Professional Documents
Culture Documents
: SHELVY TUCUNAN
Dokter Pembimbing
Dokter Pembimbing
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. LM
Usia
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 30 Oktober 2014
Tanggal Keluar
: 4 November 2014
: 04.39. 01
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2014
Keluhan Utama
: Nyeri pipi dan rahang bawah kanan saat makan dan minum sejak 1
minggu.
Pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah pipi dan rahang
bawah kanan 1 minggu belakangan. Nyeri dirasakan bertambah berat 3 hari belangan. Nyeri
dirasakan seperti menusuk-nusuk dan terasa panas di daerah pipi dan rahang bawah kanan.
Nyeri dirasakan pasien sangat berat sering kira-kira 1-2 menit lalu nyeri menjadi sedikit
berkurang kemudian nyeri hebat muncul lagi beberapa menit kemudian. Nyeri pipi kanan ini
membuat pasien tidak bisa makan karena pasien merasa sangat sakit jika membuka mulut dan
mengunyah. Nyeri juga dapat dipicu pada sentuhan yang mengenai daerah pipi kanan dan
rahang kanan seperti mencuci muka. Nyeri kepala dirasakan berdenyut pada kedua sisi
kepala. Hilangnya rasa sentuhan pada pipi kanan dan rahang kanan tidak ada. Keluhan yang
sama yang dirasakan pada pipi dan rahang bawah kiri tidak ada. Tidak ada masalah dengan
pendengaran. Tidak ada sakit kulit seperti cacar. Tidak ada rasa baal atau mati rasa. Tidak ada
kelemahan alat gerak. Tidak ada gangguan pendengaran.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat diabetes melitus dan hipertensi di dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun yang lalu.
Pasien tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat cabut gigi graham kanan 1 bulan yang lalu.
Tidak ada riwayat penyakit kulit seperti cacar sebelumnya.
Tidak ada riwayat sakit telinga atau hilangnya pendengaran sebelumnya.
I.
OBJEKTIF
1. Status Presens
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Mata
Leher
Dada
Jantung
Paru-paru
Perut
2. Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk
Nyeri tekan
Simetris
Pulsasi
: Normocephali.
: (+) pada regio mandibular dextra
: Simetris
: (+)
B. Leher
Sikap tegak : Simetris
Pergerakan : Bebas
Kaku kuduk : Tidak ada
C. Nervus Craniales
N I ( OLFAKTORIUS )
Kanan
Kiri
Subjektif
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N II ( OPTICUS )
Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Lapangan penglihatan
Normal
Normal
Melihat warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Fundus oculi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N III ( OCCULOMOTORIUS )
Kanan
Kiri
Sela mata
Normal
Normal
Pergerakan bulbus
Normal
Normal
Strabismus
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Eksoptalmus
(-)
(-)
Pupil diameter
2,5mm
2,5mm
3
Isokor
Bentuk
Isokor
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Melihat kembar
(-)
(-)
N IV (TROCHLEARIS)
Kanan
Kiri
Pergerakan mata
(ke bawah ke dalam)
Normal
Normal
Sikap bulbus
Ditengah
Ditengah
Melihat kembar
(-)
(-)
N V (TRIGERMINUS)
Kanan
Kiri
Membuka mulut
Terbatas
Terbatas
Reflex kornea
Baik
Baik
Sensibilitas muka
Alodinia
Baik
N VI (ABDUCENS)
Kanan
Kiri
Baik
Baik
Sikap bulbus
Ditengah
Ditengah
Melihat kembar
(-)
(-)
N VII (FACIALIS)
Kanan
Kiri
Menutup mata
Normal
Normal
Memperlihatkan gigi
Normal
Normal
Bersiul
Normal
Normal
Mengerutkan dahi
Normal
Normal
4
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N VIII
Kanan
Kiri
Detik arloji
Baik
Baik
Suara berbisik
Baik
Baik
Test Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Weber
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Swabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(VESTIBULOCOCCLEARIS)
N IX (GLOSSOPHARYNGEUS) Kanan
Kiri
Tidak dilakukan
Sensibilitas pharynx
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N X (VAGUS)
Kanan
Kiri
Arcus pharynx
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Bicara
Terbatas
Terbatas
Menelan
Baik
Baik
Nadi
Baik
Baik
N XI (ACCESORIUS)
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Baik
Baik
Memalingkan kepala
Baik
Baik
N XII (HYPOGLOSSUS)
Kanan
Kiri
Pergerakan lidah
Baik
Baik
Tremor lidah
(-)
(-)
5
Artikulasi
Baik
Baik
Badan
Motorik
Respirasi
Duduk
Bentuk columna vetebralis
Pergerakan collumna vetebralis
: Thorako-abdominal
: Baik
: Normal
: Normal
Sensibilitas
Kanan
Taktil
Nyeri
Thermo
Lokalisasi
Refleks
ii.
