You are on page 1of 74

REAKSI

HIPERSENSITIVITAS
KELOMPOK I
Pembimbing: dr. SML Toruan, SpA

Respon
Imun
Non
spesifik
Kulit

Spesifik
Humoral

Membrana
mukosa &
sekresinya

Limfosit B
menghasilkan
imunoglobulin

Normal flora

Agregasi (komplemen
& sel fagosit)

Fagositosis
Reaksi radang &
demam
Substansi
antimikrobial

Opsonisasi
(komplemen & sel
fagosit)
Lisis (komplemen)
Detoksifikasi
Menghambat akses

Selular
Dimediasi oleh
sel limfosit T

Reaksi
Hipersensitivitas
Gangguan mekanisme atau aktivasi berlebihan
mekanisme pertahanan tubuh baik humoral
maupun seluler (sel B dan sel T) oleh antigen.

Menurut Gell & Coombs:


Tipe I hipersensitif anafilaktik
Tipe II hipersensitif sitotoksik yg bergantung
antibodi
Tipe III hipersensitif yg diperani kompleks
imun
Tipe IV hipersensitif cell-mediated
(hipersensitif tipe lambat)

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I


dibagi

1. REAKSI ANAFILAKTIK ( TIPE IA)


2. REAKSI ANAFILAKTOID ( TIPE IB)

REAKSI TIPE IA (Anafilaktik)

Diperlukan
interaksi
IgE
spesifik
berikatan dengan reseptor pada sel mast
atau
basofil
dengan
alergen
yang
bersangkutan. Misalnya reaksi anafilaktik
terhadap penisilin
REAKSI TIPE IB (ANAFILAKTOID)

Terjadi melalui degranulasi sel mast / basofil


tanpa
peran
IgE.
Misalnya
akibat
pemberian zat kontras / akibat anafilaktosin
yang dihasilkan pada proses aktivasi
komplemen.

Rangsang sel mast yg menyebabkan


pelepasan mediator

MENURUT JARAK WAKTU TIMBULNYA


REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I DIBAGI 2:

1.REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I


FASE CEPAT
2. REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I
FASE LAMBAT

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I


FASE CEPAT
Terjadi beberapa menit setelah pajanan dan
bertahan beberapa jam.
Setelah masa refrakter sel mast dan basofil
berlangsung beberapa jam terjadi resintesis
mediator farmakologik reaksi hipersensitivitas
dapat responsif lagi terhadap alergen

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I


FASE LAMBAT
Jarang tanpa didahului oleh reaksi alergi fase

cepat
Sel mast membebaskan mediator kemotaktik dan
sitokin yang menarik sel radang ke tempat
terjadinya reaksi alergi
Limfosit mungkin memegang peranan dalam
timbulnya reaksi alergi fase lambat dibandingkan
dengan sel mast
Limfosit melepaskan histamin releasing factor
dan sitokin lain meningkatkan pembebasan
mediator dari sel mast dan sel lain

memproduksi protein sitotoksik


seperti
major
basic
protein
(MBP)
/
eosinophil cationic protein (ECP)

Eosinofil

& neutrofil melepas faktor


kemotaktik, sitokin, oksigen radikal bebas, serta
enzim

Makrofag

MEDIATOR HIPERSENSITIVITAS TIPE I


Mediator dibebaskan bila terjadi interaksi antara

Ag dengan IgE spesifik


membran sel mast

yang terikat pada

Dibagi 2 menjadi :
1. Mediator yang sudah ada dalam granula sel
mast (preformed mediator)
2. Mediator yang terbentuk kemudian (newly
formed mediator)

Menurut asalnya,dibagi menjadi 2 :

1.Mediator

dari sel mast/ basofil


(mediator primer)
2.Mediator
dari sel lain akibat
stimulasi
mediator
primer
(mediator sekunder)

PREFORMED MEDIATOR
1. Histamin
Dibentuk dari asam amino histidin dengan
perantaraan enzim histidin dekarboksilase.
Normal dalam plasma < 1ng/ul, dapat meningkat
setelah uji provokasi dengan alergen menjadi 1-2
ng/ul
Gejala yang timbul : rangsangan terhadap reseptor
saraf iritan, kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas vaskular

