangsang nyeri yang
kuat. Pasien mengeluarkan suara-suara seperti mengerang. Pasien mengompol
ditandai dengan celana pasien yang basah dan bau pesing tetapi tidak ada BAB.
Tidak ditemukan adanya buih dan benda asing pada mulut pasien serta tidak ada
muntah selama di UGD. Pernapasan pasien cepat dan dangkal tanpa ada nya
pernapasan cuping hidung dan juga tidak ada suara mendengkur. Bibir, kukukuku, telapak tangan masih tampak kemerahan.
Berdasarkan penjelasan teman pasien, sebelum tidak sadarkan diri pasien
meminum tablet Z (carisoprodol) sebanyak 40 butir dirumah pasien bersama
dengan dirinya dan beberapa teman lainnya. Selain tablet Z pasien juga meminum
tramadol tetapi teman pasien tidak mengetahui ketahui jumlah tramadol yang
diminum pasien. Pasien meminum obat-obatan tersebut sekitar jam 6 sehabis
magrib. Pada awal nya pasien meminum tablet Z sebanyak 10 butir lalu setiap
selang beberapa menit pasien meminum 10 lagi sampai jumlah nya mencapai 40
butir. Setelah pasien meminum obat-obatan tersebut kira-kita setengah jam pasien
merasa sakit kepala. Tidak ada batuk, bicara melantur, mengamuk, muntah atau
pun kejang. Setelah meminum obat-obatan tersebut pasien mulai tidak sadarkan
diri kira-kira 1 jam kemudian dan keluarga pasien pun memberikan susu dan
minyak yang tujuannya untuk menetralisir.
Sekitar pukul 20.00 WITA atau setelah memberikan susu kepada pasien,
keluarga pasien membaringkan pasien di ranjang dan membiarkan pasien
beristirahat. Pada keesokan paginya sekitar pukul 05.00 WITA, menurut keluarga
pasien, pasien masih dalam keadaan tidak sadar dan mulai gelisah sehingga
keluarga memutuskan membawa pasien ke rumah sakit. Selama di perjalanan
keluarga pasien memberi pasien minuman kemasan sebanyak 1 gelas.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Gangguan Psikiatrik
Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya tidak ada
2. Riwayat Gangguan Medik
Riwayat gangguan medik sebelumnya tidak ada
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Sebelumnya pasien memang seringkali menggunakan zat-zat tersebut.
Menurut cerita dari teman pasien, pasien dalam 1 minggu mengkonsumsi
tablet Z 1-2 kali. Teman pasien tidak tahu pasti sejak kapan pasien
mengkonsumsi tablet Z tersebut. Selain tablet Z tersebut pasien juga sering
mengkonsumsi beberapa zat lain. Pada awalnya dosis yang digunakan tidak
mencapai 40 kurang lebih hanya 5 tablet dalam sekali konsumsi. Selain
dengan teman-temannya pasien juga sering mengkonsumsi zat-zat terlarang
bersama istrinya. Pasien juga sering merokok dan mengkonsumsi minumanminuman keras sejak duduk di bangku SMP. Dalam segari pasien dapat
mengkonsumsi rokok sebanyka 1-2 pack. Riwayat penggunaan zat-zat yang
disuntikan tidak ada.
4. SIfat Kepribadian Sebelumnya
Pasein memiliki sifat yang keras dan sedikit temperamental. Pasien sering
melawan kedua orang tuanya. Pasien memiliki banyak teman beberapa kali
teman-teman
dekatnya
datang
ke
rumahnya.
Pasien
lebih
sering
III.
STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
a. Penampilan : Pasien laki-laki dewasa, perawakan sedang, rambut hitam pendek
tidak disisir, memakai kaos lengan pendek dan celana jeans selutut, dan tidak
memakai sandal. Pasien tidak memiliki tato,tindikan dan bekas luka di tubuhnya.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Pasien gelisah dan tidak sadarkan diri.
