Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Maulita Agustine (030.10.171)
Pembimbing :
dr. Haryo Teguh, Sp.S
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus
SEORANG LAKI-LAKI 50 TAHUN DENGAN TETANUS
Pada Tanggal
Tempat
:
: RSUD Kardinah Tegal
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas setiap pimpinan dan pemeliharaanNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik
bagian Neurologi. Dalam penyusunan laporan ini, penulis sangat menyadari keterbatasannya dan
tanpa rekan-rekan sekalian, laporan ini tidak akan terselesaikan. Penulis sangat bersyukur untuk
pembimbing yang sudah membantu menyelesaikan laporan ini, karena itu pada kesempatan kali
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Haryo Teguh, Sp.S selaku pembimbing presentasi kasus saya.
2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik neurologi RSUD Kardinah Tegal, atas bantuan dan
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak hal yang kurang dalam laporan ini, untuk itu
penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Penulis tetap berharap laporan ini
dapat berguna bagi masyarakat maupun bagi ilmu pengetahuan di bidang kedokteran. Kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik di
dalam penyempurnaan laporan ini.
Maulita Agustine
STATUS ILMU PENYAKIT SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
2
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa
: Maulita Agustine
NIM
: 030.10.171
Dokter Pembimbing
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. T
Jenis kelamin
: laki-
laki
Umur
: 50 tahun
Suku bangsa
: Jawa
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SD
Alamat
: Kaligayam RT/RW
Tanggal masuk RS
: 09/08/2015
12.00 WIB
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada ibu pasien, tanggal 15 Agustus 2015
pukul 07.30 di Bangsal Rosella RSUD Kardinah Tegal
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
mendapat suntikan anti tetanus. 3 minggu setelahnya pasien mengeluh kaku pada kedua tangan
dan kedua kaki, pasien tidak bisa berjalan, tidak bisa menggerakkan kaki dan tangannya, serta
tidak bisa bicara. Keluhan tersebut memberat dan menyebar ke mulut, punggung dan perut
sehingga pasien tidak bisa membuka mulutnya dan perut kencang seperti papan. Pasien juga
mengeluh seluruh tubuh terasa nyeri, sulit menelan dan nafas terasa sesak. Selain itu pasien juga
mengaku kejang yang terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya rangsangan. Pasien juga mempunyai
riwayat batuk lama yang sudah dideritanya sebelum ini.
Tidak ada mual atau muntah, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada demam, pilek,
atau diare. Sebelumnya pasien tidak pernah mendapat imunisasi tetanus. Pasien memiliki riwayat
tekanan darah tinggi namun pasien lupa nama obat yang dikonsumsinya. Riwayat kencing manis
disangkal. Pasien sudah 6 hari belum BAB, BAK tidak ada keluhan. Makan dan minum baik,
perlahan-lahan, tidak tersedak.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Kebiasaan
-
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal:
Demam (-)
Kejang (+)
Sakit kepala (+)
Hemiparese (-)
Sulit bicara (+)
Sistem Kardiovaskuler:
Sistem Pernapasan:
Batuk (+)
Pilek (-)
Sesak napas (+)
Sistem Gastrointestinal:
Mual (-)
Diare (-)
Perut kaku (+)
Sulit BAB (+)
Sulit menelan (+)
Sistem Urogenital:
BAK lancar
Nyeri (-)
Panas (-)
5
Ruam-ruam (-)
Kemerahan (-)
Gatal (-)
Ulkus pada kaki kanan (+)
Sistem muskuloskeletal:
Nyeri dan kaku pada punggung, kedua tangan dan kedua kaki
(+)
B. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan tanggal 15 Agustus 2015)
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
Kesan gizi
Sianosis
Ikterik
Dehidrasi
Ascites
Edema
Habitus
Mobilitas
Umur sesuai taksiran
