You are on page 1of 15

Seminar Nasional Kebumian Ke-7 dan Simposium Pendidikan Geologi Nasional.

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 30-31 Oktober 2014.

ANALISIS TIPE LONGSOR DAN KESTABILAN


LERENG BERDASARKAN ORIENTASI STRUKTUR
GEOLOGI DI DINDING UTARA TAMBANG BATU
HIJAU, SUMBAWA BARAT
Faridha Aprilia1, I Gde Budi Indrawan1, Yan Adriansyah2, Dedi Maryadi2
1

Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Indonesia


Departemen Geoteknik & Hidrogeologi - PT. Newmont Nusa Tenggara, Indonesia
Received Date: October 20th, 2014

Abstrak

Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di
Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara dengan metode
penambangan terbuka. Selama pengoperasian tambang dari awal tahun 2000 hingga saat
ini, telah terjadi beberapa kasus longsor yang disebabkan oleh kondisi massa batuan yang
lemah yang berasosiasi dengan keberadaan struktur geologi yang intensif. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui tipe longsor dan kondisi kestabilan lereng utara desain Phase
6 Tambang Batu Hijau yang sedang dioperasikan. Data yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi struktur geologi sepanjang lereng hasil pemetaan geologi (line mapping), data
pemboran geoteknik, sifat keteknikan hasil uji laboratorium dan analisis balik terhadap
beberapa longsor di daerah penelitian. Dinding utara desain Phase 6 dibagi menjadi tujuh
blok analisis, yaitu blok TL-1, TL-2 dan TL-3 di bagian timurlaut, blok U-1, U-2 dan U-3
di bagian utara dan blok BL-1 di bagian baratlaut. Untuk mengetahui tipe longsor yang
mungkin terjadi, analisis kinematika menggunakan Schmidt net dilakukan berdasarkan
orientasi dan besar sudut kemiringan lereng pada setiap blok analisis. Analisis
kesetimbangan batas menggunakan metode General Limit Equilibrium (GLE) dilakukan
pada blok yang berpotensi tidak stabil secara kinematika. Hasil analisis kinematika
menunjukkan bahwa lereng penambangan di dinding utara tambang Batu Hijau Phase 6
berpotensi mengalami longsoran baji dan bidang dan/atau kombinasi keduanya. Hasil
analisis kestabilan lereng menunjukkan bahwa hampir semua blok yang dianalisis memiliki
kondisi kritis, kecuali blok TL-3 dan U-3 memiliki kondisi aman.
Kata kunci: analisis kinematika, analisis kesetimbangan batas, kestabilan lereng, tambang terbuka.

PENDAHULUAN

Longsor merupakan pergerakan massa batuan atau tanah menuruni lereng karena pengaruh
secara langsung dari gaya gravitasi (West, 2010). Lereng stabil jika gaya penahan lebih
besar dari gaya penggerak longsor. Tipe longsoran berdasarkan bidang gelincirnya dapat
dibedakan menjadi empat (Hoek dan Bray, 1981), yaitu: Longsoran bidang (plane failure),
Longsoran baji (wedge failure), toppling failure dan circular failure (Gambar 1).
Longsoran bidang merupakan longsoran yang terjadi jika massa batuan bergerak menuruni
lereng sepanjang bidang gelincir (Gambar 1a). Longsoran baji merupakan longsoran yang
terjadi akibat adanya dua diskontinuitas yang berpotongan dan longsoran terjadi di
sepanjang diskontinuitas tersebut sehingga menghasilkan bentuk membaji (Gambar 1b).
Toppling failure merupakan jenis longsoran yang terjadi jika pergerakan massa batuan
tanpa melalui bidang gelincir dan sebagian besar perjalanan materialnya berada di udara
(Gambar 1c). Circular failure merupakan jenis longsoran yang terjadi pada batuan yang
1

