Professional Documents
Culture Documents
: Nn. J
Umur
: 22 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
No.Rekam Medik
: 6996xx
Tanggal MRS
: 08 Agustus 2015
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama
: Jantung berdebar-debar
Anamnesis Terpimpin
:
Dialami sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai sesak saat
beraktivitas. Sesak saat berbaring dan membaik saat duduk atau berdiri ada.
Terbangun malam hari saat beristirahat karena sesak tidak ada. Nyeri dada ada,
dirasakan hilang timbul saat beraktivitas. Nyeri ulu hati tidak ada. Batuk tidak ada.
Lemah badan ada. Cepat lelah saat beraktivitas ada.
Demam tidak ada, riwayat demam tidak ada, sakit kepala tidak ada, mual
tidak ada, muntah tidak ada. BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit sebelumnya :
Riwayat berobat jalan di RSWS 3 bulan yang lalu karena gondok.
Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat Diabetes Melitus tidak ada.
Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung tidak ada
Riwayat infeksi saluran napas berulang tidak ada
Faktor Resiko
Dapat dimodifikasi :
Tidak ada
Tidak dapat dimodifikasi :
Riwayat kehamilan ibu tidak ada gangguan dan konsumsi obat-obatan
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
A. Keadaan Umum : Sakit Sedang/Gizi cukup/Compos Mentis
B. Tanda Vital
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Pernapasan
: 22 x/menit
Suhu ( axilla)
: 36,5 C
C. Pemeriksaan Fisis
Kepala dan Leher :
Mata
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
Dada:
Inspeksi
Bentuk
Buah dada
Sela iga
Paru:
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Aukultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
: nyeri tekan (-), massa tumor (-), Hepar dan Lien tidak
teraba
Perkusi
Ekstremitas
Edema
Interpretasi EKG
Irama dasar
QRS rate
Regularitas
PR interval
:
:
:
:
Axis
Morfologi
sinus
94 kali/menit
regular
0,20 detik
ST segmen
Gelombang T
Interpretasi
dan
V4
menandakan
adanya
II,
perlambatan
berkas kanan.
4. Adanya kesan incomplete block pada serabut berkas
kanan belum dapat diketahui pasti apakah penyebabnya
terdapat pada kegagalan jalur konduksi elektrik jantung
Interpretasi :
-
LAB
NILAI
UNIT
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
GDS
5,1
4,71
12,1
36,2
212
85
(10/UI)
(106/UI)
(gr/dL)
(%)
(103/uL)
mg/dL
Ureum/Creatinin
19/0,5
mg/dL
SGOT
18
mmol/L
SGPT
19
mg/dL
BT
2,30
minutes
CT
7,00
minutes
PT
11,9
seconds
aPTT
28,4
seconds
INR
1,11
Natrium
142
mmol/L
Kalium
3,9
mmol/L
Klorida
111
mmol/L
Kesan : Normal
G. Pemeriksaan Ekokardiografi
1. Transtorakal Ekokardiografi (21/5/2015)
Interpretasi :
-
mayor 5,8 cm, LA minor 2,7 cm, RA minor 4,4 cm, RVDB 3,2 cm)
Hipertrofi ventrikel kiri : negatif
Pergerakan miokard : Global normokinetik
Fungsi sistolik ventrikel kanan baik, tricuspid angular plane sistolik excursion
1,8 m
Katup-katup jantung :
Mitral
: Fungsi dan pergerakan baik
Aorta
baik
Trikuspid
mmHg)
Pulmonal
Interpretasi :
Tampak defek
di
septum
interatrial
ukuran 2,9 cm, rim anterior 0,6 cm, rim posterior 0,8 cm, rim SVC 1,1 cm,
rim IVC floppy 0,7 cm.
