You are on page 1of 29

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

RUMAH SAKIT PAMBALAH BATUNG


AMUNTAI
Nama

: SHELVY TUCUNAN

Dokter Pembimbing

: dr.Giri Wicaksono Sp.S

Dokter Pembimbing

: dr. Badrus, dr.Anggy L

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. LM

Usia

: 34 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Kel. Paliwara, Amuntai Tengah

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 30 Oktober 2014

Tanggal Keluar

: 4 November 2014

No. Rekam Medis

: 04.39. 01

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2014
Keluhan Utama

: Nyeri pipi dan rahang bawah kanan saat makan dan minum sejak 1
minggu.

Keluhan Tambahan : Sakit kepala.

Riwayat penyakit sekarang:


1

Pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah pipi dan rahang
bawah kanan 1 minggu belakangan. Nyeri dirasakan bertambah berat 3 hari belangan. Nyeri
dirasakan seperti menusuk-nusuk dan terasa panas di daerah pipi dan rahang bawah kanan.
Nyeri dirasakan pasien sangat berat sering kira-kira 1-2 menit lalu nyeri menjadi sedikit
berkurang kemudian nyeri hebat muncul lagi beberapa menit kemudian. Nyeri pipi kanan ini
membuat pasien tidak bisa makan karena pasien merasa sangat sakit jika membuka mulut dan
mengunyah. Nyeri juga dapat dipicu pada sentuhan yang mengenai daerah pipi kanan dan
rahang kanan seperti mencuci muka. Nyeri kepala dirasakan berdenyut pada kedua sisi
kepala. Hilangnya rasa sentuhan pada pipi kanan dan rahang kanan tidak ada. Keluhan yang
sama yang dirasakan pada pipi dan rahang bawah kiri tidak ada. Tidak ada masalah dengan
pendengaran. Tidak ada sakit kulit seperti cacar. Tidak ada rasa baal atau mati rasa. Tidak ada
kelemahan alat gerak. Tidak ada gangguan pendengaran.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat diabetes melitus dan hipertensi di dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 1 tahun yang lalu.
Pasien tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat cabut gigi graham kanan 1 bulan yang lalu.
Tidak ada riwayat penyakit kulit seperti cacar sebelumnya.
Tidak ada riwayat sakit telinga atau hilangnya pendengaran sebelumnya.

I.
OBJEKTIF
1. Status Presens
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Mata

Leher
Dada

: Tampak sakit sedang (Skala nyeri : 7)


: Compos mentis
: E4 V5 M6 = 15
: 130 / 90 mmHg
: 96 x / menit, reguler
: 20 x / menit
: 36.6 oC (Axiller)
: Normocephali, deformitas (-), terdapat sedikit bengkak dan
kemerahan pada pipi kanan
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), sekret (-/-)
Pupil
: bulat, isokor
Diameter
: 3 mm
Reflex cahaya kiri / kanan : (+/+)
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
: Simetris pada keadaan statis dan dinamis
2

Jantung
Paru-paru
Perut

: Bunyi I & II murni reguler, murmur (-), gallop (-)


: Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronki (-/-),
Retraksi sela iga (-/-)
: Supel, BU (+) normal , nyeri tekan epigastrium

2. Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk
Nyeri tekan
Simetris
Pulsasi

: Normocephali.
: (+) pada regio mandibular dextra
: Simetris
: (+)

B. Leher
Sikap tegak : Simetris
Pergerakan : Bebas
Kaku kuduk : Tidak ada
C. Nervus Craniales
N I ( OLFAKTORIUS )

Kanan

Kiri

Subjektif

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Objektif dengan bahan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N II ( OPTICUS )

Kanan

Kiri

Tajam penglihatan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Lapangan penglihatan

Normal

Normal

Melihat warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Fundus oculi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N III ( OCCULOMOTORIUS )

Kanan

Kiri

Sela mata

Normal

Normal

Pergerakan bulbus

Normal

Normal

Strabismus

(-)

(-)

Nistagmus

(-)

(-)

Eksoptalmus

(-)

(-)

Pupil diameter

2,5mm

2,5mm
3

Isokor
Bentuk

Isokor

Refleks terhadap sinar

(+)

(+)

Refleks terhadap konvergensi

(+)

(+)

Refleks terhadap konsensual

(+)

(+)

Melihat kembar

(-)

(-)

N IV (TROCHLEARIS)

Kanan

Kiri

Pergerakan mata
(ke bawah ke dalam)

Normal

Normal

Sikap bulbus

Ditengah

Ditengah

Melihat kembar

(-)

(-)

N V (TRIGERMINUS)

Kanan

Kiri

Membuka mulut

Terbatas

Terbatas

Reflex kornea

Baik

Baik

Sensibilitas muka

Alodinia

Baik

N VI (ABDUCENS)

Kanan

Kiri

Pergerakan mata ke lateral

Baik

Baik

Sikap bulbus

Ditengah

Ditengah

Melihat kembar

(-)

(-)

N VII (FACIALIS)