Terdapat respon non verbal berupa erangan.
B. Mood dan afek
Mood : tidak dapat dinilai
Afek : tidak dapat dinilai
Keserasian : tidak dapat dinilai
Empati : tidak dapat dinilai
Persepsi : tidak dapat dinilai
C. Pikiran
Proses berpikir : tidak dapat dinilai
Gangguan isi pikir : tidak dapat dinilai
IV.
V.
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal pemeriksaan 15 Juni 2015
Hematologi
Hemoglobin
: 15,4 g/dL
Leukosit
: 3.600 mm3
Eritrosit
: 5,51 juta/mm3
Trombosit
: 371.000/mm3
Hematokrit
: 44%
Kimia Darah
GDS
: 201mg/dl
Ureum
: 38 mg/dl
Bun
: 17,7 mg/dl
Creatinin
: 1,01mg/dl
Urinalisa
Warna
: kuning
Kejernihan
: agak keruh
Leukosit
: negative
Nitrit
: negative
Urobiloinogen
: negative
Protein
: +1
pH
: 5,5
Darah
:
Berat jenis
: 1.020
Keton
: negative
Bilirubin
: negative
Glukosa
: negative
Sedimen
Epitel
: +1
Leukosit
:0-1/lpl
Eritrosit
: 10-15/lpl
Tes Narkoba Urin
Benzodiazepines
: non reaktif
Methampethamine: non reaktif
Morphine
: non reaktif
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien dibawa oleh keluarga dan temannya dalam keadaan tidak sadarkan sejak
pukul 20.00 WITA. Pasien dibawa ke UGD pukul 08.00 WITA. Di UGD pasien tidak
sadarkan diri dan gelisah. Tidak ada buih yang keluar dari mulut pasien, tidak ada
muntah, dan tidak ada kejang selama di UGD. Dari heteroanamnesa dari teman pasien
didapatkan bahwa pasien mengkonsumsi 40 butir tablet Z dan tramadol yang
jumlahnya tidak diketahui. Pasien mulai tidak sadarkan diri pada pukul 20.00 WITA
dan sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala. Pasien diberikan susu beruang dan
minyak untuk menetralisir oleh keluarga pasien dan di biarkan beristirahat. Pada
pukul 05.00 WITA pasien masih tidak sadarkan diri dan juga mulai gelisah. Menurut
keluarga pasien tidak ada buih pada mulut pasien, tidak ada muntah, tidak ada kejang,
dan tidak ada batuk. Selain susu dan minyak, dalam perjalanan menuju rumah sakit
pasien juga diberikan minuman kemasan 1 gelas.
Menurut teman pasien, pasien memiliki riwayat menggunakan tablet Z
sebelumnya dan zat yang digunakan biasanya adalah tablet Z dan beberapa zat
lainnya. Pasien juga memiliki riwayat merokok dan minum minuman beralkohol.
Tidak ada riwayat penggunaan zat melalui jarum suntik atau cara lain selain oral.
Pasien juga mempunyai riwayat penggunaan zat bersama dengan istri pasien dan juga
beberapa teman pasien. Riwayat penggunaan zat-zat tidak diketahui sejak kapan.
Status mental pasien memiliki perawakan seperti orang normal lainnya. Tidak ada
tato, tidak ada tindikan pada tubuh dan tidak ada bekas luka pada tubuh pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran sopor, TD 110/90, Nadi 90
kali/menit, Nafas 32 kali/menit, suhu 36,7oC, Rhonki seluruh lapang paru, ektremitas
hangat. Tidak ditemukan sumbatan jalan nafas atas, pernapasan dangkal dan cepat
tanpa pernafasan cuping hidung, kuku-kuku dan telapak tangan tidak tampak tanda
sianosis. Pada pemeriksaan neurologi didapatkan GCS dengan E2M3V3 (sopor),
pupil miosis 2mm/2mm, reflex cahaya +/+.
Pada pemeriksaan darah lengkap, kimia darah dan urinalisis tidak ada kelainan.
