Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
M. Agung Pratama Yudha
NIM: 030.10.164
Pembimbing :
dr. Ratna, Sp.OG
NIM
: 030.10.164
Dokter Pembimbing
I. Identitas Pasien
Nama
: Ny. SH
Umur
: 29 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat Rumah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Status pernikahan
: Menikah
Pekerjaan
Nama Suami
: Tn. S
Tanggal masuk RS
: 02 Agustus 2015
II. Anamnesis
Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis pada tanggal 03 Agustus 2015 pukul
12.30 WIB di Ruang Ponek RSUD Dr. Soeselo Slawi.
A. Keluhan Utama:
Os datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi kiriman Bidan RC dengan
keluhan tekanan darah tinggi.
B. Keluhan Tambahan:
Pusing dari tadi malam dan Kaki bengkak.
C. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 02 Agustus 2015
dengan G3P2A0 29 tahun Hamil 32 minggu dengan PEB dan Gemili. Pasien diantar
oleh bidan membawa surat rujukan dari Bidan RC dengan tekanan darah 180/100
mmHg dan protein urin positif (3+). Pasien menyangkal adanya tekanan darah tinggi
sebelumnya. Keluhan pandangan kabur, mual, muntah, sesak, nyeri ulu hati, nyeri
kuadran kanan atas, dan riwayat kejang disangkal oleh pasien. BAB normal dan BAK
sedikit kurang lebih dua minggu belakangan ini. Pasien juga mengeluh kaki terasa
bengkak. Bengkak pada kaki dirasakan pasien sejak sehabis lebaran (kurang lebih 16
hari yang lalu). Pasien mengatakan merasa kencang-kencang sejak satu minggu
belakangan ini, mules-mules sejak pagi dan tidak keluar lendir darah. Pasien
mengatakan bahwa berat badan sebelum hamil adalah 65 kg sedangkan berat badan
saat ini adalah 75 kg dan pasien mengatakan tinggi badan pasien 160 cm. Sebelum ke
rumah sakit pasien tidak diberikan obat-obatan, hanya terpasang infus dari bidan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, asma,
jantung, paru, hati, maag, alergi makanan ataupun obat-obatan, kejang, dan dirawat
sebelumnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit serupa.
Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), riwayat asma (-),
riwayat
penyakit jantung (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit hati (-), riwayat maag
(-).
F. Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang ibu rumha tangga, pasien tidak merokok, tidak minum alkohol
dan tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
G. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 1x, sejak tahun 21 Oktober 2007 hingga saat ini, tinggal
serumah dengan suami dan orang tua.
H. Riwayat Obstetri
G3P2A0
HPHT : 21 Desember 2014
HPL
: 28 September 2015
- Usia Kehamilan
: 32 minggu 1 hari
I. Riwayat KB
Pasien memakai KB suntik setelah 40 hari lahiran anak kedua pada tahun 2009,
kurang lebih 6 tahun yang lalu. Pasien hanya memakai KB suntik selama 3,5 tahun
dan 2,5 tahun sudah akseptor KB suntik, sebelumnya pasien rutin suntik setiap 3
bulan.
J. Riwayat Haid
Menarche pada usia 13 tahun, menstruasi teratur tiap bulan, siklus 28 hari,
banyaknya 2-3 pembalut per hari tidak penuh, lama haid rata-rata 4-5 hari,
dysmenorhea (-), keputihan (-)
: compos mentis
Kesan sakit
: 96 x/menit
Suhu
: 37,50 C
Pernafasan
: 22 x/menit
C. Kulit
Kulit berwarna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada efloresensi bermakna.
D. Kelenjar getah bening
Leher: tidak teraba membesar
Inguinal:
tidak
membesar
E. Kepala
Tampak normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
F. Wajah
Normal dan simetris
G. Mata
teraba
Alis
Kelopak
Lensa
Iris
H. Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak
hiperemis, konka normal, tidak ada sekret.
I. Telinga
Normotia, sekret -/-, serumen -/-, tidak ada nyeri tekan, liang telinga lapang,
membran timpani intak
J. Mulut
Bibir
Gusi dan mukosa: tidak hiperemis, tidak ada perdarahan spontan, tidak pucat,
tidak sianosis
Gigi geligi
Lidah
Uvula
K. Tenggorokan
- Tonsil
M. Thorax
Inspeksi:
Bentuk normal, mendatar, tidak terdapat retraksi saat status dan dinamis.
Kulit
yang bermakna
Iga
Perkusi paru
Auskultasi paru
/ Auskultasi jantung : S1 reguler-S2 reguler, murmur (-), gallop (-), split (-)
N. Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen datar, tidak terdapat efluoresensi yang bermakna, tidak terdapat
dilatasi vena maupun arterial bruit, tidak terdapat smiling umbilikus.
Auskultasi
Bising usus + (dalam batas normal)
Palpasi
Teraba supel, tidak terdapat nyeri tekan.
Hepar dan lien dalam batas normal, tidak terdapat nyeri tekan pada bagian
ginjal.
Perkusi
Terdengar timpani pada kuadran kanan kiri atas, tidak ada shifting dullness,
tidak terdapat nyeri ketuk pada bagian ginjal
O. Ekstremitas
Inspeksi
P. Genitalia
Dalam batas normal.
Q. Anus/ Rektum : dalam batas normal.
Status Obstetrik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 03 Agustus 2015
1. Abdomen
Leopold I : TFU 42 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, dan tidak
melenting. Kesan bagian janin di fundus sebelah kanan ialah bokong.
Teraba 1 bagian besar, bulat, keras dan melenting. Kesan bagian janin di
fundus sebelah kiri ialah kepala.
Leopold II :
Leopold III : Sebelah kanan teraba 1 bagian besar, bulat, keras, dan
melenting. Kesan presentasi kepala. Dan sebelah kiri teraba 1 bagian
besar, lunak, tidak keras dan tidak melenting. Kesan presentasi bokong
His (-)
: 134x/menit, reguler
2. Genitalia
Vulva, vagina dalam keadaan tenang, oedem labia (-), lendir (-).
VT : 1 jari longgar, KK(+), Efficement 20%, portio kenyal, medial, bagian
bawah kepala Hodge I
3. Inspekulo
Tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.
4. Pemeriksaan Panggul
o Pintu atas panggul (Pevic Inlet)
kiri
o Pintu tengah panggul (Mid Pelvic) : Spina ischiadica tidak tajam
Kelengkungan sakrum cukup
Dinding samping pelvis sejajar
o Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet) : ARCUS PUBIS >90o
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 02 Agustus 2015
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Leukosit
9.700
3.600-11.000 u/l
Eritrosit
3,7
3.80-3.20 juta/ul
Hemoglobin
11,3
11,7-16,6 g/dL
Hematokrit
33
35-47%
MCV
89
80-100 Fl
MCH
31
26-34 pg
MCHC
34
32-36 g/dL
Trombosit
251.000
150.000-450.000 u/l
Eosinofil
1,50
2-4
Basofil
0,30
0-1
Netrofil
67,80
50-70
Limfosit
25,00
25-40
Monosit
5,40
2-8
Golongan darah
Diff count
Urin
Protein urin
Negatif
Negatif
Non reaktif
Non reaktif
Sero Imunologi
HbsAg
II. RESUME
Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 02 Agustus 2015
pukul 21.00 dengan G3P2A0 29 tahun Hamil 32 minggu 1 hari dengan keluhan tekanan
darah tinggi. Pasien diantar oleh Bidan membawa surat rujukan dengan tekanan darah
180/100 mmHg dan protein urin positif (3+).