Gejala kulit : reaksi gatal berupa wheal


dan flare
GIT : hipersekresi asam lambung,
kejang usus, diare
Mempunyai peran kecil pada bronkus
Pada
fase
lambat,
membantu
timbulnya reaksi inflamasi dengan
memudahkan migrasi imunoglobulin
dan sel peradangan ke jaringan

2. Eosinophil Chemotactic Factor of


Anaphylactic (ECF-A)

Mempunyai efek mengumpulkan dan


menahan eosinofil di tempat reaksi radang
yang diperani IgE (alergi)
Merupakan
tetrapeptida
yang
sudah
terbentuk dan tersedia dalam granulasi sel
mast dan segera dikeluarkan waktu
degranulasi
Eosinofilia tidak selalu patognomonik untuk
keterlibatan sel mast / basofil karena ECF-A
dapat juga dibebaskan dari sel yang tidak
mengikat IgE

3. NEUTROPHYL CHEMOTACTIC FACTOR


Dapat
ditemukan
pada
supernatan
fragmen paru manusia setelah provokasi
dengan alergen tertentu
Terbentuk dengan cepat diduga mediator
primer
Berperan pada reaksi hipersensitivitas tipe
I fase lambat

PERAN SITOKIN DALAM


REGULASI REAKSI ALERGI
Reaksi peradangan alergi dikoordinasi oleh
limfosit T4 yaitu Th2
Limfosit ini memproduksi : IL-3, IL-4, IL-5,
IL-6, TNF serta GM-CSF
Alergen diproses oleh makrofag (APC) yang
mensintesis
IL-1

merangsang
dan
mengaktivasi sel limfosit T memproduksi
IL-2

merangsang
sel
T4
untuk
memproduksi interleukin lainnya

HIPERSENSITIVITAS
TIPE
II

Akibat suatu proses penanggulangan munculnya


sel klon baru, ditemukan pada:
1. Sel tumor
2. Sel terinfeksi virus disebut sel target
3. Sel yg terinduksi mutagen
Sel target : sel yg krn faktor lingkungan mengalami
perubahan DNA (kecacatan DNA). Sel tersebut
harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan
melalui mekanisme imunologik. Bila tidak
dimusnahkan, maka akan berkembang menjadi
klon baru yg selanjutnya dapat menimbulkan suatu
gangguan (penyakit).

Reaksi hipersensitivitas tipe II dapat melalui 2 jalur:


1. Melalui jalur ADCC (antibody dependent cell
cytotoxicity)

2. Melalui aktivitas komplemen

HIPERSENSITIVITAS TIPE III


Diperani kompleks imun
Penyakit hipersensitivitas yang

diperantarai oleh antibodi (antibodymediated) merupakan bentuk umum dari


penyakit imun yang kronis pada manusia
Antibodi terhadap sel atau permukaan
luar sel dapat mengendap pada berbagai
jaringan yang sesuai dengan target
antigen

Kompleks imun biasanya mengendap di

pembuluh darah pada tempat turbulensi


(cabang dari pembuluh darah) atau
tekanan tinggi (glomerulus ginjal,
sinovium, pleksus koroideus otak, ciliary
body mata
Antibodi yang berperan IgG atau IgM
Keadaan patologik yang ditimbulkan oleh
endapan kompleks imun dapat terjadi
melalui aktivasi komplemen atau agregasi
trombosit

HIPERSENSITIVITAS
TIPE IV
Reaksi hipersensitivitas tipe lambat

Peranan Limfosit T sebagai imunitas seluler


Imunitas seluler merupakan respon utama terhadap

mikroba, patogen intrasel serta agen ekstrasel


Hipersensitivitas tipe IV dibagi 2:
Hipersensitivitas tipe lambat, diinisiasi oleh sel T CD4+
Sitotoksisitas langsung, diperantarai oleh sel T CD8 +

Delayed type hypersensitivity


Contoh klasik adalah reaksi tuberkulin
Timbul area eritema & indurasi setelah 12 jam injeksi

tuberkulin intrakutan dan mencapai puncaknya 24-72


jam.
Reaksi ditandai dengan penumpukan sel T CD4 helper
perivaskuler dan makrofag, sekresi sitokin
menimbulkan peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga menjadi edema dermis dan penimbunan
fibrin.