Pada tes narkoba terhadap benzodiazephines, methampethamine, dan morphine tidak
ditemukan adanya ketiga zat tersebut dalam urin pasien.
Pada pemeriksaan neurologi didapatkan GCS dengan E2M3V3 (sopor), pupil
miosis 2mm/2mm, reflex cahaya +/+.
VII.
FORMULASI DIAGNOSTIK
Susunan diagnostik ini berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna dengan urutan untuk
Aksis II
Aksis III
Pneumonia Aspirasi
Aksis IV
Aksis V
PROGNOSIS
1. Faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:
Penggunaan zat yang telah berlangsung selama 14 jam
Kesadaran yang sudah menurun
Penggunaan zat yang multipel
Kesimpulan prognosis dari pasien ini adalah : Dubia ad malam
X.
DAFTAR PROBLEM
Organobiologik
Psikologik/psikiatri
Sosial
: Pneumoni Aspirasi
: Intoksikasi zat multiple
: Pergaulan dengan sesame pengguna zat terlarang
XI.
PENATALAKSANAAN
Indikasi rawat inap
Air Way
Breating
Memastikan pasien masih dapat bernafas, jika terjadi gagal nafas dapat
diberikan bantuan nafas dengan amubag.
Circulation
Pemberian O2 2lpm
IVFD RL guyur 1 kolf
Psikofarmaka
Dexamethasone 125mg 1x
Furosemide 4mg 1x
Haloperidol 2,5mg 1x
Pasang kateter dan NGT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Pada dasarnya setiap orang tentu memerlukan obat-obatan dalam hidupnya, terlebih untuk
merawat dan menyembuhkan penyakit, bahkan penyakit yang ringan sekalipun terkadang perlu
disembuhkan secepatnya dengan obat.
Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan aturan, selain dapat membahayakan kesehatan
juga pemborosan waktu dan biaya, karena harus melanjutkan upaya pengobatan ke pelayanan
kesehatan lain, seperti puskesmas atau dokter. Penyalahgunaan obat ini terkait dengan masalah
toleransi, adiksi atau ketagihan yang selanjutnya bisa berkembang menjadi ketagihan obat.
Somadril (carisoprodol) adalah obat untuk relaksasi otot dengan indikasi untuk nyeri otot,
rheumatoid arthritis, dan hipertensi. Carisoprodol sering disalahgunakan dengan dosis yang
berlebihan sehingga memberikan efek euforia, rasa tenang, halusinasi penglihatan dan
pendengaran. Intoksikasi atau overdosis carisoprodol dapat menyebabkan insomnia, bicara
kacau, muntah, tremor, serta dapat menyebabkan halusinasi dan delusi. (South Med J, 1993).
Seiring dengan berjalannya waktu, carisoprodol semakin marak diberitakan di media
massa, baik cetak maupun elektronik, karena telah banyak menelan korban akibat semakin
BAB II
PENYALAHGUNAAN CARISOPRODOL
II.1.
Carisoprodol
II.1.1.
Definisi
Carisoprodol adalah salah satu obat muscle relaxan yang biasa digunakan dan di
indikasiakan untuk pasien yang menderita nyeri otot, rheumatoid athiritis dan juga untuk
melmaskan otot yang tegang pada olah ragawan. Nama dagang carisoprodol di Indonesia
saat ini adalah somadril. Dalam jurnal kedokteran Eur J Clin pharmacol tahun 2012 di
jelaskan bahwa carisoprodol mempengaruhi sitokrom P450 2C19 (CYP2C19) dan mutasi
dari enzyme ini bisa memiliki efek yang signifikan pada kosentrasi. carisoprodol yang
memiliki nama kimia 2-methyl-2-propylpropane-1,3-diol menurut aturan International
Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) tersedia dalam bentuk sediaan tablet
berwarna putih suspense dalam bentuk carbamic acid ester. Secara kimia, carisoprodol
adalah suatu dekstro isomer dari meprobamate, suatu derivat morfin semisintetik. Walaupun
strukturnya mirip narkotik, carisoprodol tidak beraksi pada reseptor opiat sub tipe-
(seperti halnya morfin atau heroin), tetapi ia beraksi pada reseptor opiat subtipe , sehingga
efek ketergantungannya relatif kecil. Pada dosis besar, efek farmakologi carisoprodol
menyerupai PCP (phencyclidine) atau ketamin yang merupakan antagonis reseptor Nmethyl daspartat (selanjutnya disingkat NMDA).
