Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Gangguan fobia merupakan yang paling sering terjadi pada gangguan psikiatri. Onset
terjadinya fobia biasanya dimulai pada masa kanak-kanak hingga remaja dan dialami secara
kronik. Gangguan fobia dapat menjadi lebih buruk karena ketidakseimbangan antara kecemasan
dengan lingkungan atau pengalaman tertentu. Contohnya pada trauma emosional yang disertai
dengan pengalaman seperti mengendarai mobil atau berbicara di depan umum dapat
menghasilkan fobia1.
Fobia adalah kecemasan luar biasa, yang terus menerus dan tidak realistis, sebagai respon
terhadap keadaan eksternal tertentu. Penderita biasanya menghindari keadaan-keadaan yang bisa
memicu terjadinya kecemasan atau menjalaninya dengan penuh tekanan. Penderita menyadari
bahwa kecemasan yang timbul adalah berlebihan dan karena mereka sadar bahwa kecemasan
yang timbul adalah kelebihan dan karena itu mereka sadar bahwa memiliki masalah1.
II.
DEFINISI FOBIA
Fobia adalah rasa takut yang kuat dan menetap serta tidak sesuai dengan stimulus, tidak
rasional bahkan bagi penderita sendiri, yang menyebabkan penghindaran objek maupun situasi
yang ditakuti tersebut. Apabila cukup menimbulkan penderitaan dan ketidakmampuan maka
disebut sebagai gangguan fobia. Rasa takut yang umum, ringan, sering muncul, tetapi bersifat
sementara (misal, takut pada kegelapan, ketinggian, ular) tidak didiagnosis sebagai fobia. Fobia
dapat menjadi lebih parah dan dapat berkurang hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun
walaupun dapat menghilang secara tiba-tiba. Akan tetapi, pada kasus berat, fobia dapat berlanjut
terus hingga puluhan tahun dan secara perlahan berubah menjadi gangguan depresi. Rasa takut
pada fobia dapat menyeluruh pada tahap perkembangannya (misal, takut pada toko,
digeneralisasikan dengan takut pada jalan di depan toko, kemudian digeneralisasi lagi menjadi
takut pada seluruh areal perbelanjaan).2
1
Fobia juga didefinisikan timbulnya rasa kecemasan yang berlebihan ketika seseorang
terpapar oleh situasi spesifik atau objek atau ketika berusaha mengantisipasi paparan situasi
maupun objek. Derajat tingkat penghindaran membantu dalam menentukan tingkat beratnya
gangguan. Gangguan fobia menjadi 3 kelompok utama yaitu fobia spesifik, agrofobia, dan social
fobia. DSM-IV-TR menekankan bahwa kemungkinan serangan panik dapat dan sering terjadi
pada pasien dengan fobia spesifik dan fobia social, tetapi serangan panic diperkirakan mungkin
terjadi pada serangan pertama. Kebanyakan serangan panik tidak beragam terhadap paparan
stimulus fobia atau antisipasi pada orang yang punya kemungkinan untuk itu. Seseorang dengan
fobia didefinisikan sebagai terhadap mereka yang menghindari stimulus fobia, beberapa diantara
mereka memiliki masalah besar untuk menghindari situasi yang menyebabkan kecemasan.
Disamping itu untuk menghindari stresor dari stimulus fobia, banyak orang fobia memiliki
gangguan substance-related, terutama seperti penggunaan alcohol. Lebih lanjut, diperkirakan 1
dari 3 pasien social fobia memiliki gangguan depresi mayor.3,4
III.
EPIDEMIOLOGI
1. Statistik United states5
The National Comorbidity Survey melaporkan prevalensi gangguan fobia :
Menurut DSM-5, rerata prevalensi fobia sosial pada United States sekitar 7%, dan
fobia spesifik sekitar 7-9%.
2. Statistik Internasional
Gangguan kecemasan sosial tampaknya kurang umum di sebagian besar dunia
daripada di Amerika Serikat , dengan perkiraan prevalensi pada kisaran 0,5-2,0 % ;
2
Prevalensi median di Eropa adalah 2,3 % . Estimasi prevalensi untuk fobia spesifik di
negara-negara Eropa yang dekat dengan orang-orang di Amerika Serikat ( ~ 6 % ) ,
tetapi umumnya lebih rendah di negara - negara Asia , Afrika , dan Amerika Latin ( 24%).
