You are on page 1of 15

FOBIA (F40)

I.

PENDAHULUAN
Gangguan fobia merupakan yang paling sering terjadi pada gangguan psikiatri. Onset

terjadinya fobia biasanya dimulai pada masa kanak-kanak hingga remaja dan dialami secara
kronik. Gangguan fobia dapat menjadi lebih buruk karena ketidakseimbangan antara kecemasan
dengan lingkungan atau pengalaman tertentu. Contohnya pada trauma emosional yang disertai
dengan pengalaman seperti mengendarai mobil atau berbicara di depan umum dapat
menghasilkan fobia1.
Fobia adalah kecemasan luar biasa, yang terus menerus dan tidak realistis, sebagai respon
terhadap keadaan eksternal tertentu. Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa
memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. Penderita menyadari
bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena mereka sadar bahwa kecemasan
yang timbul adalah kelebihan dan karena itu mereka sadar bahwa memiliki masalah1.

II.

DEFINISI FOBIA
Fobia adalah rasa takut yang kuat dan menetap serta tidak sesuai dengan stimulus, tidak

rasional bahkan bagi penderita sendiri, yang menyebabkan penghindaran objek maupun situasi
yang ditakuti tersebut. Apabila cukup menimbulkan penderitaan dan ketidakmampuan maka
disebut sebagai gangguan fobia. Rasa takut yang umum, ringan, sering muncul, tetapi bersifat
sementara (misal, takut pada kegelapan, ketinggian, ular) tidak didiagnosis sebagai fobia. Fobia
dapat menjadi lebih parah dan dapat berkurang hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun
walaupun dapat menghilang secara tiba-tiba. Akan tetapi, pada kasus berat, fobia dapat berlanjut
terus hingga puluhan tahun dan secara perlahan berubah menjadi gangguan depresi. Rasa takut
pada fobia dapat menyeluruh pada tahap perkembangannya (misal, takut pada toko,
digeneralisasikan dengan takut pada jalan di depan toko, kemudian digeneralisasi lagi menjadi
takut pada seluruh areal perbelanjaan).2
1

Fobia juga didefinisikan timbulnya rasa kecemasan yang berlebihan ketika seseorang
terpapar oleh situasi spesifik atau objek atau ketika berusaha mengantisipasi paparan situasi
maupun objek. Derajat tingkat penghindaran membantu dalam menentukan tingkat beratnya
gangguan. Gangguan fobia menjadi 3 kelompok utama yaitu fobia spesifik, agrofobia, dan social
fobia. DSM-IV-TR menekankan bahwa kemungkinan serangan panik dapat dan sering terjadi
pada pasien dengan fobia spesifik dan fobia social, tetapi serangan panic diperkirakan mungkin
terjadi pada serangan pertama. Kebanyakan serangan panik tidak beragam terhadap paparan
stimulus fobia atau antisipasi pada orang yang punya kemungkinan untuk itu. Seseorang dengan
fobia didefinisikan sebagai terhadap mereka yang menghindari stimulus fobia, beberapa diantara
mereka memiliki masalah besar untuk menghindari situasi yang menyebabkan kecemasan.
Disamping itu untuk menghindari stresor dari stimulus fobia, banyak orang fobia memiliki
gangguan substance-related, terutama seperti penggunaan alcohol. Lebih lanjut, diperkirakan 1
dari 3 pasien social fobia memiliki gangguan depresi mayor.3,4

III.

EPIDEMIOLOGI
1. Statistik United states5
The National Comorbidity Survey melaporkan prevalensi gangguan fobia :

Fobia sosial - 13.3% (4.5%)

Fobia spesifik - 11.3% (5.5%)

Agoraphobia - 6.7% (2.3%)

Menurut DSM-5, rerata prevalensi fobia sosial pada United States sekitar 7%, dan
fobia spesifik sekitar 7-9%.
2. Statistik Internasional
Gangguan kecemasan sosial tampaknya kurang umum di sebagian besar dunia
daripada di Amerika Serikat , dengan perkiraan prevalensi pada kisaran 0,5-2,0 % ;
2

