Professional Documents
Culture Documents
ISI
luasan daerah
jelajah individu maupun kelompok atau koloni spesies terancam punah tersebut.
Gambar 2.1 Hubungan antara ukuran populasi pada kambing bertanduk besar
Ovis canadensi pada saat awal (N) dengan presentase populasi yang bertahan dari
wakru ke waktu. Hampir seluruh populasi yang memiliki lebih dari 100individu
ternyata bertahan lebih dari 50 tahun. Populasi yang memiliki ukuran atau jumlah
kurang dari 50 individu akhirnya punah dalam 50 tahun. Dalam perhitungan ini
tidak dimasukkan data populasi-populasi berukuran kecil yang dikelola aktif dan
sering menerima tambahan satwa yang dilepas ke dalam Habitat tersebut.
2.2 Masalah pada populasi yang berukuran kecil
Pada umumnya, untuk melindungi sebagian besar spesies diperlukan
populasi yang besar. Spesies dengan ukuran populasi yang kecil akan menghadapi
resiko besar berupa kepunahan. Terdapat tiga sebab mengapa populasi kecil
terancam oleh berkurangnya jumlah individu dan kepunahan lokal, yaitu :
1. Hilangnya keragaman genetik dan timbulnya masalah dalam tekanan
silang, dalam atau perkawinan sedarah (Inbreeding depession) serta
hanyutan genetik (genetic drift).
Gambar 2.2 melalui penghanyutan gen, variasi genetika akan menghilang atau
terkikis secara acak dari waktu ke waktu. Dalam grafik ini ditunjukkan prosentase
rata-rata variasi genetika yang dapat bertahan setelah 10 generasi. Digambarkan
berbagai populasi rekaan yang memiliki berbagai ukuran populasi (
). Pada
genetik. Laju mutasi gen di alam berkisar antara 1 dalam 1000 hingga 1 dalam
10.000 per gen untuk setiap generasi. Frekuensi mutasi demikian masih dapat
menutupi kehilangan alela secara acak dalam populasi yang besar, namun
dampaknya tidak terlalu besar untuk populasi dengan jumlah individu di bawah
100. Untungnya, perpindahan individu antarpopulasi masih dapat membantu
meminimalkan dampak hilangnya keragaman genetik pada populasi yang kecil,
sekalipun perpindahan atau migrasi tersebut jarang terjadi . Sekalipun dalam satu
generasi hanya terjadi perpindahan 1 atau 2 individu ke dalam populasi yang
terdiri atas 100 individu yang terisolasi, maka dampak dari hanyutan genetik akan
berkurang. Bila perpindahan tersebut melibatkan 4 hingga 10 individu untuk
setiap generasi, maka dampak dari hanyutan genetik dapat diabaikan (Mills and
Allendorf, 1994). Aliran genetik pada populasi-populasi tertentu, seperti burung
finch di kepulauan Galapagos dan serigala Skandinavia.
Populasi kecil yang mengalami hanyutan genetik lebih rentan terhadap
berbagai efek genetika yang merugikan, misalnya tekanan silang-dalam atau
perkawinan sedarah (Inbreeding depression), tekanan silang-luar (outbreeding
depression), serta berkurangnya kemampuan berevolusi. Faktor-faktor tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya populasi yang mendorong lebih lanjut
pengikisan variasi genetik bagi generasi mendatang. Peluang kepunahan menjadi
lebih besar.
b.
Tekanan silang-luar juga dapat terjadi antara subspesies yang berbeda, atau
bahkan pada genotip yang terpisah (divergent genotypes) dalam satu spesies.