Cara berjalan
Cara berbaring/duduk
Cara berbicara
Sikap pasien
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Atletikus
Aktif
Sesuai dengan usia sebenarnya
Aktif
Kooperatif dengan pemeriksa
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 180/110 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
Tinggi Badan
: 170 cm
6
Berat Badan
: 70 kg
BMI
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: Tenang
Alam Perasaan
: Biasa
Proses Pikir
: Wajar
Kulit
Warna
: Sawo matang
Pigmentasi
: Merata
Efloresensi
: Tidak Ada
Jaringan Parut
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Pertumbuhan rambut
: Merata
Lembab/Kering
: Lembab
Suhu Raba
: Hangat
Pembuluh darah
: Tidak melebar
Keringat
: Tidak ada
Turgor
: Baik
Lapisan Lemak
: Sedikit
Sianosis
: Tidak ada
Oedem
: Tidak ada
Lain-lain
:-
Retroaurikuler
Submandibula
Submental
Leher
Supraklavikula
Inguinal
Axilla
Kepala
7
Ekspresi wajah
Simetri muka
: Simetris
Bentuk
: Normocephali
Rambut
Mata
Exophthalamus
: Tidak ada
Enopthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Oedem ( - )
Lensa
: Jernih
Sklera
: Ikterik ( - )
Gerakan mata
: Sulit dinilai
Lapangan penglihatan
: Sulit dinilai
RCL
: +/+
Nistagmus
: Tidak ada
RCTL
: +/+
Konjungtiva
: Anemis ( - )
Visus
: Sulit dinilai
Bentuk
: Normotia
Membran timpani
: +/+
Liang telinga
: lapang
Penyumbatan
: -/-
Serumen
: +/+
Perdarahan
: -/-
Cairan/sekret
: -/-
Tuli
: -/-
Septum deviasi
Cavum nasi
Sekret
Epistaxis
:(-)
: lapang
:(-)
:(-)
Telinga
Hidung
Bentuk
Deformitas
Pernafasan cuping hidung
Concha Inferior
: normal
:(-)
:(-)
: eutrofi
Mulut
Bibir
: kering
Tonsil
: sulit dinilai
Langit-langit
Gigi geligi
: caries, lengkap
Trismus
: tidak ada
Faring
: sulit dinilai
Selaput lendir
: ada
Lidah
Mukosa
: tidak hiperemis
Leher
8
: 5 - 1 cm H2O.
Kelenjar Tiroid
Kelenjar Limfe
Trakea
: letak di tengah
Thoraks
Bentuk
: datar, simetris
Pembuluh darah
: tidak tampak
Deformitas
:-
Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Kanan
Kiri
Palpasi
Kanan
Perkusi
Auskultasi
Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Batas kanan
Batas kiri
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis
: teraba pulsasi
Arteri Karotis
: teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: teraba pulsasi
Arteri Radialis
: teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: teraba pulsasi
: teraba pulsasi
: teraba pulsasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar, warna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada spider nervy, tidak ada
efloresensi yang bermakna, tidak ada dilatasi vena.
Auskultasi
Palpasi
:
Dinding perut : Rigid ( + ), nyeri tekan epigastrium ( - ), nyeri tekan abdomen (-)
nyeri lepas ( - ) , defense muscular (-), massa (-) , undulasi (-), opistotonus (-).
Perkusi
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Timpani di empat kuadran abdomen, pekak sisi (-) shifting dullness (-) nyeri
ketuk (-)
Inguinal
Genitalia
Anggota Gerak
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
normotonus
normotonus
Massa
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
10
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Oedem :
tidak ada
tidak ada
Lain-lain
Palmar eritema (-), ptechie (-), clubbing finger (-), akral dingin (-)
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
normotonus
normotonus
Massa
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
Oedem :
tidak ada
tidak ada
Nyeri tekan
CRT
<2
<2
Lain-lain
Ulkus pedis dextra (+) varises (-), edema (-), clubbing finger (-),
akral dingin (-)
11
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran kuantitatif
Orientasi
: Baik
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kanan
Kiri
+2
+2
+3
+3
+2
+2
+3
+3
Kanan
Kiri
