You are on page 1of 30

MAKALAH TASK READING

Renal Cell Ca
OLEH
KELOMPOK 21 :

MUZAYYANATUL HAYAT
QORY FITRAHTUL AQIDAH RAFII
SURYA ASHRYRAHMAN

(013.06.0038)
(013.06.0050)
(013.06.0059)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil diskusi
TASK READING kami ini pada Modul SISTEM UROGENITAL II dengan bahasan
permasalahan RENAL CELL CA.

Dimana dalam penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa Kedokteran


diharapkan mampu untuk memahami isi laporan ini sehingga dapat bermanfaat untuk
kedepannya.
Tidak lupa pula kami mengucapakan banyak terima kasih kepada para dosen yang
menjadi tutor pembimbing kami selama melaksanakan hasil diskusi ini, juga teman-teman
Kelompok 8 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan hasil diskusi
kami ini sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan hasil yang sangat memuaskan.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekuranganyang
terdapat dalam laporan ini sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dalam menyempurnakan laporan ini.

Mataram, 24 April 2015


Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2 TUJUAN.............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN SKENARIO
2.1 PERMASALAHAN............................................................................................
BAB III PENUTUP
4.1 KESIMPULAN .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG
Tumor ginjal merupakan tumor urogenitalis nomer tiga terbanyak setelah tumor prostat
dan tumor kandung kemih. Semakin meluasnya penggunakan ultrasonografi abdomen
sebagai salah satu pemeriksaan screening (penyaring) di berbagai klinik rawat jalan, makin
banyak diketemukan kasus tumor ginjal yang masih dalam stadium awal.
Ginjal terdiri atas parenkim ginjal dan system saluran ginjal, yaitu system pelvikalises.
Kedua bagian ginjal itu bisa terserang tumor jinak maupun tumor ganas, dengan gambaran
klinik dan prognosis yang berbeda-beda.
Tumor ginjal dapat berasal dari tumor primer di ginjal ataupun merupakan tumor
sekunder yang berasal dari metastasis keganasan di tempat lain. Tumor ginjal primer dapat
mengenai parenkim ginjal ataupun mengenai sistem saluran ginjal. Selain tumor ganas,
beberapa tumor jinak dapat mengenai ginjal

1.2.
1.
2.
3.
4.
5.

TUJUAN
Mengetahui apa itu Renal Cell Ca
Mengetahui bagaimana etiologi dari Renal Cell Ca
Mengetahui bagaimana patologi dari Renal Cell Ca
Mengetahui gejala dan tanda klinis Renal Cell Ca
Mengetahui bagaimana pencitraan pada Renal Cell Ca

BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Ginjal
a. Anatomi kasar ginjal
1. Tampilan. Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua,
panjangnya sekitar 12.5 cm dan tebalnya 2.5 cm (kurang lebih sebesar kepalan
tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175 g pada laki-laki dan
115 sampai 155 pada perempuan.
2. Lokasi
a. Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang
berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ
retroperitoneal dan terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum
rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki sebuah kelenjar adrenal di
atasnya.
b. Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal kiri karea ada hati
pada sisi kanan.
3. Jaringan ikat pembungkus. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat.
a. Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal
pada struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.
b. Lemak perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkus fasia ginjal.
Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya.
c. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membrane halus transparan yang langsung
membungkus ginjal dan dapat dengan ,udah dilepas.
b. Struktur internal ginjal
1. Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal
2. Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka apda hilus. Sinus ini
membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter, vena dan arteri
renalis, saraf, dan limfatik.
3. Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut menjadi
dua sampai tiga kaliks mayor, yaitu rongga yang mencapai glandular, bagian
penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks mayor bercabang menjadi beberapa (8
samapai 18) kaliks minor.
4. Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi struktur sinus ginjal.
Jaringan ini terbagi menjadi medulla dalam dan korteks luar.

a. Medulla terdiri dari massa-massa triangular yang disebut piramida ginjal.


Ujung yang sempit dari setiap piramida yaitu papilla, masuk dengan pas
dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus pengumpul urine.
b. Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron yang merupakan
unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak didalam diantara
piramida-piramida medulla yang bersebelahan untuk membentuk kolumna
ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam
duktus pengumpul.
5. Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu
piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan, dan jaringan korteks yang
melapisinya.
c. Struktur nefron. Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan
unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen vascular (kapilar) dan
satu komponen tubular.
1. Glomelurus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epital berdinding
ganda disebut kapsul bowman. Glomelurus dan kapsul bowman bersama-sama
membentuk sebuah korpus ginjal.
a. Lapisan visceral kapsul bowman adalah lapisan internal epithelium. Sel-sel
lapisan visceral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki), yaitu sel-sel
epitel khusus di sekitar kapiler glomerular.
(1) Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapiler glomerular
melalui beberapa prosesus primer panjang yang mengandung prosesus
sekunder yang disebut prosesus kaki atau pedikel (kaki kecil).
(2) Pedikel berinterdigitasi (saling mengunci) dengan prosesus yang sama dari
podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel yang berinterdigitasi
disebut filtration slits (pori-pori dari celah) yang lebarnya sekitar 25nm.
Setiap pori dilapisi selapis membrane tipis yang memungkinkan aliran
beberapa molekul dan menahan aliran molekul lainnya.
(3) Barier filtrasi glomerular adalah barier jaringan yang memisahkan darah
dalam kapiler glomerular dari ruang dan kapsul bowman. Barier ini terdiri
dari endothelium kapiler, membrane dasar (lamina basalis) kapilar, dan
filtration slit.
b. Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal.