Reaksi tuberkulin
Contoh khas dari hipersensitivitas tipe
lambat
Dalam waktu 48 jam setelah pajanan
antigen timbul infiltrasi monosit /
makrofag dan limfosit di sekitar
pembuluh darah yang akan merusak
hubungan serat jaringan ikat kulit
Dermatitis kontak
Dermatitis timbul 48 jam setelah kontak
dengan alergen
Terjadi akibat kontak dan bergabungnya
zat kimia yang sederhana (hapten)
dengan protein tubuh

REAKSI GRANULOMATA

Adalah
reaksi
peradangan
kronik
berhubungan dengan proliferasi histiosit
dalam jaringan, makin lama berkembang
menjadi besar, dan menetap lama
pada tuberkulosis, lepra tipe tuberkuloid
dan infeksi parasit seperti skistosomiasis
REAKSI ALOGRAF/HOMOGRAF
Jaringan dari seorang ditransplantasikan
ke orang lain dengan latar belakang
genetik berbeda, maka jaringan itu akan
ditolak secara imunologik

Sindrom StevenJohnson
Kumpulan gejala klinik yang ditandai oleh trias
kelainan:
Kulit
Mukosa orifisium (oral, konjungtiva,
anogenital)
Mata

Faktor penyebab timbulnya Sindrom


Steven-Johnson
Infeksi
Virus

Herpes simpleks, M.pneumoniae, vaksinia

Jamur

Koksidioidomikosis, histoplasma

Bakteri

Streptokokus, S.haemolyticus, M.tuberculosis,


salmonela

Parasit

Malaria

Obat
Makanan
Fisik
Lain-lain

Salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan, OAINS


Coklat
Udara dingin, sinar matahari, sinar X
Penyakit kolagen

Patogenesis :
Belum jelas, walaupun sering dihubungkan
dgn reaksi hipersensitivitas tipe II dan IV.
Antigen akan berikatan dengan karier
yang dapat merangsang respon imun
spesifik
Kompleks imun
Mikropresipitasi di kulit &
mukosa
Aktivasi
komplemen
Akumulasi neutrofil
lisozim

Sensitisasi
limfosit T
Limfokin
dilepaskan
Kerusakan
jaringan & reaksi
radang

Manifestasi klinis :
Gejala prodormal 1-14 hari berupa demam, malaise,
batuk produktif, koriza, sakit kepala, sakit menelan,
nyeri dada, muntah, pegal, atralgia.

Kelainan kulit
Eritem, vesikel, bula berupa lesi kecil satu-satu
atau kelainan luas. Biasanya pertama kali terlihat di
muka, leher, dagu, dan badan. Sering timbul
perdarahan.
Predileksi : area ekstensor tangan dan kaki, muka.
Meluas ke seluruh tubuh.
Pada keadaan lanjut dapat terjadi erosi, ulserasi,
kulit mengelupas.
Pada kasus berat: pengelupasan kulit seluruh tubuh
disertai paronikia dan pelepasan kuku.

Kelainan mukosa
Dapat ditemukan vesikal, bula erosi, ekskoriasi,

perdarahan, dan krusta.


Pada faring dapat terbentuk pseudomembran.
Pada bibir dijumpai krusta kehitaman yang
disertai stomatitis berat.
Dapat juga mengenai traktus respiratorius bagian
atas dan esofagus .

Kelainan mata
Berupa
konjungtivitis
kataralis,
blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak
mata biasanya edema dan sulit dibuka.

Kelainan klinis SSJ biasanya timbul cepat,


dengan keadaan umum yang berat, disertai
demam, dehidrasi, gangguan pernapasan,
muntah, diare, melena, pembesaran kelenjar
getah bening, sampai pada penurunan
kesadaran dan kejang.