Dengan perkataan lain, tekanan silang-luar dapat terjadi pada anggota populasi
yang berbeda dalam satu spesies. Tekanan silang-luar dapat terjadi dalam program
penangkaran atau ketika individu dari populasi yang berbeda disatukan dalam
penangkaran. Hibrida atau keturunan campur yang dihasilkan tidak mewarisi
kombinasi gen yang diperlukan oleh individu untuk bertahan hidup dan
menyesuaikan diri terhadap berbagai faktor lingkungan disekitarnya. Tekanan
silang-luar tidak banyak dideteksi dalam berbagai penelitian satwa dan hanya
ditemukan sesekali pada hibrida yang menonjol. Dengan demikian, tekanan
persilangan-luar kurang diperhatikan bila dibandingkan dengan tekanan silangdalam yang dampaknya lebih sering terdokumentasi oleh berbagai program
konservasi.
e.
bakteri, dan protista yang memiliki biji, spora, maupun struktur lainnya, yang
terdapat di dalam tanah maupun dalam air. Untuk berkecambah dan tumbuh
mereka harus menunggu waktu yang tepat atau kondisi lingkungan yang lebih
stabil. Akibat banyaknya individu yang tidak mampu berbiak maupun
menghasilkan keturunan pada waktu tertentu hanya sejumlah kecil individu akan
memiliki kemampuan berkembang biak.
Bagian dari populasi yang berhasil berkembang biak disebut Ukuran
Populasi Efektif (Ne atau EPS /Effective Population Size). Dengan demikian,
suatu EPS atau Ukuran Populasi Efektif akan lebih kecil "daripada ukuran
populasi yang sesungguhnya. Mengingat hilangnya variasi genetik dapat lebih
besar dari yang diperkirakan, maka perhitungan terhadap kemampuan suatu
populasi untuk bertahan hidup harus didasarkan pada Ukuran Populasi Efektif ini.
Peluang keberlanjutan populasi bukan diperbitungkan pada ukuran populasi
sesungguhnya, sekalipun ukuran populasi sesungguhnya biasanya jauh lebih besar
dibandingkan EPS. Terdapat tiga penentu yang akan memperkecil EPS suatu
spesies atau populasi, yakni perbandingan jenis kelamin yang tidak seimbang,
variasi kemampuan bereproduksi, serta perubahan dan efek penyusutan populasi.
a) Perbandingan jenis kelamin yang tidak seimbang (unequal sex ratio),
Perbandingan jumlah jantan dan betina yang tidak berimbang dapat terjadi
karena berbagai hal, seperti peluang acak, kematian selektif, maupun
pemanenan hanya jenis kelamin tertentu oleh manusia. Perbandingan jantan
dan betina tidak berimbang dapat menjadi masalah, misalnya pada spesies
angsa yang bersifat monogami (ketika jantan dan betina hidup berpasangan
sepanjanghidup mereka). Bila dalam suatu populasi terdapat 20 jantan dan 6
betina, maka hanya 12 individu (6 jantan dan 6 betina) yang dapat
berpasangan. Dalam hal ini EPS bernilai 12, bukan 26. Pada jenis satwa lain,
hierarki dan struktur sosial (termasuk poligami) dapat menghalangi sebagian
individu untuk berbiak, walaupun secara fisiologis individu-individu tersebut
mampu berbiak. Sebagai contoh, pada singa laut seekor jantan dominan akan
cenderung untuk menguasai sejumlah betina, dan menghalangi jantan lain
untuk berbiak dengan anggota "harem"nya. Pada kelompok anjing liar (wild
dog} di Afrika, betina dominan yang akan menghasilkan semua bayi dalam
kelompoknya. Pada berbagai jenis primata termasuk Monyet seperti berbagai
Macaco dan kera seperti Orangutan yang tidak hidup secara monogami (setia
dan terikat pada satu pasangan), dikenal istilah alpha-male dan beta-male, di
mana alpha-male akan mendapat prioritas untuk membiaki betina dalam
kelompoknya. Pada Merak Jawa Ptivo muticus muticus, jantan dewasa yang
kuat dan dominan akan menguasai teritori yang lebih luas dan mendapatkan
kesempatan kopulasi yang lebih besar dibanding jantan lainnya. Dampak
perbandingan jantan dan betina yang tidak berimbang dapat di gambarkan
dengan rumus umum:
Ne = 4NmNf
Nm+Nf
Nmmerupakan jumlah jantan yang berbiak dalam populasi dan Nf merupakan
jumlah betina berbiak dalam populasi. Pada umumnya, semakin besar
perbandingan jenis kelamin yang berbeda (jantan-betina), maka EPS (N e/N)
akan bergeser dari keseimbangan. Individu jantan pada gajah Asia merupakan
sasaran dari pemburu gading di suaka perlindungan harimau bernamaPeriyar
Tiger Reserve di India (Ramakhrisnan dkk 1998). Di tahun 1997, terdapat
1.166 individu gajah, 709 di antaranya dewasa yang terdiri atas 704 betina dan
5 jantan. Walaupun populasi tersebut berukuran besar, namun EPS yang
diperoleh hanya berjumlah 20.