(1) Pada kutub vascular korpuskel ginjal, arteriola aferen masuk ke


glomerulus dan arteriol eferen keluar dari glomerulus.
(2) Pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi aliran yang
masuk ke tubulus kontortus proksimal.
2. Tubulus kontortus proksimal panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku.
Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epithelial
kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area
permukaan lumen.
3. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa
henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk lengkunagn jepit yang tajam
(lekukan), dan membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
a. Nefron korteks terletak dibagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan
pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medulla.
b. Nefron jukstamedular terletak didekat medulla. Nefron ini memiliki lekukan
panjang yang menjulur ke dalam piramida medulla.
4. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan
membentuk segmen terakhir nefron.
a. Disepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel
termodifikasi yang disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai
suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.
b. Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung
sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel jukstaglomerular. Sel ini
distimulasi melalui penurunan tekanan darah untuk memproduksi rennin.
c. Macula densa, sel jukstaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja sama
untuk membentuk apparatus juktaglomerular yang penting dalam pengaturan
tekanan darah.
5. Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di
korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus kontortus
distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus.
Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke
dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks
mayor. Dari pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih.

d. Suplai darah
1. Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing
ginjal dan masuk ke hilus melaui cabang anterior dan posterior.
2. Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-arteri interlobaris
yang mengalir diantara piramida-piramida ginjal.
3. Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara korteks
dan medulla.
4. Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan
melewati korteks.
5. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Suatu arteriol aferen membentuk
sekitar 50 kapilar yang membentuk glomerulus.
6. Arteriol eferen meninggalkan setiap glomelurus dan membentuk jarring-jaring
kapilar lain. Kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal
untuk member nutrient pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
direabsorpsi.
a. Arteriol eferen dari glomelurus nefron korteks memasuki jarring-jaring kapilar
peritubular yang mengelilingi tubulus kontortus distal dan proksimal pada
nefron tersebut.
b. Arteriol eferen dari glomelurus pada nefron jukstaglomerular memiliki
perpanjangan pembuluh kapilar panjang yang lurus disebut vasa recta yang
berdesenden ke dalam piramida medulla. Lekukan vasa recta membentuk
lengkungan jepit yang melewati ansa henle. Lengkungan ini memungkinkan
terjadinya pertukaran zat antara ansa henle dan kapilar serta memegang
peranan dalam konsentrasi urine.
7. Kapilar peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan
membentuk vena interlobularis.
8. Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata bermuara ke
dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis.
Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.

B. Histologi Ginjal
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan
simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu
sama lain tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk
ke korteks dan ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang
terdapat pada korteks dan medula ginjal adalah
1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)
dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
b. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus
kontortus distal.

Gambar 4: glomerulus
2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus
yaitu pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus
ekskretorius (duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Gambar 5: medulla ginjal


a. Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya merupakan pelebaran ujung proksimal
saluran keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh
jumbai kapiler (glomerulus) sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang
berdinding ganda. Dinding sebelah luar disebut lapis parietal (pars parietal)

sedangkan dinding dalam disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat
pada jumbai glomerulus. Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman
yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke
dalam tubulus kontortus proksimal.

Gambar 6: glomerulus
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna
yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus
merupakan gulungan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars
viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan
menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal.
Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus
kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang
berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub

ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian
bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk
kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang disebut sel podosit yang
merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat dengan
mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol
yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah
arteriol.

Gambar 7: glomerulus
b. Apartus Yuksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya
menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya
terdapat granula yang mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan
dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular.
Renin (Gb-7) akan mengubah angiotensinogen (suatu peptida yang dihasilkan oleh
hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan diubah menjadi
angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE) (dihasilkan oleh
paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak ginjal)
untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi
natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus
kontortus distal dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II
juga dapat bekerja langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan
reabsopsi natrium, klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga bersifat
vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah.

Sel-sel yuksta glomerular (Gb-6) di sisi luar akan berhimpitan dengan selsel makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang
berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus
tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini sensitif terhadap
perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus kontortus distal.
Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya produksi filtrat
glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam cairan
tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus
kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai
osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar
mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama
membentuk aparatus yuksta-glomerular.
Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen
glomerulus terdapat kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel
mesangial ekstraglomerular atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi
sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma
umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula
densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah
glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan
sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini
menghasilkan hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang
sintesa sel-sel darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.