Pasien menyangkal riwayat tekanan darah tinggi (-). Keluhan pandangan kabur,
mual, muntah, sesak, nyeri ulu hati, riwayat kejang disangkal oleh pasien. BAB
normal dan BAK sedikit kurang lebih dua minggu belakangan ini. Pasien juga
mengeluh kaki terasa bengkak. Bengkak pada kaki dirasakan pasien sejak sehabis
lebaran (kurang lebih 16 hari yang lalu). Pasien mengatakan merasa kencang-kencang
sejak satu minggu belakangan ini, mules-mules sejak pagi dan tidak keluar lendir
darah. Pasien mengatakan bahwa berat badan sebelum hamil adalah 65 kg sedangkan
berat badan saat ini adalah 75 kg dan pasien mengatakan tinggi badan pasien 160 cm.
Sebelum ke rumah sakit pasien tidak diberikan obat-obatan, hanya terpasang infus dari
bidan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/100mmHg, Nadi 96x/mnt,
Suhu 37,50 C, dan Pernafasan 22x/menit.
didapatkan TFU 42 cm, punggung janin diperut sebelah kanan dan kiri ibu, dan
presentasi kepala-bokong, janin pertama DJJ 138x/menit reguler, dan janis kedua DJJ
134x/menit reguler, His (-). Saat dilakukan vaginal touches didapatkan pembukaan 1
cm longgar, KK(+), portio tebal lunak, kepala turun hodge 1. Pemeriksaan panggul
kesan : panggul gynecoid
Pada pemeriksaan penunjang tanggal 02 Agustus 2015 didapatkan Eritrosit
(3,7), Hb (11,3), Ht (33), Eosinifil (1,50), Protein urin (Negatif), HbsAg (Non
Reaktif).
Dari anamnesis, pemerikdaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini maka
diagnosis pasien adalah G3P2A0 29 Tahun, Hamil 32 minggu 1 hari, Janin 2 hidup
intrauterine, presentasi kepala-bokong, punggung kanan-kiri perut ibu dengan PEB
dan Gemili
Terapi non-medikamentosa
-
Mencegah kejang
Mengatasi hipoksemia
Melahirkan janin pada waktu yang tepat dan cara yang tepat
Perawatan kejang
-
Tempat tidur harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi Tredelenburg
dengan kepala lebih tinggi
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, menghindari fraktur
Perawatan Koma
-
Terapi medikamentosa
o Rawat di rumah sakit
o Oksigenasi 3 liter/menit
o RL 20 tpm
o Pasang DC
o Loading: MgSO4 40% 4 gr bolus i.v dalam 15 menit
o Mentainance: MgSO4 20% 6 gr dalam 500 cc RL/6 jam
o Dopamet 3 x 500 mg tab.
o Cek urin
Sikap Obstetrik
Terminasi kehamilan
V.
PROGNOSIS
-
Ibu
Ad vitam
: Dubia ad Bonam
Ad sanationam
: Dubia ad Bonam
Ad functionam
: Dubia ad Bonam
Janin
Ad vitam
: ad bonam
Ponek
KU: TSS
G3P2A0 29
02/08/15 Keluhan:
Kesadaran: CM
Tahun
21.00
nyeri kepala
Hamil 32
Protein urin
HR: 96 x/m
minggu 1
di bidan (3+)
RR: 22 x/m
hari, Janin
S: 36,50C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan PEB
VT : tidak dilakukan
dan Gemili
His (-)
P
Lapor Dokter Jaga:
Inf. RL 20 tpm
Pasang DC
Lapor
Dokter
Ratna Sp.OG
Balasan (-)
KU: TSS
G3P2A0 29
06.00
membaik.
Kesadaran: CM
Tahun
Gerak janin
Hamil 32
(+)
HR: 80 x/m
minggu 1
RR: 20 x/m
hari, Janin
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : tidak dilakukan
HDK dan
His (-)
Gemili
KU: TSS
G3P2A0 29
08.00
membaik
Kesadaran: CM
Tahun
Gerak janin
Hamil 32
(+)
HR: 88 x/m
minggu 1
RR: 20 x/m
hari, Janin
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : tidak dilakukan
HDK dan
His (+)
Gemili
Pro USG
UK : 34 35 mgg
G3P2A0 29
Advice dr Ratna
10.30
Gemili
Tahun
SpOG :
Presentasi Kepala-
Hamil 32
Protab PEB
Bokong
minggu 1
Drip Oksi %
VT : 1 jari longgar
hari, Janin
IU 12 tpm
2 hidup
Observasi
intrauterine,
presentasi
kepalabokong,
punggung
kana-kiri,
dengan
HDK dan
Gemili
03/08/15 Nyeri kepala
KU: TSS
G3P2A0 29
12.30
membaik
Kesadaran: CM
Tahun
Gerak janin
Hamil 32
(+)
HR: 88 x/m
minggu 1
RR: 20 x/m
hari, Janin
S: 36,8 C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : 1 jari longgar
HDK dan
His (+)
Gemili
KU: TSS
G3P2A0 29
15.00
Kesadaran: CM
Tahun
membaik
Gerak janin
Hamil 32
(+)
HR: 88 x/m
minggu 1
RR: 20 x/m
hari, Janin
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : tidak dilakukan
HDK dan
His (+)
Gemili
KU: TSS
G3P2A0 29
19.00
membaik.
Kesadaran: CM
Tahun
Gerak janin
Hamil 32
(+)
HR: 88 x/m
minggu 1
RR: 20 x/m
hari, Janin
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : 1 jari longgar
HDK dan
His (+)
Gemili
KU: TSS
G3P2A0 29
Monitor
22.00
membaik.
Kesadaran: CM
Tahun
keadaan umum
Gerak janin
Hamil 32
(+)
HR: 88 x/m
minggu 1
RR: 20 x/m
hari, Janin
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : 2 tidak
HDK dan
dilakukan
Gemili
His (+)
KU: TSS
G3P2A0 29
Infus
drip
Oxy
08.00
membaik.
Kesadaran: CM
Tahun
botol I
Gerak janin
Hamil 32
Kanul O2 4L/m
(+)
HR: 88 x/m
minggu 1
Keluar lendir
RR: 22 x/m
hari, Janin
(+)
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : tidak dilakukan
HDK dan
His (+)
Gemili
KU: TSS
G3P2A0 29
12.00
membaik.