Prevalensi median di Eropa adalah 2,3 % . Estimasi prevalensi untuk fobia spesifik di
negara-negara Eropa yang dekat dengan orang-orang di Amerika Serikat ( ~ 6 % ) ,
tetapi umumnya lebih rendah di negara - negara Asia , Afrika , dan Amerika Latin ( 24%).
3. Demografi berkaitan dengan usia
Gangguan kecemasan sosial memiliki usia dini onset : pada usia 11 tahun sekitar 50%
dari individu yang memiliki diagnosis dan pada usia 20 tahun sekitar 80 % . Perkiraan
prevalensi untuk gangguan kecemasan sosial pada anak dan remaja dapat
dibandingkan dengan pada orang dewasa . Prevalensi menurun dengan bertambahnya
umur ; prevalensi untuk orang dewasa adalah pada kisaran 2-5 % .
Secara umum, fobia spesifik muncul lebih awal dari salah satu gangguan kecemasan
sosial. Kebanyakan fobia tersebut berkembang selama masa kanak-kanak dan
akhirnya menghilang . Estimasi prevalensi fobia spesifik adalah sekitar 5 % pada
anak-anak muda dan 16 % pada anak usia 13-17 tahun . Prevalensi ini lebih rendah
( 3-5 % ) pada individu yang lebih tua , mungkin mencerminkan penurunan
keparahan ke tingkat subklinis . Usia onset fobia spesifik bervariasi sesuai dengan
jenis

fobia.

4. Demografi yang berhubungan dengan seks


Gangguan fobia tampaknya memiliki insiden yang lebih tinggi di kalangan
perempuan. Tingginya bunga gangguan kecemasan sosial ditemukan pada wanita
pada populasi umum ( dengan rasio perempuan-ke - laki-laki mulai dari 1,5:1 sampai
2.2:1 ) , dan perbedaan gender dalam prevalensi lebih jelas pada remaja dan dewasa
muda . Laki-laki lebih dari perempuan mencari pengobatan karena masalah karir .
Wanita lebih sering terkena fobia spesifik dibandingkan laki-laki , pada tingkat sekitar
2:1, meskipun harga bervariasi di seluruh rangsangan fobia yang berbeda . Hewan ,
lingkungan alam , dan fobia spesifik situasional yang didominasi dialami oleh

perempuan , sedangkan darah - injeksi - cedera fobia yang dialami sama oleh 2 jenis
kelamin.

IV.

KLASIFIKASI
1. Agorafobia
Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik. Fobia multiple disertai anxietas kronis
terutama rasa takut akan ruangan terbuka dan/atau tertutup, tempat yang tidak dikenal,
kesendirian, dan yang lebih umum adalah kehilangan rasa aman. Beragam rasa takut
dan hipokondriasis dapat muncul juga, demikian pula beberapa gejala lain termasuk
pingsan, pikiran obsesif, depersonalisasi (merasa dirinya tidak nyata, terpisah), dan
derealisasi (merasa sekelilingnya tidak nyata). Depresi merupakan hal yang lazim
muncul, dan hal ini paling banyak menimbulkan ketidakmampuan pada pasien
gangguan fobia.
Gangguan panic dengan agoraphobia. Fobia tipe ini mugkin merupakan bagian
dari gangguan panic karena kebanyakan pasien agoraphobia pada umumnya memiliki
serangan panic. Pasien dengan kombinasi ini secara khas mengembangkan
agoraphobia sebagai perluasan dari gangguan panic, missal, serangan panic yang tidak
terduga menyebabkan mereka menghindari tempat umum karena takut mengalami
serangan (ansietas antisipatorik) yang kemudian akan mendorong perilaku panic
(penghindaran fobik). Kombinasiini bahkan lebih menimbulkan ketidakmampuan
daripada agoraphobia itu sendiri, dan umumnya berkembang pada usia 20-an
(perempuan : laki-laki = 2 : 1). Faktor genetic serupa dengan gangguan panic (10%
atau lebih tampak pada keluarga dan derajat pertama).2
2. Fobia Sosial
Perasaan takut akan diperhatikan dengan seksama oleh orang lain ketika
berbicara didepan umum, ketika menggunakan kamar mandi umum, dsb. Khususnya
dimulai pada usia remaja dan ditemukan pada 3-4% populasi (perempuan:laki-laki
2:1). Beberapa pasien terganggu dengan aktivitas social yang spesifik dan terbatas,
4

sedangkan yang lain menderita akibat pajanan social apapun. Cemas menyeluruh yang
jelas. Umumnya terdapat pada kasus yang parah. Pasien mengendalikan rasa takutnya
dengan cara menghindar, dapat menimbulkan hendaya social. Pada beberapa kasus
dihubungkan dengan penyalahgunaan zat dan depresi.2
3. Fobia Spesifik
Monofobia terhadap binatang, badai, ketinggian darah, jarum dsb. Biasanya
dimulai pada masa kecil, ditemukan pada 10% atau lebih pada populasi (lebih banyak
pada wanita), dan memiliki beberapa gejala atau sindrom terkait.2
V.

