You are on page 1of 29

MAKALAH

Gangguan Susunan Saraf Kongenital:


Serebral Palsy dan Spina Bipida
D
I
S
U
S
U
N
Oleh Kelompok 10 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gusnita Aritonang
Lena Kartika Mendrofa
Inka Kristina Zalukhu
Sr. Arnolfine, KSFL
Yosi Lorenza Sinambela
Yeremia Hia

Dosen : Connie Melva Sianipar.,S.Kep.,Ns

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH MEDAN
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk
menyelesaikan tugas perkuliahan dengan Sistem Persyarafan I. Adapun judul makalah ini
adalah Gangguan Susunan Saraf Kongenital: Serebral Palsy dan Spina Bipida.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran untuk menyempurnakan makalah ini. Atas perhatiannnya
penulis mengucapkan terimakasih.

Medan,

Desember 2014

Kelompok X

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerebral Palsy ialah Cerebral : Cerebrum (otak) Palsy : layuh, yang artinya anak yang
mengalami kelayuhan otak (kerusakan permanen) pada pusat motorik di otak sehingga anak
mengalami gangguan gerak (mobilitas) untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Cerebral Palsy
adalah Suatu sindroma dimana terdapat gangguan terutama sistem motorik, pergerakan otot
atau sikap tubuh, dengan atau tanpa keterbelakangan mental, dapat disertai gejala saraf
lainnya yang disebabkan disfungsi otak sebelum perkembangannya sempurna. Yang pertama
kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya
dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir
William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan
Sigmud Freud menyebutnya dengan istilah infantile Cerebral Paralysis. (Anonim, 2009)
Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatologi dan rendahnya angka
kelahiran di Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral
palsy

akan

menurun.

Namun

dinegara-negara

berkembang,

kemajuan

teknologi

kedokteranselain menurunkan angka kematian bayi risiko tingi, juga meningkatkan jumlah
anak-anak dengan gangguan perkembangan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi
insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis dan ketelitiannya.
Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup,
Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan
cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud
ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat
ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata
(normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang,
sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 :
1,0). (Anonim, 2009)
Spina Bipida suatu kerusakan pada sistem persarafan pada daerah columna vertebrae
yang terjadi pada masa intra uterin (masa embrional), yang dibawa sejak bayi lahir
(congenital), dengan adanya tonjolan menyerupai kantung pada daerah punggung atau
pinggang tergantung pada ruas tulang belakang bagian mana yang tetap terbuka. Spina bifida
adalah penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan protusi jaringan melalui

celah tulang ( donna l.wong,2003). Penyakit spina bifida atau sering dikenal dengan sumbing
tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini
menyerang melalui medulla spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra).
Hal ini terjadi karena ada satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab
utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas akan menyebabkan gangguan pada
sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki
peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medulla spinalis mengalami
gangguan,system-sistem lain yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh
dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam
tubuh manusia , apalagi pada bayi yang system tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
(Rizqi, 2010)
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
indonesia yaitu ensefalus,anensefali, dan spina bifida. sebanyak 65% bayi baru lahir terkena
spina bifida. sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di belanda
menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi - bayi tersebut butuh
perawatan medis yang intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh
kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali. (Rizqi, 2010)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gangguan sususnan saraf kongenital: Serebral Palsy dan Spina
Bipida
1.2.2 Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengidentifikasi konsep medis dari Serebral Palsy dan Spina
Bipida
b) Mahasiswa mampu mengidentifikasi proses keperawatan pada pasien Serebral Palsy
dan Spina Bipida meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1.Konsep Medis
2.1.1. Pengertian
Serebral palsy adalah penyakit kelumpuhan neuromuscular paling sering pada anak
terdiri dari beberapa gangguan neuromuskular akibat kerusakan sistem saraf pusat (SSP)
pranatal,perinatal ,atau pascanatal (wolter kluwer,2011)
Spina bipida adalah merupakan suatu kelainan bawaan berupa dek pada arkus
posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemem saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio. (Arif Mutaqin,2008)
2.1.2. Etiologi
a.) Etiologi Serebral palsy
1. Penyebab prenatal yaitu ketidakcocokan factor Rh,Ketidakcocokan golongan darah
ABO,infeksi

ibu

(khususnya

rubella

pada

trisemester

pertama),diabetes

maternal,anoreksia,malnutrisi,pelakatan pasenta yang abnormal.