Kesadaran: CM
Tahun
Gerak janin
Hamil 32
Kanul O2 4L/m
(+)
HR: 92 x/m
minggu 1
RR: 22 x/m
hari, Janin
S: 36,80C
2 hidup
intrauterine,
presentasi
Abdomen: TFU : 42 cm
kepala-
bokong,
punggung
Extremitas: OE +/+ AH
kana-kiri,
+/+
dengan
VT : 1 jari longgar
HDK dan
His (+)
Gemili
ANALISIS KASUS
Teori
Kasus
1) Anamnesa
Hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20 Pasien hamil 32 minggu dengan keluhan
minggu disertai proteinuria. Dahulu, disebut PE tekanan darah tinggi. Pasien membawa surat
jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan rujukan dengan TD 180/100mmHg dan protein
darah 140/90 mmHg, proteinuria dan edema. urine positif (3+).
Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik. Pengukuran tekanan darah
dapat
diklasifikasikan
menurut
yang
tidak
mereda
diberika
pengobtaan
7) Edema paru dan sianosis
8) Hemolisis mikroangiopatik
9) Gangguan fungsi hepar
10) Sindrom HELLP
Faktor resiko 4,5:
Primigravida, primipaternitas
12
Obesitas
Faktor Predisposisi
1) Ras
2) Hereditas
3) Usia maternal dan paritas
4) Nutrisi
5) Gonadotropin endogen
6) Preparat kesuburan
11)
Pemeriksaan fisik
kesuburan,
pada
pasien
Protein urin
: (3+) PU dibidan
jam
o Metode dipstick tidak disarankan lagi
untuk mendiagnosis preeklamsi berat
o Proteinuria sudah tidak dijadikan patokan
lagi untuk mendiagnosis derajat preeklamsi
13)
Pentalaksanaan
Pembahasan tentang penatalaksanaan kasus ini Rawat inap dilakukan atas indikasi PEB
dibandingkan dengan Protap dari POGI tentang
aterm
kehamilan segera
dengan
indikasi
untuk
terminasi
berat
impending
eklamsia,
pada
muka
dan
abdomen,
serta
Pemeriksaan
laboratorium
yang
dilakukan
Hasil
dari
menunjukan
pemeriksaan
protein
urin
laboratorium
(-),
tidak
dengan
Doppler.
Didapatkan
Terapi
medikamentosa
pasien
untuk
obat
antihipertensi
diberikan
2. Kegagalan salah satu atau kedua janin hingga 100 mg zat besi dan asam folat dengan
takaran 1 mg per hari terbukti bermanfaat.
untuk bertahan hidup harus diketahui.
Tirah Baring
3. Trauma janin selama persalilnan harus
dikurangi
merupakan
tindakan
yang
4. Perawatan neonatal yang memadai baring
menguntungkan bagi janin kembar, mungkin hal
harus tersedia sejak bayi lahir.
ini terjadi melalui peningkatan perfusi darah
serta penurunan gaya kekuatan fisik yang dapat
merugikan
serviks
untuk
mempercepat
-mimetik
Pemberian Progestin
USG
Pengelolaan
preeklamsia
obstetrik
berat
terhadap
tergantung
pasien
dari
usia
.
Pada kasus pasien mengalami perbaikan dan
Observasi
Pemeriksaan
jumlah
trombosit,
Pemeriksaan
carik
celup
urin
untuk
kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan keluhan dan tanda-tanda
preeklampsia lainnya.
3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia muncul
sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi
kronis.
4. Preeklamsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia : Hipertensi yang timbul setelah
kehamilan 20 minggu disertai proteinuria. Dahulu, disebut PE jika dijumpai trias tanda
klinik yaitu : tekanan darah 140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang
edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnostik , karena edema juga dijumpai
pada kehamilan normal. Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam,
tekanan darah diastol 90 mmHg digunakan sebagai pedoman.
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg, dan proteinuria +1.
b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria +2
atau 5g/24 jam, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit
kepala, gangguan penglihatan dan oliguria.
Menurut The American Congress of Obstetrician and Gynecologist (ACOG)
Preeklamsia dikatakan berat apabila disertai dengan keadaan sebagai berikut3:
Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas abdomen yang tidak mereda diberika
pengobtaan
Hemolisis mikroangiopatik
Sindrom HELLP
c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita ini
menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologik).
4.1.3 Faktor Resiko
Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang
dapat dikelompokan dalam faktor resiko, sebagai berikut:4,5
Primigravida, primipaternitas
Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops
fetais, bayi besar
Umur yang ekstrim ( <20 tahun, >35 tahun)
Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsi
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada seblum hamil
Obesitas
4.2 Preeklamsi dan Eklamsi
4.2.1 Patofisiologi
Penyebab hipertensi kehamilan sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Banyak
teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada
satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterine dan arteria ovarika.Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri akuarta dan arteri akuarta memberi cabang arteria radialis.
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis member
cabang arteria spiralis.6
Pada hamil normal, dengan sebab belum jelas, terjadi infasi trofoblas kedlam lapisan
otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis.Infasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi.Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini member
dampak penuruna tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran
darah pada darah utero plasenta.Akibatnya, aliran darah kejanin cukup banyak dan perkusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.Proses
ini dinamakna remodeling arteri spiralis.6
Pada Hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi infasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen areteri spiralis tidak memungkinkan distensi dan
vasodilatasi.Akibatnya, arteri spiralis relative mengalimi vasokonstriksi, dan terjadi
kegagalanremodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun , dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.6
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron , sedangkan
pada preeklamsia rata-rata 200 mikron.Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis
dapat mengkatkan 10 kali aliran darah ke uetero plasenta.6
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalanremodeling atreri spiralis, dengan akibat plasenta menalami
iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan
(disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas dalah senyawa penerim electron
atau atom/molekul yang mempunyai elekron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan
penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hoidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah.Sebenarnya produksi oksidan
pada manusia adalah suatu proses normal, Karen aoksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh.Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap
sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan
disebut toxaemia.6
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung bayak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membrane sel, juga akan merusak nucleus, protein sel endotel.6
Produksi oksidan(radikal bebas)dalam tubuh yang bersifat toksis , selalu diimbangi
dengan produksi anti oksidan.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksid
lemak meningkat, sedangkan antioksidan ,missal vitamin E pada hipertensi dalam
kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang realtif
tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Membran sel
endotel lebuh mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.Asam
lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah
menjadi peroksida lemak.
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,
yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel.Kerusakan membrane sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel.Keadaan ini disebutDisfungsi endotel(endothelial dysfunction).Pada waktu
terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi
:Gangguan metabolism prostalglandin, Karena salah satu fungsi sel endotel adalah
prostalglandin, yaitu menurtnnya produksi prostasiklin(PGE2)suatu vasodilatator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.Agregrasi sel
trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami
kerusakan.Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)suatu vasokonstriktor
kuat. Dalam keadaan normalperbandingan kadar prostasklin/tromboksan lebih tinggi kadar
prostasiklin(lebih tinggi vasodilatator)pada preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari
kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).
Peningkatan permabilitas kapilar. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopersor, yaitu
endotelin.Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat. Peningkatan factor koagulasi
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa factor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
1)
2)
Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
suami sebelumnya.