Refleks Patologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Openheim
Klonus patella
Klonus achilles
:-
Brudzinski I
: -/-
Brudzinski II : -/Kernig
: -/-
Laseq
: -/-
12
: (-)
Muntah proyektil
: (-)
: (-)
Edema papil
Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius
: Normosmia
Nervus II Optikus
Ketajaman penglihatan
Menilai warna
Funduskopi
Papil
Retina
Medan penglihatan
Kanan
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kiri
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kanan
+
+
+
Bulat, isokor 3mm
+
+
+
-
Kiri
+
+
+
Bulat,isokor 3mm
+
+
+
-
13
Nervus IV Troklearis
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Diplopia
Kanan
+
-
Kiri
+
-
Nervus V Trigeminus
Bagian Motorik
Menggigit
Membuka mulut
Bagian Sensorik
Ophtalmik
Maxilla
Mandibula
Reflek Kornea
Kanan
Kiri
+
+
+
+
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Nervus VI Abdusen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Diplopia
Kanan
+
-
Kiri
+
-
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
Baik
Baik
14
Kanan
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Kiri
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Kanan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Baik
Kiri
Nervus XI Aksesorius
Kanan
Kiri
15
Sistem Motorik
Ekstremitas Superior
Kekuatan Motorik
4
Kanan
Kiri
Tonus otot
: normotonus
normotonus
Trofi
: eutrofi
eutrofi
Gerakan
: aktif
aktif
Ekstremitas Inferior
Kekuatan Motorik
:
4
4
Kanan
Kiri
Tonus otot
: normotonus
normotonus
Trofi
: eutrofi
eutrofi
Gerakan
: aktif
aktif
Gerakan involunter :
Tremor
Chorea
Ballismus
Athetose
Sistem Sensorik
Rasa
Kanan
Kiri
Eusthesia
Eusthesia
Eusthesia
Eusthesia
Rasa Halus
Kanan
Kiri
Eusthesia
Eusthesia
Eusthesia
Eusthesia
Tajam
16
: Tidak dilakukan
Disdiadokinesia
: Tidak dilakukan
Jari-jari
: Baik
Jari-hidung
: Baik
Tumit lutut
: Tidak dilakukan
Rebound Phenomenon
:-
Tremor
:-
Khorea
:-
Fungsi Vegetatif
Miksi
:+
Inkontinensia urine
:-
Defekasi
:-
Inkontinensia alvi
:-
Fungsi Luhur
Astereognosia
:-
Apraksia
:-
Afasia
:-
Keadaan Psikis
Intelegensia
: Baik
Demensia
:-
Tanda regresi
:-
Leukosit
: 11,2 [10^3/Ul]
(N: 4,4-11,3)
Eritrosit
: 4,7 [10^6/uL]
(N: 4,5-5,9)
17
Hemoglobin
: 14,1 g/dL
(N: 13,7-17,7)
Hematokrit `
: 39,1,4 %
(N: 42-52)
RDW
: 13,1 %
(N: 11,5-14,5)
Trombosit
(N:150-521)
MCV
: 82,7 U
(N: 80-96)
MCH
: 29,8 pcg
(N: 28-33)
MCHC
: 36,1 g/dl
(N: 33-36)
GDS
: 111
(N: 70-140)
SGOT
: 21,2 U/L
(N: 15-40)
SGPT
: 6,9
U/L
(N: 10-40)
Ureum
: 84
mg/dL
Kreatinin
: 3,91 mg/dl
(N : 0,9 1,3)
Natrium
: 137,1 mmol/L
(N:136-145)
Kalium
: 4,35 mmol/L
(N: 3,3-5,1)
Klorida
: 109,7 mmol/L
(N:98-106)
KIMIA KLINIK
mg/dL
SERO IMUNOLOGI
-
HBsAG
: NEGATIF
Negatif
RESUME
Dari anamnesis didapatkan :
Seorang pasien laki-laki, 50 tahun, datang ke UGD RSUD Kardinah Tegal (09 Agustus
2015, pukul 12.00 WIB) diantar keluarga dengan keluhan kaku pada kedua tangan dan kedua
kaki sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengaku sebulan yang lalu jatuh saat mengendarai motor
dan terdapat luka pada kaki kanan. Setelah itu pasien dibawa ke klinik terdekat pasien mengaku
luka dibersihkan namun tidak mendapat suntik anti tetanus. 3 minggu setelahnya pasien
mengeluh kaku pada kedua tangan dan kedua kaki, pasien tidak bisa berjalan, tidak bisa
18
menggerakkan kaki dan tangannya, serta tidak bisa bicara. Keluhan tersebut memberat dan
menyebar ke mulut, punggung dan perut sehingga pasien tidak bisa membuka mulutnya dan
perut kencang seperti papan. Pasien juga mengeluh seluruh tubuh terasa nyeri, sulit menelan dan
nafas terasa sesak. Selain itu pasien juga mengaku kejang yang terjadi secara tiba-tiba tanpa ada
rangsangan. Pasien juga mempunyai riwayat batuk lama yang sudah dideritanya sebelum ini.