3. Demografi berkaitan dengan usia
Gangguan kecemasan sosial memiliki usia dini onset : pada usia 11 tahun sekitar 50%
dari individu yang memiliki diagnosis dan pada usia 20 tahun sekitar 80 % . Perkiraan
prevalensi untuk gangguan kecemasan sosial pada anak dan remaja dapat
dibandingkan dengan pada orang dewasa . Prevalensi menurun dengan bertambahnya
umur ; prevalensi untuk orang dewasa adalah pada kisaran 2-5 % .
Secara umum, fobia spesifik muncul lebih awal dari salah satu gangguan kecemasan
sosial. Kebanyakan fobia tersebut berkembang selama masa kanak-kanak dan
akhirnya menghilang . Estimasi prevalensi fobia spesifik adalah sekitar 5 % pada
anak-anak muda dan 16 % pada anak usia 13-17 tahun . Prevalensi ini lebih rendah
( 3-5 % ) pada individu yang lebih tua , mungkin mencerminkan penurunan
keparahan ke tingkat subklinis . Usia onset fobia spesifik bervariasi sesuai dengan
jenis
fobia.
perempuan , sedangkan darah - injeksi - cedera fobia yang dialami sama oleh 2 jenis
kelamin.
IV.
KLASIFIKASI
1. Agorafobia
Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik. Fobia multiple disertai anxietas kronis
terutama rasa takut akan ruangan terbuka dan/atau tertutup, tempat yang tidak dikenal,
kesendirian, dan yang lebih umum adalah kehilangan rasa aman. Beragam rasa takut
dan hipokondriasis dapat muncul juga, demikian pula beberapa gejala lain termasuk
pingsan, pikiran obsesif, depersonalisasi (merasa dirinya tidak nyata, terpisah), dan
derealisasi (merasa sekelilingnya tidak nyata). Depresi merupakan hal yang lazim
muncul, dan hal ini paling banyak menimbulkan ketidakmampuan pada pasien
gangguan fobia.
Gangguan panic dengan agoraphobia. Fobia tipe ini mugkin merupakan bagian
dari gangguan panic karena kebanyakan pasien agoraphobia pada umumnya memiliki
serangan panic. Pasien dengan kombinasi ini secara khas mengembangkan
agoraphobia sebagai perluasan dari gangguan panic, missal, serangan panic yang tidak
terduga menyebabkan mereka menghindari tempat umum karena takut mengalami
serangan (ansietas antisipatorik) yang kemudian akan mendorong perilaku panic
(penghindaran fobik). Kombinasiini bahkan lebih menimbulkan ketidakmampuan
daripada agoraphobia itu sendiri, dan umumnya berkembang pada usia 20-an
(perempuan : laki-laki = 2 : 1). Faktor genetic serupa dengan gangguan panic (10%
atau lebih tampak pada keluarga dan derajat pertama).2
2. Fobia Sosial
Perasaan takut akan diperhatikan dengan seksama oleh orang lain ketika
berbicara didepan umum, ketika menggunakan kamar mandi umum, dsb. Khususnya
dimulai pada usia remaja dan ditemukan pada 3-4% populasi (perempuan:laki-laki
2:1). Beberapa pasien terganggu dengan aktivitas social yang spesifik dan terbatas,
4
sedangkan yang lain menderita akibat pajanan social apapun. Cemas menyeluruh yang
jelas. Umumnya terdapat pada kasus yang parah. Pasien mengendalikan rasa takutnya
dengan cara menghindar, dapat menimbulkan hendaya social. Pada beberapa kasus
dihubungkan dengan penyalahgunaan zat dan depresi.2
3. Fobia Spesifik
Monofobia terhadap binatang, badai, ketinggian darah, jarum dsb. Biasanya
dimulai pada masa kecil, ditemukan pada 10% atau lebih pada populasi (lebih banyak
pada wanita), dan memiliki beberapa gejala atau sindrom terkait.2
V.
