Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah tumor sering digunakan sebagai pengganti istilah neoplasma, walaupun
sebenarnya kurang tepat, karena tumor hanya berarti benjolan. Sedangkan neoplasma adalah
pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa.
Insiden neoplasma tulang bila dibandingkan dengan neoplasma jaringan lain adalah jarang.
Neoplasma dapat bersifat jinak atau ganas. Dikatakan ganas bila neoplasmanya
mempunyai kemampuan untuk mengadakan anak sebar (metastase) ke tempat atau organ lain
dan disebut juga dengan istilah kanker. Neoplasma jinak tidak dapat mengadakan anak sebar ke
tempat atau organ lain. Neoplasma tulang primer merupakan neoplasma yang berasal dari sel
yang membentuk jaringan tulang sendiri, sedangkan neoplasma tulang sekunder merupakan anak
sebar neoplasma ganas organ bukan tulang ke tulang.
Dari seluruh tumor tulang primer, 65,8 % bersifat jinak dan 34,2 % bersifat ganas. Ini
berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas. Perbandingan insidens
tumor tulang pada pria dan wanita adalah sama. Tumor jinak primer tulang yang paling sering
ditemukan adalah osteoma (39,3%), osteokondroma (32,5%), kondroma (9,8%) dan sisanya oleh
tumor tulang jinak yang lain. Osteogenik sarkoma (48,8%) merupakan tumor ganas primer
tulang yang paling sering ditemukan, diikuti giant cell tumor (17,5%), kondrosarkoma (10%) dan
sisanya adalah tumor tulang ganas yang lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tumor tulang merupakan kelainan pada tulang yang bersifat neoplastik. Tumor dalam arti
yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut
neoplasma.
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak
pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan Tumor Tulang, yaitu
pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang
berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor
ganas organ lain ke dalam tulang.
1. Tumor Jinak (Benign)
Tumor jinak (benign) tidak menyerang dan menghancurkan tissue (sekumpulan
sel terinterkoneksi yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang
berdekatan, tetapi mampu tumbuh membesar secara lokal. Biasanya setelah dilakukan
operasi pengangkatan (tumor jinak), tumor jenis ini tidak akan muncul lagi.
2. Tumor Ganas (Malignant)
Tumor jenis ini lebih dikenal dengan istilah Kanker, yang memiliki potensi untuk
menyerang dan merusak tissue yang berdekatan, baik dengan pertumbuhan langsung di
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau menyebabkan terjadinya metastasis (migrasi sel
ke tempat yang jauh).
Epidemiologi
Angka kejadian tumor tulang baik jinak maupun ganas bergantung pada jenis tumor.
Secara garis besar, tumor tulang lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding pada perempuan
dengan perbandingan 2 :1. Pada beberapa kasus, tumor tulang jinak seperti osteoid osteoma lebih
banyak dijumpai pada laki-laki remaja atau dewasa muda, sedangkan osteoblastoma lebih
banyak dijumpai pada laki-laki yang lebih tua. Namun demikian, insidensi dan prevalensi
terjadinya tumor tulang dapat dijumpai pada berbagai tingkatan usia.
Tumor Jinak
Tumor Ganas
Jenis
Insidens
Jenis
Insidens
Osteoma
39,3%
Osteogenik sarkoma
48,8%
Osteokondroma
32,5%
Giant cell tumor
17,5%
Kondroma
9,8%
Kondrosarkoma
10%
Tumor jinak
18,4%
Tumor ganas lainnya
23,7%
lainnya
Tabel 1. Insidensi tumor jinak dan tumor ganas primer pada tulang
Klasifikasi
No
.