2. Penyebab parturisi (persalinan) yaitu trauma selama pelahiran,TTV ibu yang menurun
akibat anesthesia umum, asifiksia akibat tali pusat yang melilit leher bayi,persalinan
lama,kelahiran kembar
3. Penyebab pascanatal yaitu infeksi seperti meningitis atau ensefalitis,trauma kepala, &
keracunan
b.) Etiologi spina bipida
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak factor
seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba neural
umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan
sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi
klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50%
defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin
prakonsepsi, termasuk asam folat. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002.hal-468) .
2.1.3. Klasifikasi
a.)Cerebral palsy

1. Spastik (tipe kaku-kaku) dialami sat penderita terlalu lemah atau terlalu kaku. Jenis
ini adalah jenis yang paling sering muncul. Sekitar 65 persen penderita lumpuh otak
masuk dalam tipe ini.
2. Atetoid terjadi dimana penderita yang tidak bisa mengontrol gerak ototnya, biasanya
mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang aneh.
3. Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid.
4. Hipotonis terjadi pada anak-anak dengan otot-otot yang sangat lemah sehinga seluruh
tubuh selalu terkulai. Biasanya berkembang menjadi spastic atau athetoid.
b.)Spinal Bifida
1. Spina bifida okulta Menunjukan suatu cacat yang lengkung-lengkung vertebranya
dibungkus oleh kulit yang biasanya tidak mengenai jaringan saraf yang ada di
bawahnya. Cacat ini terjadi di daerah lumbosakral ( L4 S1 ) dan biasanya ditandai
dengan plak rambut yang yang menutupi daerah yang cacat. Kecacatan ini disebabkan
karena tidak menyatunya lengkung-lengkung vertebra ( defek terjadi hanya pada
kolumna vertebrali) dan terjadi pada sekitar 10% kelahiran.
2. Spina bifida kistika Adalah suatu defek neural tube berat dimana jaringan saraf dan
atau meningens menonjol melewati sebuah cacat lengkung vertebra dan kulit sehinga
membentuk sebuah kantong mirip kista. Kebanyakan terletak di daerah lumbosakral
dan mengakibatkan ganguan neurologis, tetapi biasanya tidak disertai dengan
keterbelakangan mental. - Spina bifida dengan meningokel Pada beberapa kasus hanya
meningens saja yang berisi cairan saja yang menonjol melalui daerah cacat.
Meningokel merupakan bentuk spina bifida dimana cairan yang ada di kantong terlihat
dari luar (daerah belakang ), tetapi kantong tersebut tidak berisi spinal cord atau saraf.
3. Spina bifida dengan meningomielokel Merupakan bentuk spina bifida dimana jaringan
saraf ikut di dalam kantong tersebut. Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di
bagian bawah.
4. Spina bifida dengan mielokisis atau rakiskisis Merupakan bentuk spina bifida berat
dimana lipatan-lipatan saraf gagal naik di sepanjang daerah torakal bawah dan
lumbosakral dan tetap sebagai masa jaringan saraf yang pipih.
2.1.4. Manifestasi Klinis
a.) Cerebral Palsy
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks
babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun

penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu
gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi
kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan
dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang ditelapak
tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam fleski
plantar dan telapak kaki berputar kedalam. Tonic neck reflex dan reflek neonatal
menghilang pada waktunya.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring

seperti

kodok

terlentang

sehingga

tampak

seperti

kelainan

ada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot
dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flesid dan sikapnya seperti
kodok terlentang tetapi bila dirangsang atau diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis. Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak dibelakang
otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau uterus. Golongan ini meliputi 10-20%
dari kasus cerebral palsy.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya. Pada 6 bulan pertama tampak bayi flaksid, tetapi sesudah itu barulah
muncul kelainan tersebut. Refleks neunatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus
otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal
disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan ini
meliputi 5-15% kasus dari cerebral palsy.
4.Ataksia
Adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila
mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan
kaku. Kerusakan terlatak dicerebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus cerebral palsy.
5.Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo atetosis.
6.Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7. Gangguan mata
Biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan asfiksia yang
berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% pasien cerebral palsy menderita kelainan mata.
b.)Spinal Bifida
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit dan saluran
genitourinari akibat spina bifida, tetapi tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena.
Dapat ditemukan penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi
baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya,kelumpuhan/kelemahan pada
pinggul, tungkai atau kaki,penurunan sensasi untuk merasakan rabaan. Deformitas pada
tulang belakang, panggul, dan kaki sering terjadi akibat ketidakseimbangan kekuatan otot dan
fungsi dan Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelaksasikan otot
(sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada rectum.