3)
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLAG), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,sehingga si ibu tidak menolak
hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi troploblas
janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.6
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi hilang HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresiHL-G. B erkurangnya
HLA-G di desudua daerah plasenta, menghambat invansi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang terjadi sitikon,
sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Maladaptation pada preeklamsi.
Prostaglandin ini
kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakterpembuluh
darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor.
Banyak peneliti
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjdai
pada trimester 1 (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjdi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan pada kehamilan dua
puluh moinggu. Fakta inin dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.6
Teori Genetik
Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehemilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia ,26%
anak perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeklamsia.6
Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikkan insiden hipertensi dalm kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak
hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksipembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba
melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung
asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa
peneliti ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga mengganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
2. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan
pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena
peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat
proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan
albumin yang diproduksi oleh hati.
3. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan
ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum.
Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan
panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri
hepatika.
4. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau beberapa
arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat
menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan.
preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini
disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun
didalam retina (Wiknjosastro, 2006)
5. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan
laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada
preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan
ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu
tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal
akibat vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005).
dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena
penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien
terjadi intrapartum, kontraksi yang sudah ada bisa bertambah kuat, sehingga harus
diwaspadai terjadinya solusio plasenta, terutama bila disertai dengan fetal
bradikardia yang lebih dari 5 menit. Keadaan berbahaya lainnya yang bisa mengikuti
kejang adalah adanya edema paru. Edema paru merupakan salah satu komplikasi
akut eklampsia. Edema paru adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada
interstitial paru dan ruang alveoli. Keadaan ini merupakan komplikasi akut
eklampsia, yang bisa terjadi bersamaan atau segera setelah kejang berlangsung.
Tanda penting dari edema paru adalah sesak nafas dan pada pemeriksaan fisik paru
didapatkan ronkhi pada paru. Edema paru disebabkan karena aspirasi pneumonitis
atau karena gagal jantung. Selain edema paru komplikasi lainnya adalah keluhan
tentang hilangnya penglihatan pada penderita eklampsia (cortical blindness) yang
terjadi sekitar 10% dari kasus pre-eklampsia dan eklampsia. Kebutaan ini disebabkan
oleh ablasio retina atau iskemia lobus optikus. Keadaan ini biasanya reversibel dan
penglihatan kembali normal beberapa saat sampai 1 minggu setelah melahirkan.4
4.2.4 Komplikasi Eklampsia
Munro (2000) melaporkan beberapa komplikasi eklampsia yang terjadi pada pengamatan
sebanyak 383 penderita eklamsia di Southern General Hospital, Glasgow tahun 1999
sebagai berikut11:
Depresi pernafasan
(87) 23 %
DIC
(33) 9 %
Sindrom HELLP
(27) 7 %
Gagal ginjal
(24) 6 %
Edema paru
(18) 5 %
ARDS
(7 ) 1,8%
CVA
(7) 1,8%
Gagal jantung
(6) 1,6 %
Kematian
(6) 1,6 %
Penyakit hipertensi
Space-occupying lesion
Gangguan metabolik
: hipoglikemia, uremia
Infeksi
: meningitis, encephalitis
Gambar 4. Efek magnesium sulfat pada edema serebri dan sawar darah
otak
2. Dosis pemeliharaan :
Berikan MGSO4 5 gram 50% tiap 4 jam bergantian salah satu bokong
dalam waktu 24 jam.
3. Syarat pemberian MgSO4 adalah :
a. Refleks patela harus positif
b. Tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi lebih
dari16x/menit)
c. Produksi urin tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc/ 6 jam
4. Apabila terdapat kejang-kejang lagi, diberikan sekali saja MgSO4 dan
bila masih timbul kejang lagi dapat diberikan Pentotal 5 mg/kg berat
badan IV pelan.
5. Bila terdapat tanda-tanda keracunan MgSO4, berikan Kalsium
glukonas 10% sebagai antidotum, 10 cc IV pelan selama 3 menit atau
lebih
6. Apabila sebelumnya sudah diberikan pengobatan diazepam, maka
dilanjutkan dengan pengobatan MgSO4.
Pemberian MgSO4 dengan cara diatas memberikan kadar plasma obat dalam
batas batas dosis terapi yang aman yaitu 4-7 mEq/L. Namun penderita yang
mendapatkan pengobatan dengan MgSO4 tetap harus diamati kemungkinan
adanya gejala-gejala toksisitas, yaitu hilangnya reflek patela dan depresi
sampai henti nafas. Kedua tanda klinis itu harus diperiksa setiap jam. Karena
MgSO4 diekskresikan lewat ginjal, maka pada penderita dengan kelainan
ginjal atau oliguria (produksi urin < 100 cc per 4 jam) harus dilakukan
pemeriksaan kadar MgSO4 serum. Dosis awal MgSO4 yang diberikan
pertama kali aman untuk penderita yang mengalami gangguan fungsi ginjal,
namun pada pemberian dosis ulangan, pemeriksaan fungsi ginjal harus
dilakukan dimana bila kadar kreatinin serum melebihi 1,3 mg/dl , maka dosis
MgSO4 diberikan setengah dari dosis standar. Reflek patella akan menghilang
pada kadar MgSO4 mencapai 10 mEq/L. Bila melebihi 10-12 mEq/L maka
terjadi sedangkan depresi nafas dan bila kadar plasma MgSO4 melebihi 12
mEq/L akan terjadi paralisis otot pernafasan. Bila terjadi tanda-tanda
toksisitas tersebut maka MgSO4 harus segera dihentikan dan diberikan
antidotumnya yaitu kalsium gluconas 1 gram intravenous.
3.
sistem
otoregulasi
serebral,
tetapi
tetap
dapat
hati, ada tidaknya tanda-tanda IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) harus
tetap diamati. Jadi tujuan utama dari pengobatan antihipertensi adalah untuk
mencegah komplikasi yang berbahaya pada ibu akibat tingginya tekanan
darah, tetapi tetap dapat melindungi kehamilan dan janin yang dikandungnya.
Pemberian obat antihipertensi tidak dapat mengendalikan penyakit secara
keseluruhan. Morbiditas dan mortalitas hanya dapat dicegah dengan cara
melahirkan bayi.4
Obat antihipertensi yang yang direkomendasikan untuk hipertensi akut adalah3 :
Nama Obat
Onset
1. Hydralazine
30mg
10-20 menit
Dosis Pemberian
5-10 mg setiap 20 menit sampai maksimal
2. Labetalol
10-15 menit
3. Nifedipine
5-10 menit
4. Sodium
0,5-5 menit
0,25- 5 ug/kg/min
keracunan
Nitroprusside
IV
infusion.