3. Tubulus Ginjal (Nefron)

Gambar 8: nefron

Gambar 9: histologi ginjal


1. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran
yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh
selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan
biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili
(kemerahan). Permukaan sel yang menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush
border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85
persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino
dan protein seperti bikarbonat, akan diresorpsi.

2. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens),
bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal
turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan
segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis
ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya
sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga
sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong. Ansa henle
terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan atau
mengencerkan urin.
3. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh
selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus
kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan.
Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen
tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini
juga berperan dalam pemekatan urin.
4. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus
kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan
lebih pucat. Duktus koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang
lebih ke tengah beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih
besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini (Gb-10) disebut duktus papilaris
(Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil
tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah
menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang
dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang
menjorok masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid
ginjal yang disebut (Gb-11) sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga
jaringan medula yang menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkasberkas yang disebut prosessus Ferreini.

C. Renal Cell Ca
Renal Cell Ca adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus
proksimal ginjal. Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai : tumor Grawitz,
Hipernefroma, Karsinoma sel ginjal, Adenokarsinoma ginjal atau Internist tumor.
Tumor ini merupakan 3% dari seluruh keganasan pada orang dewasa. Karsinoma
sel ginjal menyebabkan sekitar 90-95% neoplasma ganas yang berasal dari ginjal.
Gambaran yang penting adalah resistensi terhadap obat sitotoksik, jarang berespons
terhadap pengubahan respons biologic (biologic response modifier) misalnya interleukin
(IL) 2, dan perjalanan penyakit untuk bervariasi pada pasien dengan tumor yang telah
bermetastasis, termasuk adanya laporan-laporan subyektif mengenai regresi spontan.
Penemuan kasus baru meningkat setelah ditemukannya alat bantu diagnosis USG dan CT
scan. Angka kejadian pada pria lebih lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan
2 : 1. Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40
tahun), tetapi dapat pula menyerag usia yang lebih muda. Kejadian tumor pada kedua sisi
(bilateral) terdapat pada 2% kasus.
Epidemiologi
Insiden karsinoma sel ginjal di Amerika Serikat terus meningkat dan kini
mencapai hampir 51.000 kasus per-tahun dan menyebabkan 13.000 kematian. Rasio pria
terhadap wanita adalah 2:1. Insiden memuncak antara usia 50 dan 70, meskipun
keganasan ini dapat didiagnosis pada semua usia. Banyak faktor lingkungan telah diteliti
sebagai faktor yang ikut berperan; keterkaitan tertinggi adalah dengan merokok
(berkaitan dengan 20-30% kasus). Resiko juga meningkat pada pasien yang mengidap
kelainan ginjal kistik yang berkaitan dengan penyakit ginjal stadium akhir, dan mereka
yang mengidap sklerosis tuberose. Sebagian besar kasus bersifat sporadic, meskipun
pernah juga melaporkan kasus-kasus familial. Salah satunya berkaitan dengan sindrom
von Hippel Lindau (VHL), yang merupakan predisposisi terbentuknya karsinoma sel
ginjal, hemangiona serta feokromositoma. Sekitar 35% orang dengan sindrom VHL
mengalami kanker sel ginjal. Peningkatan insiden juga dijumpai pada keberatan drajat
satu.
Etiologi

Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya adenokarsinoma ginjal,


tetapi hingga saat ini belum ditemukan agen yang spesifik

sebagai penyebabnya.

Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker ginjal.
Semakin lama merokok, dan semakin muda seseorang mulai merokok semakin besar
kemungkinan menderita kanker ginjal. Selain merokok, obesitas jga merupakan faktor
resiko terkuat. Hipertensi dan riwayat penyakit keluarga juga termasuk faktor resiko.
Meskipun belum ada bukti yang kuat, diduga kejadian kanker ginjal berhubungan dengan
konsumsi kopi, obat-obatan jenis analgetika, dan pemberian estrogen.
Patologi dan Genetika
Neoplasia sel ginjal merupakan suatu kelompok tumor heterogen dengan
gambaran histopatologik, genetic, dan klinis yang bervariasi dari tumor jinak hingga
keganasan derajat tinggi.

KLASIFIKASI NEOPLASMA EPITEL YANG BERASAL DARI GINJAL


Jenis Karsinoma
Sel jernih
Papilaris
Kromofobik
Onkositik
Duktus koligentes

Pola Pertumbuhan
Asiner atau
sarkomatoid
Papilaris atau
sarkomatoid
Solid, tubular atau

Sel Asal

Sitogenetika

Tubulus Proksimal

3p-

Tubulus Proksimal

+7, +17, -Y

Duktus koligentes

sarkomatoid
Sarang-sarang

korteks
Duktus koligentes

tumor
Papilaris atau

korteks
Duktus koligentes

sarkomatoid

korteks

Hipodiploid
Tidak diketahui
Tidak diketahui

Neoplasma ini diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan morfologi dan histologi.