Lokasi invasi
Jinak
Ganas
Tumor Tulang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Osteoid osteoma
Osteoblastoma
Osteokondroma
Enchondroma
Chondroblastoma
Non-ossifying
fibroma
7. Fibrous dysplasia
8. Langerhans cell
histiocytosis
9. Giant cell tumors of
bone
10. Solitary bone cyst
11. Aneurismal bone cyst
1. Osteosarcoma
2. Chondrosarcoma
3. Malignant fibrous
histiocytoma dan
fibrosarcoma
4. Ewing sarcoma
5. Adamantinoma
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Liposarcoma
Synovial cell sarcoma
Rhabdomyosarcoma
Malignant fibrous
histiocytoma (MFH)
1. Osteosarkoma/Sarkoma Osteogenik
Definisi
Osteosarkoma merupakan suatu keganasan yang berasal dari sel primitif pada
bagian metafise dari tulang panjang pada orang muda. Pembentukannya berasal dari seri
osteoblas dari sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer
tulang yang paling sering dengan prognosis yang buruk.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering kedua
setelah multiple myeloma dengan prognosis yang buruk. Osteosarkoma banyak
menyerang remaja dan dewasa muda, dengan usia berkisar antara 10-25 tahun. Jumlah
kasus meningkat lagi setelah umur 50 tahun yang disebabkan oleh adanya degenerasi
maligna, terutama pada penyakit Paget. Bagian tulang yang sering terkena adalah bagian
yang paling aktif pertumbuhan epifisenya, yaitu bagian distal femur, bagian proksimal
tibia atau fibula, bagian proksimal humerus, dan bagian pelvis. Tetapi tidak menutup
kemungkinan menyerang tulang-tulang lain seperti tulang-tulang pada tangan, kaki, dan
tulang wajah. Pada penderita yang lebih tua, osteosarkoma dapat berkembang sebagai
komplikasi dari penyakit paget yang berprognosis buruk.
Etiologi
Penyebab osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa factor
predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu:
-
Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi osteosarkoma, dapat dilihat
dengan meningkatnya insidens pada anak yang sedang tumbuh. Lokasi osteosarkoma
paling sering adalah metafisis dimana area ini merupakan area pertumbuhan tulang
panjang.
Faktor lingkungan: Terpapar radiasi juga merupakan factor predisposisi
Predisposisi genetic: dysplasia tulang, termasuk penyakit Paget, fibrous dysplasia,
Manifestasi Klinis
Klasifikasi
Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari
osteosarkoma masuk dalam kategori klasik atau konvensional, yang termasuk
osteosarkoma osteoblastik, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya sebesar
25% diklasifikasikan sebagai varian berdasarkan (1) karakteristik klinik seperti pada
kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma postradisi, atau osteosarkoma paget (2)
karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma teleangiectatic, osteosarkoma small
cell, atau osteosarkoma epitheloid, dan (3) lokasi seperti pada osteosarkoma parosteal dan
periosteal.
Lokasi
Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang panjang,
terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana pertumbuhan tulang
tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah metafisis humerus proximal (9%).
Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Kebanyakan dari
osteoma varian juga menunjukan predileksi yang sama, terkecuali lesi gnatic pada
mandibula dan maksila, lesi intrakortikal, lesi periosteal, dan osteosarkoma sekunder
karena penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal.
Gejala
Gejala yang paling sering muncul berupa rasa sakit, yang pada awalnya ringan
dan hilang timbul, tetapi secara cepat menjadi lebih berat dan menetap.Pasien dapat
mengeluhkan adanya pembengkakan, tergantung dari ukuran massa dan lokasinya. Pasien
dengan dugaan tumor akan ditemukan penurunan berat badan dan gejala anemia. Karena
keganasan ini sering muncul di metafise dekat dengan persendian, maka hal ini dapat
mempengaruhi fungsi persendian. Neoplasma yang agresif ini menimbulkan kemerahan
dan rasa hangat di kulit.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tumor primer. Teraba massa yang lunak
dan hangat. Meningkatnya vaskularisasi kulit di daerah tumor, pulsasi atau bruit dapat
ditemukan. Menurunnya pergerakan sendi atau range of motion menunjukkan persendian
ikut terkena. Gangguan pernafasan dapat ditemukan apabila telah terjadi penyebaran luas
ke paru-paru.