Diagnosis :
Anamnesis

dan pemeriksaan fisik ditujukan


terhadap kelainan yang dapat sesuai dengan trias
kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya
dengan faktor penyebab.
Pemeriksaan
lab ditujukan untuk mencari
hubungan dengan faktor penyebab serta untuk
penatalaksanaan secara umum
Pemeriksaan yang rutin dilakukan:
Darah tepi, imunologik, biakan kuman serta uji
resistensi dari darah dan tempat lesi, serta
histopatologik biopsi kulit.

Darah tepi:

Hb, leukosit, trombosit,


eosinofil total, LED.

hitung

jenis,

hitung

Imunologik:

Kadar imunoglobulin (kadar IgM dan IgG dapat


meninggi),
Komplemen (C3 & C4 normal/ sedikit menurun),
Kompleks imun.
Histopatologik:

Nekrosis epidermis sebagian/menyeluruh, edema


intrasel di daerah epidermis, eritrosit yang keluar
dari pembuluh darah dermis superfisial
Imunofluoresen: endapan IgM, IgA, C3, fibrin.

Terapi :
Mengatur keseimbangan cairan/elektrolit

dan nutrisi secara parenteral.


Kortikosteroid parenteral: deksametason
dosis awal 1mg/kgBB bolus, kemudian
selama 3 hari 0,2-0,5mg/kgBB tiap 6 jam,
setelah itu tappering of dan bila mungkin
diganti dengan prednison per oral.
Lesi mulut: obat pencuci mulut dan salep
gliserin. Untuk mengatasi infeksi AB
spektrum luas (gentamisin 5mg/kgBB/hari
IM dalam 2 dosis). Pemberian AB
selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan
uji resistensi.

Lesi kulit: AB topikal, dibersihkan dengan

larutan salin fisiologis atau dikompres


dengan larutan Burrow. Untuk kulit yang
nekrosis debridement.
Lesi mata: AB topikal. Untuk mencegah
sekuele dapat diberikan tetes mata dengan
antiseptik.
Transfusi darah (pada kasus yang disertai
purpura yang luas).

Tinjauan Kasus
IDENTITAS
PASIEN
Nama pasien
: An. R
Umur
: 13 tahun 10 bulan 17
hari
Jenis kelamin
: Pria
Agama : Islam
Suku
: Jawa
Alamat : Jl Bojong Nangka
II Rt 013/08, Pondok Merah

ORANG TUA
Ibu
Nama : Ny.I
Umur
: 38 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku
: Jawa
Alamat : Idem
Ayah
Nama : Tn. E
Umur
: 39 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku
: Jawa
Alamat : Idem

Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama :

Bibir penuh dengan luka


Keluhan Tambahan :

Bercakbercak kemerahan & gelembung-gelembung


kecil pada badan, tangan, kaki dan genitalia, batuk
kering

Riwayat Perjalanan Penyakit


4 hari SMRS, pasien mengeluh bibirnya jontor, timbul
gelembung-gelembung pada bibir, mulut berwarna merah kecoklatan, bibir
terasa bengkak dan nyeri saat membuka mulut. Pasien juga mengatakan
banyak sariawan pada dinding dalam rongga mulut dan pasien mulai
susah untuk makan. Pada tangan kanan atas juga timbul lepuh berwarna
kemerahan. Oleh ibu pasien dibawa ke klinik dan didiagnosa radang
tenggorokan, kemudian diberi antibiotik dan obat penurun panas (ibu lupa
nama obatnya).
3 hari SMRS, di dada pasien mulai timbul gelembung-gelembung
seperti cacar, berukuran kurang dari 1 cm. kulit disekitar gelembung
berwarna kemerahan. Gelembung pada bibir juga mulai pecah, keluar
cairan agak keruh. Pasien juga demam (suhu 39C axilla). Oleh ibu pasien
dibawa keklinik sebelumnya dan didiagnosis cacar air, kemudian obat
ditukar dengan Omestan 500 mg, Intunal-F, Poviral 400mg. Ketika
kembali ke rumah setelah minum obat, pasien merasa dadanya
berdebar-debar.Ibu pasien akhirnya memberikan dosis dari yg
dianjurkan.pasien tidak dapat makan hanya dapat minum.