II.1.2.
Epidemiologi
Carisoprodol telah digunakan untuk kepentingan klinis di Norwegia sejak tahun
1995 sebagai relaksasi otot yang dapat diperoleh secara bebas. Peningkatan yang luar biasa
dari penyalahgunaan
Exposure Surveillance System di Amerika menyebutkan usia terbanyak antara 17-28 tahun
telah meningkat menjadi 300% selama 3 tahun. Dari data tersebut usia 17 tahun (23,1%),
20 tahun (21,8%), 25 tahun (15,4%) dan 28 tahun (10,3%) dan saat ini dilakukan
pengawasan ketat dibawah usia 17 tahun. Dari sekian banyak penyalahgunaan carisoprodol
87% diantaranya menggunakan produk somadril dan 13% produk lainnya. carisoprodol
memiliki posisi yang istimewa di kalangan pengguna, antara lain mereka menganggap
produk dijual bebas dan lebih aman sebagai bahan eksperimen bagi para anak muda. Selain
itu, memiliki dan mengkonsumsi obat-obatan psikotropika memiliki risiko kriminal.
II.1.3.
Farmakokinetik
carisoprodol diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral di saluran pencernaan
dengan kadar serum maksimal dicapai dalam 2 2,5 jam. carisoprodol diabsorpsi di aliran
darah kemudian melintasi otak dan menuju cairan serebrospinal sekitar 33 83%.
(Hollander et al,1994)
jam dengan waktu paruh 2 4 jam. (Pender et all, 1991) Metabolisme carisoprodol telah
diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik
carisoprodol ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu meprobomate. carisoprodol
mengalami metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan di ekskresi di gijal selama
kurang lebih 8 jam yang mempunyai derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis
NMDA.
II.1.4.
Farmakodinamik
Carisoprodol memiliki mekanisme aksi tidak diketahui, tetapi
dikaitkan
dengan
efek
seperti
takikardia
dan
pusing. Carisoprodol
II.2.
Efek samping
a. Mual
b. Insomnia
c. Tremor
d. Cemas
e. Ataxia
f. Halusinasi
Penggolongan Obat
II.2.1.
Definisi
Menurut pengertian umum, Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalamrangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. (Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009).
Penggolongan obat itu dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan
serta pengamanan distribusi
II.2.2.
Penggolongan
Menurut
peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa
resep dokter, tidak termasuk daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas
terbatas. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 2380/SK/ VI/1983 tentang Tanda Khusus Untuk Obat Bebas dan Terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi
warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :
Contoh : Paracetamol
II.2.2.2.
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah\ lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : CTM
Obat Keras
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda G singkatan dari
Gevaarlijk artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya jika
pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.
Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 02396/A/SK/VIII/ 1986 tentang Tanda Khusus Obat
Keras daftar G adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna
hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.
II.2.2.3.1.
tertentu adalah zat atau obat psikotropika baik alamiah maupun sintetis yang dapat
menimbulkan ketergantungan psikis dan fisik serta dapat disalahgunakan. Obat
keras tertentu meliputi bahan, sediaan-sediaan dan campuran sediaan yang
mengandung bahan-bahan dan atau garamnya. Pabrik yang memproduksi atau
Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang mendistribusikan obat keras tertentu harus
mendapat izin khusus dari Direktorat Jendral Kefarmasian.