Pemeriksaan Radiologis
a. Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk
investigasi. Pemeriksaan radiologik merupakan pemeriksaan yang penting dalam
usaha menegakan diagnosis tumor tulang. Diagnosis pasti dapat juga ditegakan
dengan pemeriksaan radiologis. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI
digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitif apabila dibandingkan dengan MRI
untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk mendeteksi metastase
pada tulang atau tumor synchoronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan
bone scan.
Beberapa hal yang perlu diingat kembali dalam rangka menganalisis tumor tulang
pada foto rontgen adalah :
-
Pada anak-anak tulang panjang dibagi dalam epifisis, metafisis, dan diafisis.
Antara metafisis dan epifisis terdapat lempeng epifisis.neonatus banyak epifisis
tulang belum mengalami osifikasi sehingga belum dapat dilihat pada foto rontgen.
Tulang terdiri atas 3 komponen yaitu korteks, spongiosa, dan periost. Korteks dan
spongiosa dapat dilihat pada foto rontgen, tetapi periost tidak. Bila karena suatu
proses dalam tulang, misalnya radang atau neoplasma, periost mengalami iritasi
atau terangkat, maka periost akan membentuk tulang dibawahnya yang dikenal
sebagai periosteal.
-
Berupa garis-garis yang tegal lurus pada korteks disebut sunray appearance
Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula dan terlihat
sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium yang
masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya dapat lamelar atau seperti
garis-garis tegak lurus pada tulang ( sunray appearance ). Dengan membesarnya
tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas
keluar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih
dapat dilihat, berbentuk segitiga dan dikenal sebagai segitiga Codman. Pada
kebanyakan tumor ini terjadi penulangan ( ossifikasi ) dalam jaringan tumor sehingga
gambaran radiologiknya variable bergantung pada banyak sedikitnya penulangan
yang terjadi. Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan
osteomielitis.
Pemeriksaan X-ray didapat bermacam-macam gambaran, yaitu daerah berawan
osteolitik yang disertai dengan daerah osteoblastik. Batas endosteal kurang jelas.
Terkadang korteks terbuka dan tumor melebar ke jaringan sekitarnya, saat itulah
terbentuk suatu garis tulang baru, melebar keluar dari korteks yang disebut efek
sunrays. Ketika tumor keluar dari korteksnya terjadi reaktivasi pembentukan tulang
baru yang menyebabkan peningkatan periosteum (segitiga Codman). Kedua
gambaran itu merupakan tanda khas untuk osteosarcoma.
1. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus,
mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.
2. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak
yang luas (black arrow).
3. Reaksi periosteal ketika tumor telah menembus kortek, sunburst appearance
c. CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan,
terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di
mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan
dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran
yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya
daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah
kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu
ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang
digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas
yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna
dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat
memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan
dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan
terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.
hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting
untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang
terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar
menuju tulang subartikular dan kartilago.
e. Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari
lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous
biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan
modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal,
karena penggunaan CT atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal.
Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan
lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari
lesi.
f. Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop
pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate
(MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip
lesion dan metastase paru-paru dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling
konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan
ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik. Untuk
osteosarcoma low-grade gambaran rontgen menunjukkan gambaran radioopak pada
masa tulang di permukaan atau mengelilingi tulang, korteks tidak rusak dan biasanya
ada jarak antara korteks dan tumor. Pada CT scan dan MRI akan menunjukkan
perbatasan antara tumor dengan jaringan lunak sekitarnya. Untuk tumor dengan
keganasan tinggi pada pemeriksaan rontgen akan menunjukkan defek superficial dari
korteks tetapi pada CT scan dan MRI dapat melihat sebagai suatu masa jaringan lunak
yang lebih besar.