terlapukkan secara intensif, pada material lepas ataupun pada batuan dengan diskontinuitas
yang rapat dengan orientasi tidak teratur (Gambar 1d).
Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di
Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dengan metode
penambangan terbuka. Selama pengoperasian tambang dari awal tahun 2000 hingga saat
ini, telah terjadi beberapa kasus longsor. Longsoran di Tambang Batu Hijau pada
umumnya disebabkan oleh kondisi massa batuan yang lemah yang berasosiasi dengan
struktur geologi yang intensif (Adriansyah, 2012). Sebagai bidang gelincir, struktur geologi
akan menentukan geometri, arah dan tipe longsoran (Hoek dan Bray, 1981).
Struktur geologi patahan dan kekar banyak dijumpai pada dinding utara Desain Phase
6 Tambang Batu Hijau saat penelitian ini dilakukan (Maryadi, 2014). Untuk menjaga
desain lereng tambang yang stabil sehingga operasional penambangan dapat berjalan
dengan aman diperlukan analisis kemungkinan tipe longsoran dan kondisi kestabilan
lereng.
Tambang Batu Hijau berada di Kecamatan Sekongkang dan Kecamatan Jereweh,
Kabupaten Sumbawa Barat, Propvinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Penelitian ini
dilakukan pada bagian timurlaut sampai baratlaut lereng utara Desain Phase 6 Tambang
Batu Hijau.

KONDISI GEOLOGI DAN SIFAT KETEKNIKAN BATUAN


Litologi
Litologi daerah penelitian berupa andesit dan diorit kuarsa (Gambar 3). Andesit berwarna
abu-abu, struktur terkekarkan, tekstur afanitik - porfiroafanitik, ukuran mineral < 0,1-1
mm, komposisi terdiri dari mineral-mineral mafik dan felsik berukuran sangat halus dan
plagioklas sebagai fenokris pada batuan yang bertekstur porfiroafanitik, terdapat mineral
hasil mineralisasi yang mengisi rekahan-rekahan yang berupa pirit, kuarsa dan kalkopirit.
Diorit kuarsa berwarna abu-abu, struktur terkekarkan, tekstur faneritik, ukuran mineral 1-3
mm, holokristalin, komposisi terdiri dari plagioklas, hornblenda, piroksen, biotit, kuarsa
dan mineral-mineral hasil mineralisasi yang mengisi urat-urat batuan yakni berupa galena,
bornit, kuarsa, pirit dan kalkopirit. Penyebaran kedua satuan batuan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 4.
Struktur Geologi
Struktur geologi di Tambang Batu Hijau pada umumnya dikontrol oleh sesar dan kekar
sebagai produk dari fase tektonik dan akibat intrusi magma. Arah umum struktur yang
berkembang di daerah penelitian umumnya berarah baratlaut - tenggara dan timurlaut-barat
daya. Struktur mayor berarah baratlaut-tenggara di Batu Hijau antara lain Zona Sesar
Tongoloka Puna, Zona Sesar Tongoloka dan Zona Sesar Katala (Garwin, 2000) dapat
dilihat pada Gambar 5. Kondisi kekar dan sesar di lapangan dapat dilihat pada Gambar 6.
Rock Mass Rating (RMR)
Nilai RMR pada daerah penelitian berkisar antara 20 sampai 70 dengan dominasi nilai
RMR 30 sampai 40 (Gambar 7). Hal ini mengindikasikan kondisi massa batuan di daerah
penelitian buruk (Bieniawski, 1989).

METODOLOGI PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain struktur geologi sepanjang lereng
hasil pemetaan geologi dengan metode line mapping, data pemboran geoteknik, sifat
keteknikan hasil uji laboratorium dan analisis balik (back analysis) terhadap beberapa
longsoran yang terjadi di daerah penelitian. Analisis longsoran meliputi analisis
2