2.1.5. Pathway
a.) Cerebral Palsy

Prenatal
-

Portunisi(persalinan)

Ketidakcocokan faktor RH - Trauma selama pelahiran


meningitis
Malnutrisi
- TTV ibu yg menurun akibat
Infeksi ibu
anesthesia umum

Pasca natal
- Infeksi sporti
dan ensefalitis
- Keracunan

Pelekatan plasenta abnormal


kepala
Radiasi

- Asffiksia

- Trauma

Serebral Palsy
Kerusakan Motorik

Hipoksia

Paralisis pada bagian ekstermitas


Dispnea

Kerusakan nervus
IX dan X

Hambatan Mobilitas Fisik


Disfagia

Gangguan
Pertukaran Gas

Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

b.) Spina Bipida


Pathway
Perkembangan awal embrio

Kelainan Kongenital

Kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis

Kegagalan fungsi arkus posterior vertebrata pada daerah lumbosakral

Spina Bifida

Peningkatan TIK

Kelainan sitem

saraf

Hipoksia dan Iskemia di jaringan otak


operasi

Disfungsi rangka

Dx : Gangguan perfusi jaringan serebral


luka operasi

Paralisis sensorik

terdapat

Anggota gerak bagian


Bawah

Dx:

Nyeri Akut

Dx : Hambatan Mobilitas
Fisik

2.1.6. Pemeriksaan Dianostik


a.)Cerebral Palsy
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy
ditegakkan.
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya
suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal.

3. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik
yang disertai kejang maupun tidak.
4. Foto rontgent kepala.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental
b.)Spinal Bifida
Pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu
hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple
screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini
merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya.

Pemeriksaan

fisik

dipusatkan

pada

defisit

neurologi,

deformitas

muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan
asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis,
deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun
vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk
memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan
memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya
dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis (analisa
cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
2.1.7 Penatalaksanaan

a.) Cerebral palsy


1. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama
yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter
mata, dokter THT,ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja
sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
2. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program
latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu dipehatikan posisi pasien pada
waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal
dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
3. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
4. Obat-obatan
Pasien cerebral palsy yang dengan gejala motorik ringan baik makin banyak gejala
penyertaannya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila
dinegara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk
menampung pasien ini.
5. Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada umumnya dijumpai
adanya gangguan pergerakan sampai retardasi mental, dan seberapa besarnya
gangguan yang terjadi bergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada
otak. Dewasa ini gangguan dari pertumbuhan atau perkembangan janin dirumahrumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini bila kehamilan
dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan bayi dapat diduga bila mengetahui
keadaan pada saat perinatal (lihat penyebab). Selain itu setelah diketahui dari patologi
anatomi palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat terlihat pada bulan-bulan pertama
setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa mungkin dapat dikurangin jika
dilakukan tindakan lebih dini. Disinilah peranan perawat dapat ikut mencegah
kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah:
1. Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko (baca status bayi
secera cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya). Jika dijumpai adanya
kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter
agar dapat dilakukan penanganan semestinya.

2. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun
selama diruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan pada orang tua atau
ibunya jika melihat sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa konsultasi
kedokter.
b.)Spinal Bifida
1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal
sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
-Mengontrol inkotinensia
-Mencegah dan mengontrol infeksi
-Mempertahankan fungsi ginjal
2. Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak
umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan
mandiri. Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat
dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi,
bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy.
3. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang
terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah.
Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik.
Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace.
Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas
tulang belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan
kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan
acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik
harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
4. Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer
dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar
fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada
jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.
5. Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan
seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan
pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.
6. Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari
defisit neurologis.

7. Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 18 bulan. Spinal
brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO)
atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip
dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip
disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke
posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama
pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.
8. Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan
berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah
makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak
duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses
Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal
sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.
9. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup
kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat
eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan
absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero
dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam
serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi;
terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP
disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata. Posisi tengkurap
mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih
sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian
makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya
dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang
rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering
dilembabkan karena efek pengering dari panas yang dipancarkan. Sebelum
pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril,
lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan

adalah salin normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan
sakus tersebut diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tandatanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau
terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada
sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.
10. Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur,
dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini
dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak
stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-otot adductor,
mempererat kecenderungan subluksasi.
11. Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan
ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social,
hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya
ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan persepsi diri terhadap
kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a.) Biodata
-

Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.

Sering terjadi pada anak pertama

Kesulitan pada waktu melahirkan.

Kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.

Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

Identifikasi anak yang mempunyai resiko (Angka kejadian sekitar 1-5 per 1000 anak).

b.) Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal
serta keadaan sekitar kelahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.
-

Kaji riwayat kehamilan ibu

Kaji riwayat persalinan

c.) Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat
dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang
persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
d.) Monitor respon bermain anak
e.) Kaji fungsi intelektual
f.) Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan), Otot
kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
g.) Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara
h.) Badan gemetar, Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulis atau menekan tombol
i.) Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan,
termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam
bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah
yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan
buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
j.) Pemeriksaan Fisik
Muskuluskeletal : spastisitas, ataksia
Neurosensory

: gangguan

menangkap

suara

tinggi, gangguan

bicara, anak

berliur, bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya,strabismus konvergen dan
kelainan refraksi
Eliminasi

: konstipasi

Nutrisi

: intake yang kurang

k.) Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


-

Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)

Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)

Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes

MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan


bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel.

EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum

Analisa kromosom

Biopsi otot

Penilaian psikologik

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a.

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan neurologis

b.

ditandai dengan hipoksia.


Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis ditamdai

c.

dengan sesak napas


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d factor biologis, disfagia
sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya

d.

aktivitas
Hambatan Mobilitas fisik berhubungan penurunan kekuatan otot ditandai dengan
paralisis otot.

e.

Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera dari operasi.

2.2.3

Rencana Keperawatan

1.Hambatan mobilitas fisik Mobility Level

Exercise therapy : ambulation

berhubungan

Aktivitas:

penurunan

dengan Setelah dilakukan tindakan


otot

dengan paralisis otot

ditandai

keperawatan

1. Monitoring

vital

sign

sebelum/sesudah latihan dan

selama.gangguan

lihat respon pasien saat latihan


2. Konsultasikan dengan terapi

mobilitas fisik teratasi

fisik tentang rencana ambulasi


dengan kriteria hasil:
1. Mengerti

tujuan

dari

sesuai dengan kebutuhan


3. Pertahankan istirahat tirah

peningkatan mobilitas
2. Memverbalisasikan
perasaan

dalam

meningkatkan kekuatan
dan

kemampuan

berpindah
Memperagakan penggunaan
alat

Bantu

untuk

mobilisasi (walker)

baring/ duduk jika diperlukan.


4. Bantu latihan gerakan pasif
atau

aktif,

demikian

juga

latihan resistif dan isimetrik


jika memungkinkan.
5. Konsultasikan dengan
terapi

fisik/okupasi

spesialis vokasional.
6. Latih
pasien

ahli
dan
dalam

pemenuhan kebutuhan ADLs


secara

mandiri

sesuai

kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien
saat

mobilisasi

dan

bantu

penuhi kebutuhan ADLs ps.


8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien

bagaimana

merubah posisi dan berikan


bantuan jika diperlukan.
Berikan obat-obatan sesuai
dengan

indikasi:

antireumatik,

garam

agen
emas,

steroid.
2.ketidakseimbangan nutrisi NOC: Nutrisional Status
Nutrition management (1100)
(1004)
kurang dari kebutuhan tubuh
Aktivitas :
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan factor keperawatan selama 3x24 jam Menentukan jumlah kalori yang
diharapkan perbaikan pada
biologis
diperlukan (kolaborasi dengan
indikator:
ahli diet)
- Pemasukan
nutrisi
Mendorong
adanya
Definisi :
adekuat
pemasukkan kalori sesuai
Intake
nutrisi
tidak - Tidak terjadi mal nutrisi
- Pemasukan cairan
dengan kebutuhan
mencukupi metabolik.
- Berat badan normal
Mendorong peningkatan zat besi
- Tingkat energi yang
sesuai kebutuhan
adekuat
Batasan karakteristik :
Memberikan makanan ringan
Berat badan dibawah
,sesuai kebutuhan.

ideal lebih dari 20%


Melaporkan
intake
makanan

kurang

kebutuhan
dianjurkan
Lemah
otot
menelan

Menyediakan pilihan makanan.