STAGING OSTEOSARKOMA
Stadium konvensional yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat
untuk digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase
ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980 Enneking memperkenalkan sistem stadium
berdasarkan derajat, penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem
ini dapat digunakan pada semua tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan
lunak). Komponen utama dari sistem stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi
atau rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan
adanya metastase. Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara
periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika
osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB.
Untuk kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien
tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic
osteosarkoma)
Osteosarkoma
Autologus bone graft : hal ini dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan tidak
muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien yang
mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan yang
terbatas untuk fiksasi tulang yang syabil (osteosynthesis).
Rotationplasty : teknik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor yang
berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran tumor yang
besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi. Selama reseksi tumor
pembuluh darah diperbaiki dengan cara end to end anastomosis untuk
mempertahankan patensi dari pembuluh darah. Kemudian bagian distal dari
kaki dirotasi 180 derajat dan disatukan dengan bagian proksimal dari reseksi.
Rotasi ini dapat membuat sendi ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
lapangan
pembedahan
lebih
baik
jika
menggunakan
lateral
Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling
sering adalah tulang-tulang panjang. Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan tumor
tulang primer yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak kurang dari 0,2
kasus per 100.000 anak-anak di diagnosis sebagai sarcoma ewing, dan diperkirakan
terdapat 160 kasus baru yang terjadi pada tahun 1993. Di seluruh dunia, insidensinya
bervariasi dari daerah dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika Serikat dan Eropa ke
daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika dan Cina. Sarkoma Ewing sering juga
terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada umur 5 tahun dan sesudah 30
tahun. Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya sarcoma Ewing tidak
berhubungan dengan sindroma congenital, tetapi banyak berhubungan dengan anomaly
skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma kista tulang dan anomali urogenital, misal :
hipospadia. Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi insidensi sarcoma Ewing,
yaitu:
1. Faktor usia. Insidensi sarkoma Ewing meningkat dengan cepat dari mendekati 0 pada
umur 5 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 10 -18 tahun. Sesudah umur 20
tahun insidensinya menurun kembali dan mendekati 0 pada umur 30 tahun.
2. Faktor jenis kelamin. Resiko pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi
setelah umur 13 tahun insidensinya antara pria dan wanita hampir sama.
3. Faktor ras. Penyakit ini jarang didapatkan pada orang kulit hitam.
4. Faktor genetik, yang dikenal meliputi :
- Riwayat keluarga. Faktor resiko pada garis keturunan pertama tidak meningkat.
Tidak ada sindroma familia yang berhubungan dengan sarcoma Ewing.
- Anomali genetik, terdapatnya anomali pada kromosom 22, translokasi atau hilangnya
kromosom ini terdeteksi pada 85 % penderita sarcoma Ewing.
- Riwayat penyakit tulang, anomali congenital tertentu dari skeletal, yaitu aneurisma
kista tulang dan enchondroma meningkatkan resiko sarcoma Ewing, juga anomali
genitourinary seperti hipospadia dan duplikasinya juga berhubungan dengan
sarcoma Ewing.
Patofisiologi dan Histologi
a. Patofisiologi
neuroblastoma
disingkirkan. Vaskularitas yang terhambat, nekrosis dan populasi bifasik dari sel besar
dan sel kecil gelap sangat khas pada sarcoma Ewing ini.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun
sistemik. Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau pelvis,
meskipun tulang lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak didaerah sekitar
tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang berasal dari perdarahan
dalam tumor. Manifestasi sistemik biasanya meliputi : lesu, lemah serta berat badan
menurun dan demam kadang terjadi serta dapat ditemukan adanya masa paru yang
merupakan metastase. Durasi dari munculnya gejala bisa diukur dalam minggu atau bulan
dan seringkali memanjang pada pasien yang mempunyai lesi primer pada aksis tulang.
Tanda dan gejala yang khas adalah : nyeri,benjolan nyeri tekan,demam (38-40 oC), dan
leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3).