Risiko
Diantara obat-obat antihipertensi di atas yang sering diberikan saat ini adalah
nifedipine oral. Meskipun belum direkomendasikan oleh POGI namun
pemakaian obat ini didukung oleh banyak penelitian. Penelitian meta analisis
yang membandingkan hidralasine, labetalol, nifedipine dan antihipertensi
yang lainnya telah dilakukan oleh Magee (2003) dengan hasil bahwa
hidralasine berhubungan dengan kecenderungan terjadinya hipertensi
persisten dibandingkan dengan nifedipine dan antihipertensi lainnya, juga
lebih sering menimbulkan palpitasi dan flushing dibandingkan dengan
nifedipine. Disimpulkan bahwa pemakaian hidralasin menimbulkan efek
samping lebih banyak dibandingkan dengan nifedipine.4
Adapula panduan yang meggunakan batasan penggunaan obat
antihipertensi bila tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 180 mmHg
atau diastol lebih dari atau sama dengan 110 mmHg dapat digunakan injeksi 1
ampul clonidine ynag dilarutkan dalam 10 cc larutan ( mula-mula disuntikkan
5 cc per;ahan-lahan selam 5 menit, 5 menit kemudian tekanan darah diukur,
bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena dalam 5 menit
sampai tekanan darah diatol normal dilanjutkan dengan nifedipne 3x 10 mg).
Namun bila tekanan darah sistol kurang dari 180 mmHg dan diastol kurang
dari 110 mmHg antihipertensi yang dapat digunakan adalah Nifedipin 3x 10
mg. Tujuan terapi adalah tercapainya penurunan tekanan darah diastolik
sampai 100-110 mmHg. 4
Salah satu komplikasi dari eklampsia adalah edema paru dan dapat
dipertimbangkan pemberian diuretik dan apabila terdapat kelainan fungsi
ginjal (bila faktor renal sudah teratasi) diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
Begitu juga pemberian terhadap kardiotonika, diberikan atas indikasi
misalnya adanya tanda-tanda parah jantung.4
4.
korelasi yang buruk dengan volume plasma. Bila CVP dipakai untuk
monitoring maka nilainya harus dipertahankan pada nilai dibawah 5 cm H2O.
Secara rutin kristaloid sering dipakai untuk hidrasi sebelum tindakan
anestesia regional. Pada penderita ini ekspansi volume bisa menurunkan COP
lebih lanjut dan karena itu secara teoritis akan lebih menguntungkan bila
menggunakan kristaloid dibandingkan dengan koloid. Karena belum terdapat
bukti jenis cairan mana yang lebih baik dipakai, maka bila kristaloid yang
dipakai untuk hidrasi monitor PCWP dianjurkan. Jenis cairan yang digunakan
adalah ringer laktat atau ringer asetat. Ringer asetat dianggap memiliki
kelebihan karena proses pembentukan bikarbonat dari asetat terjadi di otot,
sedangkan laktat menjadi bikarbonat memerlukan fungsi hepar yang baik,
dimana pada pre-eklampsia sering terjadi gangguan hepar. 4
5.
Manajemen persalinan
Melahirkan bayi merupakan terapi definitif dari eklampsia. Semua kehamilan
dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin. Bila penderita ada dalam persalinan atau persalinan per
vaginam memenuhi syarat, maka persalinan pervaginam merupakan cara
yang terbaik untuk penderita pre-eklampsia-eklampsia. Sikap dasar adalah
bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan). Stabilisasi
hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam 4-8 jam setelah sa;ah
satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian obat anti kejang
terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat anti hipertensi
terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).
Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang
sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan,
tekanan darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi. Induksi
persalinan dapat dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin
dilakukan bila nilai skor pelvik 5. Pada skor pelvik yang rendah dan
kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria lebih baik dibandingkan
dengan persalinan pervaginam.
Seksio sesaria dilakukan bila : 1.) syarat drip oksitosin tidak dipenuhi atau
adanya kontraindikasi drip oksitosin; 2.) persalinan belum terjadi dalam
waktu 12 jam; 3.) bila hasil KTG patologis. Pada seksio sesaria, analgesia
epidural menjadi pilihan untuk anestesia, karena tidak mempengaruhi COP,
aliran darah ke plasenta tidak dipengaruhi dan pengendalian tekanan darah
lebih baik. Hipovolemia bisa terjadi pada pemakaian obat obat regional
anestesia, karena itu diperlukan loading cairan sebanyak 400-500 ml
kristaloid sebelum anestesia regional dilakukan untuk mencegah hipotensi
dan fetal distress. Kontraindikasi anesthesia regional adalah bila terdapat
DIC, atau bila kadar trombosit dibawah 100.000. Pada keadaan dimana harus
dilakukan anestesia umum, maka perhatian terhadap kemungkinan adanya
edema laring, yang dapat mempersulit intubasi serta dapat menyebabkan
obstruksi respirasi post-operatif atau henti jantung harus diperhatikan.
Laringoskop telah diketahui dapat menyebabkan reflek hipertensi yang dapat
memperburuk keadaan penderita. Ergometrin tidak boleh diberikan, sehingga
untuk mencegah perdarahan post partum dapat diberikan infus oksitosin (40
IU/dalam dekstrose).4
6.
Manajemen post-partum
Setelah melahirkan penderita masih harus diawasi selama 24 jam. Obat
antihipertensi harus tetap diberikan sampai MABP <125 mmHg. Post partum
eklampsia biasanya terjadi dalam 24-48 jam setelah melahirkan, karena itu
terapi MgSO4 tetap harus diberikan sampai 24 jam post-partum atau 24 jam
setelah kejang terakhir. Pemeriksaan laboratorium dilakukan setelah 24 jam
persalinan.4
b.
c.
d.
Adanya gejala atau tanda satu atau lebih dari preeklamsia berat.
b.
c.
Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan
dilakukan setiap hari untuk pengukuran tumbuh kembang janin.
d.
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.
b. Umur kehamilan 37 minggu :
Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus
Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan induksi persalinan.
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II
2. Bila pasien sudah inpartu : lakukan persalinan.
8. Antihipertensi
Obat antihipertensi menurut Belfort diberikan bila tekanan darah 160/110
mmHg dan MAP 126.6 Menurut Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran obat
antihipertensi sudah diberikan bila tekanan darah 140/90.8
Jenis obat : Nifedipine 10-20 mg PO, diulangi setelah 30 menit, maksimum
120 mg daam 24 jam.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap : (1) penurunan awal 25% dari
tekanan sistolik, (2) tekanan darah diturunkan sampai mencapai <160/105 mmHg
atau MAP < 125 mmHg.
IV selama 5 menit. Bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg
selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam bisa diulangi sekali lagi dengan dosis
15 mg selama 5 menit.
Metildopa merupakan agonis -adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat
anti hipertensi yang telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu.
Obat ini menurunkan resistensi total perifer tanpa menyebabkan perubahan pada
laju jantung dan cardiac output. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan
menstimulasi reseptor sentral -2 lewat -metil norefinefrin yang merupakan
bentuk aktif metil dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi sebagai penghambat 2 perifer lewat efek neurotransmitter palsu. Jika metil dopa digunakan sendiri,
sering terjadi retensi cairan dan efek anti hipertensi yang berkurang. Oleh karena
itu, metil dopa biasanya dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien
yang tidak hamil. Dosis awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari.
Puncak plasma terjadi 2-3 jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek
maksimal terjadi dlam 4-6 jam setelah dosis oral. Kebanyakan disekresi lewat
ginjal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah sedasi dan hipotensi postural.