Riwayat imunisasi tetanus (-). Riwayat hipertensi (+). Riwayat DM (-). Pasien sudah 6 hari
belum BAB, BAK tidak ada keluhan. Makan dan minum baik, perlahan-lahan, tidak tersedak.
Dari Pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, tekanan darah 180/110 mmHg,
nadi 100x /menit, pernapasan 28x /menit teratur, Suhu 36,8O, status gizi normal.
Pada pemeriksaan kepala, wajah tampak simetris. Pemeriksaan leher dan abdomen dalam batas
normal, thorax didapatkan rhonki pada kedua lapang paru.
Dari Pemeriksaan neurologi didapatkan :
Refleks Fisiologis :
BPR +2/+2
KPR +3/+3
TRP +2/+2
APR +3/+3
Refleks Patologis :
Babinsky -/-
Fungsi Motorik 4
Chaddock -/-
19
Diagnosis klinis
Diagnosis topis
: Neuromuscular junction
Diagnosis etiologis
: C. Tetanii
Diagnosis patologi
: Infeksi
TATALAKSANA :
Pada prinsipnya, penanganan dikerjakan dengan mempertahankan hemodinamik,
memelihara fungsi neuron dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Pada pasien ini terapi
medikamentosa yang diberikan berupa terapi cairan, anti toxin, anti kejang dan antibiotik
berfungsi untuk mencegah kekakuan lebih lanjut dan penyebaran infeksi yang luas.
1. Medikamentosa :
a. Oksigen 3 L
b. Infus RL : D5% 2:2 20 tetes per menit
c. Injeksi metronidazol 3x1 flacon
d. Injeksi iv diazepam V ampul/drip
e. Intramuskular ATS 20.000 IU
f. Injeksi omeprazole 2x1ampul
g. Injeksi ceftriaxon 1x2 gram
h. Laxadin syrup 3x1 Cth
2. Non-Medikamentosa :
Menjelaskan tentang diagnosa penyakit, faktor resiko apa saja yang terdapat pada
pasien, tatalaksana dan prognosis kepada keluarga pasien.
Tirah baring
Fisioterapi
PROGNOSIS :
Ad Vitam
: Ad Bonam
Ad Fungsionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
20
2.1 Tetanus
Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan
kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada
laki-laki, kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi akan tetapi
angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula (1). Di negara maju,
kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan
kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai di sejumlah negara
tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah(2).
Spora Clostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat,
terutama di daerah rural dan penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara berkembang. Angka kejadian dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi.
Indonesia merupakan negara ke-5 diantara 10 negara berkembang yang angka kematian tetanus
neonatorumnya tinggi.
Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan penatalaksanaan yang tepat dan
dilakukan secara intensif. Penyakit tetanus pada neonatus mempunyai case fatality rate yang
tinggi (70-90%) sehingga bila tetanus dapat didiagnosis secara dini dan ditangani dengan baik
maka dapat lebih menurunkan angka kematian. Penatalaksanaan yang baik ditentukan antara lain
oleh pemahaman yang tepat mengenai patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, komplikasi,
penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit tetanus(3).
2.2 Definisi
Definisi Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh
tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai
oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering
progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan
ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja
toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau
otot(4).
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak,
ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan
kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan
21
dan pada kotoran hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana
anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan
tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan
menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan
sistem
saraf
pusat
yang
menyebabkan
spasme
otot
dan
kejang(5).
2.3 Patofisiologi
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif
yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau
berkurangnya potensi oksigen. Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh
kondisi luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi
toksin serta jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat(6).
Kuman ini dapat membentuk metaloexotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia
adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion
spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke
motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel
saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP(6).
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf
tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga
mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi
terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter
(trismus), pada saat toxin masuk ke sumsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada
extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulai timbul kejang(6).
Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang
umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga
terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran
kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi,
hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan
karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis
tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus
dikenali dan dikelola dengan teliti(6).