2 hari SMRS, bercak kemerahan dan gelembung pada tubuh


pasien semakin banyak menyebar ke lengan dan tungkai. Badan
pasien juga masih panas dan timbul banyak lepuh pada lengan dan
tungkai berukuran kurang dari 0,5 cm. oleh ibu pasien dibawa ke klinik
Kesuma Medika dan didiagnosis Varicela Zooster. Pasien kemudian
dirawat inap. Selama di klinik Kesuma pasien diberi Cepo 2x1gr,
betadine kumur 3x1, Hufavit 2x2 sendok, imunos syrp 2x2 sendok,
detol untuk mandi.
Selama dirawat diklinik menurut ibu pasien keadaannya memburuk,
lepuh dan bercak kemerahan di badan, lengan dan tungkai semakin
banyak, gelembung di mulut pecah semua dan keluar cairan berwarna
bening dan juga sedikit darah. Pasien tidak dapat membuka mulut,
tidak dapat makan dan minum, dan semakin lemah, tenggorokan
terasa semakin sakit ketika menelan ludah. Pada penis dan scrotum
pasien juga mulai timbul lepuh, lepuh tersebut kemudian pecah, keluar
sedikit cairan berwarna bening dan darah.Batuk hanya sesekali dan
tidak berdahak, menggigil-, pilek-, mual +, muntah -, BAK&BAB normal.

Karena merasa penanganan di klinik tidak


memuaskan dan keadaan pasien bertambah
buruk (pasien makin lemas, tidak dapat makan,
tidak dapat buka mulut karena luka pada mulut,
bercak kemerahan dan lepuh pada badan, lengan
dan tungkai makin banyak) sehingga ayah pasien
membawa pasien ke RS UKI.
3 minggu sebelumnya pasien rutin
mengkonsumsi obat anti epilepsi (karbamazepin).
Riwayat alergi obat disangkal dan pasien belum
pernah
mengalami
kejadian
seperti
ini
sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami hal yang seperti ini.
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Disangkal oleh ibu pasien.

RIWAYAT KELAHIRAN
Tanggal lahir
Anak ke

: 21 Februari 1996

:1
Tempat bersalin
: RS.Persahabatan
Penolong Persalinan : dokter
Cara persalinan
: Spontan pervaginam
Usia kehamilan
: cukup bulan (38 minggu)
Berat badan lahir : 3300 gram
Panjang badan lahir : 47 cm

RIWAYAT PERKEMBANGAN
Perkembangan Fisik/Motorik

Umur

Gigi pertama

6 bulan

Duduk

7 bulan

Jalan sendiri

16 bulan

Bicara

15 bulan

Membaca

5 tahun

IMUNISASI DASAR
Jenis

BCG

DPT

Polio

Hepatitis
B
Campak

II

III

Ulangan

KESAN : Imunisasi Dasar Wajib (PPI) lengkap sesuai


usia

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran

: Tampak sakit berat (lemas, tidak dapat makan dan minum)


: compos mentis (kontak mata (+), kooperatif)
Tekanan darah
: 110 / 70 mmHg
Frekwensi Nadi
: 100 x/menit (reguler, kuat angkat,isi cukup)
Frekwensi Pernafasan : 20 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu tubuh
: 36,5 O C (aksila)
Berat badan
: 34 kg
Panjang badan
: 150 cm
Status gizi
: Cukup
Kepala
: bulat, normocephali,
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
: konjungtiva palpebra merah mudah, sklera tidak ikterik, pupil
bulat, isokor ditengah, diameter 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga
: Normotia, Lapang, serumen +/+
Hidung
: hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang, sekret -/-, krusta -/-,
vesikel -/-.
Mulut
: mukosa bibir tertutup oleh krusta berwarna coklat kehitaman ,
lidah, tonsil dan faring tidak dapat dinilai karena pasien tidak
dapat membuka mulut.
Leher
: Trakhea ditengah, kelenjar getah bening tidak teraba
membesar