ETIOLOGI
Modelling peneladanan :
Cara ini kadang-kadang mempengaruhi terbentuknys fobis. Banyak anak-anak
mendapat fobia menetap karena tingkah laku orang tuanya. Pasien agoraphobia sering
mempunyai saudara dekat yang menderita agoraphobia, walau sebagian besar
agoraphobia tidak semuanya mempunyai saudara yang agoraphobia. Pengalaman dari
cara teladan orang lain jelas ada tetapi bukanlah sebagai peran utama dalam pembentukan
fobia.6
Asosiasi sensorik :
Asosiasi sensorik berperan penting dalam seleksi atau pemilihan objek fobik. Jika
ada suatu ketakutan hebat yang terjadi dalam suatu keadaan sensorik khusus, maka
5
cenderung untuk tampil kembali di kemudian haripada situasi-situasi yang mirip. Dari
sudut psikoanalitik, Freud membahas adanya asosiasi sensorik, ini sering terdapat pada
agoraphobia, dan ternyata ketakutan yang timbul adalah pengulangan atau repetisi suatu
serangan mendadak dalam kondisi khusus yang ia anggap bahwa ia tidak akan sanggup
meloloskan diri dari situasi tersebut. 6
dengan sengaja mencari rengsangan yang menimbulkan rasa takut itu dan dihadapi secara
berulang dalam usaha untuk mengatasi rasa takutnya.7
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk Fobia adalah sebagai berikut :
DSM-IV kriteria diagnostik untuk Agarophobia :
Kode gangguan tertentu untuk Agoraphobia (300.21 Gangguan panik misalnya dengan
Agoraphobia atau 300.22 Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik).
1. Kecemasan tentang berada di tempat atau situasi di mana melarikan diri mungkin sulit (atau
memalukan) atau di mana bantuan mungkin tidak tersedia dalam peristiwa mengalami
serangan panik tak terduga atau situasional cenderung panik atau gejala seperti.
Agoraphobia takut biasanya melibatkan kelompok karakteristik situasi yang meliputi berada
di luar rumah saja: berada di kerumunan atau berdiri di baris, berada di sebuah jembatan:
dan bepergian dalam, kereta mobil bus, atau. Catatan: mempertimbangkan diagnosis Phobia
khusus jika penghindaran terbatas pada satu atau hanya beberapa situasi tertentu atau Fobia
Sosial jika penghindaran terbatas pada situasi sosial.
2. Situasi dihindari (misalnya perjalanan dibatasi) atau yang lain yang mengalami kesusahan
dengan ditandai atau dengan kecemasan tentang memiliki serangan panik atau panik seperti
gejala, atau memerlukan kehadiran pendamping.
3. Kecemasan atau penghindaran fobia ini tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lain, seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas pada situasi sosial karena takut
malu), fobia spesifik (penghindaran terbatas pada satu situasi seperti elevator), Obsesif
Kompulsif Disorder (menghindari misalnya kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang
pencemaran), Posttraumatic stress Disorder (penghindaran misalnya rangsangan yang
berhubungan dengan stressor yang parah) atau Gangguan Kecemasan Pemisahan
(egavoidance meninggalkan rumah atau kerabat).
Ditetapkan jika:
Secara umum: jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial, juga mempertimbangkan
diagnosis tambahan Avoidant Personality Disorder.
family circle)
c. Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agorafobia, hendaknya
diutamakan diagnosis agorafobia (F40.0)
Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti halnya
agorafobia dan fobia sosial
IX. PENATALAKSANAAN
1. Terapi kognitif-perilaku2
Terapi ini amat penting pada ketiga tipe fobia. Kunci pengobatan adalah
dilakukan pemajanan pada objek atau situasi yang ditakuti disertai dengan pembalikan
dari kepercayaan (kognisi) bahwa sesuatu yang menakutkan dan tidak diharapkan akan
terjadi di masa datang. Desensitisasi sistematik (dengan inhibisi respirokal)
menggunakan hirarki bertingkat dalam pemberian stimulus yang menakutkan, dimulai
dari yang kurang ditakuti hingga yang paling ditakuti, melatih pasien meningkatkan
keberaniannya untuk menghadapi objek yang ditakuti. Pada teknik pembanjiran
(flooding) pasien menghadapi objek atau situasi ditakuti secara langsung. Sedangkan
pada teknik pemberondongan (implosion), pemajanan berupa ide dari objek yang
ditakuti atau gambaran jelas mengenai konsekuensi buruk yang akan terjadi dari objek
atau situasi tersebut. Penatalaksanaan seperti ini mungkin membutuhkan (atau dapat
ditingkatkan dengan) terapi suportif atau obat ansietas.
2. Terapi Farmakologi6
a.
Benzodiazepine
11
Efektif mengontrol dan mengobati anxietas. Obat ini menurunkan anxietas yang
menyeluruh dan mengurangi anticipatory anxiety. Dengan demikian memodifikasi
dan mencegah serangan panic.
b.