Kategori-kategorinya adalah karsinoma sel jernih (clear cell carcinoma) (60% kasus),
tumor papilaris (5-10%), tumor kromofobik (5-10%), onkositoma (5-10%), dan tumor
duktus koligentes atau Bellini (<1%). Tumor papilaris cenderung bilateral dan multifokal.
Tumor kromofobik memperlihatkan perjalanan penyakit yang lebih indolen, dan
onkositoma dianggap sebagai tumor jinak. Sebaliknya, karsinoma duktus Bellini, yang

diperkirakan berasal dari duktus koligentes di dalam medulla ginjal, sangat jarang tetapi
sangat agresif. Tumor-tumor ini cenderung menyerang pasien berusia lebih muda.
Tumor sel jernih, yaitu histopatologi yang dominan, ditentukan pada >80% pasien
yang mengalami metastasis. Tumor sel jernih berasal dari sel epitel tubulus proksimal dan
biasanya memperlihatkan delesi kromosom 3p. delesi 3p21-26 (tempat gen VHL berada)
terindetifikasi pada pasien dengan tumor familiar maupun tumor spontan. Gen VHL
menyadi suatu protein penekan tumor yang berperan dalam mengatur transkripsi factor
pertumbuhan endotel vascular (vascular endothelial growth

factor, VEGF), factor

pertumbuhan dari trombosit (platelet-derived growth factor, PDGF,), dan sejumlah


protein yang dapat diinduksi oleh keadaan hipoksia. Inaktivasi gen VHL menyebabkan
ekspresi berbagai agonis reseptor VEGF dan PDGF yang berlebihan, sehingga
mendorong angiogenesis dan pertumbuhan tumor. Obat-obat yang menghambat aktivasi
factor pertumbuhan proangiogenik memperlihatkan efek antitumor.
Tumor ini berasal dari tubulus proksimal ginjal yang mula-mula berada di dalam
korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Beberapa jenis tumor bisa berasal dari
tubulus distalis maupun duktus koligentes. Biasanya tumor ini disertai dengan
pseudokapsul yang terdiri atas parenkim ginjal yang tertekan oleh jaringan tumor dan
jaringan fibrosa. Tidak jarang ditemukan kista yang berasal dari tumor yang mengalami
nekrosis dan diresorbsi. Fasia Gerota merupakan barier yang menahan penyebaran tumor
ke organ sekitarnya.
Pada irisan tampak berwarna kuning sampai orange. Sedangkan pada gambaran
histopatologik terdapat berbagai jenis, yakni clear cell, granular, sarkomatoid, papiler,
dan bentuk campuran.
Karsinoma sel ginjal papilaris. Tumor ini membentuk 10% sampai 15% dari
semua kanker ginjal. Seperti diisyaratkan oleh namanya, tumor ini memperlihatkan pola
pertumbuhan papilar. Tumor ini sering multifocal dan bilateral serta muncul sebagai
tumor stadium awal. Seperti karsinoma sel jernih, tumor ini terdapat dalam bentuk
familial dan sporadic, tetapi kanker ginjal papilaris tidak memperlihatkan kelainan di
kromosom 3. Penyebab pada kasus kanker sel papilaris adalah protoonkogen MET yang
terletak di kromosom 7q31. Gen MET adlah suatu reseptor tirosin kinase untuk factor
pertumbuhan hepatosit ( juga disebut scatter factor). Yang tampaknya memicu
pertumbuhan abnormal precursor sel epitel tubulus proksimal pada karsinoma papilaris

adalah kelebihan gen MET akibat penambahan dua sampai tiga kali lipat dikromosom 7.
Sesuai dengan hal ini, pada kasus familiar sering ditemukan trisomi kromosom 7. Pada
pasien tersebut, selain terdapat kelebihan juga terjadi mutasi yang menyebabkan
pengaktifan gen MET. Sebliknya, pada kasus sporadic terdapat trisomi kromosom 7,
tetapi tidak terjadi pada mutasi pada gen MET. Kasus sporadic juga memperlihatkan
trisomi kromosom 16 dan 17 serta hilangnya kromosom Y. tidak ada onkogen spesifik
yang dilaporkan berkaitan dengan kromosom ini.
Karsinoma ginjal kromofob. Karsinoma tersebut adalah jenis yang paling jarang,
membentuk 5% dari semua karsinoma sel ginjal. Tumor ini bersal dari duktus koligentes
korteks atau sel diantaranya. Nama tumor ini berasal dari kenyataan bahwa sel berwarna
lebih gelap (yaitu kurag jelas) dibandingkan dengan sel dikarsinoma sel jernih. Tumor ini
bersifat unik karena memperlihatkan hilangnya beberapa kromosom secara keseluruhan,
termasuk kromosom 1,2,6,10,13,17, dan 21.