kinematika (kinematic analysis) menggunakan program Dips v.5 (Rocscience, Inc.) dan
analisis kesetimbangan batas (limit equilibrium analysis) menggunakan program Slide v.6
(Rocscience, Inc.) dan perhitungan manual.
Analisis Kinematika
Analisis kinematika merupakan salah satu metode analisis kestabilan lereng yang
menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi lereng dan sudut geser dalam
batuan yang diproyeksikan pada stereonet (Hoek dan Bray, 1981). Analisis kinematika
pada penelitian ini menggunakan asumsi semua bidang diskontinuitas mempunyai sudut
geser dalam () = 30 dan kohesi (c) = 0 kPa. Pada penelitian ini daerah penelitian dibagi
menjadi 7 blok analisis yang telah ditentukan berdasarkan orientasi dan sudut kemiringan
lereng tambang (Gambar 8). Dalam analisis kinematika digunakan Schmidt net dengan
proyeksi bidang menjadi titik (pole plot) maupun garis lengkung (plane). Analisis
longsoran baji menggunakan prinsip proyeksi bidang menjadi garis lengkung sedangkan
analisis longsoran bidang menggunakan prinsip proyeksi bidang menjadi titik. Data yang
digunakan antara lain data line mapping dan data pemboran geoteknik. Pada data kekar
perlu dilakukan contouring untuk mengetahui arah orientasi utama selanjutnya arah
orientasi utama tersebut digunakan dalam analisis kinematika maupun analisis
kesetimbangan batas. Berdasarkan hasil analisis kinematika, dengan masukan data
orientasi bidag diskontinuitas yang berupa struktur geologi (sesar dan kekar), maka dapat
diketahui tipe longsor dan kemungkinan ketidakstabilan lerengnya.
Analisis Balik
Suatu analisis balik dilakukan pada suatu longsoran untuk mengetahui parameter kekuatan
batuan penyusun lereng, yaitu c dan , saat lereng dalam keadaan setimbang atau sesaat
sebelum longsor (Hoek dan Bray, 1981). Analisis balik dilakukan pada longsoran yang
telah terjadi dengan mengunakan geometri lereng sebelum longsor terjadi. Lebih lanjut,
analisis balik juga menggunakan bidang gelincir yang disesuaikan dengan kondisi bidang
gelincir lereng yang telah mengalami longsor. Nilai c dan bidang gelincir diperkirakan
hingga diperoleh nilai faktor keamanan lereng (FS) =1 atau mendekati 1. Dalam penelitian
ini dilakukan analisis balik pada 3 longsoran, yaitu longsoran F#X1, F#X2 dan F#X3
(Gambar 9), yang berada pada lokasi paling dekat dengan sayatan A, sayatan B dan sayatan
C yang akan digunakan dalam analisis kesetimbangan batas (Gambar 10).
Analisis Kesetimbangan Batas
Analisis kesetimbangan batas merupakan metode analisis kesetimbangan dari massa yang
berpotensi bergerak menuruni lereng dengan membandingkan gaya penggerak dan gaya
penahan sepanjang bidang gelincir longsoran. Perbandingan kedua gaya tersebut akan
menghasilkan nilai FS. Dalam penelitian ini kriteria kestabilan lereng dalam analisis
kesetimbangan batas ditetapkan sebagai berikut: nilai FS 1 menunjukkan lereng dalam
kondisi tidak stabil, sedangkan nilai FS > 1 menunjukkan lereng dalam kondisi stabil
(Hoek dan Bray, 1981). Lebih lanjut, nilai 1 < FS < 1,2 menunjukkan lereng dalam kondisi
kritis dan nilai FS 1,2 menunjukkan lereng dalam kondisi aman (Priest dan Brown,
1983).
Analisis kesetimbangan batas pada penelitian ini dilakukan pada daerah yang tidak
stabil secara kinematika baik untuk longsoran bidang maupun longsoran baji. Analisis
longsoran bidang dilakukan dengan metode General Limit Equilibrium (GLE)
menggunakan Mohr-Couloumb Criterion untuk memodelkan sifat-sifat kekuatan material
pengisi sesar dan kekar yang relatif homogen dan anisotropic strength function untuk
memodelkan sifat-sifat kekuatan massa batuan. Metode GLE berdasarkan pada dua
persamaan faktor keamanan lereng, yakni faktor keamanan terhadap kesetimbangan gaya
3