b) Variasi kemampuan bereproduksi. Pada banyak spesies, setiap individu
memiliki kemampuan yang berbeda untuk menghasilkan keturunan. Hal
tersebut juga berlaku pada tumbuhan, ketika beberapa individu hanya
menghasilkan beberapa biji, sementara yang lain mampu menghasilkan ribuan
biji. Generasi yang hidup sekarang hanya terdiri atas sedikit individu sehingga
tidak mewariskan keragaman genetik yang memadai bagi generasi mendatang.
Produksi keturunan yang tidak berimbang tersebut akan mengakibatkan
penurunan Ne.
c) Perubahan dan efek penyusutan populasi. Pada beberapa spesies, ukuran
populasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dapat berubah drastis. Salah
satu contohnya adalah "checkerspot butterflies", sejenis kupu-kupu di
Califomia, beberapa tumbuhan semusim, dan amfibi. Pada populasi yang
mengalami fluktuasi yang ekstrim, nilai EPS akan lebih dekat dengan jumlah
individu terendah.
Variasi demografik
Dalam lingkungan yang stabil, populasi akan cenderung meningkat hingga
menghasilkan jumlah keturunan yang tidak sama dengan angka kelahiran ratarata. Dapat saja terjadi bahwa reproduksi tidak terjadi sama sekali, atau hanya
menghasilkan keturunan yang lebih sedikit,atau bahkan lebih banyak dari ratarata. Demikian pula dengan angka kematian rata-rata pada populasi tersebut
Mengingat individu dapat mati pada usia muda, sementara yang lain dapat
memiliki hidup yang panjang, angka kematian rata-rata hanya dapat diperkirakan
dengan menggunakan data berjumlah yang besar. Bagaimanapun, selama ukuran
populasi cukup besar, angka kelahiran dan kematian rata-rata akan memberikan
informasi yang cukup tepat mengenai populasi tersebut.
Bila populasi berjumlah di bawah 50 individu, maka berbagai kelahiran dan
kematian individu akan membuat populasi turut berfluktuasi secara acak. Bila
populasi cenderung berfluktuasi menurun karena tingkat kematian yang lebih
tinggi (atau karena angka kelahiran yang lebih rendah), maka populasi tersebut
bahkan akan lebih rentan terhadap fluktuasi demografik pada tahun-tahun
berikutnya. Sekalipun populasi naik secara acak, pada akhirnya daya dukung
lingkungan akan membatasi kenaikan tersebut, sehingga dapat menyebabkan
populasi menurun lagi. Ketika suatu populasi menurun akibat kerusakan habitat
atau fragmentasi, maka peran variasi demografi menjadi penting. Variasi
dcmografi mi umumnya terjadi secara acak, sehingga sering juga disebut stokastik
demografik (demographic stochasticity). Peluang acak demografi akan dapat
menurunkan bahkan menyebabkan kepunahan populasi, apalagi bila dalam tahun
itu angka kelahiran rendah dan angka kematian tinggi. Peluang acak tersebut akan
memengaruhi spesies tertentu, terutama yang memiliki tingkat kelahiran dan
kematian yang sangat bervariasi dari satu generasi ke generasi berikut, seperti
tumbuhan semusim atau serangga berumur pendek misalnya, sehingga spesiesspesies tersebut lebih rentan kepunahan. Kepunahan juga berpotensi terjadi pada
spesies dengan angka kelahiran yang rendah seperti gajah karena pemulihan
populasinya membutuhkan waktu yang lama.