Oleh karena itu, critical hit (mutasi

penentu) belum diketahui pasti. Secara umum, kanker ginjal kromosom memiliki
prognosis baik.
Stadium
Robson membagi derajat invasi adenokarsinoma ginjal dalam 4 stadium seperti
terlihat pada gambar 15-4. Stadium ini didasarkan pada ukuran tumor, penyebaran dan
luas penyebaran.

Gambar : stadium kanker ginjal


1. Stadium I. Stadium ini adalah awal dari kanker ginjal. Tumornya berukuran 2.75 inci
(7 cm) atau tidak lebih besar dari sebuah bola tenis. Sel-sel kanker ditemukan hanya
berada di ginjal.
2. Stadium II. Stadium ini merupakan awal dari kanker ginjal namun tumor sudah
berukuran lebih dari 2.75 inci. Sel-sel kanker ditemukan hanya di ginjal.
3. Stadium III. Pada stadium ini, tumor tidak meluas di luar ginjal, tetapi sel-sel kanker
telah menyebar melalui system getah bening ke suatu simpul getah bening yang
berdekatanatau menyebar dari ginjal ke suatu pembuluh darah besar yang berdekatan.
Tumor ini juga menyerang kelenjar adrenal atau lapisan-lapisan dari lemak dan
menyebar diluar jaringan berserabut.
4. Stadium IV. Pada stadium ini, tumor meluas di luar jaringan berserabut yang
mengelilingi ginjal. Sel-sel kanker ditemukan pada lebih dari satu simpul getah
bening yang berdekatan atau kanker telah menyebar ke tempat-tempat lain di dalam
tubuh, seperti paru-paru.

Tumor, Nodule, Metastasis (TNM).


Klasifikasi dibuat oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC), hal terpenting dari
system TNM adalah dapat secara jelas membedakan secara individu dengan penyakit
pada nodus local, dalamAJCC, stadium 3A adalah sama dengan metastasis limfonodi
local (3B), angka ketahanan hidupnya sama prognosis pasien dengan stadium 3A sama
dengan stadium 1 dan 2.

TX
T0
T1
T2
T3

Tumor (T)
Tumor primer tak dapat dinilai.
Tak tampak fakta-fakta tumor primernya.
Tumor 7 cm atau lebih kecil, terbatas pada ginjal.
Tumor lebih dari 7 cm terbatas pada ginjal.
Tumor pada vena besar atau invasi keglandula

T3 a

adrenal atau perinefron tak melebihi fascia gerota.


Tumor invasi keglandula adrenal atau jaringan

T3 b
T3 c
T4

perinefron tapi tak melebihi fascia gerota.


Tumor invasi ke vena renalis atau vena kava.
Tumor masuk vena ginjal atau vena renalis.
Tumor invasi melewati fascia gerota.

NX
N0
N1
N2

Limfonodi Regional (N)


Limfonodi regional tak dapat dinilai
Tak ada metastasis ke limfonodi regional
Metastasis pada 1 limfonodi regional
Metastasis pada > 1 limfonodi regional

MX
M0
M1

Metastasi jauh ( M )
Metastasis jauh tak dapat dinilai
Tak ada metastasi jauh
Metastasis jauh.

Stadium
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV

T1 N0 M0
T2 N0 M0
T1-2, N1M0 atau T3a-c, N0-1,M0
T4 atau T, N2, M0 atau T, N, M1

Gejala dan tanda klinis


Didapatkan ketiga tanda trias klasik (trias Grawitz) berupa : nyeri pinggang,
hematuria, dan masaa pada pinggang merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut.
Nyeri terjadi akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran urine, atau masa
tumor yang menyebabkan peregangan kapsula fibrosa ginjal. Hematuri, darah di urine,
disebabkan oleh pertumbuhan lanjut ke dalam piala ginjal, diikuti oleh perdarahan dari
tumor. Terkadang darah di dalam piala ginjal membeku, kemudian darah beku ini disertai
serangan kolik (remas) yang ditandai oleh kejang nyeri hebat, didesak ke bawah melalui
saluran kemih. Saluran kemih bereaksi atas darah beku seakan-akan berupa batu ginjal.
Jika sesudah suatu kolik, tidak keluar batu bersama air kemih, maka mungkin kanker sel
ginjal lah biang keladinya. Atau pada pemeriksaan urine mungkin ditemukan sel-sel
darah, tanpa ada perdarahan. Jika teraba adanya bengkak (tanda Grawitz ketiga), maka
bengkaknya sudah sangat besar. Terkadang keluhan pertama, benar-benar keluahan
umum seperti lemah, lesu, capai atau penurunan berat badan. Atau bias juga keluhan
pertama disebabkan oleh metastasis di paru, hati, kulit, tulang atau otak, yang mungkin
berupa tumor paru tunggal atau tulang patah secara spontan oleh suatu metastasis tulang
tunggal. Terkadang ada demam tanpa tanda lain yang dapat ditunjukkan, atau ada
kecepatan endapan darah yang terlalu tinggi atau tekanan darah tinggi, semua ini adalah
gejala yang sangat jarang terjadi pada jenis kanker lain. Jadi, ada banyak gejala yang
pada umumnya tidak ada hubungannya dengan kanker, tetapi dapat muncul pada kanker
sel ginjal.
Hipertensi yang mungkin disebabkan karena : oklusi vaskuler akibat penekanan
oleh tumor, terjadinya A-V (arteri-venous) shunting pada massa tumor, atau hasil
produksi substansi pressor oleh tumor.
Anemia karena terjadinya perdarahan intra tumoral.
Varikokel akut yang tidak mengecil dengan posisi tidur. Varikokel ini terjadi
akibat obstruksi vena spermatika interna karena terdesak oleh tumor ginjal atau tersumbat
oleh thrombus sel-sel tumor.
Polisitemia mengenai 5% hingga 10% pasien dengan penyakit ini. Kelainan ini
terjadi akibat dikeluarkannya eritropoietin oleh tumor ginjal.
Kadang-kadang didapatkan sindroma parenoplastik, yang terdiri atas : (1)
sindroma staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya dengan metastasis
pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area pada liver), (2) hiperkalsemia

(terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat peningkatan produksi
eritropoitin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat meningkatnya kadar rennin.
GEJALA DAN TANDA PADA PASIEN DENGAN KANKER SEL
GINJAL
Gejala atau Tanda Awal
Insiden, %
Trias klasik: hematuria, nyeri pinggang, massa di 10-20
pinggang
Hematuria
Nyeri pinggang
Teraba massa
Penurunan berat
Anemia
Demam
Hipertensi
Gangguan fungsi hati
Hiperkalsemia
Eritrositosis
Neuromiopati
Amiloidosis
Peningkatan laju endap darah

40
40
25
33
33
20
20
15
5
3
3
2
55

Pencitraan
Dengan meluasnya pemakaian ultrasonografi dan CT scan, kanker ginjal dapat
ditemukan dalam keadaan stadium yang lebih awal. Pemeriksaan IVU biasanya
dikerjakan atas indikasi adanya hematuria, tetapi jika diduga ada massa pada ginjal
pemeriksaan dilanjutkan dengan CT scan atau MRI (Gambar 15-5). Dalam hal ini USG
hanya dapat menerangkan bahwa ada massa solid atau kistik.
CT scan merupakan pemeriksaan pencitraan yang dipilih pada karsinoma ginjal.
Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi dalam mengetahui adanya
penyebab tumor pada vena renalis, vena cava, ekstensi perirenal, dan metastasis pada
kelenjar limfe retroperitoneal. MRI dapat mengungkapkan adanya invasi tumor pada
vena renalis dan vena cava tanpa membutuhkan kontras, tetapi kelemahannya adalah
kurang sensitive mengenai lesi solid yang berukuran kurang dari 3 cm.
Sebelum pemakaian CT scan dan MRI berkembang luas, arteriografi selektif
merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis karsinoma ginjal. Gambaran klasik
arteriogram pada karsinoma ini adalah : neovaskularisasi, fistulae arterio-venus, pooling

bahan kontras, dan aksentuasi pembuluh darah pada kapsul ginjal. Pemebrian infuse
adrenalin menyebabkan konstriksi pembuluh darah normal tanpa diikuti konstriksi
pembuluh darah tumor
Terapi
Manajemen standar untuk tumor stadium I atau II dan beberapa kasus stadium III
adalah nefrektomi radikal. Nefrektomi. Tumor

yang masih dalam stadium dini

dilakukan nefrektomi radikal, yaitu mengangkat en bloc fasia Gerota dan isinya,
termasuk ginjal, kelenjar adrenal ipsilateral, dan kelenjar hilus sekitar.. Tindakan ini
merupakan terapi baku emas (golden standard) bagi tumor Grawitz stadium awal. Pada
tumor yang terletak di kutub atas ginjal, dianjurkan untuk mengangkat kelenjar adrenal.
Nefrektomi bisa dilakukan melalui operasi terbuka ataupun laparoskopi.
Pada beberapa kasus masih mungkin dilakukan pengangkatan tumor dan sebagian
dari ginjal, dengan menyisakan ginjal yang masih sehat (nephron sparring). Tindakan ini
dikerjakan pada 1) tumor yang mengenani ginjal tunggal, 2) tumor multifocal dan
bilateral, terutama pada pasien sindroma von Hipple Lindau, untuk mencegah terjadinya
terapi penggantian ginjal (renal replacement), dan 3) stadium T1 dengan ginjal sisi
kolateralnya normal, kecuali kalau tumor dekat dengan system pelvikalises ginjal.
Beberapa kasus yang sudah dalam stadium lanjut tetapi masih mungkin untuk
dilakukan operasi, masih dianjurkan untuk dilakuakn nefrektomi paliatif. Tindakan
nefrektomi ini sering didahului dengan embolisasi arteri renalis yang bertujuan untuk
memudahkan operasi. Nefrektomi paliatif sering kali diindikasikan untuk mengatasi
keluhan akibat tumor (nyeri atau hematuria).
Control berkala pasca bedah dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan
munculnya kekambuhan. Angka kekambuhannya adalah 7& pada tumor stadium
T1N0M0, 20% pada T2N0M0, dan 40% stadium T3N0M0. Terutama pada nefrektomi
parsial, perhatian utama ditujukan pada sisa ginjal yang ditinggalkan. kontrol keadaan
klinis dilakukan setiap 6 bulan, dan pemeriksaan foto CT scan abdomen dan dada setiap
tahun hingga 3-10 tahun.
Embolisasi. Tindakan ini diindikasikan pada pasien yang mengeluh hematuria,
yang karena keadaanya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan.
Hormonal. Penggunaan terapi hormonal belum banyak diketahui hasilnya.
Preparat yang dipakai adalah hormone progesterone. Dari berbagai literature disebutkan
bahwa pemberian preparat hormone tidak banyak member manfaat.