Terapi lama (6-12 bulan) dengan obat ini dapat menyebabkan anemia hemolitik dan
merupakan indikasi untuk memberhentikan obat ini.9
9. Diuretik
Diuretik tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi
uteroplasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi.
Diuretik yang diberikan hanya atas indikasi :
Edema paru
Edema anasarka
Perawatan konservatif/ekspektatif
Tujuan : (1) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan. (2) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru
lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.
a. Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai gejala dan tanda impending
eklamsia dengan keadaan janin baik.
b. Terapi medikamentosa :
Sama dengan terapi medikamentosa pada preeklamsia berat.
Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsia ringan, maka masih dirawat
2-3 hari lagi baru diizinkan pulang
Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti di atas, tetapi tidak
diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskular
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama
48 jam.
c. Perawatan di Rumah Sakit (sama seperti rawat inap pada preeklamsia ringan)
d. Penderita boleh dipulangkan : bila penderita telah bebas dari gejala-gejala
preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
e. Cara persalinan
Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm.
Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya.
Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali bila ada
indikasi untuk sectio caesaria.
2.
Perawatan aktif/agresif
a. Tujuan : terminasi kehamilan
b. Indikasi
Indikasi Ibu :
o Umur kehamilan 37 minggu
o Kegagalan terapi medikamentosa :
i.
ii.
c.
d.
Cara persalinan
Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.
Pengukuran tekanan darah minimal 4 kali sehari selama berada di rumah sakit.
Pemeriksaan jumlah trombosit, transaminase, dan kreatinin serum 48-72 jam post
partum.
Pemeriksaan carik celup urin untuk mendeteksi proteinuria. Apabila proteinuria
masih +2, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan ulang 3 bulan lagi untuk
mengevaluasi fungsi ginjal.
KESIMPULAN
Eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung
oleh kehamilan itu sendiri.
adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang ditandai
dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejalagejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik).
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis danp emerikasan lainnya yang menunjang.
Berbagai komplikasi pre-eklampsia dan ekalmpsia dapat menyebabkan mortalitas dan
mortalitas
pada
ibu
dan
janin
yang
dapat
terjadi
seperti
solusio
plasenta,
DAFTAR PUSTAKA
1.
Report of the national High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician, 64: 263-70
2.
Perkumpulan
Obstetri
dan
Ginekologi
Indonesia.
Available
at:
http://www.pogi.or.id.
3.
4.
Deeker GA. Risk Factor for Preeclamsia. Clinical Obstetrics and Gynecology, 1999,
42:422-35
5.
6.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu Kebidanan. 4th ed.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.
7.
Perkumpulan
Obstetri
dan
Ginekologi
Indonesia.
Available
at:
http://www.pogi.or.id.
8.
Pedoman
Nasional
Pelayanan
Kedokteran.
Rekomendasi
Preeklamsi
Berat.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY (eds).
Williams Obstetrics. 23rd ed, New York: McGraw Hill, 2010.
10. National Collaborating Centre for Womens and Childrens Health. Hypertension in
Pregnancy: the management of hypertensive disorders in Pregnancy. London: Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists, 2011.
DAFTAR PUSTAKA
11. Report of the national High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician, 64: 263-70
12. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.
Jakarta:
Perkumpulan
Obstetri
dan
Ginekologi
Indonesia.
Available
at:
http://www.pogi.or.id.
13. The American Congress of Obstetrician and Gynecologist. Hypertension in
Pregnancy. bstetrics & Gynecology, Vol. 122, No. 5, November 2013
14. Deeker GA. Risk Factor for Preeclamsia. Clinical Obstetrics and Gynecology, 1999,
42:422-35
15. Churchill D, Beevers DG. Definitions and Classification System of the Hypertensive
Disoreders in Pregnancy in Churcill D, Beevers DG. Hypertensiom. BMJ Books,
London 1999.
16. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu Kebidanan. 4th ed.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.
17. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.
Jakarta:
Perkumpulan
Obstetri
dan
Ginekologi
Indonesia.
Available
at:
http://www.pogi.or.id.
18. Pedoman
Nasional
Pelayanan
Kedokteran.
Rekomendasi
Preeklamsi
Berat.
Kehamilan Ganda
PENDAHULUAN
Insiden kelahiran kembar telah meningkat dalam 30 tahun terakhir. Pada tahun
2009, terdapat 16 kasus kelahiran kembar dari total 1000 kelahiran hidup di Inggris dan
Wales. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah kasus jika dibandingkan pada tahun
1980, dimana hanya terdapat 10 kasus kelahiran kembar per 1.000 kelahiran hidup. Angka
kelahiran kembar yang meningkat sering dikaitkan dengan penggunaan teknik reproduksi
bantuan, termasuk fertilisasi in vitro ( IVF ). Sekitar lebih dari 24 % kesuksesan prosedur
IVF menghasilkan kehamilan kembar. Kelahiran kembar saat ini mencapai 3 % dari
kelahiran hidup. Di USA, telah terjadi kenaikan kelahiran kembar sebesar 3 % dari seluruh
kelahiran hidup
Beberapa kehamilan dikaitkan dengan risiko lebih tinggi bagi ibu dan bayi . Wanita
dengan kehamilan kembar memiliki peningkatan risiko dari keguguran, anemia , gangguan
hipertensi, perdarahan, persalinan operatif dan penyakit pasca kelahiran. Secara umum,
angka kematian ibu terkait dengan kelahiran kembar adalah 2,5 kali lipat lebih besar jika
dibandingkan dengan kelahiran tunggal. Kehamilan kembar menyebabkan peningkatan
yang nyata dari morbiditas dan mortalitas perinatal. Wanita dengan kehamilan multifetus
memerlukan pengawasan dan perhatian khusus sehingga digolongkan sebagai kehamilan
dengan komplikasi. Risiko kelahiran prematur juga lebih tinggi pada kehamilan kembar
dibandingkan dengan kehamilan tunggal, dimana terjadi pada 50% kehamilan kembar, 10
% diantaranya terjadi kelahiran sebelum kehamilan mencapai usia 32 minggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Kehamilan multifetus atau ganda atau kembar adalah suatu kehamilan dengan dua
janin atau embrio atau lebih dalam satu gestasi. Kehamilan dengan dua janin disebut
kehamilan kembar, tiga janin disebut triplet, empat janin disebut kuadriplet dan lima
janin disebut quintiplet.
2.2
Epidemiologi
Insiden kehamilan kembar monozigotik di USA cenderung konstan berkisar 4 dari
1000 kelahiran dan sebagian besar tidak berhubungan dengan usia ibu, ras atau
paritas dan terjadi secara random genetik.
dizigotik yang insidennya bervariasi diantara berbagi macam ras, dan berpengaruh
juga dari usia ibu (peningkatan dari yang usia >20 tahun insidennya 3 per 1000
sampai 14 per 1000 pada wanita usia 35-40 tahun) serta jumlah paritas. Angka
kelahiran kembar dizigotik tertinggi pada African Americans (10-40 per 1000
kelahiran), diikuti oleh Caucasians (7-10 per 1000 kelahiran) and Asian Americans
(3 per 1000 kelahiran).