Kanan

Kiri

Menutup mata

Normal

Normal

Memperlihatkan gigi

Normal

Normal

Bersiul

Normal

Normal

Mengerutkan dahi

Normal

Normal
4

Perasaan lidah bagian 2/3 depan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N VIII

Kanan

Kiri

Detik arloji

Baik

Baik

Suara berbisik

Baik

Baik

Test Rinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Test Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Test Swabach

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

(VESTIBULOCOCCLEARIS)

N IX (GLOSSOPHARYNGEUS) Kanan

Kiri

Perasaan lidah 1/3 bagian belakang Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Sensibilitas pharynx

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N X (VAGUS)

Kanan

Kiri

Arcus pharynx

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Bicara

Terbatas

Terbatas

Menelan

Baik

Baik

Nadi

Baik

Baik

N XI (ACCESORIUS)

Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

Baik

Baik

Memalingkan kepala

Baik

Baik

N XII (HYPOGLOSSUS)

Kanan

Kiri

Pergerakan lidah

Baik

Baik

Tremor lidah

(-)

(-)
5

Artikulasi

Baik

Baik

D. Badan dan Anggota Gerak


i.

Badan

Motorik
Respirasi
Duduk
Bentuk columna vetebralis
Pergerakan collumna vetebralis

: Thorako-abdominal
: Baik
: Normal
: Normal

Sensibilitas

Kanan

Taktil
Nyeri
Thermo
Lokalisasi

Refleks

ii.

Kiri

+
+

+
+
Tidak dilakukan

Baik

Baik

Kanan

Kiri

Refleks kulit perut atas


Refleks kulit perut tengah
Refleks kulit perut bawah

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Anggota gerak atas

Motorik

Kanan

bebas
5/5/5/5
normotonus
eutrofik

bebas
5/5/5/5
normotonus
eutrofik

Refleks

Kanan

Kiri

+
+
+
+
-

+
+
+
+
-

Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Trofik

Biceps
Triseps
Radius
Ulna
Hoffman Trommer

Sensibilitas
Taktil
Nyeri

Kanan
+
+

Kiri

Kiri
+
+
6

iii.

Thermi
Diskriminasi
Lokalisasi

Baik
Baik
Baik

Kanan

Kiri

Anggota gerak bawah

Motorik

Pergerakan
Kekuatan
Trofik
Tonus

Refleks
Refleks patella
Refleks achilles
Refleks patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Tes lasegue
Tes kernig

Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Thermo
Diskriminasi
Lokalisasi

II.

Baik
Baik
Baik

bebas
5/5/5/5
eutrofik
normotonus

bebas
5/5/5/5
eutrofik
normotonus

Kanan
+
+

Kiri
+
+

Kanan
+
+
Tidak dilakukan
Baik
Baik

Kiri
+
+
Baik
Baik

RINGKASAN
Subjektif
Pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah pipi dan rahang
bawah kanan 1 minggu belakangan. Nyeri dirasakan bertambah berat 3 hari belangan.
Nyeri dirasakan seperti menusuk-nusuk dan terasa panas di daerah pipi dan rahang
bawah kanan. Nyeri dirasakan pasien sangat berat sering kira-kira 1-2 menit lalu nyeri
7

menjadi sedikit berkurang kemudian nyeri hebat muncul lagi beberapa menit
kemudian. Nyeri pipi kanan ini membuat pasien tidak bisa makan karena pasien
merasa sangat sakit jika membuka mulut dan mengunyah. Nyeri juga dapat dipicu
pada sentuhan yang mengenai daerah pipi kanan dan rahang kanan seperti mencuci
muka. Nyeri kepala dirasakan berdenyut pada kedua sisi kepala. Hilangnya rasa
sentuhan pada pipi kanan dan rahang kanan tidak ada. Keluhan yang sama yang
dirasakan pada pipi dan rahang bawah kiri tidak ada. Tidak ada masalah dengan
pendengaran. Tidak ada sakit kulit seperti cacar. Tidak ada rasa baal atau mati rasa.
Tidak ada kelemahan alat gerak. Tidak ada gangguan pendengaran.
Objektif
Status generalis

Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala

: Tampak sakit sedang (Skala nyeri : 7)


: Compos mentis
: E4 V5 M6 = 15
: 130 / 90 mmHg
: 96 x / menit, reguler
: 20 x / menit
: 36.6 oC (Axiller)
:Normocephali, deformitas (-), terdapat sedikit bengkak dan

Perut

kemerahan pada pipi kanan


: Supel, Bu (+) normal, Nyeri tekan epigastrium

Status Neurologis Nervus Craniales

N V (TRIGERMINUS)

Kanan

Kiri

Sensibilitas muka

Alodinia

Baik

III.

DIAGNOSIS

IV.

Diagnosa Klinik
Diagnosa Topik
Diagnosa Etiologik
Diagnosiss tambahan

: Alodinia wajah kanan , nyeri seperti ditusuk-tusuk.