Kiri
+
+
+
+
Tidak dilakukan
Baik
Baik
Kanan
Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Motorik
Kanan
bebas
5/5/5/5
normotonus
eutrofik
bebas
5/5/5/5
normotonus
eutrofik
Refleks
Kanan
Kiri
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Trofik
Biceps
Triseps
Radius
Ulna
Hoffman Trommer
Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Kanan
+
+
Kiri
Kiri
+
+
6
iii.
Thermi
Diskriminasi
Lokalisasi
Baik
Baik
Baik
Kanan
Kiri
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Trofik
Tonus
Refleks
Refleks patella
Refleks achilles
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Tes lasegue
Tes kernig
Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Thermo
Diskriminasi
Lokalisasi
II.
Baik
Baik
Baik
bebas
5/5/5/5
eutrofik
normotonus
bebas
5/5/5/5
eutrofik
normotonus
Kanan
+
+
Kiri
+
+
Kanan
+
+
Tidak dilakukan
Baik
Baik
Kiri
+
+
Baik
Baik
RINGKASAN
Subjektif
Pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah pipi dan rahang
bawah kanan 1 minggu belakangan. Nyeri dirasakan bertambah berat 3 hari belangan.
Nyeri dirasakan seperti menusuk-nusuk dan terasa panas di daerah pipi dan rahang
bawah kanan. Nyeri dirasakan pasien sangat berat sering kira-kira 1-2 menit lalu nyeri
7
menjadi sedikit berkurang kemudian nyeri hebat muncul lagi beberapa menit
kemudian. Nyeri pipi kanan ini membuat pasien tidak bisa makan karena pasien
merasa sangat sakit jika membuka mulut dan mengunyah. Nyeri juga dapat dipicu
pada sentuhan yang mengenai daerah pipi kanan dan rahang kanan seperti mencuci
muka. Nyeri kepala dirasakan berdenyut pada kedua sisi kepala. Hilangnya rasa
sentuhan pada pipi kanan dan rahang kanan tidak ada. Keluhan yang sama yang
dirasakan pada pipi dan rahang bawah kiri tidak ada. Tidak ada masalah dengan
pendengaran. Tidak ada sakit kulit seperti cacar. Tidak ada rasa baal atau mati rasa.
Tidak ada kelemahan alat gerak. Tidak ada gangguan pendengaran.
Objektif
Status generalis
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Perut
N V (TRIGERMINUS)
Kanan
Kiri
Sensibilitas muka
Alodinia
Baik
III.
DIAGNOSIS
IV.
Diagnosa Klinik
Diagnosa Topik
Diagnosa Etiologik
Diagnosiss tambahan
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Infus : NS 20 tpm
Injeksi : Pantoprazol 40mg 1x1
Dexketoprofen trometamol 50mg 3x1
Metilprednisolon 125mg 3x1
8
VII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
Quo Ad Sanationam
Quo Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
III. FOLLOW UP
31 Oktober 2014
S
01 November 2014
02 November 2014
Makan (-)
Makan sedikit
Mual (+)
Mual (-)
TTV:
TTV:
TTV:
N: 80 x/menit.
N: 87 x/menit.
N: 80 x/menit.
S: 36.5 oC.
S: 36 oC.
S: 36.2 oC.
Makan (-)
Mual (+)
Tidak bisa tidur
O KU: tampak sakit sedang
RR: 24 x/menit.
RR: 21 x/menit.
RR: 20 x/menit.
kanan.
kanan.
kanan.
Ekstremitas: keempat
Ekstremitas: keempat
udem
udem
rhonki.