2.3
Faktor Predisposisi
1.
Ras
Hereditas
Sebagai faktor penentu kehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada
genotip ayah.
3.
Nutrisi
Ibu dengan postur tubuh besr dan tinggi, lebih besar kemungkinan untuk
mendapatkan kehamilan kembar daripada ibu dengan postur pendek dan kecil.
5.
Gonadotropin endogen
Angka kehamilan kembar dizigot yang lebih tingggi pernah dikemukakan untuk
wanita yanng hamil dalam waktu 1 bulan sesudah menghentikan pemakaian
kontrasepsi oral, naum ini tidak berlaku untuk bulan bulan berikutnya (Rothman,
1977). Salah satu kemungkinan untuk menimbulkan peningkatan yang nampak nyata
adalah pelepasan gonadotropin hipofise dalam jumlah yang lebih besar daripada
lazimnya selama siklus spontan yang pertama setelah penghentian kontrasepsi.
6.
Preparat kesuburan
Pada wanita dengan faktor risiko tertentu dapat dicurigai sebagai kehamilan kembar.
Sebagai faktor penentu kehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada
genotip ayah. Frekuensi kelahiran janin multipel memperlihatkan variasi yang nyata
di antara berbagai ras yang berbeda. Kehamilan kembar di antara orang-orang Timur
atau Oriental tak begitu sering terjadi. Sebagai contoh, di antara lebih dari 10 juta
kehamilan yang diperiksa di Jepang, ternyata kehamilan kembar ditemukan hanya
satu pada setiap 155 kelahiran. Perbedaan ras yang nyata ini merupakan akibat
2.4
Patogenesis
Kehamilan kembar lebih sering terjadi sebagai akibat fertilisasi dua ovum yang
terpisah, yang dikenal dengan kembar dizigot. Walaupun beberapa ahli mengatakan
bahwa kembar dizigot bukanlah kembar sejati oleh karena berasal dari maturasi dan
fertilisasi dua buah ovum selama siklus ovulatoir tunggal. Sedangkan sekitar
sepertiga diantara kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan
selanjutnya membagi diri menjadi dua buah struktur serupa, masing-masing dengan
kemampuan untuk berkembang menjadi ovum tunggal tersendiri (kehamilan
monozigot atau kembar identik).
Kembar monozigot terjadi saat 1 telur yang dibuahi membelah selama 2 minggu
pertama setelah konsepsi yang akan menghasilkan bayi dengan rupa yang sama atau
bayangan cermin dimana mata, kuping, gigi, rambut, kulit dan ukuran antropologik
pun sama. Satu bayi kembar mungkin kidal dan yang lainnya kanan karena lokasi
daerah motorik di korteks serebri pada kedua bayi berlawanan.1,3 Jenis kembar
monozigotik berhubungan dengan waktu terjadinya faktor penghambat dalam
segmentasi atau pembelahan, misalnya hambatan dalam tingkat segmentasi (2-4
hari), hambatan dalam tingkat blastula (4-7 hari)serta hambatan setelah amnion
dibentuk tapi sebelum primitif streak.
1,3,5
pembelahan ovum yang sudah dibuahi pada berbagai tahap perkembangan awal
sebagai berikut:
1) Bila pembelahan terjadi sebelum inner cell mass terbentuk. dan lapisan luar
blastokist belum berubah menjadi korion, yaitu dalam 72 jam pertama setelah
fertilisasi, maka akan terbentuk dua embrio dengan dua amnion dan dua korion.
Keadaan ini menghasilkan kehamilan kembar monozigot dengan diamnion dan
dikorion. Bisa terdapat dua plasenta yang berbeda atau satu plasenta. Sekitar
sepertiga dari kembar monozigotik memiliki 2 amnion 2 korion dan 2 plasenta
yang kadang-kadang 2 plasenta tersebut menjadi satu. Keadaan ini tidak dapat
bersama
atau
mengakibatkan
kehamilan
kembar
monozigot
monoamnion, monokorion.
4) Bila pembelahan terjadi lebih belakangan lagi yaitu sesudah diskus embrionik
terbentuk, pada hari ke 9-12 setelah fertilisasi maka akan timbul 1 korion 1
amnion. Pembelahan berlangsung tidak lengkap dan akan terbentuk kembar siam.
Kembar siam sangat jarang dijumpai, hanya sekitar 1:100.000 persalinan.
Kembar siam dapat dibagi atas beberapa jenis sesuai dengan lokasi anatomis
menjadi satu bagian tubuh, yaitu torakopagus (40%), sifoomfalopagus (34%),
pigopagus (18%), iskiopagus(6%) dan kraniopagus (2%).
Gambar 1. Struktur plasenta kembar dalam hubungannya dengan perbedaan pada waktu
embriogenik
2.5
Diagnosis
Riwayat dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat kehamilan dalam keluarga, dengan sendirinya hanya memberikan suatu bukti
yang lemah, namun informasi mengenai terapi klomifen atau gonadotropin yang baru
saja diberikan, akan menjadi petunjuk yang kuat.
Dari pemeriksaaan fisik didapatkan :
Perut lebih besar daripada yang sesuai dengan tuanya kehamilan.
Meraba tiga bagian besar atau lebih (yang dimaksud dengan bagian besar ialah
kepala dan bokong sedangkan yang dimaksud dengan bagian kecil ialah kaki
dan tangan).
Meraba dua bagian besar berdampingan.
Meraba banyak bagian bagian kecil.
Mendengar bunyi jantung anak pada dua tempat dengan sama jelasnya dan
dengan perbedaan frekuensi 10 denyut atau lebih dalam 1 menit.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan diantaranya; USG, radiografi dan
pemeriksaan biokimia. Melalui pemeriksaan USG yang cermat, kantong kehamilan
yang terpisah dapat ditemukan lebih dini pada kehamilan kembar. Pemeriksaan
radiografi, pada rontgen foto didapatkan dua kerangka janin. Pemeriksaan
biokimiawi, jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin rata rata lebih
tinggi daripada jumlah yang ditemukan dalam kehamilan tunggal. Kadar -fetoprotein
dalam plasma maternal umumnya lebih tinggi pada kehamilan dengan janin kembar
daripada kehamilan dengan janin tunggal.
Diagnosis Banding
Pada kehamilan multifetus, selama trisemester kedua terdapat perbedaan antara usia
kehamilan yang ditentukan dari data data menstruasi dengan data yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan ukuran uterus. Uterus yang berisi dua janin atau lebih jelas
akan menjadi lebih besar daripada uterus yang berisi janin tunggal. Pada kasus dengan
uterus yang tampak besar dan tidak sesuai dengan usia kehamilannya, harus
dipikirkan kemungkinan hal berikut :
61
Penatalaksanaan
Untuk menurukan mortalitas dan morbiditas perinatal secara bermakna dalam
kehamilan nyang dipersulit oleh janin kembar, tindakan yang perlu diambil adalah :
5. Persalinan bayi prematur harus dicegah
6. Kegagalan salah satu atau kedua janin untuk bertahan hidup harus diketahui.
7. Trauma janin selama persalilnan harus dikurangi
8. Perawatan neonatal yang memadai harus tersedia sejak bayi lahir.
Tahap utama yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan ini adalah mengetahui
secara dini kehamilan yang dipersulit dengan multifetus.