Pada beragam spesies satwa, populasi kecil dapat menjadi tidak stabil
karena
struktur
sosialnya
tidak
berfungsi
dengan
baik
ketika
burung tersebut akan kesulitan mendapatkan makanan yang cukup dan akan
menemui kesulitan dalam melindungi serta mempertahankan kelompoknya.
Hewan seperti beruang ataupun laba-laba yang hidup dengan sebaran luas, namun
memiliki
kepadatan
yang
rendah,
akan
kesulitan
untuk
mendapatkan
Pusaran kepunahan
Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi ketahanan populasi terhadap
merancang
dan
melaksanakan
upaya
konservasi
pada
berapa
luas
tiap-tiap
areal
yang
kini
tersedia?
Bagaimana
karena banyak situs yang tidak memiliki kendali untuk menyaring informasi
yang dimuat (di-upload] sehingga tidak seluruh informasi akan obyektif dan
akurat. Bertanya kepada ahli biologi maupun naturalis merupakan cara lain
untuk mengetahui keberadaan suatu literatur. Memeriksa indeks pada
suratkabar, majalah, dan jurnal populer juga merupakan cara yang baik
karena hasil dari penelitian yang penting sering dimuat untuk umum
2. Makalah yang tidak diterbitkan: Sejumlah besar infomasi tentang biologi
konservasi seringkali hanya tersimpan dalam laporan-laporan yang tidak
diterbitkan, baik yang dibuat perorangan seperti ilmuwan, maupun lembaga
seperti badan pemerintah dan organisasi konservasi. Pustaka ini sering
disebut sebagaigrey literature dan kadang-kadang disebut dalam pustaka
yang diterbitkan, atau dikutip oleh ahli-ahli terkemuka dalam perkuliahan
ataupun pembuatan artikel. Informasi bahkan dapat diperoleh dari ucapan
maupun perbincangan secara langsung dengan ahli atau organisasi
konservasi.
3. Kerja lapangan: Cara hidup suatu spesies biasanya hanya dapat dipelajari
melalui pengamatan yang cermat di lapangan. Kerja lapangan diperlukan
karena proporsi spesies yang telah diketahui di dunia ini terhitung sangat
sedikit. Di samping itu, pada lokasi yang berbeda suatu spesies dapat
menunjukkan ekologi yang berbeda pula. Hanya di lapanganlah dapat
ditentukan status konservasi dari suatu spesies, beserta hubungan timbal
balik spesies tersebut dengan lingkungan biologi dan fisiknya. Banyak dari
metode penelitian untuk mempelajari populasi tertentu memerlukan
pendekatan dan keahlian khusus, sehingga diperlukan bimbingan seorang
ahli dan dilengkapi upaya membaca buku-petunjuk khusus atau manual.
Pemantauan Populasi
Untuk mengetahui status konservasi suatu spesies langka perlu dilakukan upaya
sensus di lapangan dan kemudian secara berkala memantau populasi-populasi dari
spesies tersebut. Untuk memperkirakan ukuran populasi, diterapkan metode
sensus dengan mendata semua individu yang ada. Pada saat ini kecanggihan
teknologi pun telah dimanfaatkan untuk memantau populasi tumbuhan dan satwa.
Contohnya adalah pengambilan sampel dengan membatasi gangguan (non
invasive), eontoh rambut, kotoran dan urin dikumpulkan untuk kemudian
dianalisis melalui penelitian biologi molekuler.