Antidepresi Trisiklik
Obat ini menolong untuk menghambat serangan panic yang datangnya secara
spontan dan berguna pula untuk mengurangi tingkatan dari anxietas. Tetapi belum
diketahui secara pasti apakah ini hasil dari efek antidepresi atau memang karena
memiliki efek spesifik pada gangguan panic dan agoraphobia. Golongan trisiklik yang
kelihatannya paling efektif adalah Imipramine dan Comipramine, dalam dosis 50-100
mg sehari.
c.
penggunaan obat ini sebaiknya ditangani oleh orang yang ahli yang dapat memberikan
nasihat sebelum memulai pengobatan dengan obat ini.
3. Terapi lainnya6
a. Relaksasi
Ini dengan mudah dapat dipelajari melalui pita-pita rekaman atau dalam
session terapeutik. Teknik yang umumnya dipakai adalah relaksasi progresif
dari otot-otot.
b. Hyperventilation
Banyak penderita agoraphobia melakukan pernafasan secara berlebihan tanpa
ia sadari dan hal ini sering tidak kelihatan oleh dokter maupun pasien sendiri.
Salah satu tanda hiperventilasi adalah perasaan geli pada ujung-ujung jari
tangan maupun kaki sekitar mulut. Karena hiperventilasi dapat menyebabkan
serangan panic, maka pasien harus diajarkan untuk mendeteksi keadaan ini
pada dirinya dan belajar mengontrol pernafasan dengan frekuensi satu kali
nafas tiap 6 detik.
c. Distraction (mengalihkan perhatian)
12
Setiap pikiran dan aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian dari symptomsimptom somatic yang merupakan preokupasi pasien, dapat mengurangi
anxietas. Meskipun sederhana, tetapi teknik ini amat efektif.
X. PROGNOSIS
Fobia spesifik punya prognosis yang paling baik. Fobia sosial cenderung
meningkat secara berangsur-angsur dan agoraphobia yang paling buruk prognosisnya
disbanding kelompok fobia lainnya, karena cenderung kea rah kronik..4
XI. KESIMPULAN
Fobia juga didefinisikan timbulnya rasa kecemasan yang berlebihan ketika seseorang
terpapar oleh situasi spesifik atau objek atau ketika berusaha mengantisipasi paparan situasi
maupun objek. Derajat tingkat penghindaran membantu dalam menentukan tingkat beratnya
gangguan. Gangguan fobia menjadi 3 kelompok utama yaitu fobia spesifik, agrofobia, dan social
fobia.3,4
Fobia sosial focus dari takutnya itu ialah pada peristiwa dipermalukan seseorang di
tempat ramai; sedangkan agoraphobia fokus takutnya ialah ketidakmampuan untuk melarikan
diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tak sesuai kenyataan terhadap stimuli spesifik seperti
laba-laba, ular, hewan, tempat tinggi, halilintar, penyakit, cedera, kesendirian, kematian, dan
ketularan penyakit.7
Ada beberapa cara dalam pendekatan dalam pengobatan yang dipakai untuk
menanggulangi fobia. Jika cara-cara ini dikombinasikan akan memberikan banyak manfaat pada
penderitaan fobia. Para ahli yang bekerja di bidang kesehatan jiwa yang mempunyai orientasi
deskriptif dan dinamik, menyadari bahwa keduanya saling melengkapi dan menambah relevansi
klinik dari gejala-gejala yang ditampilkan pasien. Ditinjau dari aspek dinamik tentunya setiap
pasien mempunyai ciri khas masing-masing, dan dari aspek deskriptif kita menemukan gejala
yang terlihat saat itu. Dengan memberikan tempat yang wajar pada kedua pandangan itu serta
penanggulangannya iyang tepat, maka diharapkan penderita akan mendapatkan terapi yang tepat
dan adekuat. 6
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Ebert.H.M,Loosen.T.P,Nurcombe. B,Current Diagnosis and Treatment in Psichiatry,Anxiety
Disorders,Lange,2000.
2. Dafit, A. Tomb MD. Psikiatri (Psychiatry). Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. James S, Benjamin MD. Alcott S, Virginia MD. Synopsis of psychiatry 9th edition. New York.
4. Puri, Basant K. Laking, Paul J, Treaseden. Text Book of Psychiatry 2nd edition. Churchill
Livingstone . London.2002.
5. Adrian Preda,epidemiology, Phobic Disorder.2013 cited at : www.medscape.com
6. Budiman, Richard. Neurosis Fobik dan Cara Penanggulangannya in Indonesian Psychiatric
Quarterly. Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa. Jakarta. 1987
14
7. Harold I. Kaplan, M.D. Benjamin J. Sadock, M.D. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya
Medika
8. Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder. Fourth Edition DSM-IV.
9. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT. Nuh Jaya. Jakarta.2003
15