: Nervus Trigeminus
: Neuralgia Trigeminal
: Sindrom dispepsia

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Infus : NS 20 tpm
Injeksi : Pantoprazol 40mg 1x1
Dexketoprofen trometamol 50mg 3x1
Metilprednisolon 125mg 3x1
8

Ranitidin 50mg 3x1


Peroral : Eperison HCL 5mg 2x1
Carbamazepin 200mg 2x2
Pregabalin 75mg 2x1
Alprazolam 0,5mg k/p
Amitriptilin 25mg 1x1 (malam)
Non-medikamentosa :
Diet makanan lunak

VII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
Quo Ad Sanationam
Quo Ad Fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

III. FOLLOW UP
31 Oktober 2014
S

Nyeri pipi kanan


menjalar ke rahang
kanan (+)
Rasa panas, merah dan
bengkak (+)

01 November 2014

02 November 2014

Nyeri pipi kanan menjalar

Nyeri pipi kanan menjalar

ke rahang kanan (+) <

ke rahang kanan (+) <<

Rasa panas, merah dan


bengkak (+) <

Rasa panas, merah dan


bengkak (+) <<

Makan (-)

Makan sedikit

Mual (+)

Mual (-)

Tidak bisa tidur

Tidak bisa tidur

KU: tampak sakit sedang

KU: tampak sakit sedang

KS: compos mentis

KS: compos mentis

KS: compos mentis

TTV:

TTV:

TTV:

TD: 140/80 mmHg

TD: 130/80 mmHg

TD: 140/90 mmHg

N: 80 x/menit.

N: 87 x/menit.

N: 80 x/menit.

S: 36.5 oC.

S: 36 oC.

S: 36.2 oC.

Makan (-)
Mual (+)
Tidak bisa tidur
O KU: tampak sakit sedang

RR: 24 x/menit.

RR: 21 x/menit.

RR: 20 x/menit.

Kepala dan Leher:

Kepala dan Leher:

Kepala dan Leher:

Konjungtiva anemis (-/-),

Konjungtiva anemis (-/-),

Konjungtiva anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-)

sklera ikterik (-/-)

sklera ikterik (-/-)

Bengkak, kemerahan dan

Bengkak, kemerahan dan

Bengkak, kemerahan dan

panas pada region maksila

panas pada region maksila

panas pada region maksila

kanan.

kanan.

kanan.

Thorax: Suara nafas

Thorax: Suara nafas

Thorax: Suara nafas

vesikuler tidak ada

vesikuler tidak ada whizzing

vesikuler tidak ada whizzing

whizzing dan tidak ada

dan tidak ada rhonki.

dan tidak ada rhonki.

Abdomen : datar supel,

Abdomen : datar supel,

Abdomen : datar supel,

bising usus (+) normal, nyeri

bising usus (+) normal, nyeri

bising usus (+) normal,

tekan region epigastrium

tekan region epigastrium

Ekstremitas: keempat

Ekstremitas: keempat

ekstremitas hangat, tidak ada

ekstremitas hangat, tidak ada

udem

udem

rhonki.

nyeri tekan region


epigastrium
Ekstremitas: keempat
ekstremitas hangat, tidak
ada udem
A
P

Trigeminal Neuralgia

Trigeminal Neuralgia

Trigeminal Neuralgia

Infus NS 20 tpm

Infus NS 20 tpm

Infus NS 20 tpm

Injeksi :
Pantoprazol 40mg

Injeksi :
Pantoprazol 40mg 1x1
Dexketoprofen

Injeksi :
Ketorolac 30mg 2x1
Metilprednisolon

trometamol 50mg 3x1


Metilprednisolon

125mg 2x1
Ranitidin 50mg 3x1

1x1
Dexketoprofen
trometamol 50mg
3x1
Metilprednisolon
125mg 3x1
Ranitidin 50mg 3x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1

125mg 3x1
Ranitidin 50mg 3x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
Carbamazepin 200mg
2x2
Pregabalin 75mg 2x1

Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
Carbamazepin 200mg
3x2
Pregabalin 75mg 2x1
Alprazolam 0,5mg k/p
10

Carbamazepin
200mg 2x2
Pregabalin 75mg

Alprazolam 0,5mg k/p


Amitriptilin 25mg 1x1

Amitriptilin 25mg 1x1


(malam)

(malam)

2x1
Alprazolam 0,5mg
k/p
Amitriptilin 25mg
1x1 (malam)

03 November 2014
S

Nyeri pipi kanan


menjalar ke rahang
kanan (+) <<
Rasa panas, merah dan
bengkak (-)
Makan sedikit

04 November 2014
Nyeri pipi kanan menjalar
ke rahang kanan (+) <<<
Rasa panas, merah dan
bengkak (-)
Makan normal
Mual (-)

Mual (-)
O KU: tampak sakit sedang

KU: tampak sakit sedang

KS: compos mentis

KS: compos mentis

TTV:

TTV:

TD: 130/80 mmHg

TD: 120/80 mmHg

N: 80 x/menit.

N: 82 x/menit.