2.5 Pengamatan Tingkat Populasi
suatu
spesies
dalam
suatu
komunitas
dan
biasanya
memiliki suatu tahapan tersembunyi atau tidak dapat dilihat dengan jelas,
contohnya : tahapan semai berbagai tumbuhan dan berbagai tahapan larva
avertebrata perairan.
yang
terpisah.
Jumlah
populasi
penyusun
suatu
Monk
Monk
Sales.
Seal
Berdasarkan
Monachus
inventarisasi
schauinslandi
populasi
di
Atol
tersebut.
Setelah
pos
penjaga
pantai
ditutup
sautu
analisis
resiko
untuk
memperkirakan
akibat
yang
ditimbulkan
oleh
ukuran
suatu
populasi
diperbesar
melalui
proses
menjadi
masalah
internasional,karena
selain
contoh
yang
menunjukkan
bahwa
pendekatan
antarjajaran
pegunungan
meninggalkan
lousewort
(Pedicularis
furbishiae)
banjir
berkala
(Gamauf,2005).Banjir
banjir
juga
dapat
mengakibatkan
penyebab
diketahui,dimusnahkan
penurunan
atau
populasi
alamiahnya
sekurang-kurangnya
telah
dikendalikan
Contohnya :
Dapat dilihat pada penyelamatan burung kakapo.Kakapo adalah
sejenis nuri bertubuh besar yang hidup di hutan dan tidak bisa terbang
serta telah punah dari daratan atau pulau utamanya (Selandia Baru).
Penyebab utama kepunahan yaitu dikarenakan pemangsaan oleh satwa
karnivora yang berasal dari luar habitat alamiahnya seperti kucing
Weasel , Stoat dan Ferret (kerabat musang). Agar pembentukan
populasi baru bagi Kakapo berlangsung dengan baik,maka pemangsa yang
dapat
terlindung
dari
predator,terutama
mamalia
yang
Purwo ,bayi penyu yang dipelihara selama masa mudanya dan kemudian
dilepas setelah melewati masa itu.
3. Program Introduksi,yaitu mencakup pemindahan satwa dan tumbuhan ke
daerah di luar sebaran alaminya. Pendekatan demikian perlu dilakukan bila
lokasi alami tempat asal spesies tersebut telah mengalami kerusakan
,sehingga spesies itu tidak mampu bertahan. Introduksi mungkin dapat
dilakukan bila faktor penyebab penurunan populasi tersebut tidak
dihambat sehingga reintroduksi spesies tidak mungkin lagi dilakukan.
Dalam
program
reintroduksi
serigala
di
produksi
makanan
manusia
hasil
akuakultur
dengan
secara
kuantitatif
yang
dapat
menyediakan
metode
yang dihuni oleh spesies kritis dan ternacam punah serta mengembangkan
program konservasi. Sejak tahun 1973, sekitar 1.200 spesies di AS telah
dimasukkan kedalam daftar, diantaranya adalah elang amerika bald eagle
Haliaeetus leucocephalus dan serigala abu abu Gray wolf Canis
lupus. ESA menggunakan daftar spesies terancam punah sebagai acuan
(atau spesies indikator) untuk melindungi berbagai habitat terasuk seluruh
ekosistem hayati dan spesies didalamnya. ESA juga mencegah pihak baik
perseorangan, kalangan bisnis, dan pemerintah daerah unutuk mengambil,
merusak dan memperdagangkan spesies yang termasuk daftar yang
dilindungi.
Namun
ESA
memiliki
kesulitan
yang
dihadapi
dalam
membakukan
dan
menyabarkan
daftar
tersebut
dengan
Conservation
Union
(IUCN)
memiliki
pengaruh
dalam
negara
salah
anggotanya
satu
untuk
kesepakatannya
menjalankan
adalah
kesepakatan
Convention
on
spesies
dari
berbagai
kesepakatan
tersebut
adalah
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. MVP merupakan ukuran populasi terkecil yang diperkirakan memiliki
peluang yang sangat tinggi untuk bertahan hidup di masa mendatang.