Trigeminal Neuralgia
Trigeminal Neuralgia
Trigeminal Neuralgia
Infus NS 20 tpm
Infus NS 20 tpm
Infus NS 20 tpm
Injeksi :
Pantoprazol 40mg
Injeksi :
Pantoprazol 40mg 1x1
Dexketoprofen
Injeksi :
Ketorolac 30mg 2x1
Metilprednisolon
125mg 2x1
Ranitidin 50mg 3x1
1x1
Dexketoprofen
trometamol 50mg
3x1
Metilprednisolon
125mg 3x1
Ranitidin 50mg 3x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
125mg 3x1
Ranitidin 50mg 3x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
Carbamazepin 200mg
2x2
Pregabalin 75mg 2x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
Carbamazepin 200mg
3x2
Pregabalin 75mg 2x1
Alprazolam 0,5mg k/p
10
Carbamazepin
200mg 2x2
Pregabalin 75mg
(malam)
2x1
Alprazolam 0,5mg
k/p
Amitriptilin 25mg
1x1 (malam)
03 November 2014
S
04 November 2014
Nyeri pipi kanan menjalar
ke rahang kanan (+) <<<
Rasa panas, merah dan
bengkak (-)
Makan normal
Mual (-)
Mual (-)
O KU: tampak sakit sedang
TTV:
TTV:
N: 80 x/menit.
N: 82 x/menit.
S: 36.5 oC.
S: 36.4 oC.
RR: 22 x/menit.
RR: 24 x/menit.
rhonki.
tekan (-)
Ekstremitas: keempat
Ekstremitas: keempat
udem
ada udem
A
P
Trigeminal Neuralgia
Trigeminal Neuralgia
Infus NS 20 tpm
BLPL
Injeksi :
Ketorolac 30mg 2x1
Metilprednisolon
Aff infus
125mg 3x1
Ranitidin 50mg 3x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
Carbamazepin
Peroral :
Carbamazepin 200mg
3x2
200mg 3x2
Alprazolam 0,5mg
k/p
Amitriptilin 25mg
1x1 (malam)
Gabapentin 300mg
1x1
TINJAUAN PUSTAKA
NEURALGIA TRIGEMINAL
12
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat
paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus
trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik.. Penyakit ini menyebabkan nyeri
wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom
Fothergill. 1.2
Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad
ke delapan. Jurjani juga merupakan orang pertama yang mengajukan teori kompresi
vaskular pada neuralgia trigeminal. Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan
penjelasan yang detail mengenai neuralgia trigeminal pada tahun 1756 dan menciptakan
istilah tic doulourex. Dokter Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada
pertengahan tahun 1700an, dan kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill .
Pengetahuan mengenai neuragia trigeminal berkembang perlahan selama abad ke dua
puluh. Pada tahun 1960an, pengobatan yang efektif dengan obat dan operasi mulai
tersedia.2
Neuralgia trigeminal merupakan kelainan yang jarang pada serabut sensoris dari
nervus trigeminus (nervus kranial ke-5), yang menginervasi wajah dan rahang. Neuralgia
pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah,
biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik.
Nyeri sebelum pengobatan dirasakan berat, namun demikian neuralgia trigeminal bukan
termasuk penyakit yang membahayakan nyawa. Sebagaimana diketahui, terdapat dua
nervus trigeminus, satu untuk setiap sisi dari wajah, neuralgia trigeminal sering
mengenai salah satu sisi dari wajah dan tergantung pada nervus trigeminus yang mana
yang terkena. Nyeri neuralgia trigeminal adalah unilateral dan mengikuti distribusi
sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3).
Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi
nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari
neuralgia trigeminal idiopatik dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan
I.
13
duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping
prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion
Gasseri.4
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian
bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang
nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut
sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini
dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas
serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris,
cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum
kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan
berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut
sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.4
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan
sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul
dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang
dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular
keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis.
Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan
diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III
N.V. bercabang dua . Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang
merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis),
kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah
(nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan
serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus
digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang
menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang
mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabutserabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus
sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk
rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini.4
15
II. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun
suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa
prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States.2,3
Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang,
dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang
ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal
sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.2
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50
tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding
insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum
alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah
bawah yang terkenal. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3,
sedangkan perkembagan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan
kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi
pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan
simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih
muda.3
III. ETIOPATOGENESIS
Etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan ada dua pendapat yang
pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai penyebab Neuralgia
trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan mekanisme sentral.
Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis berupa:
1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.
2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT.
3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.
4. Adanya proses inflamasi pada N.V.
Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal neuralgia adalah penekanan mekanik
oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau
tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus trigeminus oleh karena
pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah faktor yang tidak diketahui.1,3,4
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brainstem
yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio minor
16
jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus
trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar maupun
kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus.
Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior.
Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya
lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan
aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus
trigeminus dan menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan
patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia oleh karena suatu lesi atau tumor yang
menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus.1,2
Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai
dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah melibatkan sistem
nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Pada tipe ini
sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda sesuai dengan
kecenderungan terjadinya sklerosis multipel.
Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial
aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini terutama
disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium
sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah adanya
hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang rendah
dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after discharge.
Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori
glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi dan
potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor glutamat
lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat saluran
di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion kalsium
teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang
menerangkan terjadinya sensitisasi sentral.
Beberapa penyebab juga dihubungkan dengan gigi, dari berbagai kepustakaan disebut
sebagai berikut. Seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang
kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan
sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai
sebab, infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT.
Akan tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar
17
mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula penderita NT
yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.9
Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut pasca
suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai dry socket pasca
ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan pada gigi geligi atas atau
bawah disatu sisi, maka penderita terdorong mencari pengobatan ke bagian gigi dengan
asumsi nyeri tersebut berasal dari gigi. 9
Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan
biasanya disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada pemeriksaan
tidak menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan ekstraksi maupun tidak
ada nyeri lokal pada waktu dilakukan palpasi.9
Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakukan
endodontic treatment timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin bertambah
frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada trigger sentuhan ringan pada pipi kiri dan
setiap serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-10 serangan berulang,
kemudian akhirnya didiagnosa sebagai Neuralgia Trigeminal.9
Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang diobati
sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur dental diantaranya ekstraksi
tunggal, ekstraksi multipel, prosedur endodontik, complete denture, periapical
surgery dsbnya.
bermakna antara sejumlah pasien yang mendapat tindakan terapi dental dengan durasi
terjadinya neuralgia trigeminal.9
IV. GAMBARAN KLINIS
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan
paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah
persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu
cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau
mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan
kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang
dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada
kasus-kasus yang ditemukan nyeri terjadi lebih besar 5 kali lipat pada bagian kanan
daripada bagian kiri wajah. Pada beberapa kasus juga dapat terjadi nyeri bilateral
walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada,
pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan ,
walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi
kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu
18
titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah,
atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain.2,3,9
Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada
wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri
yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali
menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux,
kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi. Pada neuralgia trigeminal seringkali
tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang
raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat
mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan
berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam
hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari
penyakit tahap awal.
VI. DIAGNOSIS
Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi atas 2
yaitu idiopatik dan simptomatik. 4
1. Trigeminal neuralgia idiopatik : Jika dalam pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan penyebab
dari nyeri wajah.
2. Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat diketahui
dari pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa posterior.
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :1,3,4.
Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti
menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang
berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas
atau bersisir.
Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau
lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi
dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal
yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa
tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut
sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti konvulsan
dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai
trigeminal
mengarah
pada
pencarian
proses
patologik
yang
mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat merusak syaraf. Pada tumor
selain nyerinya atipikal dan hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada
syaraf kranial lainnya.
Tabel 1. Ciri khas neuralgia trigeminal
A.
B.
C.
D.
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti
CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang
dikombinasikan dengan elektromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasuskasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik. Pengukuran potensial
somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan
untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan
dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.1,2,5,6
VII. DIAGNOSA BANDING
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah
dan kepala. Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi
adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum.
Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus cabang pertama. Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri
menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal
tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis
temporomandibular dan maloklusi gigi.1,5,6
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom
yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita
muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada
rahang atas (walaupun dapat menyebar
dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak
ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan
penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus
sebaik mungkin Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan
periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.1,6
Diagnosis
Banding
Persebaran
Karakteristik
Klinis
Faktor yang
Meringankan/
Memperburuk
Neuralgia
Daerah persarafan
Laki- laki/
Titik-titik rangsang
Trigeminal
cabang 2 dan 3
perempuan = 1:3
sentuh,
nervus trigeminus,
Lebih dari 50
mengunyah,
senyum, bicara,
Penyakit
yang
Dihubungk
Tata Laksana
an
Idiopatik
Carbamazepine
Skeloris
Phenytoin
multipel
21
unilateral
tahun
dan menguap
pada dewasa
muda
Kelainan
bersifat menusuk-
pembuluh
darah
terbakar, persisten
Gabapentin
Injeksi alkohol
Koagulasi atau
dekompresi
bedah
Tumor
selama
nervus V
Unilateral atau
Lebih banyak
Atipik
Status
Anti ansietas
ditemukan pada
ansietas atau
dan anti
angulus
depresi
depresan
nasolabialis,
tahun
hidung bagian
dalam
Tidak ada
Histeria
Nyeri hebat
Idiopatil
berkelanjutan
umumnya pada
daerah maksila
Neuralgia
Postherpetikum
Unilateral
Riwayat herpes
Biasanya pada
Nyeri seperti
daerah persebaran
sensasi terbakar,
cabang oftalmikus
berdenyut-denyut
nervus V
Sentuhan,
Herpes
Carbamazepin,
pergerakan
Zoster
anti depresan
dan sedatif
Parastesia,
kehilangan
sensasi sensorik
keringat
Sikatriks pada
kulit
Sindrom Costen
Unilateral,
Nyeri berat
Mengunyah,
Ompong,
Perbaikan
dibelakang atau di
berdenyut-denyut
tekanan sendi
arthritis
geligi, operasi
depan telinga,
diperberat oleh
temporomandibular
rematoid
pada beberapa
22
pelipis, wajah
proses
kasus
mengunyah
Nyeri tekan sendi
temporomandibul
a
Maloklusi atau
ketiadaan molar
Neuralgia
Orbito-frontal,
Nyeri kepala
Alkohol pada
Migrenosum
pelipis, rahang
sebelah
beberapa kasus
atas, angulus
Tidak ada
Ergotamin
sebagai
profilaksis
nasolabial
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol ) 100-200 mg 3-4X sehari
tergantung toleransi. Obat ini, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi
menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain
timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa
minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang. Obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi
dan beratnya serangan. Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari),
asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900
mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin
atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap
salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan
sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa
pasien. Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin
dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan
secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang. 1,7,8
Dalam ulasan literatur American Academy of Neurology mengenai manajemen neuralgia
trigeminal, pengoobatan neuralgia trigeminal didasarkan pada metode penggolongan
obat berdasarkan rekomendasi yang ditetapkan dari bukti-bukti kasus yang sudah ada.10
Pengobatan pada neuralgia trigeminal merupakan pengobatan yang berhubungan dengan
asimptomatik. Pada kasus-kasus simptomatik belum ada bukti yang cukup yang
mengatakan efektivitas dalam pengendalian nyeri.10
23
Level B
Probably effective, ineffective, or harmful for the given condition in the specified
population (i.e., should be considered, or sh ould not be considered)
Drug: Oxycarbazepine
Level C
Possibly effective, ineffective, or harmful for the given condition in the specified
population (i.e., may be considered, or may not be considered)
Drugs: Lamotrigine, Baclofen, Primozide
Level U
24
beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping
yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.1,6
C. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus
trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis.
Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf
bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga
serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan
hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf
perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul
lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut
tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla
desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany
mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh
lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik
sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri
terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat
keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan. Taarnhoj meyakini
bahwa neuralgia trigeminal diakibatkan oleh jepitan saraf ketika melalui sambungan
fossa posterior dan medial sehingga dilakukan operasi dekompresi tanpa pembelahan
saraf tetapi rekurensi setelah operasi seperti ini cukup tinggi. Penelitian selanjutnya
memperlihatkan keraguan akan adanya dekompresi dan bahwa hasil yang diperoleh dari
operasi dekompresi diakibatkan oleh jejas pada saraf dan bukan dekompresi sesuai teori.6
Hasil operasi disimpulkan oleh White dan Sweet. Secara umum, dengan kompetensi
yang cukup, rhizotomi retroGasseri memiliki angka mortalitas < 1%. Insidensi
komplikasi berupa palsi fasial < 5%. Kelegaan dari nyeri cukup memuaskan dan
permanen.6
IX. PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia
trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien
yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperas pada akhirnya.
Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit
untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian
mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang
memberikan kelegaan pada banyak pasien.2
X. PEMBAHASAN KASUS
26
Seorang laki-laki berusia 59 tahun berobat ke poli dengan diagnosa Bells palsy. Pada pasien
ini didiagnosis Bells palsy karena didapatkan dari :
Anamnesis: : Pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah pipi
sebelah kanan yang menjalar ke rahang bawah kanan 1 minggu belakangan. Nyeri
dirasakan bertambah berat 3 hari belangan. Nyeri dirasakan seperti menusuk-nusuk
dan terasa panas di daerah pipi kanan. Nyeri dirasakan pasien sangat berat sering kirakira 1-2 menit lalu nyeri menjadi sedikit berkurang kemudian nyeri hebat muncul lagi
beberapa menit kemudian. Nyeri rahang kanan ini membuat pasien tidak bisa makan
karena pasien merasa sangat sakit jika membuka mulut dan mengunyah. Nyeri juga
dapat dipicu pada sentuhan yang mengenai daerah pipi kanan dan rahang kanan
seperti mencuci muka. Keluhan pasien diatas sesuai dengan kriteria diagnosis
Trigeminal Neuralgia yaitu adanya nyeri yang sangat tinggi, seperti ditusuk-tusuk,
dan dengan frekuensi yang tinggi pada pipi serta menjalar ke rahang bawah kanan.