S: 36.5 oC.

S: 36.4 oC.

RR: 22 x/menit.

RR: 24 x/menit.

Kepala dan Leher:

Kepala dan Leher:

Konjungtiva anemis (-/-),

Konjungtiva anemis (-/-),

sklera ikterik (-/-)

sklera ikterik (-/-)

Thorax: Suara nafas

Thorax: Suara nafas


11

vesikuler tidak ada

vesikuler tidak ada whizzing

whizzing dan tidak ada

dan tidak ada rhonki.

rhonki.

Abdomen : datar supel,

Abdomen : datar supel,

bising usus (+) normal, nyeri

bising usus (+) normal,

tekan (-)

nyeri tekan (-)

Ekstremitas: keempat

Ekstremitas: keempat

ekstremitas hangat, tidak ada

ekstremitas hangat, tidak

udem

ada udem
A
P

Trigeminal Neuralgia

Trigeminal Neuralgia

Infus NS 20 tpm

BLPL

Injeksi :
Ketorolac 30mg 2x1
Metilprednisolon

Aff infus

125mg 3x1
Ranitidin 50mg 3x1
Peroral :
Eperison HCL 5mg
2x1
Carbamazepin

Peroral :
Carbamazepin 200mg
3x2

Gabapentin 300mg 1x1


Metilprednisolon 4 mg
3x1
Ranitidin 150mg 2x1

200mg 3x2
Alprazolam 0,5mg
k/p
Amitriptilin 25mg
1x1 (malam)
Gabapentin 300mg
1x1

TINJAUAN PUSTAKA
NEURALGIA TRIGEMINAL

12

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat
paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus
trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik.. Penyakit ini menyebabkan nyeri
wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic doulourex atau sindrom
Fothergill. 1.2
Neuralgia trigeminal pertama dijelaskan oleh dokter Arab bernama Jurjani pada abad
ke delapan. Jurjani juga merupakan orang pertama yang mengajukan teori kompresi
vaskular pada neuralgia trigeminal. Dokter Prancis, Nicoulaus Andre, memberikan
penjelasan yang detail mengenai neuralgia trigeminal pada tahun 1756 dan menciptakan
istilah tic doulourex. Dokter Inggris, John Fothergill juga menjelaskan sindrom ini pada
pertengahan tahun 1700an, dan kelainan ini kadang disebut sebagai penyakit Fothergill .
Pengetahuan mengenai neuragia trigeminal berkembang perlahan selama abad ke dua
puluh. Pada tahun 1960an, pengobatan yang efektif dengan obat dan operasi mulai
tersedia.2
Neuralgia trigeminal merupakan kelainan yang jarang pada serabut sensoris dari
nervus trigeminus (nervus kranial ke-5), yang menginervasi wajah dan rahang. Neuralgia
pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada rahang dan wajah,
biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya terjadi dalam beberapa detik.
Nyeri sebelum pengobatan dirasakan berat, namun demikian neuralgia trigeminal bukan
termasuk penyakit yang membahayakan nyawa. Sebagaimana diketahui, terdapat dua
nervus trigeminus, satu untuk setiap sisi dari wajah, neuralgia trigeminal sering
mengenai salah satu sisi dari wajah dan tergantung pada nervus trigeminus yang mana
yang terkena. Nyeri neuralgia trigeminal adalah unilateral dan mengikuti distribusi
sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau mandibula (V.3).
Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa alternatif. Tanda dari disfungsi
nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang lain menyingkirkan diagnosis dari
neuralgia trigeminal idiopatik dan mungkin menandakan nyeri sekunder yang dirasakan
I.

akibat lesi struktural.2,3


ANATOMI DAN FISIOLOGI
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor
timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

13

Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan


serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabutserabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif.
Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah, dan rongga
hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh
cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.4
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls protopatik
dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik
dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis.
Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola
mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus
nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus
lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus
lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut
bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus
14

duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping
prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion
Gasseri.4
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian
bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang
nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut
sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini
dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas
serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris,
cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen rotundum
kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan
berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut
sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.4
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan
sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul
dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang
dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular
keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis.
Di situ nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan
diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III
N.V. bercabang dua . Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang
merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis),
kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan lidah
(nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis inferior) dan
serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior muskulus
digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang
menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang
mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabutserabut aferen sel-sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus
sensibilis prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk
rasa nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini.4
15

II. EPIDEMIOLOGI
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun
suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa
prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di United States.2,3
Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000 orang,
dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini jarang
ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia trigeminal
sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.2
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah umur 50
tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%) dibanding
insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok dan minum
alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah atas atau wajah
bawah yang terkenal. Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3,
sedangkan perkembagan dari neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan
kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi
pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan
simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien yang lebih
muda.3
III. ETIOPATOGENESIS
Etiologi sampai saat ini belum ada penjelasan yang pasti dan ada dua pendapat yang
pertama mengatakan gangguan mekanisme perifer sebagai penyebab Neuralgia
trigeminal dan pendapat kedua mengatakan gangguan mekanisme sentral.