ETIOLOGI

Trauma dan stress :


Suatu trauma yang mendadak dapat diikuti terjadinya fobia terhadap objek yang
berhubungan dengan kejadian tersebut. Ada waktu tenggang the lag phase dari
beberapa hari sampai permulaan gangguan fobik, yang kemudian akan berkembang
dengan intensitas penuh. Tidaklah begitu jelas apa yang terjadi selama waktu senggang
tersebut, kemungkinan selama periode tersebut pasien mengulang trauma tersebut di
dalam pikirannya dan membangun asosiasi emosi yang meningkat dan akhirnya emosi
tersebut menjadi pelatuk terjadinya fobia.6

Modelling peneladanan :
Cara ini kadang-kadang mempengaruhi terbentuknys fobis. Banyak anak-anak
mendapat fobia menetap karena tingkah laku orang tuanya. Pasien agoraphobia sering
mempunyai saudara dekat yang menderita agoraphobia, walau sebagian besar
agoraphobia tidak semuanya mempunyai saudara yang agoraphobia. Pengalaman dari
cara teladan orang lain jelas ada tetapi bukanlah sebagai peran utama dalam pembentukan
fobia.6

Asosiasi sensorik :
Asosiasi sensorik berperan penting dalam seleksi atau pemilihan objek fobik. Jika
ada suatu ketakutan hebat yang terjadi dalam suatu keadaan sensorik khusus, maka
5

cenderung untuk tampil kembali di kemudian haripada situasi-situasi yang mirip. Dari
sudut psikoanalitik, Freud membahas adanya asosiasi sensorik, ini sering terdapat pada
agoraphobia, dan ternyata ketakutan yang timbul adalah pengulangan atau repetisi suatu
serangan mendadak dalam kondisi khusus yang ia anggap bahwa ia tidak akan sanggup
meloloskan diri dari situasi tersebut. 6

Simbolisasi pada fobia :


Fobia mengikat dan memusatkan kecemasan mengambang (free floating anxiety)
kepada simbolik objek yang dapat dan enak dipakai, dan mudah dihindari, hal ini
melindungi pasien dari kecemasan yang lebih hebat. 6

VI. GAMBARAN KLINIS


Pasien mengalami rasa cemas dan panik yang terkait dengan objek, kegiatan atau
situasi yang spesifik. Pada fobia sosial focus dari takutnya itu ialah pada peristiwa
dipermalukan seseorang di tempat ramai; sedangkan agoraphobia fokus takutnya ialah
ketidakmampuan untuk melarikan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tak sesuai
kenyataan terhadap stimuli spesifik seperti laba-laba, ular, hewan, tempat tinggi,
halilintar, penyakit, cedera, kesendirian, kematian, dan ketularan penyakit.
Gejala fobik dapat disebabkan oleh intoksikasi stimulansia atau halusinogen, dan
jarang oleh sebab organic, seperti tumor otak kecil atau serebrovaskular. Penyebab
tersebut biasanya dapat dikenali dengan melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Pasien skizofrenia mungkin mengidap rasa takut akibat waham tentang suatu
ransangan yang spesifik, tetapi mereka tidak menyadari bahwa rasa takut itu sebenarnya
tidak berdasarkan kenyataan, dan mereka biasanya menunjukkan gejala skizofrenia
lainnya.
Kecemasan hebat pada seorang pasien dengan fobia dapat mengakibatkan gejala
faali, juga psikologik. Manifestasi kecemasan itu termasuk gelisah, diare, pusing,
palpitasi, hiperhidrosis, tremor, sinkope, takikardia, dan gejala pada air seni. Beberapa
pasien menunjukkan perilaku yang justru bertentangan terhadap fobianya itu, misalnya
6

dengan sengaja mencari rengsangan yang menimbulkan rasa takut itu dan dihadapi secara
berulang dalam usaha untuk mengatasi rasa takutnya.7

VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk Fobia adalah sebagai berikut :
DSM-IV kriteria diagnostik untuk Agarophobia :
Kode gangguan tertentu untuk Agoraphobia (300.21 Gangguan panik misalnya dengan
Agoraphobia atau 300.22 Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik).
1. Kecemasan tentang berada di tempat atau situasi di mana melarikan diri mungkin sulit (atau
memalukan) atau di mana bantuan mungkin tidak tersedia dalam peristiwa mengalami
serangan panik tak terduga atau situasional cenderung panik atau gejala seperti.
Agoraphobia takut biasanya melibatkan kelompok karakteristik situasi yang meliputi berada
di luar rumah saja: berada di kerumunan atau berdiri di baris, berada di sebuah jembatan:
dan bepergian dalam, kereta mobil bus, atau. Catatan: mempertimbangkan diagnosis Phobia
khusus jika penghindaran terbatas pada satu atau hanya beberapa situasi tertentu atau Fobia
Sosial jika penghindaran terbatas pada situasi sosial.
2. Situasi dihindari (misalnya perjalanan dibatasi) atau yang lain yang mengalami kesusahan
dengan ditandai atau dengan kecemasan tentang memiliki serangan panik atau panik seperti
gejala, atau memerlukan kehadiran pendamping.
3. Kecemasan atau penghindaran fobia ini tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lain, seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas pada situasi sosial karena takut
malu), fobia spesifik (penghindaran terbatas pada satu situasi seperti elevator), Obsesif
Kompulsif Disorder (menghindari misalnya kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
pencemaran), Posttraumatic stress Disorder (penghindaran misalnya rangsangan yang
berhubungan dengan stressor yang parah) atau Gangguan Kecemasan Pemisahan
(egavoidance meninggalkan rumah atau kerabat).

DSM-IV kriteria diagnostik 300.23 Fobia Sosial :


1. Sebuah ketakutan ditandai dan gigih dari satu atau lebih situasi sosial atau kinerja di
mana orang tersebut terkena orang asing atau pengawasan yang mungkin oleh orang lain.
Individu kekhawatiran bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala
kecemasan) yang akan memalukan atau memalukan. Catatan: Pada anak-anak, harus ada
bukti dari kapasitas sesuai dengan usia hubungan sosial dengan orang-orang akrab dan
kecemasan harus terjadi pada pengaturan sebaya, tidak hanya dalam interaksi dengan
orang dewasa.
2. Paparan situasi sosial ditakuti hampir selalu memprovokasi kecemasan, yang dapat
mengambil bentuk Panic Attack situasional terikat atau situasional cenderung. Catatan:
Pada anak-anak, kecemasan dapat dinyatakan dengan menangis, mengamuk, pembekuan,
atau menyusut dari situasi sosial dengan orang-orang asing.
3. Orang mengakui bahwa rasa takut berlebihan atau tidak masuk akal. Catatan: Pada anakanak, fitur ini mungkin tidak ada.
4. Situasi sosial atau kinerja takut dihindari atau yang lain yang mengalami kecemasan
intens atau distress.
5. Penghindaran, antisipasi cemas, atau tekanan dalam situasi sosial atau kinerja takut
mengganggu secara signifikan dengan rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, atau
kegiatan sosial atau hubungan, atau ada ditandai marabahaya tentang memiliki fobia.
6. Pada individu di bawah usia 18 tahun, durasi minimal 6 bulan.
7. Ketakutan atau penghindaran tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu
zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat) atau kondisi medis umum dan tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lain (misalnya, Panic Disorder Dengan atau Tanpa
Agoraphobia , Pemisahan Anxiety Disorder, tubuh dismorfik Disorder, sebuah Disorder
Perkembangan Pervasif, atau Schizoid Personality Disorder).
8. Jika kondisi medis umum atau gangguan mental lain hadir, ketakutan dalam Kriteria A
tidak berhubungan dengan itu, misalnya, rasa takut ini bukan dari Gagap, gemetar dalam
penyakit Parkinson, atau menunjukkan perilaku makan abnormal pada Anorexia nervosa
atau Bulimia Nervosa.
8

Ditetapkan jika:
Secara umum: jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial, juga mempertimbangkan
diagnosis tambahan Avoidant Personality Disorder.