22
Jenis toksin
Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu dengan
jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid
(GABA), dopamin dan noradrenalin. GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada
susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif. Toksin
tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara spesifik
menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara
mempengaruhi
sensitifitas
terhadap
kalsium
dan
proses
eksositosis(6).
karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain
seperti retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin
karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang resisten terhadap
toksin(6).
Rasa sakit
Rasa sakit timbul dari adanya kekakuan otot dan kejang. Kadang kala ditemukan neurotic
pain yang berat pada tetanus lokal sekalipun pada saat tidak ada kejang. Rasa sakit ini
diduga karena pengaruh toksin terhadap sel saraf ganglion posterior, sel-sel pada kornu
posterior dan interneuron.
Fungsi Luhur
Kesadaran penderita pada umumnya baik. Pada mereka yang tidak sadar biasanya
brhubungan dengan seberapa besar efek toksin terhadap otak, seberapa jauh efek hipoksia,
gangguan metabolisme dan sedatif atau antikonvulsan yang diberikan(6).
2
3.
terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari kedua sistem tersebut. Mekanisme terjadinya
disfungsi sistem autonom karena efek toksin yang berasal dari otot (retrograd) maupun hasil
penyebaran intraspinalis (dari kornu anterior ke kornu lateralis medula spinalis torakal).
Gangguan sistem autonom bisa terjadi secara umum mengenai berbagai organ seperti
kardiovaskular, saluran cerna, kandung kemih, fungsi kendali suhu dan kendali otot bronkus,
namun dapat pula hanya mengenai salah satu organ tertentu.
24
4.
Kekakuan dan hipertonus dari otot-otot interkostal, badan dan abdomen; otot diafragma
terkena paling akhir. Kekakuan dinding thorax apalagi bila kejang yang terjadi sangat
sering mengakibatkan keterbatasan pergerakan rongga dada sehingga menganggu
ventilasi. Tetanus berat sering mengakibatkan gagal nafas yang ditandai dengan hipoksia
dan hiperkapnia. Namun dapat terjadi takipnea akibat aktifitas berlebihan dari saraf di
c
d
terkena oleh toksin tetanus. Paralisis pernafasan tanpa kekakuan otot dan henti jantung dapat
terjadi pada pemberian toksin dosis tinggi pada hewan percobaan. Selain itu ditemukan
bahwa penderita mengalami penurunan resistensi terhadap asfiksia.
Observasi klinis yang menunjukkan kecurigaan keterlibatan pusat pernafasan pada
penderita tetanus adalah :
Adanya episode distres pernafasan akibat kesulitan bernafas yang berat tanpa
ditemukan adanya komplikasi pulmonal, bronkospasme dan peningkatan sekret pada
jalan nafas. Episode ini bervariasi dalam beberapa menit sampai -1 jam.
Adanya apnoeic spells, tanda ini biasanya berlanjut menjadi prolonged respiratory
25
6.
Gangguan metabolik
Metabolik rate pada tetanus secara bermakna meningkat dikarenakan adanya kejang,
peningkatan tonus otot, aktifitas berlebihan dari sistem saraf simpatik dan perubahan
hormonal. Konsumsi oksigen meningkat, hal ini pada kasus tertentu dapat dikurangi dengan
pemberian muscle relaxans. Berbagai percobaan memperlihatkan adanya peningkatan
ekskresi urea nitogen, katekolamin plasma dan urin, serta penurunan serum protein terutama
fraksi albumin.
Peninggian katekolamin meningkatkan metabolik rate, bila asupan oksigen tidak dapat
memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya karena disertai masalah dalam sistem pernafasan
maka akan terjadi hipoksia dengan segala akibatnya. Katabolisme protein yang berat,
ketidakcukupan protein dan hipoksia akan menimbulkan metabolisme anaerob dan
mengurangi pembentukan ATP, keadaan ini akan mengurangi kemampuan sistem imunitas
dalam mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak cukupnya antibodi
yang dibentuk. Fenomena ini mungkin dapat menerangkan mengapa pada penderita tetanus
yang sudah sembuh tidak/kurang ditemukan kekebalan terhadap toksin(7).
7.
Gangguan Hormonal
Gangguan terhadap hipotalamus atau jaras batang otak-hipotalamus dicurigai terjadi pada
penderita tetanus berat atas dasar ditemukannya episode hipertermia akut dan adanya
26
demam tanpa ditemukan adanya infeksi sekunder. Peningkatan alertness dan awareness
menimbulkan dugaan adanya aktifitas retikular dari batang otak yang berlebihan. Aksis
hipotalamus-hipofise mengandung serabut saraf khusus yang merangsang sekresi hormon.