Gangguan saraf tepi sebagai penyebab NT didukung oleh data-data klinis berupa:
1. Ditemukannya peregangan atau kompresi nervus V.
2. Ditemukannya malformasi vaskular pada beberapa penderita NT.
3. Adanya tumor dengan pertumbuhan yang lambat.
4. Adanya proses inflamasi pada N.V.
Penyebab-penyebab dari terjadinya trigeminal neuralgia adalah penekanan mekanik
oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau
tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus trigeminus oleh karena
pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah faktor yang tidak diketahui.1,3,4
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brainstem
yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio minor
16

jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus
trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar maupun
kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus.
Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior.
Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya
lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan
aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus
trigeminus dan menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan
patofisiologi terjadinya trigeminal neuralgia oleh karena suatu lesi atau tumor yang
menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus.1,2
Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai
dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah melibatkan sistem
nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Pada tipe ini
sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda sesuai dengan
kecenderungan terjadinya sklerosis multipel.
Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial
aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini terutama
disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium
sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah adanya
hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang rendah
dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after discharge.
Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori
glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi dan
potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor glutamat
lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat saluran
di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion kalsium
teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang
menerangkan terjadinya sensitisasi sentral.
Beberapa penyebab juga dihubungkan dengan gigi, dari berbagai kepustakaan disebut
sebagai berikut. Seperti diketahui N. V merupakan satu-satunya serabut saraf yang
kemungkinan selalu dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan
sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai
sebab, infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT.
Akan tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar
17

mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula penderita NT
yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas.9
Dahulu diketahui bahwa NT berawal dari dikeluhkannya rasa nyeri area mulut pasca
suatu prosedur dental sehingga berakibat munculnya diagnosis sebagai dry socket pasca
ekstraksi gigi. Oleh karena seringnya keluhan nyeri dirasakan pada gigi geligi atas atau
bawah disatu sisi, maka penderita terdorong mencari pengobatan ke bagian gigi dengan
asumsi nyeri tersebut berasal dari gigi. 9
Setelah dilakukan ekstraksi gigi timbul nyeri setelah 24-48 jam kemudian dan
biasanya disebabkan adanya osteitis superfisial pada tulang alveolar. Pada pemeriksaan
tidak menunjukkan adanya pembekuan darah setelah dilakukan ekstraksi maupun tidak
ada nyeri lokal pada waktu dilakukan palpasi.9
Satu laporan kasus disebutkan kurang lebih sekitar 2 bulan setelah dilakukan
endodontic treatment timbul nyeri paroxysmal yang tajam, dan makin bertambah
frekwensinya, dan nyeri timbul bila ada trigger sentuhan ringan pada pipi kiri dan
setiap serangan berlangsung 1-2 detik dan kadang sampai 5-10 serangan berulang,
kemudian akhirnya didiagnosa sebagai Neuralgia Trigeminal.9
Pada satu penelitian kasus dari 48 penderita dengan NT , 31 penderita yang diobati
sebelumnya telah mengalami 83 tindakan prosedur dental diantaranya ekstraksi
tunggal, ekstraksi multipel, prosedur endodontik, complete denture, periapical
surgery dsbnya.

Kesimpulan hasil penelitian

didapatkan adanya korelasi yang

bermakna antara sejumlah pasien yang mendapat tindakan terapi dental dengan durasi
terjadinya neuralgia trigeminal.9
IV. GAMBARAN KLINIS
Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan
paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu daerah
persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh salah satu
cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital, infraorbital atau
mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih jarang terserang dan
kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri berawal pada daerah yang
dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar ke kedua cabang lainnya. Pada
kasus-kasus yang ditemukan nyeri terjadi lebih besar 5 kali lipat pada bagian kanan
daripada bagian kiri wajah. Pada beberapa kasus juga dapat terjadi nyeri bilateral
walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang ada,
pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal beruruan ,
walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas pada disteribusi
kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat dipicu oleh lebih dari satu
18

titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening, pipi, rahang atas atau bawah,
atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah persarafan cabang lain.2,3,9
Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat dipresipitasi oleh sentuhan pada
wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur, berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri
yang timbul biasanya sangat berat sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali
menimbulkan spasme reflex otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux,
kemerahan pada wajah, lakrimasi dan salivasi. Pada neuralgia trigeminal seringkali
tidak ditemukan berkurangnya sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang
raba atau hilangnya refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat
mengurangi nafsu makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan
berat badan, depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam
hari, walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari
penyakit tahap awal.
VI. DIAGNOSIS
Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi atas 2
yaitu idiopatik dan simptomatik. 4
1. Trigeminal neuralgia idiopatik : Jika dalam pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan neurologik serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan penyebab
dari nyeri wajah.
2. Trigeminal neuralgia simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat diketahui
dari pemeriksaan penunjang tertentu atau pada eksplorasi fossa posterior.
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut :1,3,4.
Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam, seperti
menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang
berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval bebas

nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.


Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan yang
karakteristik nyeri unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus
mandibularis (V2) 19,1% dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi
keduanya 35,9% sehingga paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah.
Jarang sekali hanya terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian
pasien nyeri terasa diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi
nervus maksilaris dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri
19

pada daerah distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%). Nyeri


bilateral 3,4%, nyeri jarang terasa pada kedua sisi bersamaan, umumnya diantara
kedua sisi tersebut dipisahkan beberapa tahun. Kasus bilateral biasanya

berhubungan dengan sklerosis multiple atau familial.


Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti
perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Akibatnya pasien akan
mengalami kesulitan atau timbul saat gosok gigi, makan, menelan, berbicara,
bercukur wajah, tersentuh wajah, membasuh muka bahkan terhembus angin
dingin. Biasanya daerah yang dapat mencetuskan nyeri (triger area) diwajah
bagian depan, sesisi dengan nyeri pada daerah percabangan nervus trigeminus
yang sama. Bila triger area didaerah kulit kepala, pasien takut untuk berkeramas

atau bersisir.
Nyeri pada trigeminal neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau
lebih. Pada periode aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi

dan beratnya serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri atipikal
yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal. Nyeri terasa
tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan nyeri berdenyut
sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental. Pemberian terapi anti konvulsan
dapat meredakan nyeri preneuralgia trigeminal sehingga cara ini dapat dipakai

untuk membedakan kedua nyeri tersebut.


Pada pemeriksaan fisik dan neurologik biasanya normal atau tidak ditemukan
defisit neurologik yang berarti. Hilangnya sensibilitas yang bermakna pada
nervus

trigeminal

mengarah

pada

pencarian

proses

patologik

yang

mendasarinya, seperti tumor atau infeksi yang dapat merusak syaraf. Pada tumor
selain nyerinya atipikal dan hilangnya sensibilitas, disertai pula gangguan pada
syaraf kranial lainnya.
Tabel 1. Ciri khas neuralgia trigeminal
A.
B.
C.
D.

Nyeri: paroksismal, intensitas tinggi, durasi pendek, sensasi shooting


Cabang kedua atau ketiga n. trigeminus
Kejadian: unilateral
Onset: umur pertengahan; wanita (3:2); kambuh-kambuhan sering pada

musim semi dan gugur


E. Daerah pencetus: 50%; sensitive terhadap sentuhan atau gerakan
F. Kehilangan fungsi sensorik: tidak ada ( kecuali pernah dirawat sebelumnya)
G. Perjalanan penyakit: intermitten; cenderung memburuk; jarang hilang spontan
20

H. Insidensi familial: jarang (2%)

Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti
CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang
dikombinasikan dengan elektromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasuskasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik. Pengukuran potensial
somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan
untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan
dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.1,2,5,6
VII. DIAGNOSA BANDING
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah
dan kepala. Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi
adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia postherpetikum.
Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus cabang pertama. Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri
menjalar ke rahang bawah dan pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal
tetapi hanya dipicu oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis
temporomandibular dan maloklusi gigi.1,5,6
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom
yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita
muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering kali unilateral pada
rahang atas (walaupun dapat menyebar

ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya

dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak
ditemukan dan pemberian analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan
penggunaan antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus
sebaik mungkin Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan
periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.1,6

Diagnosis
Banding

Persebaran

Karakteristik
Klinis

Faktor yang
Meringankan/
Memperburuk

Neuralgia

Daerah persarafan

Laki- laki/

Titik-titik rangsang

Trigeminal

cabang 2 dan 3

perempuan = 1:3

sentuh,

nervus trigeminus,

Lebih dari 50

mengunyah,
senyum, bicara,

Penyakit
yang
Dihubungk

Tata Laksana

an
Idiopatik

Carbamazepine

Skeloris

Phenytoin

multipel

21

unilateral

tahun

dan menguap

pada dewasa
muda

Paroksismal (1030 detik), nyeri

Kelainan

bersifat menusuk-

pembuluh

nusuk atau sensasi

darah

terbakar, persisten

Gabapentin
Injeksi alkohol
Koagulasi atau
dekompresi
bedah

Tumor

selama

nervus V

bermingguminggu atau lebih


Ada titik-titik
pemicu
Tidak ada
paralisis motorik
maupun sensorik
Neuragia Fasial