Contoh : Alprazolam, amytriptilin, diazepam.
II.2.2.3.2.
Republik
Indonesia
Nomor
924/Menkes/Per/X/
1993
dengan
2)
3)
II.2.2.4.
Obat Psikotropika
Obat psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas
otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku,
disertai dengan timbulnya halusinasi, gangguan cara berpikir,
perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai
efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Contoh : Golongan Methylene Dioxy Methamphetamine (MDMA) seperti
Ecstassy, sabu-sabu.
II.2.2.5.
Obat Narkotika
Obat narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Penandaan narkotika berdasarkan
peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu "Palang Medali Merah.
Penandaan Obat Narkotika
II.3.
Penyalahgunaan Carisoprodol
II.3.1.
Definisi
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan juga memberikan pengaruh terhadap
bidang obat-obatan. Dengan adanya obat-obatan baru yang telah ditemukan, penyakitpenyakit yang timbulpun dapat diatasi.
Tentunya para dokter sangat terbantu untuk mengobatikan pasiennya. Namun,
selain memberikan dampak positif penemuan obat-obat baru juga memberikan dampak
negatif. Beberapa dampak negatif yang timbul antara lain adalah penyalahgunaan obatobatan. Istilah penyalahgunaan obat merujuk pada keadaan saat obat digunakan secara
berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu. Penyalahgunaan obat terjadi secara
luas di berbagai belahan dunia. Obat yang disalahgunakan bukan saja semacam cocain dan
heroin, namun juga obat-obat yang biasa diresepkan. Pengguna umumnya sadar bahwa
mereka melakukan kesalahan, namun mereka sudah tidak dapat menghindarkan diri lagi.
II.3.2.
stimulan
sistem
saraf
pusat,
contohnya
dextromethorphan,
amphetamine. Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya dapat
menyebabkan ketergantungan atau kecanduan.
Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek
sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Beberapa contoh
diantaranya adalah :
1. Misoprostol,
suatu
analog
prostaglandin
untuk
mencegah
tukak
3.
Somadryl untuk obat kuat bagi wanita pekerja seks komersial untuk
mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant,
yang digunakan untuk melemaskan ketegangan otot.
II.3.3.
adalah :
1. Mudah didapat.
Carisoprodol merupakan yang dapat diperoleh secara bebas baik di apotek
maupun di warung-warung. Carisoprodol
dalam bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup.
2. Harga relatif murah.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun
2012, harga eceran tertinggi di sekitar pantai Losari somadril ini bebas dibeli
Sehingga
banyak
orang
beranggapan
bahwa
penyalahgunaan
pada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
carisoprodol juga bervariasi, ada yang menggolongkannya sebagai produk Over the
Counter (OTC) atau obat bebas, seperti Norwegia, ada juga yang memasukkan sebagai obat
yang hanya bisa diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines) atau obat keras, ada
juga yang menggolongkan sebagai obat yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di
apotik dengan penjelasan/informasi dari apoteker) atau obat bebas terbatas. Di Amerika
Serikat misalnya, carisoprodol hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. (BPOM, 2012)
II.3.5.
Mekanisme Toleransi
Penyalahgunaan obat ini terkait erat dengan masalah toleransi, adiksi atau
terhadap obat berkurang pada pemberian berulang. Hal ini misalnya terjadi
pada penggunaan obat golongan benzodiazepine, dimana reseptor obat dalam
tubuh mengalami desensitisasi, sehingga memerlukan dosis yang makin
meningkat pada pemberian berulang untuk mencapai efek terapetik yang sama.
3. Toleransi yang dipelajari (learned tolerance) :
Artinya pengurangan efek obat dengan mekanisme yang diperoleh karena
adanya pengalaman terakhir.
II.3.6.