DSM-IV kriteria untuk 300.29 Spesifik fobia :


1. Ditandai takut dan gigih yang berlebihan atau tidak masuk akal, cued oleh kehadiran atau
antisipasi suatu objek atau situasi tertentu (misalnya terbang, ketinggian, binatang,
menerima suntikan, melihat darah)
2. Paparan terhadap stimulus fobia hampir selalu memprovokasi respon kecemasan
langsung, yang dapat mengambil bentuk serangan panik situasional terikat atau
situasional pra dibuang. Catatan: pada anak-anak, kecemasan dapat dinyatakan dengan
menangis, mengamuk, pembekuan atau menempel.
3. Orang mengakui bahwa rasa takut yang berlebihan dan tidak masuk akal. Catatan: pada
anak-anak fitur ini mungkin tidak ada.
4. Situasi fobia dihindari atau bertahan dengan kecemasan intens atau distress.
5. Penghindaran, antisipasi cemas, atau tekanan dalam situasi yang ditakuti mengganggu
secara signifikan dengan rutinitas seseorang, pekerjaan (atau akademik) berfungsi, atau
kegiatan sosial atau hubungan atau ada marabahaya ditandai tentang memiliki fobia.
6. Pada individu di bawah usia 18 tahun durasi minimal 6 bulan.
7. Serangan panik kecemasan atau penghindaran fobia yang berhubungan dengan objek
tertentu atau situasi yang tidak lebih baik dijelaskan oleh kelainan mental seperti OCD
(misalnya takut kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang pencemaran), posting
gangguan stres traumatik (misalnya menghindari sekolah) , fobia sosial, gangguan panik
dengan agorafobia atau agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik).8

Kriteria diagnostik PPDGJ-III untuk Fobia adalah sebagai berikut9 :


F40.0 Agorafobia

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :


a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif
b. Anxietas yang timbul harus terbatas pada ( terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dari situasi berikut : banyak orang, keramaian, tempat umum,
bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri.
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi House-Bound)

F40.1 Fobia Sosial

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :


a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif
b. Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu (outside the

family circle)
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia, hendaknya
diutamakan diagnosis agorafobia (F40.0)

F40.2 Fobia Khas (Terisolasi)

Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :


a. Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly
specific situations)
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya
10

Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti halnya
agorafobia dan fobia sosial

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Gangguan fobik kadang sulit dibedakan dari gangguan obsesif-kompulsif, pasien
mengidap sebuah pikiran yang obsesif tentang stimulusnya, lalu menimbulkan perilaku
kompulsif untuk meringankan anxietasnya.7

IX. PENATALAKSANAAN
1. Terapi kognitif-perilaku2
Terapi ini amat penting pada ketiga tipe fobia. Kunci pengobatan adalah
dilakukan pemajanan pada objek atau situasi yang ditakuti disertai dengan pembalikan
dari kepercayaan (kognisi) bahwa sesuatu yang menakutkan dan tidak diharapkan akan
terjadi di masa datang. Desensitisasi sistematik (dengan inhibisi respirokal)
menggunakan hirarki bertingkat dalam pemberian stimulus yang menakutkan, dimulai
dari yang kurang ditakuti hingga yang paling ditakuti, melatih pasien meningkatkan
keberaniannya untuk menghadapi objek yang ditakuti. Pada teknik pembanjiran
(flooding) pasien menghadapi objek atau situasi ditakuti secara langsung. Sedangkan
pada teknik pemberondongan (implosion), pemajanan berupa ide dari objek yang
ditakuti atau gambaran jelas mengenai konsekuensi buruk yang akan terjadi dari objek
atau situasi tersebut. Penatalaksanaan seperti ini mungkin membutuhkan (atau dapat
ditingkatkan dengan) terapi suportif atau obat ansietas.

2. Terapi Farmakologi6
a.

Benzodiazepine

11

Efektif mengontrol dan mengobati anxietas. Obat ini menurunkan anxietas yang
menyeluruh dan mengurangi anticipatory anxiety. Dengan demikian memodifikasi
dan mencegah serangan panic.
b.

Antidepresi Trisiklik
Obat ini menolong untuk menghambat serangan panic yang datangnya secara

spontan dan berguna pula untuk mengurangi tingkatan dari anxietas. Tetapi belum
diketahui secara pasti apakah ini hasil dari efek antidepresi atau memang karena
memiliki efek spesifik pada gangguan panic dan agoraphobia. Golongan trisiklik yang
kelihatannya paling efektif adalah Imipramine dan Comipramine, dalam dosis 50-100
mg sehari.
c.