Unilateral atau

Lebih banyak

Atipik

bilateral, pipi atau

Status

Anti ansietas

ditemukan pada

ansietas atau

dan anti

angulus

wanita usia 30-50

depresi

depresan

nasolabialis,

tahun

hidung bagian
dalam

Tidak ada

Histeria

Nyeri hebat

Idiopatil

berkelanjutan
umumnya pada
daerah maksila

Neuralgia
Postherpetikum

Unilateral

Riwayat herpes

Biasanya pada

Nyeri seperti

daerah persebaran

sensasi terbakar,

cabang oftalmikus

berdenyut-denyut

nervus V

Sentuhan,

Herpes

Carbamazepin,

pergerakan

Zoster

anti depresan
dan sedatif

Parastesia,
kehilangan
sensasi sensorik
keringat
Sikatriks pada
kulit

Sindrom Costen

Unilateral,

Nyeri berat

Mengunyah,

Ompong,

Perbaikan

dibelakang atau di

berdenyut-denyut

tekanan sendi

arthritis

geligi, operasi

depan telinga,

diperberat oleh

temporomandibular

rematoid

pada beberapa

22

pelipis, wajah

proses

kasus

mengunyah
Nyeri tekan sendi
temporomandibul
a
Maloklusi atau
ketiadaan molar
Neuralgia

Orbito-frontal,

Nyeri kepala

Alkohol pada

Migrenosum

pelipis, rahang

sebelah

beberapa kasus

atas, angulus

Tidak ada

Ergotamin
sebagai
profilaksis

nasolabial

VIII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol ) 100-200 mg 3-4X sehari
tergantung toleransi. Obat ini, suatu antikonvulsan, efektif pada kebanyakan kasus tetapi
menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan pada pasien lain
timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa
minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang. Obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek durasi
dan beratnya serangan. Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari),
asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900
mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin
atau gabapentin, tetapi sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap
salah satu antikonvulsan. Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan
sebagai tetes mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa
pasien. Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin
dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan
secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang. 1,7,8
Dalam ulasan literatur American Academy of Neurology mengenai manajemen neuralgia
trigeminal, pengoobatan neuralgia trigeminal didasarkan pada metode penggolongan
obat berdasarkan rekomendasi yang ditetapkan dari bukti-bukti kasus yang sudah ada.10
Pengobatan pada neuralgia trigeminal merupakan pengobatan yang berhubungan dengan
asimptomatik. Pada kasus-kasus simptomatik belum ada bukti yang cukup yang
mengatakan efektivitas dalam pengendalian nyeri.10
23

Sumber: Trigeminal Neuralgia: Current concepts in the Management. 2010.


Level A

Established as effective, ineffective, or harmful for the given condition in the


specified population (i.e., should be done, or should not be done)
Drug: Carbamazepine

Level B

Probably effective, ineffective, or harmful for the given condition in the specified
population (i.e., should be considered, or sh ould not be considered)
Drug: Oxycarbazepine

Level C

Possibly effective, ineffective, or harmful for the given condition in the specified
population (i.e., may be considered, or may not be considered)
Drugs: Lamotrigine, Baclofen, Primozide

Level U

Data inadequate or conflicting, or treatment is unproven (no recommendation)


Drugs: Clonazepam, Gabapentin, Phenytoin, Tizanidine, Topical capsaicin,
Valproic acid.

Sumber: AAN and EFNS Guideline on Diagnosing and Treating Trigeminal


Neuralgia. Am Fam Physician. 2009.

24

Sumber: Practical Pain Management (Trigeminal Neuralgia). 2012.


B. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi
alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan
hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi
berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya.
Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama
25

beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping
yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.1,6
C. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus
trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis.
Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf
bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga
serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan
hilang selamanya pada daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf
perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul
lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut
tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla
desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini hany
mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh
lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik
sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri
terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat
keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan. Taarnhoj meyakini
bahwa neuralgia trigeminal diakibatkan oleh jepitan saraf ketika melalui sambungan
fossa posterior dan medial sehingga dilakukan operasi dekompresi tanpa pembelahan
saraf tetapi rekurensi setelah operasi seperti ini cukup tinggi. Penelitian selanjutnya
memperlihatkan keraguan akan adanya dekompresi dan bahwa hasil yang diperoleh dari
operasi dekompresi diakibatkan oleh jejas pada saraf dan bukan dekompresi sesuai teori.6
Hasil operasi disimpulkan oleh White dan Sweet. Secara umum, dengan kompetensi
yang cukup, rhizotomi retroGasseri memiliki angka mortalitas < 1%. Insidensi
komplikasi berupa palsi fasial < 5%. Kelegaan dari nyeri cukup memuaskan dan
permanen.6
IX. PROGNOSIS
Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, neuralgia
trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien
yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperas pada akhirnya.
Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit
untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian
mengenai penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang
memberikan kelegaan pada banyak pasien.2
X. PEMBAHASAN KASUS
26

Seorang laki-laki berusia 59 tahun berobat ke poli dengan diagnosa Bells palsy. Pada pasien
ini didiagnosis Bells palsy karena didapatkan dari :