Toraks
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris,
retraksi interkostal (-), tampak eritem, papul
kemerahan, vesikel, dengan berbagai macam ukuran,
krusta
coklat kemerahan
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi
: Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi
: Perut tampak datar, papul, vesikel, eritema dengan
berbagai ukuran.
Auskultasi : Bising usus (+) 9x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium, hepar / lien tidak
teraba membesar.
Perkusi
: hipertimpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik, tampak eritema,
papul, vesikel, bula kemerahan pada lengan & tungkai
Kulit
: tampak papul, vesikel, eritem, bula pada badan,
punggung, lengan dan tungkai.
Genital
: ekskoriasi pada scrotum, diameter < 2 cm

DIAGNOSA KERJA
Steven Johnson Syndrome
DIAGNOSA BANDING
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad Bonam
Ad Fungctionum: Bonam
Ad Sanationum : Dubia ad Bonam

PENATALAKSANAAN
Pengobatan
Rawat inap
O2 nasal 3 lpm
Diet : Cair 1500 kcal
IVFD : RL 600cc/jam selama 4 jam selanjutnya
24 tetes/menit (makro)
mm/ Cortidex 3 X 1 amp (IV)
Paradryl 1 X 1 amp (IV)
Rantin 2 X 1 amp (IV)
Caladin lotion (badan, lengan, tungkai)
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog oral 3x1 (bibir)
Observasi ketat + TTV+ Balance cairan

KAEN 3B

Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI SATUAN

NILAI RUJUKAN

60*

mm/1jam

0 10

Hb

13.0*

g/dL

14.0 16.00

Leukosit

5.40

ribu/ul

5.00 10.00

Eritrosit

4.82

juta/ul

4.50 5.50

Hematokrit

39.3*

40.0 48.0

Trombosit

169.000

ribu/ul

150.0 400.0

MCV

81

fL

82 92

MCH

27.0*

pg

27.0 31.0

MCHC

33

32 36

Basofil

01

Eosinofil

13

Batang

10*

25

Segmen

69

50 70

Limfosit

17*

20 40

Monosit

1*

28

LED

FOLLOW UP PH1 PP4


S : Nyeri pada bibir (tidak dapat membuka mulut), mual, nyeri
epigastrium.
O : Keadaan umum : tampak sakit berat (lemas, tidak dapat
membuka mulut )
Kesadaran : Compos mentis (kontak mata (+), kooperatif)
tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 87 x/menit (ireguler, tidak kuat angkat)
Frekuensi napas: 28 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu : 37,4 oC (axilla)
Kepala : normocephali, distribusi rambut merata, wana
hitam,
tidak mudah dicabut.
Mata
: konjungtiva palpebra merah muda, sklera tidak
ikterik, konjungtiva bulbi : injeksi siliar
dan injeksi konjungtiva
tidak ada.
Hidung : hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang,
sekret
-/-, krusta -/-, vesikel -/-.
Telinga : normotia, lapang/lapang, serumen +/+
Mulut
: mukosa bibir tertutup oleh krusta berwarna
coklat
kehitaman , lidah, tonsil dan faring
tidak dapat dinilai karena
pasien tidak dapat membuka mulut.

Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris,
Retraksi interkostal (-), tampak eritem, papul
kemerahan,
vesikel, krusta dengan berbagai macam
ukuran
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, papul kemerahan, vesikel, eritema.
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium, hepar / lien tidak
teraba membesar.
Perkusi : hipertimpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik, tampak eritema,
papul, vesikel, bula kemerahan pada lengan dan tungkai
Kulit : tampak papul, vesikel, eritem, bula pada badan,
punggung, lengan dan tungkai.
Genital : ekskoriasi pada scrotum, diameter < 2 cm
Glans penis : krusta pada orificium uretra eksternum

A : Steven Johnson Syndrome


P : Diet cair 1500 kcal
IVFD : KAEN 3B 24 tetes/menit (makro)
MM/ :
Cortidex 3 X 1 amp (IV)
Paradryl 1 X 1 amp (IV)
Acran 2 X 1 amp (IV)
Caladin lotion (badan, lengan, tungkai)
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog oral 3x1 (bibir)

FOLLOW UP PH2 PP5


S : mual, muntah (warna ludah kemerahan)
O : Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran
: Compos Mentis (kontak mata +)
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 81 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
Frekuensi napas : 25 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu
: 37,1 oC (axilla)
Kepala
: normocephali, distribusi rambut merata,
wana hitam, tidak mudah dicabut.
Mata
: konjungtiva palpebra merah muda, sklera
tidak ikterik, konjungtiva bulbi : injeksi siliar
dan
injeksi konjungtiva tidak ada
Hidung
: hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang,
sekret -/-, krusta -/-, vesikel -/-.
Mulut
: Bibir tertutup krusta hitam, bengkak +,
tonsil dan faring sulit dinilai.

Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan
simetris, Retraksi interkostal (-), tampak
eritem, papul
kemerahan, vesikel, krusta dengan berbagai macam ukuran
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama
sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, papul kemerahan, vesikel,
eritema.
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium, hepar / lien
tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik,
tampak eritema, papul, vesikel, bula
kemerahan pada
lengan dan tungkai

A : Steven Johnson Syndrome


P : Diet cair 1500 kcal
IVFD : KAEN 3B 24 tetes/menit (makro)
MM/ : Cortidex 3 X 1 amp (IV)
Paradryl 1 X 1 amp (IV)
Acran 2 X 1 amp (IV)
Caladin lotion (badan, lengan,tungkai)
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog oral 3x1 (bibir)

FOLLOW UP PH3 PP6


S : nyeri tenggorokan, tidak bisa buka mulut, mual,
bibir sakit.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran
: Compos Mentis (kontak mata +)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 60 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
Frekuensi napas
: 20 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu
: 36,2 oC (axilla)
Mata
: konjungtiva palpebra merah muda, sklera
tidak ikterik, konjungtiva bulbi : injeksi siliar
dan
injeksi konjungtiva tidak ada
Hidung
: hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang,
sekret -/-, krusta -/-, vesikel -/-.
Telinga
: Normotia, Lapang, serumen +/+
Mulut
: mukosa bibir tertutup krusta warna coklat
hitam, tonsil dan faring sulit dinilai.

Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan
simetris, Retraksi
interkostal (-), tampak eritem, papul kemerahan, vesikel, krusta
dengan berbagai macam ukuran
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, papul kemerahan, vesikel,
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium,
hepar /
teraba membesar.
Perkusi : Timpani

eritema.
lien tidak

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik, tampak


eritema, papul, vesikel, bula kemerahan pada
lengan dan
tungkai.
Genitalia : terdapat krusta pada scrotum

A : Steven Johnson Syndrome


P : Diet cair 1500 kcal
IVFD : KAEN 3B 24 tetes/menit (makro)
MM/ : Cortidex 3 X 1 amp (IV)
Paradryl 1 X 1 amp (IV)
Acran 2 X 1 amp (IV)
Caladin lotion (badan,lengan,tungkai)
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog oral 3x1 (bibir)

FOLLOW UP PH4 PP7

S : nyeri menelan, intake sulit, BAK sakit


O:
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran
: Compos Mentis (kontak mata +)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 64 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
Frekuensi napas : 24 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu
: 36,1 oC (axilla)
Mata
: konjungtiva palpebra merah muda, sklera
tidak ikterik, konjungtiva bulbi : injeksi siliar
dan
injeksi konjungtiva tidak ada
Hidung
: hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang,
sekret -/-, krusta -/-, vesikel -/-.
Telinga
: Normotia, Lapang, serumen +/+
Mulut
: mukosa bibir tertutup krusta warna coklat
hitam, tonsil dan faring sulit dinilai.

Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan
simetris,
Retraksi interkostal (-), tampak eritem,
papul kemerahan, vesikel,
krusta dengan berbagai macam ukuran
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama
sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, papul kemerahan, vesikel,
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium,
hepar /
tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani

eritema.
lien

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik, tampak


eritema, papul, vesikel, bula kemerahan pada
lengan dan
tungkai.
Genitalia : krusta pada skrotum

A : Steven Johnson Syndrome


P : Diet cair 1500 kcal
IVFD : KAEN 3B 24 tetes/menit (makro)
MM/ : Cortidex 3 X 1 amp (IV)
Paradryl 1 X 1 amp (IV)
Acran 2 X 1 amp (IV)
Eritromycin 3x 11/2 cth
Caladin lotion(badan,lengan,tungkai)
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog oral 3x1 (bibir)