Kesan :
ASD Sekundum
H. Diagnosis Kerja
Atrial Septal Defect Sekundum
10
I. Penatalaksanaan
-
ASD Closure
Furosemid 40 mg/24jam/oral
11
TINJAUAN PUSTAKA
ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)
I. DEFINISI
Defek septum atrium/atrial septal defect (ASD) adalah salah satu
kelainan jantung kongenital di mana terdapat hubungan antar atrium kanan
dan kiri karena adanya defek/lubang pada sekat atrium. Defek ini
memungkinkan adanya aliran darah antar atrium, yaitu dari atrium kiri ke
kanan dan pada keadaan yang lebih buruk yaitu dari kanan ke kiri (1). Adanya
aliran ini disebabkan karena perbedaan tekanan, yang mana membuat darah
yang kaya akan oksigen pada atrium kiri kembali bercampur dengan darah
yang kurang oksigen pada ventrikel kanan, sehingga membuat total darah
yang dipompa ke seluruh tubuh berkurang akibat adanya left to right shunt.(2)
saat
beraktivitas,
berdebar-debar,
bahkan
adanya
gangguan
12
menjadi :
1. Ostium sekundum
Ostium sekundum merupakan jenis ASD yang paling sering (7580% dari semua kasus ASD) , di mana terdapat defek pada bagian
tengah dari septum interatrkium, di daerah foramen ovale.
2. Ostium primum
Ostium primum jenis ASD kedua tersering (15-20% dari kasus
ASD), di mana terdapat defek pada bagian bawah dari septum
interatrium yang sering juga disertai dengan gangguan pada katup
mitralis.
3. Sinus Venosus
ASD tipe sinus venosus merupakan ASD terjarang dengan 5-10%
dari keseluruhan kasus. Berlokasi di daerah superior dari septum.
III.
EPIDEMIOLOGI
Kejadian kelainan kongenital pada system kardiovaskular sulit
ditentukan secara akurat, oleh karena ada beberapa hal yang tidak terdeteksi
pada saat kelahiran, misalkan kelainan katup aorta bicuspid, prolaps katup
mitral, defek septum atrium, dan lainnya. Adapun frekuensi kejadian beberapa
13
anomaly,
fetal
alcohol
syndrome,
Holt-Oram
Syndrome,
PATOGENESIS
Sebelum membahas mengenai pathogenesis dari ASD, maka perlu
diketahui terlebih dahulu tahapan embriologi pembentukan septum atrium dan
anatomi terkait.(3, 5)
14
15
menghalangi aliran balik darah dari atrium kiri ke atrium kanan pada sirkulasi
fetal.(3, 5)
Pada kasus ASD tipe sekundum yang merupakan tipe ASD terbanyak,
di mana terjadi resorpsi berlebihan dari septum primum pada pembentukan
ostium sekundum sehingga katup foramen ovale relative memendek, atau
dapat pula disebabkan oleh kurang berkembangnya septum sekundum pada
saat pembentukan foramen ovale sehingga terbentuk foramen ovale yang
besar.(1, 3)
Pada tipe ASD primum, terjadi kegagalan fusi septum primum dengan
endocardial chusion menyebabkan terdapatnya defek septum. Defek ini
sangat berdekatan dengan katup atrioventrikular, dan sering mengakibatkan
kelainan pada katup mitral pars septal atau anterior, namun katup tricuspid
biasanya masih intak.(1, 3)
Selanjutnya pada ASD tipe sinus venosus, terjadi abnormalitas fusi
antara sinus venosus embrional dengan atrium. Pada sebagian besar kasus tipe
ini, defek terjadi pada aspek superior septum interatrium dekat dengan jalur
16
masuk vena cava superior. Sering juga terdapat anomaly drainase vena
pulmonalis dextra superior.(3)
VI.