Aktifitas sekresi oleh serabut saraf tersebut dimodulasi monoamin neuron lokal. Adanya
penurunan kadar prolaktin, TSH, LH dan FSH yang diduga karena adanya hambatan
terhadap mekanisme umpan balik hipofise-kelenjar endokrin(8).
8.
organ
tertentu.
Manifestasi Klinis
Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai
kejang yang hebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan
penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik(9).
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:
a
Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka
kematian sekitar 1%. Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai
rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
27
Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang
disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa
trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang
terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.
Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa
trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut
(opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan
yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti
sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat,
umumnya karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak
mendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan
untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh
klasik : trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang berat
dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku
dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas
bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.
Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi dan
kegagalan jantung paru(9).
Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia tidak ada
atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.
Derajat II (sedang)
Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan disfagia
ringan
28
Derajat III (berat) Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic
spell, disfagia berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem otonomi
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi:
- Adanya riwayat luka yang terkontaminasi, namun 20% dapat tanpa riwayat
luka.
- Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap
- Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot
perut (opisthotonus), rasa sakit serta kecemasan.
- Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek
- Kejang umum episodik dicetuskan dengan rangsang minimal maupun spontan
dimana kesadaran tetap baik.
Temuan laboratorium :
- Lekositosis ringan
- Trombosit sedikit meningkat
- Glukosa dan kalsium darah normal
- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
- Enzim otot serum mungkin meningkat
- EKG dan EEG biasanya normal
- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka
dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif
berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan. - Kreatinin
29
fosfokinase
dapat
meningkat
karena
aktivitas
kejang
(>
3U/ml)
Diagnosis banding
Penyakit-penyakit yang menyerupai gejala tetanus adalah Meningitis bakterialis,
Rabies, Poliomielitis, Epilepsi, Ensefalitis, Sindrom Shiffman, Efek samping fenotiazin,
Peritonsiler abses(10).
Komplikasi
Komplikasi tetanus yang sering terjadi adalah pneumonia,
bronkopneumonia
dan sepsis. Komplikasi terjadi karena adanya gangguan pada sistem respirasi antara lain
spasme laring atau faring yang berbahaya karena dapat menyebabkan hipoksia dan
kerusakan otak. Spasme saluran nafas atas dapat menyebabkan aspirasi pneumonia atau
atelektasis. Komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa takikardi, bradikardia, aritmia,
gagal jantung, hipertensi, hipotensi, dan syok. Kejang dapat menyebabkan fraktur
vertebra atau kifosis. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa tromboemboli,
pendarahan saluran cerna, infeksi saluran kemih, gagal ginjal akut, dehidrasi dan asidosis
metabolik(10).
2.5 Penatalaksanaan
1
Dasar
a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.
Antibiotik
Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus
bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk
penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut juga
peka terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin
generasi ketiga.
Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain
1,2 juta 1 kali sehari.
Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV
selama 10-14 hari.
30
3.Fenotiazin
Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25 mg IM 4 kali
sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus. Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan
secara IV karena dapat menyebabkan syok terlebih pada penderita dengan tekanan darah yang
labil atau hipotensi.
2. Umum
Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit
perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi
harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan penderita di bawah penghangat dengan
suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus IV glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari.
Pemberian makanan dibatasi 50 ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan dinaikkan
bertahap. Aspirasi lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Pemberian oksigen
melalui kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus dikerjakan.
Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh spasme atau
sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi dilakukan pada bayi lebih dari 2
bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakhea.
Bantuan ventilator diberikan pada :
1.Semua penderita dengan tetanus derajat IV
2.Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan
terapi konservatif dan PaO2 < >
3.Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.
3. Berdasarkan tingkat penyakit tetanus
a. Tetanus ringan
Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik,
HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif seperti diatas.
b.Tetanus sedang
Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi atau
trakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia umum. Pemberian
cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara parenteral.
33
c. Tetanus berat
Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang perawatan
intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator sangat dibutuhkan serta
pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme sangat hebat dapat diberikan pankuronium
bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap 2-3 jam. Bila terjadi
aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan beta bloker seperti propanolol(10).