Imunoterapi. Pemberian imunoterapi dengan memakai

interferon atau

dikombinasikan dengan interleukin saat ini sedang dicoba di Negara maju. Karena
harganya sangat mahal dan hasil terapi dengan obat-obatan imunoterapi masih belum
jelas, maka pemakaian obat ini masih sangat terbatas.
Radiasi ekstrerna. Radiasi eksterna tidak banyak memberikan manfaat pada
adenokarsinoma ginjal karena tumor ini adalah tumor yang radioresisten.
Inhibitor angiogenesis. Sebagian besar RCC menunjukkan peningkatan
angiogenesis, sehingga memungkinkan untuk pemberian terapi ini. Melaui reseptor
permukaan sel, yakni vaskular endhotelial growth factor (VEGF) , adalah faktor yang
menginvasi enzim Phospatidil Inositol (PI3) kinase, yang merupakan salah satu dari 3
reseptor Tyrosine kinase pada transduksi signal intraseluler. Beberapa obat tersebut yang
banyak beredar dipasaran, di antaranya sorafenib, sunitinib, bevacizunab, dan pazopanib.
Juga telah tersedia obat yang berfungsi sebagai inhibitor mTOR (mammalian targeting of
rapamycin), yaitu temsirolimus dan everolimus. Golongan obat targeting tersebut
menunjukkan respon yang lebih baik dari pada pemberian interferon.
Penyakit tahap lanjut pembedahan tidak banyak berperan pada pasien dengan
tumor metastatic. Namun, usia harapan hidup dapat meningkat pada pasien yang kambuh
setelah nefrektomi ditempat terbatas yang kemudian dapat diangkat. Salah satu indikasi
nefrektomi terhadap pasien yang sudah mengalami metastatic saat datang adalah untuk
menghilangkat nyeri atau pendarahan tumor primer. Nefrektomi sitoreduktif sebelum
terapi systemic meningkatkan harapan hidup pada beberapa pasien dengan tumor stadium
4.
Karsinoma sel ginjal metastatic sangat refrektrakter terhadap kemo terapi dan
hanya terkadang berespon terhadapa pemberian sitokin IL-2 atau IFN-Alfa dan IL-2
menyebabkan refresif pada 10-20% pasien, tetapi respon ini kadang bertahan lama. IL-2
telah disetujui berdasarkan pengamatan adanya remisi komplit berkepanjangan pada
sejumlah kasus.
Situasi berubah secara drastic ketika 2 uji tercak bersekala besar memastikan
peran terapi antiangiogenik pada penyakit ini seperti diperkirakan oleh study-study
genitik. Uji-uji klinis ini secara terpisah mengevaluasi segala obat anti angiogenik oral,
soravenif dan sunitini yang menghambat pembentukan sinyal reseptor tirosin kinase
melalui reseptor FEGF dan PDGF. Kedua memperlihatkan manfaat sebagai terapi lini