Mekanisme adiksi
Kebutuhan dosis obat yang makin meningkat dapat menyebabkan ketergantungan
fisik karena tubuh telah beradaptasi dengan adanya obat, dan akan menunjukkan gejala
putus obat (withdrawal symptom) jika penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan obat
tidak selalu berkaitan dengan obat-obat psikotropika. Di sisi lain, adiksi atau ketagihan obat
ditandai dengan adanya dorongan, keinginan untuk menggunakan obat walaupun tahu
konsekuensi negatifnya. Obat-obat yang bersifat adiktif umumnya menghasilkan perasaan
euphoria yang kuat dan reward, yang membuat orang ingin menggunakan dan
menggunakan obat lagi.
Manusia, pada umumnya akan mengulangi perilaku yang menghasilkan sesuatu
pengalaman/perasaan yang menyenangkan. Sesuatu yang menyebabkan rasa menyenangkan
tadi dikatakan memiliki efek reinforcement positif. Reward bisa berasal secara alami,
seperti makanan, air, seks, kasih sayang, yang membuat orang merasakan senang ketika
makan, minum, disayang, dan lain-lain. Bisa juga berasal dari obat-obatan. Pengaturan
perasaan dan perilaku ini ada pada jalur tertentu di otak, yang disebut reward pathway.
Perilaku-perilaku yang didorong oleh reward alami ini dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk
survived (mempertahankan kehidupan).
Bagian penting dari reward pathway adalah bagian otak yang disebut : Ventral
Tegmental Area (selanjutnya disingkat VTA), nucleus accumbens, dan prefrontal cortex.
VTA terhubung dengan nucleus accumbens dan prefrontal cortex melalui jalur reward ini
yang akan mengirim informasi melalui saraf. Saraf di VTA mengandung neurotransmitter
dopamine, yang akan dilepaskan menuju nucleus accumbens dan prefrontal cortex. Jalur
reward ini akan teraktivasi jika ada stimulus yang memicu pelepasan dopamine, yang
kemudian akan bekerja pada system reward.
Obat-obat yang dikenal menyebabkan adiksi/ketagihan seperti cocain misalnya,
bekerja menghambat re-uptake dopamine, sedangkan amphetamine, bekerja meningkatkan
pelepasan dopamine dari saraf dan menghambat re-uptake-nya, sehingga menyebabkan
kadar dopamine meningkat. Untuk obat golongan opiat, reseptor opiat terdapat sekitar
reward pathway (VTA, nucleus accumbens dan cortex), dan juga pada pain pathway (jalur
nyeri) yang meliputi thalamus, brainstem, dan spinal cord. Ketika seseorang menggunakan
obat-obat golongan opiat seperti morfine, heroin, codein, dan lain-lain, maka obat ini akan
mengikat reseptornya di jalur reward, dan juga jalur nyeri. Pada jalur nyeri, obat-obat opiat
akan memberikan efek analgesia, sedangkan pada jalur reward akan memberikan
reinforcement positif (rasa senang, euphoria), yang menyebabkan orang ingin
menggunakan lagi. Hal ini karena ikatan obat opiat dengan reseptornya di nucleus
accumbens akan menyebabkan pelepasan dopamine yang terlibat dalam system reward.
II.3.7.
jam dengan waktu paruh 2 4 jam. (Pender et all, 1991) Metabolisme carisoprodol telah
diketahui dengan baik dan telah diterima secara luas bahwa aktivitas terapeutik
carisoprodol ditentukan oleh metabolit aktifnya yaitu meprobomate. carisoprodol
mengalami metabolisme di hepar oleh enzim sitokrom P-450 dan di ekskresi di gijal selama
kurang lebih 8 jam yang mempunyai derivat lebih aktif dan poten sebagai antagonis
NMDA.
Carisoprodol dimetabolisme hampir semata-mata melalui genetik polimorfik enzim
sitokrom P450 2 c 19 (CYP2C19) untuk meprobamate metabolit aktif, yang memiliki sifat
barbiturate. Peningkatan enzyme ini meberikan intoksikasi yang tinggi dan mempengaruhi
system saraf pusat sehingga bisa timbul efek samping muntah , kejang, dan insomnia.