FOLLOW UP PH5 PP8

S : nyeri menelan berkurang, mulai membuka mulut, BAK masih


nyeri.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (kontak mata +)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 61 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
Frekuensi napas : 25 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu : 36 oC (axilla)
Mata
: konjungtiva palpebra merah muda, sklera
tidak
ikterik, konjungtiva bulbi : injeksi siliar
dan injeksi konjungtiva tidak
ada
Hidung
: hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang,
sekret
-/-, krusta -/-, vesikel -/-.
Telinga : Normotia, Lapang, serumen +/+
Mulut
: krusta pada mulut mulai terkelupas, mulut
sudah
dapat dibuka

Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan
simetris,
Retraksi interkostal (-), tampak eritem,
papul kemerahan, vesikel,
krusta dengan berbagai macam ukuran
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama
sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, papul kemerahan, vesikel,
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium,
hepar /
tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik,
Krusta mulai mengering.
Genitalia : krusta pada skrotum sudah mengering

eritema.
lien

A : Steven Johnson Syndrome


P : Diet biasa
IVFD : KAEN 3B 24 tetes/menit (makro)
MM/ : Cortidex 3 X 1 amp (IV)
Paradryl 1 X 1 amp (IV)
Acran 2 X 1 amp (IV)
Eritromycin 3x 11/2 cth
Caladin lotion(badan,lengan,tungkai)
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog oral 3x1 (bibir)
Acidum salicil kompres (penis)

FOLLOW UP PH6 PP
S : sudah mulai buka mulut, nafsu makan sudah ada, sakit
kepala.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (kontak mata +)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 60 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
Frekuensi napas : 21 x/menit (reguler, adekuat)
Suhu : 36,3 oC (axilla)
Mata
: konjungtiva palpebra merah muda,
sklera tidak ikterik, konjungtiva bulbi :
injeksi siliar & injeksi
konjungtiva tidak ada
Hidung
: hidung bentuk biasa, cavum nasi lapang,
sekret -/-, krusta -/-, vesikel -/-.
Telinga : Normotia, Lapang, serumen +/+
Mulut
: krusta sudah mengering dan terkelupas

Toraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan
simetris,
Retraksi interkostal (-), tampak eritem,
papul kemerahan, vesikel,
krusta dengan berbagai macam ukuran
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama
sonor
Auskultasi : BND bronkial, ronkhi -/-, wheezing -/Bunyi Jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, papul kemerahan, vesikel,
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan pada epigastrium,
hepar /
tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik,
Krusta sudah mengering.
Genitalia : krusta pada skrotum sudah mengering

eritema.
lien

A : Steven Johnson Syndrome


P : Diet lunak
Aff infus
MM/ : Eritromycin 3x 11/2 cth
Oradexon 3 x 1 tab
Rantin 2 x 1 tab
Celestamin 3 x 1 tab
Caladin lotion
Fucilec cream (lengan, kaki)
Kenalog in oral

ANALISA KASUS
Pasien, seorang anak laki laki umur 14 tahun , BB 34 kg, di
rawat di RSU FK UKI dengan diagnosa Steven Johnson
Syndrome. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik
pada pasien ditemukan anak tampak sakit berat, bibir
penuh luka dan mukosa tertutup oleh krusta coklat
kehitaman sehingga pasien tidak dapat membuka mulut.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap terdapat
LED meningkat, Hb dan Ht menurun, neutrofil batang
meningkat, monosit menurun, dan limfositopenia.
Pada pasien ini dilakukan penatalaksaan berupa
pemberian cairan yang adekuat, kortikosteroid, antibiotik,
dan obat-obatan simtomatis untuk mengobati lesi di kulit.

KESIMPULAN
Diagnosis

Steven
Johnson
Syndrome
ditegakkan
melalui
anamnesis
dan
pemeriksaan fisik yang ditemukan pada
pasien.

Penatalaksanaan

terhadap pasien Steven


Johnson Syndrome yang paling penting
adalah resusitasi cairan dan pemberian
kortikosteroid.

TERIMA KASIH

You might also like