Menyediakan makanan bagi

dari

klien yang mengandung tinggi

yang

kalori dan tinggi protein serta


minuman yang dapat langsug

untuk

diminum oleh klien.

atau

mengunyah
Penurunan berat badan
dengan intake makanan

Peripheral Sensation Management

adekuat.

(Manajemen sensasi perifer)


v Monitor adanya daerah tertentu

v Circulation status

hanya
peka
terhadap
tidak v Tissue Prefusion : cerebral yang
panas/dingin/tajam/tumpul
efektif
b/d
kerusakan
Setelah dilakukan tindakan
neeurologis ditandai dengan
v Monitor adanya paretese
keperawatan selama ...x24
hipoksia.
jam. Diharapkan tercapaiv Instruksikan keluarga untuk
Definisi :
mengobservasi kulit jika ada lsi
Kriteria Hasil :
3.Perfusi

jaringan

atau laserasi
pemberian a.
mendemonstrasikan
oksigen dalam kegagalan status sirkulasi yang ditandaiv Gunakan sarun tangan untuk
memberi makan jaringan dengan :
proteksi
Penurunan

pada tingkat kapiler


v

Tekanan

Batasan karakteristik :

dandiastole

Renal

yang diharapkan

dalam

Tidak
- Perubahan tekanan darah v
ortostatikhipertensi
di luar batas parameter
- Hematuria

systolev Batasi gerakan pada kepala, leher


rentangdan punggung
v Monitor kemampuan BAB
ada

Tidak ada tanda tanda

peningkatan

v Kolaborasi pemberian analgetik


v Monitor adanya tromboplebitis

tekananv Diskusikan menganai penyebab

- Oliguri/anuria

intrakranial (tidak lebih dariperubahan sensasi

- Elevasi/penurunan

15 mmHg)

BUN/rasio kreatinin

b.

mendemonstrasikan

Gastro Intestinal

kemampuan

- Secara usus hipoaktif atau


tidak ada

yang

ditandai dengan:
v

berkomunikasi

jelas

- Nausea

kognitif

dan

dengan

sesuai

dengan

kemampuan

- Distensi abdomen

menunjukkan perhatian,

- Nyeri abdomen atau tidak konsentrasi dan orientasi


terasa lunak (tenderness)
Peripheral

v memproses informasi
v

membuat

- Edema

dengan benar

- Tanda Homan positif

c.

- Perubahan
kulit

karakteristik

(rambut,

kuku,

air/kelembaban)
- Denyut nadi lemah atau
tidak ada
- Diskolorisasi kulit
- Perubahan suhu kulit
- Perubahan sensasi
- Kebiru-biruan
- Perubahan tekanan darah
di ekstremitas
- Bruit
- Terlambat sembuh
- Pulsasi arterial berkurang
- Warna kulit pucat pada

keputusan

menunjukkan

fungsi

sensori motori cranial yang


utuh

tingkat

kesadaran

mambaik, tidak ada gerakan


gerakan involunter

elevasi, warna tidak kembali


pada penurunan kaki
Cerebral
- Abnormalitas bicara
- Kelemahan

ekstremitas

atau paralis
- Perubahan status mental
- Perubahan

pada

respon

motorik
- Perubahan reaksi pupil
- Kesulitan untuk menelan
- Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
- Perubahan
respirasi

di

frekuensi
luar

batas

parameter
- Penggunaan

otot

pernafasan tambahan
- Balikkan kapiler > 3 detik
(Capillary refill)
- Abnormal gas darah arteri
-Perasaan

Impending

Doom (Takdir terancam)