Diagnosis
Riwayat panyakit dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan pada semua
pasien yang dicurigai sebagai sarcoma Ewing. Perhatian khusus harus ditempatkan pada
hal-hal berikut ini : Keadaan umum dan status gizi penderita. Pemeriksaan Nodus
limfatikus, meliputi : jumlah, konsistensi, nyeri tekan dan distribusinya baik pada daerah
servikal, supraklavikula, axilla serta inguinal harus dicatat.Pada pemeriksaan dada,
mungkin didapatkan bukti adanya efusi pleura dan metastase paru, misal penurunan atau
hilangnya suara napas, adanya bising gesek pleura pada pemeriksaan paru-paru.
Pemeriksaan perut, adanya hepato-splenomegali, asites dan semua massa abdomen harus
digambarkan dengan jelas. Pemeriksaan daerah pelvis, bisa dilakukan palpasi untuk
mengetahui adanya massa, atau daerah yang nyeri bila ditekan. Pemeriksaan ekstremitas,
meliputi pemeriksaan skeletal termasuk test ruang gerak sangat diperlukan. Pemeriksaan
system saraf menyeluruh harus dicatat dengan baik.
Diagnosis yang dipermasalahkan : klinisnya hal tersebut sangat penting
secepatnya untuk mengeluarkan tulang yang terinfeksi. Pada biopsy tingkat esensialnya
untuk mengenal keganasan sekitar sel tumor, kejelasan dari osteosarcoma. Sekitar sel
tumor yang lain bisa menyerupai sarkoma Ewing yaitu sel reticulum sarcoma dan
neuroblastoma metastatik.
Pemeriksaan Penunjang
Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai sarcoma Ewing :
1. Pemeriksaan darah : a). Pemeriksaan darah rutin. b). Transaminase hati. c). Laktat
dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau
berkembangnya metastase.
2. Pemeriksaan radiologis : a). Foto rontgen. b). CT scan : Pada daerah yang dicurigai
neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan
lokasi massa dan hubunganya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase
pulmoner. Bila ada gejala neorologis, CT scan kepala juga sebaiknya dilakukan.
3. Pemeriksaan invasif : a). Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sample
sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk menyingkirkan adanya
metastase. b). Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada massa tumor sangat penting
untuk mendiagnosis Ewings Sarkoma. Jika terdapat komponen jaringan lunak, biopsi
pada daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.
Radiologi Diagnostik
Gambaran radiologis sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat
infiltratif yang berawal di medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah radiolusen.
Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang kadang reaksi
periostealnya tampak sebagai garis garis yang berlapis lapis menyerupai kulit bawang
dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini pernah dianggap patognomonis
untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi tulang lain.
Stadium Tumor
Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan system
staging untuk sarcoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap lebih
sesuai untuk penyakit dari pada system yang berdasar pada perluasan penyakit sesudah
prosedur pembedahan, oleh karena itu maka pendekatan kontrol local pada tumor ini
jarang dengan pembedahan. Pengalaman menunjukan bahwa besar lesi sarcoma Ewing
mempunyai prognosis yang cukup penting. Delapan puluh tujuh persen pasien dengan
tumor (T) pada tulang tetap hidup dalam lima tahun dibandingkan dengan 20 % pada
pasien dengan komponen ekstraossea. Nodus limfatikus (N) jarang terlibat. Adanya
penyakit metastase (M) akan menurunkan survival secara nyata. Keterlibatan tulang atau
sumsum tulang lebih sering didapat dari pada hanya metastase tumor ke paru paru.
Sarkoma Ewing adalah suatu sel tumor bulat tak terdiferensiasi yang tidak memiliki
pertanda morfologis. Sarkoma Ewing ini didiagnosis setelah mengeksklusi tumor sel
bulat, kecil dan biru yang lain yang meliputi sarcoma tulang primer, sarcoma tulang
primitive, rabdomiosarkoma, limfoma, neuroblastoma dan neuroepitelioma perifer.
Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah pelvis (21%), femur
(21%), fibula (12%), tibia (11%), humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula
(4%), tulang kepala (3%) dan tempat lain (<2%).
Penyebaran metastase
Radioterapi preoperative: Karena tingginya tingkat control local dengan radiasi (sendiri
Penyebaran local dan metastase sarcoma Ewing. Terapi radiasi sering digunakan untuk
pengobatan metastase, khususnya setelah kemoterapi sistemik. Radiasi paru bilateral
profilaksis telah dicoba, tetapi kurang berhasil bila dibandingkan dengan kemoterapi
sistemik dalam mencegah metastase pulmoner tumor.
3. Kondrosarkoma
Definisi
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang
rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak kedua
setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel
kartilago (tulang rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma
biasanya ditemukan pada daerah tulang femur, humerus, kosta dan bagian permukaan
pelvis. Tumor ini memiliki banyak ciri dan bentuk perkembangan. Dari pertumbuhan
yang lambat hingga pertumbuhan metastasis yang agresif.
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk
keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer.
Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti
enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder.
Kondrosarkoma
sekunder
kurang
ganas
dibandingkan
kondrosarkoma
primer.
hemangioma) memiliki resiko lebih tinggi untuk menjadi kondrosarkoma daripada orangorang normal dan sering sekali muncul pada dekade ketiga dan keempat.
Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400
jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan tulang primer
dan sekitar 11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru
kondrosarkoma.
Predileksi
Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan
bagian epifisis tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi namun
predileksi terbanyak pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan humerus. Selain itu
dapat pula mengenai rusuk, tulang kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini
jarang mengenai tangan dan biasanya merupakan bentuk keganasan atau komplikasi dari
sindrom enkondromatosis multipel.
Etiologi
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi etiologi
kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan penelitian yang terus
berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang
jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk
berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek samping
dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker primer. Selain itu, pasien
dengan sindrom enkondromatosis seperti Ollier disease dan Maffucci syndrome, beresiko
tinggi untuk terkena kondrosarkoma.
Patofisiologi
Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya
kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi
kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago.
Secara fisiologis, kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang
kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses
osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke
ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis
lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung
epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel
kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang, dengan
berbagai variasi ukuran dan lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi
awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma
sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti
kortikal dan periosteal. Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks
sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue.
Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya penyakit
ini memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi agresif.
Gejala Kondrosarkoma, berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:
-
Nyeri: Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien
kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada
predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul
akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk
pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak menghilang. Nyeri diperberat oleh adanya
fraktur patologis.
Pembengkakan: Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
Massa yang teraba: Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis. Namun semua
manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma. Gejala yang ditimbulkan
tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga disertai
nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan biasanya
disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.
Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1)
apabila jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian grade kondrosarkoma dapat
juga melalui pemeriksaan mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip
dengan sel normal dan pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat
kecil. Pada grade tinggi, sel tumor tampak abnormal dengan pertumbuhan dan
kemampuan metastase yang sangat cepat. Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada
grade rendah. Grade tinggi kondrosarkoma lebih sering akibat rekurensi dan metastase ke
bagian tubuh yang lain. Yang termasuk grade rendah adalah kondrosarkoma sekunder
sedangkan yang termasuk grade tinggi adalah kondrosarkoma primer.
Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan mengetahui apakah sel
tumor ini telah bermetastase di luar lokasi aslinya. Untuk lokasi anatomi, dituliskan (T1)
jika tumor tersebut berada di dalam tulang dan (T2) jika diluar tulang. Berikut ini adalah
penentuan stage kondrosarkoma:
-
a. Foto konvensional
Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk
diagnosis awal kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan
gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa
pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi
tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur
patologis. Scallop erosion pada endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor yang
lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada kondrosarkoma, endosteal scalloping
kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka hal ini dapat membedakan kondrosarkoma
dengan enkondroma. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai destruksi tulang,
erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan enkondroma.