Diet
Kebutuhan akan kalori, protein, mineral, vitamin dan asma lemak essensial mengalami
peningkatan pada wanita dengan hamil multifetus. Konsumsi energi harus ditingkatkan
sebesar 300 kalori per hari. Suplementasi zat merupakan terapi yang penting;
direkomendasikan pemberian 60 hingga 100 mg zat besi per hari. Asam folat dengan
takaran 1 mg per hari terbukti bermanfaat.
Hipertensi Maternal
Hipertensi yang ditimbulkan dan diperberat oleh kehamilan, jauh lebih besar
kemungkinannya terjadi pada kehamilan dengan multifetus. Hipertensi bukan saja
terjadi lebih sering, tetapi cenderung lebih dini dan lebih berat. Pada kehamilan janin
tunggal, hipertensi karena kehamilan terjadi lebih jarang di antara wanita multipara
62
daripada nulipara. Namun demikian, keadaan tersebut tidak terjadi pada kehamilan
multifetus.
Velosimetri Doppler
Perbedaan resistensi vaskuler yang dinilai dengan pengukuran kecepatan aliran darah
menggunakan alat ultrasonografi Doppler gelombang-kontinyu, telah dipakai untuk
menilai keadaan pada janin kembar
Tirah Baring
Beberapa penulis menyebutkan bahwa tirah baring merupakan tindakan yang
menguntungkan bagi janin kembar, mungkin hal ini terjadi melalui peningkatan
perfusi darah serta penurunan gaya kekuatan fisik
63
-mimetik
Seperti pada kehamilan tunggal, tidak ada bukti yang valid bahwa terapi
tokolitik meningkatkan outcome neonatus pada kehamilan multipel.
Pemberian Progestin
Penyuntikan secara seri 17-hidroksiprogesteron kaproat (Delalutin) untuk
mencegah persalinan prematur, telah dianjurkan oleh sebagian dokter. Namun
demikian, Hartikainnen-Sorri dkk. (1980) tidak menemukan manfaat pemberian
preparat ini sepanjang trisemester ketiga kehamilan pada kehamilan kembar.
64
Seperti pada kehamilan tunggal, pada presentasi bokong bayi pertama, akan mengalami
beberapa kesulitan.
1. Janin secara abnormal berukuran besar dan aftercominghead melampaui
kemampuan jalan lahir.
2. Janin terlalu kecil, sehingga ekstremitas dan batang tubuh dilahirkan lewat
kanalis serviks yang penipisan dan silatasi serviknya kurang memadai
3. Prolaps tali pusat
Fenomena janin kembar yang saling mengunci merupakan keadaan yang jarang
ditemukan. Agar penguncian dapat terjadi, janin pertama harus dalam presentasi
bokong dan janin kedua presentasi verteks. Pada penurunan bokong lewat jalan
lahir, dagu janin pertama akan terkait dan mengunci pada leher serta dagu janin
kedua dengan presentasi sefalik. Bila penguncian ini tidak bisa dilepaskan,
maka harus dilaksanakan seksio secaria sebelum badan bayi dilahirkan atau
dekapitasi.
Persalinan Bayi Kembar Kedua
Setelah bayi kembar yang pertama sudah dilahirkan, bagian presentasi bayi
kedua,bagian presentasi bayi kedua, ukuran dan hubungannya dengan jalan lahir harus
cepat ditentukan dengan kombinasi pemeriksaan
intrauteri yang dilakukan secara hati hati. Jika verteks atau bokong macet di dalam
jalan lahir, kita dapat memberikan tekanan pada fundus uteri dan memcahkan selaput
ketuban. Segera sesudah itu, pemeriksaan dilakukan ulang untuk menilai adanya
prolapsus funikuli atau abnormalitas lainnya.
Perdarahan dari dalam uterus menunjukkan terjadinya pelepasan plasenta yang dapat
membahayakan jiwa ibu maupun janin. Jika kontraksi rahim tidak timbul kembali
dalam waktu 10 menit, infus larutan oksitosisn yang diencerkan dapat dilakukan untuk
menstimulasi aktivitas miometrium yng tepat, sehingga terjadi persalinan spontan atau
dibantu dengan forsep.
Jika oksiputa atau bokong bayi segera masuk ke dalam pintu atas atas panggukl tetapi
belum terfiksasi di dalam jalan lahir, bagian presentasi seringkali dibantu kedalam
rongga panggul dengan satu tangan pada vaginal sedangkan tangan yang lain berada
pada fundus uteri.
65
Post Partum
Bentuk bentuk komplikasi masa setelah kelahiran bayi yang jumlahnya lebih dari
satu, tidak berbeda dengan kelahiran bayi tunggal; kendati demikian, frekuensi dan
intensitas komplikasi ini sering meningkat. Ibu dapat dipersulit dengan keletihan
jasmani yang cukup berat kadangkala depresi emosional akibat peningkatan beban
kerja fisisk serta tnggung jawab lainnya yang berkaitan dengan perawatan dua bayi
atau lebih.
66
2.7
Prognosis
Rata-rata berat badan anak kembar kurang dari berat badan anak tunggal karena
lebih sering terjadi persalinan kurang bulan. Terjadinya persalinan ini meninggikan
angka kematian di antara bayi bayi yang kembar. Walaupun demikian, prognosis
anak kembar yang lahir kurang bulan lebih baik dibandingkan dengan anak tunggal
yang sama beratnya.
67
BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan multifetus atau ganda atau kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau
embrio atau lebih dalam satu gestasi. Wanita dengan kehamilan kembar memiliki
peningkatan risiko dari keguguran, anemia, gangguan hipertensi, perdarahan, persalinan
operatif dan penyakit pasca kelahiran. Secara umum, angka kematian ibu terkait dengan
kelahiran kembar adalah 2,5 kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan kelahiran
tunggal. Oleh karena itu dibutuhkan pemantauan yang komprehensif dan penatalaksanaan
yang tepat sesuai indikasi untuk mengurangi angka kematian maternal pada kasus kehamilan
ganda atau kembar.
68
DAFTAR PUSTAKA
1.
National Institute for health and Clinical Excellence. 2011. Multiple Pregnancy : The
Management of twin and triplet pregnancies in the antenatal periode. NICE Clinical
Guideline: UK.
2.
Vaysiserre, C, et all. 2011. Twins pregnancies: Guidelines for Clinical Practice from
The French Colleges Gynaecologists (XNGOF): European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology.
3.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Haunt JC, Wenstrom KD.
Williams obstetrics, 22 edition. New York, McGraw-Hill, 2007, p 766-804.
4.
James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. 2001. High Risk Pregnancy : Management
Options. 2nd ed. London : WB Sounders Company. 146
5.
6.
69