- Bronkospasme
- Dyspnea

- Aritmia
- Hidung kemerahan
- Retraksi dada
- Nyeri dada
Faktor-faktor

yang

berhubungan :
- Hipovolemia
- Hipervolemia
- Aliran arteri terputus
- Exchange problems
- Aliran vena terputus
- Hipoventilasi
- Reduksi

mekanik

pada

vena dan atau aliran darah


arteri
- Kerusakan

transport

oksigen melalui alveolar dan


atau membran kapiler
- Tidak

sebanding

antara

ventilasi dengan aliran darah


- Keracunan enzim
- Perubahan

afinitas/ikatan

O2 dengan Hb

NIC:

- Penurunan konsentrasi Hb

(3350)
- Pantau tanda-tanda vital
- Posisikan pasien untuk ventilasi

dalam darah

NOC: Respiratory Status: Gas

Respiratory

Monitoring

4.Gangguan pertukaran gas Exchange (0402)


yang maksimal
Setelah dilakukan tindakan - Monitor status pernapasan dan
berhubungan
dengan
keperawatan selam 3x24jam oksigen
ventilasi perfusi dengan
- Kaji warna kulit dan sianosis
diharapkan perbaikan pada
batasan
karakteristik
- Kaji sesak nafas pasien
indikator:
- Kolaborasikan dengan dokter
pernapasan
yang
- Sa02 (95-100%)
dalam pemberian oksigen
abnormal(irama, frekuensi, - pH darah seimbang
- pefusi-ventilasi
kedalaman), warna kulit
seimbang
(Moorhead, S 2008)
abnormal(sianosis), gelisah,
- Frekuensi jalan napas
Hiperkapnea, sakit kepala,
16-20 x/m
proses penyakit.
- Frekuensi
nadi
80100x/m
- Dispnea (-)
(Bulechek, G. 2008)

Paint control (1605)


Indicator:
5.Nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera.

TTV normal
Pasien

Paint Management(1400)
Aktivitas:
mampu

Kaji

nyeri

secara

menggunakan

non

Defenisi:

analgetik(tarik

napas

Pengalaman sensori dan

dalam)
kualitas, dan factor presipitasi
Pasien mampu mencegah

Observasi
kenyamanan
nyeri
(istirahat
pasien terutama untuk komunikasi
cukup,terapi musik)
yang efektif
Pasein
mampu
Gunakan teknik komunikasi
melaporkan rasa nyeri
terapeutik untuk mengetahui
(nyeri berkurang)
pengalaman nyeri pasien
Ajarkan teknik relaksasi,terapi

emosional yang tidak


menyenangkan
muncul

akibat

kerusakan
yang

yang

jaringan

actual

atau

potensial.
Batasan karakteristik:

Perubahan

makan
Perubahan tekanan

darah
Gelisah

Selera

komprehensif
karakteristik,

termasuk
durasi,

lokasi

frekuensi,

musik
Ajarkan pasien untuk sitirahat
yang adekuat.

2.2.4 Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
2.2.5 Evaluasi
a.Menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera, anak bebas dari cedera
b.Klien

mendapat

masukan

nutrisi

yang

cukup

untuk

memenuhi

kebutuhan

metabolismenya, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi


c.Aktifitas berjalan dengan normal
d.Adanya kemajuan peningkatan berat badan
e.Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering
f. Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan.
g. Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak

1. Kasus Serebral Palsy


Seorang anak D berusia 4 tahun dibawa ke rumah sakit pada tanggal 5 juli 2014
karena sering menggigit lidah dan bibir nya yang menyebabkan luka pada lidah dan
bibirnya.Anak D sering menangis dengan nada tinggi,tremor dan sering jatuh. Anamnese
yang didapat anak D sejak lahir mengalami monoplegia pada lengan kanan atas dan semenjak
mulai berjalan gaya jalan

anak D berjalan dengan

berjinjit.Pemeriksaan fisik : RR=

12x/menit,HR= 89x/menit,T = 36,5 derajat celcius.Hasil CT Scan menunjukkan adanya atrofi


serebri.

2. Kasus Spina Bipida


An.T berusia 16 tahun dibawa ibunya ke poli bedah saraf pada tanggal 20 desember
2014 dengan keluhan benjolan di tulang belakang.Benjolan ini sudah ada sejak lahir dan
semakin membesar sejak An.T lahir. An.T mengeluh tidak dapat menahan BAB dan BAK
hingga usia 16 tahun sehingga ia masih selalu menggunakan pampers.Pemeriksaan fisik
ditemukan adanya benjolan pada tulang belakang dekat bokong dan pemeriksaan radiologi
adanya gangguan sumsum tulang belakang.