Inhibitor Monoamine Oksidase


Obat ini efektif untuk mengatasi serangan panic dan agoraphobia. Tetapi

penggunaan obat ini sebaiknya ditangani oleh orang yang ahli yang dapat memberikan
nasihat sebelum memulai pengobatan dengan obat ini.
3. Terapi lainnya6
a. Relaksasi
Ini dengan mudah dapat dipelajari melalui pita-pita rekaman atau dalam
session terapeutik. Teknik yang umumnya dipakai adalah relaksasi progresif
dari otot-otot.
b. Hyperventilation
Banyak penderita agoraphobia melakukan pernafasan secara berlebihan tanpa
ia sadari dan hal ini sering tidak kelihatan oleh dokter maupun pasien sendiri.
Salah satu tanda hiperventilasi adalah perasaan geli pada ujung-ujung jari
tangan maupun kaki sekitar mulut. Karena hiperventilasi dapat menyebabkan
serangan panic, maka pasien harus diajarkan untuk mendeteksi keadaan ini
pada dirinya dan belajar mengontrol pernafasan dengan frekuensi satu kali
nafas tiap 6 detik.
c. Distraction (mengalihkan perhatian)
12

Setiap pikiran dan aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian dari symptomsimptom somatic yang merupakan preokupasi pasien, dapat mengurangi
anxietas. Meskipun sederhana, tetapi teknik ini amat efektif.

X. PROGNOSIS
Fobia spesifik punya prognosis yang paling baik. Fobia sosial cenderung
meningkat secara berangsur-angsur dan agoraphobia yang paling buruk prognosisnya
disbanding kelompok fobia lainnya, karena cenderung kea rah kronik..4
XI. KESIMPULAN
Fobia juga didefinisikan timbulnya rasa kecemasan yang berlebihan ketika seseorang
terpapar oleh situasi spesifik atau objek atau ketika berusaha mengantisipasi paparan situasi
maupun objek. Derajat tingkat penghindaran membantu dalam menentukan tingkat beratnya
gangguan. Gangguan fobia menjadi 3 kelompok utama yaitu fobia spesifik, agrofobia, dan social
fobia.3,4
Fobia sosial focus dari takutnya itu ialah pada peristiwa dipermalukan seseorang di
tempat ramai; sedangkan agoraphobia fokus takutnya ialah ketidakmampuan untuk melarikan
diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tak sesuai kenyataan terhadap stimuli spesifik seperti
laba-laba, ular, hewan, tempat tinggi, halilintar, penyakit, cedera, kesendirian, kematian, dan
ketularan penyakit.7
Ada beberapa cara dalam pendekatan dalam pengobatan yang dipakai untuk
menanggulangi fobia. Jika cara-cara ini dikombinasikan akan memberikan banyak manfaat pada
penderitaan fobia. Para ahli yang bekerja di bidang kesehatan jiwa yang mempunyai orientasi
deskriptif dan dinamik, menyadari bahwa keduanya saling melengkapi dan menambah relevansi
klinik dari gejala-gejala yang ditampilkan pasien. Ditinjau dari aspek dinamik tentunya setiap
pasien mempunyai ciri khas masing-masing, dan dari aspek deskriptif kita menemukan gejala
yang terlihat saat itu. Dengan memberikan tempat yang wajar pada kedua pandangan itu serta
penanggulangannya iyang tepat, maka diharapkan penderita akan mendapatkan terapi yang tepat
dan adekuat. 6
13

DAFTAR PUSTAKA
1. Ebert.H.M,Loosen.T.P,Nurcombe. B,Current Diagnosis and Treatment in Psichiatry,Anxiety
Disorders,Lange,2000.
2. Dafit, A. Tomb MD. Psikiatri (Psychiatry). Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. James S, Benjamin MD. Alcott S, Virginia MD. Synopsis of psychiatry 9th edition. New York.
4. Puri, Basant K. Laking, Paul J, Treaseden. Text Book of Psychiatry 2nd edition. Churchill
Livingstone . London.2002.
5. Adrian Preda,epidemiology, Phobic Disorder.2013 cited at : www.medscape.com
6. Budiman, Richard. Neurosis Fobik dan Cara Penanggulangannya in Indonesian Psychiatric
Quarterly. Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa. Jakarta. 1987

14

7. Harold I. Kaplan, M.D. Benjamin J. Sadock, M.D. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya
Medika
8. Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder. Fourth Edition DSM-IV.
9. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT. Nuh Jaya. Jakarta.2003

15

You might also like