Akumulasi carisoprodol dapat mengakibatkan efek sikotropik. Efek yang muncul
dibagi dalam 4 (empat) tingkatan :
1. Dosis 100 - 200 mg, timbul efek stimulasi ringan
2. Dosis 200 - 400 mg, timbul efek euphoria dan halusinasi
3. Dosis 300 - 600 mg, timbul efek perubahan pada penglihatan dan kehilangan
koordinasi motorik
4. Dosis 500 - 1500 mg, timbul efek sedasi disosiatif. (BPOM, 2012)
II.3.8.
pada dosis lazim. Pada dosis 5 - 10 kali lebih besar dari dosis yang lazim, efek samping
yang timbul menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan ketamine atau
phencyclidine (PCP, dan efeknya adalah : kebingungan, keadaan seperti mimpi, rasa
kehilangan identitas pribadi, gangguan bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan
pingsan, mual). (Schwartz, 2005 ; Siu et all, 2007)
Pemberian obat yang secara berlebih dan setelah itu pemutusan obat secara paksa,
akan menimbulkan gejala putus obat (withdrawal symptom). Sehingga akan memberikan
efek samping seperti sakit di tengkuk/pundak, sakit kepala, gelisah, menangis dan kurang
bersemangat. Dengan tingkat ketergantungan tersebut maka para pengguna obat tersebut
membeli obat dan terkadang menggunakan dengan dosis yang berlebih. (BPOM, 2012)
II.3.9.
Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan intoksikasi carisoprodol adalah menilai vital sign
dan supportif dengan memperbaiki airway, breathing dan circulation terlebih dahulu.
Cairan yang direkomendasikan adalah cairan saline, jika terjadi agitasi dapat diberikan
benzodiazepine.
Adanya hipertensi dan takikardia dapat diberikan obat sedatif misalnya diazepam.
Hipertermia harus segera diatasi, jika benzodiazepine dan obat penurun panas gagal dalam
mengatasi masalah tersebut dapat dipertimbangkan pemasaangan orotracheal tube. Pasien
dengan kondisi depresi napas membutuhkan perawatan di ICU. Sedangkan pasien lain
perlu observasi di ruangan emergensi setiap 4 - 6 jam sekali dan pasien dengan gejala minor
(seperti ataxia dan keadaan gaduh gelisah) dapat di rawat di rumah.
II.3.9.1.
Dekontaminasi
a. Bilas lambung :
Direkomendasikan untuk over dose dengan dosis lebih dari 10
mg/kgBB . Kejang dan depresi susunan syaraf pusat dapat terjadi
Antidotum
Naloxone berperan untuk melancarkan efek depresi susunan saraf pusat
dan sistem pernapasan akibat efek dari carisoprodol. Walaupun belum ada laporan
yang berkaitan dengan respon tubuh terhadap naloxone, tetapi pada banyak kasus
banyak bukti menunjukkan bahwa proses resolusi pada gejala neorologis timbul
pada 3 - 8 jam setelah pemberian naloxone, tetapi belum ada bukti yang cukup
tentang efikasi dari naloxone. Naloxone merupakan antagonis kompetitif pada
reseptor mu, kappa, dan delta dengan afinitas reseptor mu 10 kali lipat lebih tinggi
daripada afinitas reseptor kappa. Hal ini menerangkan mengapa naloxone mudah
membalikkan depresi pernafasan dengan hanya pembalikan minimal analgesia
sebagai akibat dari rangsangan agonis reseptor kappa pada medulla spinalis.
Naloxone tidak menimbulkan efek farmakologi pada individu normal.
Naloxone dapat diberikan secara intravena, intramuscular, subkutan, intralingual
atau melalui endotracheal tube. Dosis yang dipakai adalah 0,4 - 2.0 mg, jika
diberikan secara intravena diberikan secara perlahan. Naloxone mempunyai waktu
paruh 60 - 100 menit.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.