PATOFISIOLOGI
Defek septum atrium merupakan penyakit kongenital di mana terdapat
defek pada septum yang menghubungkan antara atrium kiri dan kanan,
sehingga memungkinkan terjadinya arus darah antar atrium. Pergerakan
darah di jantung sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antar ruang
jantung, komplians dinding ruang jantung (atrium/ventrikel), dan pada ASD
juga sangat dipengaruhi oleh luas defek septum. Semakin beda tekanan,
komplians, dan besar defeknya, semakin besar pirau yang terjadi, dan
semakin besar pula dampak yang terjadi dalam sirkulasi.(2, 6)
Siklus jantung terdiri dari fase sistol dan diastol, di mana pada saat
sistolik terjadi pemompaan darah dari jantung ke paru-paru atau ke seluruh
tubuh melalui ventrikel kanan dan kiri yang bertekanan tinggi, sedangkan
pada fase diastolic terjadi pengisian darah di jantung dari paru-paru dan dari
seluruh tubuh. Atrium kiri menerima darah dari paru, dan atrium kanan
menerima darah dari seluruh tubuh. Secara umum, jantung terdiri dari ruang
kanan dan kiri, di mana rata-rata tekanan di sisi kiri lebih tinggi dari sisi
kanan, karena kerja mereka lebih berat. Maka ketika fase diastolik pengisian
darah di kedua atrium, pada umumnya terjadi aliran darah dari atrium kiri ke
17
kanan karena tekanan di atrium kiri lebih tinggi beberapa milimeterHg dari
atrium kanan, setelah itu darah mengalir ke ventrikel kanan dan dipompa
kembali ke paru, sedangkan darah di sisi kiri jantung yang berada di ventrikel
kiri relatif lebih sedikit, sehingga lebih sedikit pula yang dipompa.(2, 6)
Proses tersebut di atas dinamakan left to right shunt sehingga
vaskularisasi paru lebih banyak dari vaskularisasi sistemik (Qp>Qs). Pada
sebagian besar kasus ASD tidak menimbulkan gejala, tergantung pada
seberapa besar volume darah yang berpindah. Jika hal ini terus berlangsung,
maka akan terjadi volume overload pada sisi kanan jantung yang
menyebabkan dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan. Karena banyaknya
beban yang harus dipompa, maka regangan dinding jantung meningkat dan
membutuhkan daya pompa yang lebih kuat sehingga menyebabkan hipertofi
ventrikel kiri. Vaskularisasi paru yang terus meningkat menyebabkan
vascular bed paru yang terus terisi, lama kelamaan menyebabkan hipertensi
pulmonal, yang semakin meningkatkan lagi pressure overload yang terjadi
pada sisi kanan jantung.(7)
Ketika tekanan di sisi kanan lebih tinggi baik itu akibat hipertensi
pulmonal atau kongesti, maka dapat terjadi pirau dari atrium kanan ke kiri
(right to left shunt) yang disebut sebagai sindrom eisenmenger
yang
memiliki prognosis lebih buruk. Hal ini disebabkan darah dari sisi kanan
jantung yang cenderung hipoksik langsung dialirkan ke seluruh tubuh.(3)
VII.
18
19
20
kadang juga dapat teraba pulsasi arteri pulmonal pada daerah di sekitar katup
pulmonal.(2)
Pada pemeriksaan perkusi, kemungkinan terdapat pelebaran batasbatas jantung akibat kardiomegali, akibat pembesaran ruang-ruang jantung
terutama atrium dan ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi jantung dapat
terdengar wide-fixed split di mana terdapat gap pada bunyi jantung S2 antara
A2 dan P2. Pada keadaan normal, memang terdapat gap pada saat inspirasi
sehingga terjadi split pada S2 (bunyi jantung 2 pecah). Hal ini disebabkan
pada saat inspirasi, tekanan intrathorakal bersifat negative (seperti vakum)
yang menyebabkan pengembalian darah dari vena cava ke atrium kanan dan
ventrikel kanan meningkat. Peningkatan ini membuat volume sekuncup sisi
kanan sedikit lebih banyak, hal ini menyebabkan durasi sistolik ventrikel
kanan relatif lebih lama dari durasi sistolik ventrikel kiri yang kemudian
menyebabkan katup pulmonal menutup lebih lambat dari katup aorta. Namun
pada keadaan ASD, volume diastolik akhir dari ventrikel kanan selalu lebih
tinggi akibat adanya aliran dari atrium kiri, maka menyebabkan split tetap ada
tanpa memperhatikan apakah saat fase inspirasi ataupun ekspirasi, istilah
inilah yang disebut wide-fixed split.(6)
21
sinistra linea para sternalis. Hal ini disebabkan adanya volume darah yang
relatif besar melalui katup pulmonal pada saat fase sistolik menyebabkan
stenosis relative katup pulmonal sehingga menimbulkan bising ejeksi sistolik.
Bising mid-diastolik di linea parasternalis kanan daerah katup mitral juga
dapat didengar, akibat adanya volume darah yang besar melewati katup mitral
pada fase diastole menyebabkan terjadinya bising mid-diastolik katup mitral.