kedua setelah perkembangan selama terapi sitokin, sehingga kedua telah disetuji oleh
badan-badan pengawas untuk mengawasi karsinoma sel ginjal stadium lanjut. Suatu uji
fase ketiga yang membandingkan sinitidif terhadap IFN-alfa memperlihatkan efektivitas
sunitidi lebih baik dengan profil keamanan yang dapat diterima. Uji klinis ini
menyebabkan perubahan terapi lini pertama standar dari IFN kesunitidi. Sunitidi biasanya
diberikan peroral dengan dosis 50 ml/hari selama 4 dari 6 minggu. Toksisitas utama
adalah diare. Sorapeni biasanya diberikan peroral dengan dosis 400 mg 2x sehari. Selain
diare toksisitas lain adalah ruang, rasa lelah, dan sindrom tangen kaki. Temsirolimos
suatu inhibitor mamalia target of rapamicim (mTOR), juga diperlihatkan aktivitas pada
pasien yang sudah diobati dosis lazim adalah 25 mg IV perminggu.
Karsinoma sel ginjal dengan metastatis memiliki prognosis bervariasi. Dalam
suatu analisis tanpa riwayat nefrektomi KPS kurang dari 80 hemoglobin rendah kalsium
yang tinggi setelah dikoreksi, dan laktak dehydrogenase yang abnormal menunjukkan
prognosisyang buruk.pasien dengan factor resiko 0 satu atau 2 dan 3 masing-masing
memperlihatkan media harapan hidup selama 24, 12, dan 5 bulan. Tumor jenis ini dapat
memperlihatkan gejala klinis yang tidak dapat diperlihatkan dan berkepanjangan.
Sebelum mempertimbangkan pemberian tera[I sistemik, ada baiknya perkembangan
penyakit dicatat terlebih dahulu.
Prognosis
Prognosis untuk carcinoma ginjal secara garis besar di pengaruhi oleh beberapa
factor termaksud ukuran tumor, derajat infasi dan metatastis, tipe histology, dan derajat
nukleat. Untuk carcinoma sel renal metastase factor yang mempengaruhi rendahnya
Prognosis adalah rendahnya carnov performens steterscor (jalur standar untuk melihat
fungsional pasien terhadap kanker), rendahnya level hemoglobin tingginya serum lactase
dehidrogenase dan tingginya serum calcium. Untuk kasus non metatastik aleibovich
scoring algorithm dapat digunakan untuk memprediksi progresif pasca operasi.
Sel carcinoma ginjal adalah salah satu dari cancer yang paling kuat yang
berasosiasi dengan sindrom paraneuplastik yang berhubungan dengan produksi hormone
oktopik dari tumor tersebut. Penatalaksaan pada aresisi secara umum sedikit dalam
penatalaksanaan cancer.
Untuk tumor yang muncul kembali pasca operasi setelah operasi buruk.
Carcinoma sel ginjal secara umum tidak merespon pengobatan dengan cara kemoterapi

atau radiasi. Imono terapi menjanjikan melawan sel canker pada tubuh. Percobaan
terakhir pada agen terbaru menghasilkan rata-rata sekitar 11-12%. Pengobatan terbaru
dengan menggunakan tiroksinkinase inhibitor termaksud nexsavar, pazopaniph, dan
rapamisin menunjukan peningkatan proknosis yang menjanjikan untuk melawan sel
cancer carcinoma ginjal.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus
proksimal ginjal. Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai tumor Grawitz, hipernefroma,
karsinoma sel ginjal, atau internist tumor. Angka kejadian pada pria lebih banyak daripada
wanita dengan perbandingan 2 : 1. Banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya
adenokarsinoma ginjal. Tetapi hingga saat ini belum ditemukan agen yang spesifik sebagai

penyebabnya. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker
ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Moore L Keith, Anne M. (2003). Anatomi klinis Dasar.Jakarta: Hipocrates


Sloane Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Jong Wim de. 2005. Kanker apakah itu?. Jakarta : Arcan
Purnomo Basuki P. 2012. Dasar-dasar urologi. Malang : Universitas Brawijaya
Robbins, Cotran. Dkk 2013. Buku Ajar Patologi Volume 2 (Edisi Ketujuh). Jakarta: EGC.
Harrison. 2013. Nefrologi dan Gangguan Asam-Basa. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat, De Jong. (2012). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Rini, Brian I; Campbell, Steven C; Escudier, Bernard. 2009. Renal Cell Carcinoma.

The Lancet 373 (9696): 1119.


9. Motzer, R. J.; Bacik, J; Schwartz, LH; Reuter, V; Russo, P; Marion, S; Mazamdar, M.
2003. Prognostic Factors for Survival in Previously Treated Patients with Metastatic
Renal Cell Carsinoma. Journal of Clinical Oncology 22 (3): 454-63.
10. Motzer, RJ; Mazumdar, M; Bacik, J; Berg, W; Amsterdam, A; Ferrara, J (1999).
"Survival and prognostic stratification of 670 patients with advanced renal cell
carcinoma". Journal of clinical oncology : official journal of the American Society of
Clinical Oncology 17 (8): 253040. PMID 10561319.
11. Leibovich, Bradley C.; Blute, Michael L.; Cheville, John C.; Lohse, Christine M.; Frank,
Igor; Kwon, Eugene D.; Weaver, Amy L.; Parker, Alexander S.; Zincke, Horst (2003).
"Prediction of progression after radical nephrectomy for patients with clear cell renal cell
carcinoma". Cancer 97 (7): 166371.
12. Oosterwijk-Wakka, Jeannette C.; Kats-Ugurlu, Grsah; Leenders, William P.J.;
Kiemeney, Lambertus A.L.M.; Old, Lloyd J.; Mulders, Peter F.A.; Oosterwijk, Egbert
(2011). "Effect of tyrosine kinase inhibitor treatment of renal cell carcinoma on the
accumulation of carbonic anhydrase IX-specific chimeric monoclonal antibody cG250".
BJU International 107 (1): 11825.

You might also like