Pertanyaan.
1.Ibu anak D mengeluh anaknya sering tremor dan jatuh.TTV yang didapat RR = 12
x/menit,Nadi = 89 x/menit.anak sering menangis dan rewel dan adanya kelemahan pada
bagian otot.
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada kasus diatas..
a.Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hipoksia.
b.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri.
c.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
d.Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan neurologis
e.Kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
2.Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada soal nomor 1 adalah..
a.Melatih pergerakan pasien perlahan-lahan
b.Mengawasi pergerakan pasien
c.Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi
d.Kolaborasi dalam pemberian antipeuritik
e.Melatih pasien untuk menelan

3. An.T berusia 16 tahun dibawa ibunya ke poli bedah saraf pada tanggal 20 desember 2014
dengan keluhan benjolan di tulang belakang.Benjolan ini sudah ada sejak lahir dan
semakin membesar sejak An.T lahir.Akibat benjolan ini anak D tidak mampu melakukan
aktifitas karena nyeri yang dialami.
Kemungkinan penyebab anak D mengalami benjolan di tulang belakang sejak lahir dibawah
ini adalah..
a.Kekurangan asam folat pada masa kandungan
b.Kekurangan protein sejak dikandungan
c.Kerusakan neurologis
d.Kerusakan system pernapasan
e.Kekurangan natrium pada masa di kandungan
4.Diagnosa utama yang dapat muncul dari kasus diatas..
a.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan agens cidera
b.Nyeri akut berhubungan dengan gangguan sumsum tulang belakang
c.Kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
d.Hambatan mobilitas berhubungan dengan disfungsi rangka
e.Gangguan body image berhubungan dengan kelainan deformitas
5. An.T berusia 16 tahun dibawa ibunya ke poli bedah saraf pada tanggal 20 desember 2014
dengan keluhan benjolan di tulang belakang.Benjolan ini sudah ada sejak lahir dan semakin
membesar sejak An.T lahir.TTV didapat RR = 13x/menit,HR = 82x/menit,T = 38 derajat
celsius.
Diagnosa utama yang muncul pada kasus adalah..
a.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan agens cidera
b.Nyeri akut berhubungan dengan gangguan sumsum tulang belakang
c.Kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia

d.Hambatan mobilitas berhubungan dengan disfungsi rangka


e.Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerebral Palsy ialah Cerebral : Cerebrum (otak) Palsy : layuh, yang artinya anak yang
mengalami kelayuhan otak (kerusakan permanen) pada pusat motorik di otak sehingga anak
mengalami gangguan gerak (mobilitas) untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Cerebral Palsy
adalah Suatu sindroma dimana terdapat gangguan terutama sistem motorik, pergerakan otot

atau sikap tubuh, dengan atau tanpa keterbelakangan mental, dapat disertai gejala saraf
lainnya yang disebabkan disfungsi otak sebelum perkembangannya sempurna
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior
tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada
perkembangan awal dari embrio. penyebab dari spina bifida belum diketahui secara
pasti,tetapi diduga akibat faktor genetik dan kekurangan asam folat pada masa
kehamilan.gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan
akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan
yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis
maupun nakar saraf yang terkena.pembedahan mielo meningokel dilakukan pada periode
neonetal untuk mencegah ruptur.perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau css
pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. pencangkokan pada kulit diperlukan
bila lesinya besar. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus. Kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang
seringmenyertai spina bifida.
3.2 Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang
telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua
wanita hamil.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Asuhan Keperawatan pada anak dengan Cerebral palsy.Jakarta:EGC
Arif Mutaqin.2008.Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta:EGC
Bulechek,G.2013.Nursing Intervention Classification.USA: Elsevier
Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002. buku saku keperawatan pediatric.Jakarta:EGC

Heather,Herdman.2012.Diagnosa

keperawatan

:Definisi

dan

klasifikasi

2014.Jakarta:EGC
Rizqi Hajar Dewi. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Spina Bifida
(Http://www.scribd.com.diunduh tanggal 29 Desember 2014.pukul 20.00 wib)
Moorhead,S.2013.Nursing Outcomes Classification.USA: Elsevier
Wolter Kluwer.2011.Kapita Selekjta Penyakit.Jakarta:EGC

2012-

You might also like