2. Beberapa masalah yang ada pada populasi berukuran kecil yaitu
menyusustnya keragaman genetika, tekanan silang dalam (inbreeding
depression), hilangnya kelenturan dalam proses evolusi, tekanan silang
luar (outbreeding depression), ukuran populasi yang efektif, variasi
demografik, variasi lingkungan dan bencana alam, dan pusaran
kepunahan.
3. Untuk melindungi dan mengelola suatu spesies langka atau terancam
punah diperlukan pemahaman tentang biologi populasi.
4. Cara untuk mempelajari populasi yaitu dengan cara mengumpulkan
informasi ekologi, dan melakukan pemantauan populasi
5. Adapun cara yang dapat dilakukan dalam pengamatan tingkat populasi
adalah inventerisasi dan survei populasi.Informasi penggunaan ruang
adalah penting untuk mengelola dan melestarikan spesies yang masih
bertahan dalam berbagai populasi yang terpisah
6. PVA mempelajari apakah suatu spesies mempunyai kemampuan untuk
bertahan hidup di suatu lingkungan.PVA merupakan sautu analisis
Daftar Pustaka
Brooks, A.,M. Zint, & R. De Young. 2003. Landowners response to an
Endangered Species Act Listing and implication for encouraging
conservation. Conservation Biology 17 : 1638-1649 (pemilik lahan
biasanya memerlukan informasi lebih banyak sebelum memutuskan
untuk mendukung konservasi).
Buffalo (Bovidae : Bubalus sp.)The Journal of heredity 90 : 165-176.
Feisinger,P. 2001. Desighning Field Studies for Biodiversity Conservation
Biology. Island Press,Washington,D.C. Panduan Untuk
Mengembangkan Program Riset Lapangan Untuk Melestarikan
Spesies dan Komunitas.
Gamauf,A.2005. Bird Specimen-an invaluable resource for genetical
studies and conservation.Zool.Med Leiden 79-3 : 171-172
Ginsberg,J.2002.CITES at 30 or 40. Conservation Biology16 : 1184-1191.
CITES telah memberikan dampak positif terhadap
keanekaragaman hayati,namun terdapat berbagai tantangan
Griffiths, M., and Schaick, C.P.V. 1993. Camera-trapping : A New Tool
For The Study Of Alusive Rain Forest Animals. Tropical
Biodiversity 1:131-135
Haplotypes Characterize Chromosomal Linages of Anoa, The Sulawesi
Dwarf
Hines,J.E.2005. Program PRESENCE. Dalam:USGS-Putuxent Wildlife
Resarch Center,Laurel
Holt, W.V., A.R. Pickard, J.C. Rodger, D.E. Wildt, M.L. Gosling, G.
Cowlishaw, dkk (eds). 2003. Reproductive Science and Integrated
Conservation. Conservation Biology Series, No. 8. Cambrigde
University Press, New York. Perkembangan-perkembangan baru
dalam teknologi biologi-reproduksi telah berkontribusi terhadap
berbagai program penangkaran konservasi.
Lee, R.J. 1999 Market Hunting Pressure in North Sulawesi, Indonesia.
Tropical Biodiversity 6:145-162.
Mills, J. Allendorf, and Jackson, P.1994.Killed For A Cure: A review Of The
Worldwide Trade In Tiger Bone.Cambridge:TRAFFIC
International
Novarino, W.S.N. Kamilah, A. Nugroho, M.N. Janra, M. Silmi & M. Syafri.
2005. Habitat use and density of Malayan Tapi (Tapirus Indicus) in
the Teratak forest reserve, Sumatra, Indonesia. Tapir Conservation
14/2 no. 18:28-30
Schreiber, A., Seibold, I., Notzold, G. And Wink, M. 1999. Cytochrome b
Gene