Anamnesis: : Pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada daerah pipi
sebelah kanan yang menjalar ke rahang bawah kanan 1 minggu belakangan. Nyeri
dirasakan bertambah berat 3 hari belangan. Nyeri dirasakan seperti menusuk-nusuk
dan terasa panas di daerah pipi kanan. Nyeri dirasakan pasien sangat berat sering kirakira 1-2 menit lalu nyeri menjadi sedikit berkurang kemudian nyeri hebat muncul lagi
beberapa menit kemudian. Nyeri rahang kanan ini membuat pasien tidak bisa makan
karena pasien merasa sangat sakit jika membuka mulut dan mengunyah. Nyeri juga
dapat dipicu pada sentuhan yang mengenai daerah pipi kanan dan rahang kanan
seperti mencuci muka. Keluhan pasien diatas sesuai dengan kriteria diagnosis
Trigeminal Neuralgia yaitu adanya nyeri yang sangat tinggi, seperti ditusuk-tusuk,
dan dengan frekuensi yang tinggi pada pipi serta menjalar ke rahang bawah kanan.
Kriteria nyeri yang lain juga mendukung gejala Neuralgia Trigeminal yaitu nyeri
hebat yang hanya timbul 1-2 menit lalu berulang dalam beberapa menit. Hal lain yang
juga sesuai dengan kriteria Trigeminal Neuralgia karena adanya trigger pada daerah
nyeri yaitu mencuci muka dan juga membuka mulut, unilateral, dan distribusi nya
pada region mandibular saja.
Dari anamnesis di dapatkan juga pasien pernah mencabut gigi graham bawah
kanan 1 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat penyakit kulit atau penyakit telinga
sebelumnya sehingga dapat disimpulkan pencetus dari Neuralgia Trigeminal pada
pasien dikarenakan oleh proses inflamasi akibat pencabutan gigi graham kanan bawah
1 bulan yang lalu.
Tidak

ada

riwayat

penyakit

kulit

seperti

cacar

sebelumnya

yang

menyingkirkan diagnosis banding neuralgia post herpetic. Tidak ada nya gangguan
pendengaran, baal atau berkurangnya sensasi rabaan menandakan tidak ada penyakit
sistem saraf pusat yang mendasarinya.

Pemeriksaan Fisik: Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum : tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Tanda Vital dalam batas noral. Pada pemeriksaan
fisik umum didapatkan sedikit bengkak, kemerehan, panas dan nyeri pada daerah pipi
dan rangang kanan yang menandakan adanya infeksi pada daerah tersebut dimana
kemungkinan infeksi berasal dari pencabutan gigi graham. Pada pemeriksaan
27

neurologis tidak didapatkan deficit pada nervus kranialis I-XII kecuali pada nervus V3
didapatkan nyeri seperti ditusuk-tusuk daan pada perabaan didapatkan alodinia. Tidak
didapatkan juga reflex patologis pada pasien. Tidak ada pemeriksaan labolatorium dan
radiologis karena dari anamnesis tidak mengarah kepada Neuralgia Trigeminal karena
penyakit pada system saraf pusat.

Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini berupa:
Pada terapi pengobatan pasien diberikan karbamazepin 200mg 2x2 tablet dan
Gabapentin 300mg 1x1. Karbamazepin merupakan obat lini pertama pada pasien
Neuralgia Trigeminal. Pemberian karbamazepin dapat mengurangi serangan
trigeminal neuralgia dengan menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di
dalam brain stem sedangkan pemberian anti konvulsan lain nya seperti gabapentin
dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan. Sekitar 80% pasien berespon
pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan dosis yang tepat. Pemberian
pregabalin dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan karena kerja nya sama
dengan gabapentin tetapi lebih poten karena ikatan nya dengan jaringan CNS lebih
kuat dari pada gabapentin. Pemberian kostikosteroid contohnya metilprednison untuk
mengurangkan peradangan dan edema pada saraf akibat proses inflamasi. Pemberian
pantoprazol dan ranitidin diberikan sesuai simptomatis pasien yaitu mual dan muntah
yang dikarenakan asam lambung yang meningkat karena pasien tidak mau makan.

Prognosis: Pada kasus diatas prognosis pasien dikatakan baik karena pada anamnesis
dan pemeriksaan fisik tidak ada gejala-gejala kelainan sistem saraf pusat dan tidak ada
deficit neurologis serta dengan pengobatan yang telah diberikan dapat mengurangi
nyeri pada pipi dan rahang bawah kanan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford Universiy Press;
1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N, editors. The Gale
Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
28

3. Huff

J.

Trigeminal

Neuralgia.

2010.

Diunduh

24

Februari

2013

dari

http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger; 1973.p.365-8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical Neurology. New York:
Harper and Row; 1965.p.1897-904

7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victors Principles Of Neurology 8 th ed. New York:
McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide.
New York: Thieme; 2006.p.253-4
9. Santos MM, Freire AR, Rossi AC, and Friends. Trigeminal neuralgia: literature review at J
Morphol. Sci., 2013, vol. 30, no. 1, p. 1-5.
10. Mara Lambert. AAN and EFNS Guideline on Diagnosing and Treating Trigeminal

Neuralgia at American Family Physician Journal. Jun 2009. Vol. 11.

29

You might also like