6
Prognosis
Rata-rata angka kematian akibat tetanus berkisar antara 25-75%, tetapi angka mortalitas dapat diturunkan
hingga 10-30 persen dengan perawatan kesehatan yang modern. Banyak faktor yang berperan penting dalam
prognosis tetanus. Diantaranya adalah masa inkubasi, masa awitan, jenis luka, dan keadaan status imunitas
pasien. Semakin pendek masa inkubasi, prognosisnya menjadi semakin buruk. Semakin pendek masa awitan,
semakin buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut memegang peran dalam
menentukan prognosis. Jenis tetanus juga memengaruhi prognosis. Tetanus neonatorum dan tetanus sefalik
harus dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya tetanus lokal yang
memiliki prognosis baik. Pemberian antitoksin profilaksis dini meningkatkan angka kelangsungan hidup,
meskipun terjadi tetanus(10).
Tabel 1. Philips Score
Waktu Masuk
Masa Inkubasi
Skor
> 14 hari
Hanya trismus
> 10 hari
5 10 hari
Kejang terbatas
2 5 hari
< 48 jam
Imunisasi
Optistotonus
Frekuensi Spasme
Lengkap
6 x dalam 12 jam
< 10 tahun
Dengan rangsangan
> 10 tahun
Terkadang spontan
Ibu diimunisasi
Tidak diimunisasi
Luka Infeksi Suhu
10
34
Tidak diketahui
36.7 - 37 C
Distal/perifer
37.1 37.7 C
Proksimal
37.8 38.2 C
Kepala
38.3 38.8 C
Badan
Komplikasi
> 38.8 C
Pernafasan
10
Tidak ada
Sedikit berubah
Ringan
Tidak membahayakan
Mengancam nyawa
10
Perlu trakeostomi
10
Pencegahan
Pencegahan sangat penting, mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal. Untuk pencegahan, perlu
dilakukan:
1
Imunisasi aktif
Imunisasi dengan toksoid tetanus merupakan salah satu pencegahan yang sangat efektif. Angka
kegagalannya relatif rendah. Terdapat dua jenis toksoid tetanus yang tersedia adsorbed
(aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. Toksoid tetanus tersedia dalam kemasan
antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri sebagai DT atau dengan toksoid difteri
dan vaksin pertusis aselular sebagai DPT. Kombinasi toksoid difteri dan tetanus (DT) yang
mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin
pertusis. Jenis imunisasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin.
Tetanus Toxoid harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun dan jika riwayat
imunisasi tidak diketahui. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
HTIG (Human Tetanus Immunoglobulin) juga harus diberikan. Dosis TT (tetanus toxoid) pada
usia > 7 tahun adalah 0,5 ml IM. Untuk usia< 7 tahun, gunakan DPT atau DtaP sebagai pengganti
TT. Jika kontraindikasi terhadap pertusis, berikan DT dengan dosis 0,5 ml IM. [10]Semua individu
dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama sekali hendaknya mendapatkan vaksin tetanus.
Serial vaksinasi untuk dewasa terdiri atas tiga dosis:
-
Dosis ulangan diberikan tiap 10 tahun dan dapat diberikan pada usia dekade pertengahan seperti
35, 45 dan seterusnya.
Perawatan Luka
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau
luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob. Jaringan nekrotik dan benda asing harus
dibuang. Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada
penghindaran persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain
dari imunisasi ibu. Pada perawatan tali pusat, penting diperhatikan hal-hal berikut
ini :
-
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Ningsih
S,
Witarti
N.
Tetanus.
2007.
Available
from:
Lubis
UN.
Tetanus
Lokal
pada
Anak.
2004.
Available
from:
36
Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam :
Herry Garna, Heda Melinda, Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak, edisi 3. FKUP/RSHS, Bandung, 2005 ; 209-213.
Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD, Nelson
Textbook of Pediatrics Vol 1 17th edition W.B. Saunders Company. 2004
Soedarmo, Sumarrno S.Poowo; Garna, Herry; Hadinegoro Sri Rejeki S, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis, Edisi pertama, Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
WHO News and activities. The Global Eliination of neonatal tetanus : progress to date,
Bull WHO 1994; 72 : 155-157
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2006.p 1777-1784
37