Kriteria nyeri yang lain juga mendukung gejala Neuralgia Trigeminal yaitu nyeri
hebat yang hanya timbul 1-2 menit lalu berulang dalam beberapa menit. Hal lain yang
juga sesuai dengan kriteria Trigeminal Neuralgia karena adanya trigger pada daerah
nyeri yaitu mencuci muka dan juga membuka mulut, unilateral, dan distribusi nya
pada region mandibular saja.
Dari anamnesis di dapatkan juga pasien pernah mencabut gigi graham bawah
kanan 1 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat penyakit kulit atau penyakit telinga
sebelumnya sehingga dapat disimpulkan pencetus dari Neuralgia Trigeminal pada
pasien dikarenakan oleh proses inflamasi akibat pencabutan gigi graham kanan bawah
1 bulan yang lalu.
Tidak
ada
riwayat
penyakit
kulit
seperti
cacar
sebelumnya
yang
menyingkirkan diagnosis banding neuralgia post herpetic. Tidak ada nya gangguan
pendengaran, baal atau berkurangnya sensasi rabaan menandakan tidak ada penyakit
sistem saraf pusat yang mendasarinya.
Pemeriksaan Fisik: Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum : tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Tanda Vital dalam batas noral. Pada pemeriksaan
fisik umum didapatkan sedikit bengkak, kemerehan, panas dan nyeri pada daerah pipi
dan rangang kanan yang menandakan adanya infeksi pada daerah tersebut dimana
kemungkinan infeksi berasal dari pencabutan gigi graham. Pada pemeriksaan
27
neurologis tidak didapatkan deficit pada nervus kranialis I-XII kecuali pada nervus V3
didapatkan nyeri seperti ditusuk-tusuk daan pada perabaan didapatkan alodinia. Tidak
didapatkan juga reflex patologis pada pasien. Tidak ada pemeriksaan labolatorium dan
radiologis karena dari anamnesis tidak mengarah kepada Neuralgia Trigeminal karena
penyakit pada system saraf pusat.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini berupa:
Pada terapi pengobatan pasien diberikan karbamazepin 200mg 2x2 tablet dan
Gabapentin 300mg 1x1. Karbamazepin merupakan obat lini pertama pada pasien
Neuralgia Trigeminal. Pemberian karbamazepin dapat mengurangi serangan
trigeminal neuralgia dengan menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di
dalam brain stem sedangkan pemberian anti konvulsan lain nya seperti gabapentin
dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan. Sekitar 80% pasien berespon
pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat. Pemberian
pregabalin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan karena kerja nya sama
dengan gabapentin tetapi lebih poten karena ikatan nya dengan jaringan CNS lebih
kuat dari pada gabapentin. Pemberian kostikosteroid contohnya metilprednison untuk
mengurangkan peradangan dan edema pada saraf akibat proses inflamasi. Pemberian
pantoprazol dan ranitidin diberikan sesuai simptomatis pasien yaitu mual dan muntah
yang dikarenakan asam lambung yang meningkat karena pasien tidak mau makan.
Prognosis: Pada kasus diatas prognosis pasien dikatakan baik karena pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik tidak ada gejala-gejala kelainan sistem saraf pusat dan tidak ada
deficit neurologis serta dengan pengobatan yang telah diberikan dapat mengurangi
nyeri pada pipi dan rahang bawah kanan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press;
1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale
Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
28
3. Huff
J.
Trigeminal
Neuralgia.
2010.
Diunduh
24
Februari
2013
dari
http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York:
Harper and Row; 1965.p.1897-904
7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victors Principles Of Neurology 8 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide.
New York: Thieme; 2006.p.253-4
9. Santos MM, Freire AR, Rossi AC, and Friends. Trigeminal neuralgia: literature review at J
Morphol. Sci., 2013, vol. 30, no. 1, p. 1-5.
10. Mara Lambert. AAN and EFNS Guideline on Diagnosing and Treating Trigeminal
29