Bising yang berasal dari aliran darah atrium kiri ke atrium kanan tidak
terdengar, karena perbedaan tekanan pada kedua ruang tersebut tidak terlalu
besar.(3, 6)
IX.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ELECTROCARDIOGRAPHY
Karakteristik dasar yang dapat ditemukan pada pemeriksaan EKG yaitu
tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan, yang sering disertai dengan tandatanda pembesaran atrium kanan dengan gelombang p pulmonal. Selain itu
terdapat, complete atau incomplete right bundle branch block. Jika defeknya
terdapat pada ostium primum, maka didapatkan deviasi axis ke kiri oleh
karena adanya displacement dan hypoplasia dari fasikulus anterior cabang
berkas kiri.(3)
22
2. ECHOCARDIOGRAPHY
Pemeriksaan echocardiography merupakan pemeriksaan yang sangat
dianjurkan dalam mendiagnosis ASD, walaupun bukan gold standar diagnosis.
Pemeriksaan ini mudah, cepat, murah, dan tidak invasif serta dapat dengan
baik memperlihatkan struktur dinding jantung, katup, pergerakan, tekanan dan
volume ruang jantung secara real-time. Kekurangan dari modalitas ini adalah
bersifat operator-dependent , yaitu sangat bergantung pada cara, kemampuan,
dan pengalaman operator.(2, 3)
Pemeriksaan ini terbagi menjadi dua, yaitu TTE (transthoracal
echocardiography), yaitu sadapan (probe) diletakkan di dinding dada dan TEE
(transesophageal echocardiography) yaitu sadapan (probe) dimasukkan
melalui esophagus, untuk menangkap gambar yang lebih akurat.(2, 3)
23
24
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ASD terbagi menjadi dua, yaitu terapi simptomatik
dengan pengobatan, dan terapi definitif dengan penutupan defek baik itu
secara transkateter atau operatif.(8)
tekanan arteri pulmonalis 50% atau < 2/3 dari tekanan aorta, atau ada riwayat
stroke transien (paradoxical embolism). Kontraindikasi tindakan penutupan
jika terjadi peningkatan tekanan pulmonal >2/3 aorta, Qp:Qs = >1,5:1, atau
terjadi sindrom eisenmenger (right to left shunt) dengan aliran pirau
irreversibel setelah pemberian vasodilator arteri pulmonal. Selain itu, juga
belum dianjurkan untuk operasi jika ukuran defek kurang dari 8 mm tanpa
adanya keluhan dan pembesaran jantung kanan. Tindakan penutupan dapat
dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat besar lebih dari
40 mm, atau tipe ASD selain tipe sekundum, sedangkan untuk ASD tipe
sekundum dengan defek kurang dari 40 mm dapat dipertimbangkan penutupan
dengan Amplatzer Septal Occluder (ASO), di mana penutupan dilakukan
dengan perkutan melalui kateter yang dimasukkan ke dalam vena femoralis
menuju ke atrium kanan dengan bantuan TEE atau fluoroskopi untuk
mengarahkan kateter hingga sampai ke lokasi defek kemudian penutup
dikembangkan. (3, 7, 8)
Untuk terapi medikamentosa, dapat diberikan sesuai gejala yang
timbul. Jika terdapat tanda-tanda edema paru dapat diberikan furosemid. Jika
terdapat gangguan ritme dapat diberikan antiaritmia.(8)
XI.
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ghanie A. Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa. In: Sudoyo A,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S, editor. Ilmu Penyakit
Dalam. V ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2.
Child J. Congenital Heart Disease in the Adult. In: Fauci ea, editor.
Harrison's Principle of Internal Medicine. 17th ed. USA: MC-Graw Hill;
2008.
3.
Atler DH ea. Atrial Septal Defect. Medscape; 2014 [cited 2015
August,
19th];
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/162914-overview#a6.
4.
anonim. Risk factor atrial septal defect. USA: Mayo Clinic; 2014
[cited
2015
August
19th];
Available
from:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/atrial-septaldefect/basics/risk-factors/con-20027034.
5.
Robert J. Sommer MZMH, MD, MPH; John F. Rhodes Jr, MD.
Pathophysiology of Congenital Heart Disease in the Adult. AHA Journals.
2008;117:1090-9.
6.
Berg D. BD. Patophysiology of Heart Disease. 5th edition ed. Lily
Lea, editor. USA: Lippincott williams and wilkins; 2011.
7.
Kim NK PS, Choi JY. Transcatheter Closure of Atrial Septal Defect:
Does Age Matter? Korean Circ J. 2011;41(11): 6338.
8.
Warnes C, et al. ACC/AHA 2008 Guidelines for the Management of
Adults With Congenital Heart Disease: Executive Summary. AHA Journals.
2008.
28