Radiografi frontal dari caput fibula sinistra menunjukkan lesi luscent yang mengandung
kalsifikasi matrix chondroid tipikal. Tumor low grade.
. Radiografi frontal dari acetabulum kiri menunjukkan lesi luscent expansil tanpa
kalsifikasi matriks internal. Tumor low grade sentral
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi malignan,
penetrasi korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue dengan kalsifikasi. Namun
derajat bentuk kalsifikasi matriks ini dapat dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor
yang agresif, dapat dilihat gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula
tampak area yang luas tanpa kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan soft tissue di
sekitarnya juga menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari
kalsifikasi matriks yang sebelumnya terlihat sebagai enkondroma, hal tersebut
menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah keganasan menjadi kondrosarkoma.
b. CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks
kartilago. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih sensitif untuk penilaian
distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks. Endosteal cortical scalloping pada
tumor intramedullar juga terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto
konvensional. CT scan ini juga dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan
menyelidiki adanya proses metastase di paru-paru.
sinistra
luscent ekspansil
CT scan pelvis menunjukkan massa soft tissue besar yang mengandung kalsifikasi berasal
dari broad-based sessile osteochondroma pada aspek posterior ilium. Tumor perifer
sekunder high-grade.
makroskopis
pada
kebanyakan
tumor
memperlihatkan
sifat
2.
3.
Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas. Pada gambaran patologi anatomi
tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit
4.
utama
penatalaksanaan
kondrosarkoma
pembedahan
karena
Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, yaitu:
1. Anamnesis
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma sebelumnya.
Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang menderita penyakit yang sejenis
misalnya diafisial aklasia yang bersifat herediter.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah:
a. Umur: Umur penderita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor tulang
yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya osteogenik sarkoma
ditemukan pada anak sampai sebelum dewasa muda, kondrosarkoma pada umur 40
tahun, giant cell tumor jarang ditemukan di bawah umur 20 tahun.
b. Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor: Tumor jinak biasanya berkembang
secara perlahan dan bila terjadi perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau
suatu tumor yang jinak tiba-tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya
keganasan.
c. Nyeri: Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri
menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya,
perdarahan atau degenerasi.
d. Pembengkakan:
Kadang-kadang
penderita
mengeluhkan
adanya
suatu
pembengkakan, yang timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama
atau secara tiba-tiba.
2. Pemeriksaan Klinik
Biopsi
yaitu dapat diambil jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan histologik dan
pemeriksaan ultramikroskopik, mengurangi kesalahan pengambilan jaringan dan
mengurangi kecenderungan perbedaan diagnostik tumor jinak dan tumor ganas
seperti antara enkondroma dan kondrosarkoma, osteoblastoma dan osteosarkoma.
Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan pada
prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi en-bloc.
Diagnosis Banding
Perlu dilakukan dengan sangat hati-hati oleh karena kelainan-kelainan lain seperti infeksi,
miositis osifikans, hematoma dapat memberikan gambaran klinis dan radiologik yang
menyerupai gambaran suatu tumor ganas tulang. Kelainan-kelainan yang dapat memberikan
gambaran klinis dan radiologik yang menyerupai tumor, antara lain:
1. Hematoma subperiosteal atau pada jaringan lunak yang akan memberikan benjolan yang
disertai nyeri.
2. Osteomielitis dapat memberikan gejala seperti tumor ganas osteosarkoma atau tumor
ganas Ewing.
3. Fraktur stress; ini akan memberikan gejala nyeri dan gambaran adanya fraktur.
4. Miositis osifikans.
5. Artritis gout.
Penatalaksanaan
Pada tumor-tumor ganas diperlukan kerjasama dan konsultasi antara ahli bedah onkologi,
ahli bedah ortopedi, ahli radiologi, ahli patologi serta ahli prostetik dan rehabilitasi.
1. Curiga akan tumor ganas
Apabila suatu lesi pada tumor primer dicurigai sebagai suatu keganasan maka penderita
sebaiknya dirawat untuk pemeriksaan lengkap, pemeriksaan darah, foto paru-paru,
pencitraan baik dengan foto polos maupun CT-scan dan biopsi tumor.
2. Operasi
Eksisi tumor dengan cara operasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu:
a. Intralesional atau intrakapsuler: Teknik ini dilakukan dengan cara eksisi/kuretase
tumor, tidak dianjurkan pada tumor ganas dan biasanya dilakukan pada kelompok
tumor low grade tumour, misalnya giant cell tumor.
b. Eksisi marginal: Adalah pengeluaran tumor di luar dari kapsulnya. Teknik ini
terutama dilakukan pada tumor jinak atau tumor ganas jenis low grade malignancy.
c. Eksisi luas (eksisi en-bloc): Tumor dikeluarkan secara utuh disertai jaringan disekitar
tumor yang berupa pseudo-kapsul atau jaringan yang bereaksi di luar tumor. Tindakan
eksisi luas dilakukan pada tumor ganas dan biasanya dikombinasi dengan pemberian
kemoterapi atau radioterapi pada pre/pasca operasi.
d. Operasi radikal: Dilakukan seperti pada eksisi luas dan ditambah dengan pengeluaran
seluruh tulang serta sendi dan jaringan sebagai satu bagian yang utuh. Cara ini
biasanya berupa amputasi anggota gerak di atasnya dan disertai pengeluaran sendi di
atasnya.
Dengan staging yang tepat serta pemberian kemoterapi untuk mengontrol
penyebaran tumor, tindakan amputasi dapat dihindarkan dengan suatu teknik yang
disebut limb-sparing surgery (limb saving procedure) yaitu berupa eksisi yang luas
disertai dengan penggantian anggota gerak dengan mempergunakan bone graft atau
protesis yang disesuaikan dengan anggota gerak tersebut yang dibuat khusus secara
individu.
3. Radioterapi
Radiasi dengan energi tinggi merupakan suatu cara untuk eradikasi tumor-tumor ganas
yang radiosensitif dan dapat juga sebagai pengobatan awal sebelum tindakan operasi
dilakukan. Kombinasi radioterapi dapat pula diberikan bersama-sama dengan kemoterapi.
Radioterapi dilakukan pada keadaan-keadaan yang in-operable misalnya adanya
metastasis atau keadaan lokal yang tidak memungkinkan untuk tindakan operasi.
4. Kemoterapi
Merupakan suatu pengobatan tambahan pada tumor ganas tulang dan jaringan lunak.
Obat-obatan yang dipergunakan adalah metotreksat, adriamisin, siklofosfamid, vinkristin,
sisplatinum. Pemberian kemoterapi biasanya dilakukan pada pre/pasca operasi.
Kesimpulan
Tumor tulang merupakan kelainan pada tulang yang bersifat neoplastik. Dengan istilah
lain Tumor Tulang adalah pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Dari seluruh tumor tulang primer; 65,8% bersifat jinak dan 34,2% bersifat ganas. Ini
berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas. Perbandingan insidens
tumor tulang pada pria dan wanita adalah sama.
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel, yaitu: primer (osteogenik,
kondrogenik, fibrogenik, mielogenik, tumor asal vaskuler, tumor tulang lainnya) dan
sekunder/metastatik (tumor yang berasal dari organ lain yang menyebar ke tulang).
Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, yaitu: anamnesis,
pemeriksaan klinik, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium,
dan pemeriksaan biopsi.
Metode pengobatan pada neoplasma tulang antara lain dengan operasi, radioterapi, dan
kemoterapi. Ada beberapa teknik operasi, yaitu: intralesional atau intrakapsuler, eksisi marginal,
eksisi luas, serta operasi radikal.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta: EGC