dan faktor keamanan terhadap kesetimbangan momen. Selain itu, metode ini
mempertimbangkan gaya-gaya interslices (Krahn, 2004), sehingga diharapkan hasil yang
diperoleh lebih akurat. Dalam analisis menggunakan anisotropic strength function
diperlukan data orientasi utama bidang diskontinuitas pada masing-masing sayatan.
Misalnya, dalam analisis kesetimbangan batas sayatan C yang berada di bagian lereng
timurlaut akan digunakan data orientasi utama dari blok analisis TL-1, TL-2 dan TL-3.
Data parameter kekuatan batuan yang digunakan adalah data hasil uji laboratorium dimana
setiap litologi, nilai RMR, faktor gangguan (disturbance factor, D) dan domain yang
berbeda akan mempunyai nilai yang berbeda. Domain merupakan pengelompokan massa
batuan berdasarkan litologi, kekuatan massa batuan dan struktur geologi. Nilai faktor
gangguan (D) yang diterapkan di Tambang Batu Hijau adalah D= 1 pada kedalaman 0-30
m, nilai D=0,7 diterapkan pada kedalaman 30-50 m dan nilai D=0,5 diterapkan pada
kedalaman > 50 meter dari permukaan. Selain itu berat jenis diorit kuarsa dan andesit yang
digunakan dalam analisis masing-masing adalah 26 dan 27 kN/m3 (Departemen Geoteknik,
PT NNT, 2014)
Analisis kesetimbangan batas untuk longsoran baji dilakukan dengan perhitungan
manual menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart. Analisis ini menggunakan
asumsi bahwa bidang diskontinuitas memiliki c = 0 kPa. Data yang digunakan antara lain
dip dan dip direction kedua diskontinuitas dan nilai yang diperoleh berdasarkan hasil
analisis balik. Kestabilan lereng untuk longsoran tipe baji dihitung dengan persamaan
berikut:
FS = A tan A + B tan B
Konstanta A dan B diperoleh dari Hoek-Bray wedge stability chart, dimana nilainya
ditentukan oleh besar perbedaan sudut kemiringan dan arah kemiringan kedua bidang
diskontinuitas. A dan B adalah sudut geser dalam masing-masing bidang diskontinuitas A
dan B. Sudut kemiringan bidang diskontinuitas A< sudut kemiringan
bidang
diskontinuitas B.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Hasil Analisis Balik (Back Analysis)
Hasil analisis balik terhadap 3 longsoran, yaitu longsoran F#X1, F#X2 dan F#X3 dapat
dilihat pada Tabel 1. Pada tiap longsoran dilakukan 2 kali analisis balik, yakni analisis
dengan asumsi nilai kohesi kekar adalah 0 kPa dan asumsi kedua dengan nilai kohesi kekar
>0 kPa. Kondisi sebenarnya di lapangan sebagian besar kekar tidak menerus secara
kontinyu seperti halnya sesar sehingga dimungkinkan nilai kohesinya 0.
Hasil Analisis Kinematika
Contoh hasil analisis kinematika, yaitu pada blok analisis (TL-1) dapat dilihat pada
Gambar 11. Hasil analisis kinematika menunjukkan bahwa blok TL-1 berpotensi
mengalami tipe longsoran bidang dan longsoran baji dengan kondisi tidak stabil karena ada
beberapa data sesar maupun kekar yang masuk pada zona daylight untuk longsoran bidang
dan longsoran baji. Data perpotongan bidang diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan
longsoran baji dapat dilihat pada Tabel 2. Diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan
longsoran bidang adalah kekar dengan orientasi N124E/40 pada zona daylight.
Pada blok TL-1 terdapat longsoran yang terjadi akibat kombinasi antara sesar yang
berpotensi mengalami longsoran bidang pada zona non-daylight dengan kekar pada zona
daylight yaitu longsoran F#X3 (Gambar 12). Menurut Syarbini (2014) beberapa longsoran
4

di Tambang Batu Hijau terjadi karena kombinasi antara sesar yang berpotensi mengalami
longsoran bidang pada zona non-daylight dengan kekar pada zona daylight, selain
kombinasi antara longsoran baji dan longsoran bidang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kekar pada zona daylight berperan penting dalam kejadian longsor
sehingga sangat perlu diperhitungkan dalam penilaian kondisi kestabilan lereng.
Berdasarkan hasil analisis kinematika yang telah dilakukan dapat diketahui tipe
longsoran yang mendominasi pada tiap blok analisis dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil Analisis Kesetimbangan Batas
Hasil analisis pada sayatan C (Gambar 13) menunjukkan bahwa lereng di bawah ramp
memiliki FS =1.01 dan lereng di atas ramp memiliki FS = 1.07. Parameter kekuatan batuan
untuk bidang diskontinuitas yang berupa sesar dan kekar berasal dari data back analysis
longsoran F#X3. Hasil perhitungan analisis kesetimbangan batas untuk longsoran bidang
pada ketiga sayatan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
semua sayatan yang dianalisis termasuk dalam kategori kritis (1 < FS < 1,2). Hasil
perhitungan ini menggunakan asumsi bahwa kekar-kekar yang ada adalah menerus dan
mempunyai nilai c dan sama dengan nilai c dan bidang gelincir pada longsoran F#X3.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan pada umumnya kekar tidak menerus, sehingga
nilai c dan kemungkinan akan lebih besar. Asumsi lain adalah pada sayatan yang
digunakan dalam analisis kesetimbangan batas terdapat bidang diskontinuitas yang sangat
rapat sebagai skenario terburuk dalam perhitungan FS, sementara kondisi lapangan pada
umumnya spasi bidang diskontinuitas sekitar 1 meter. Dengan kata lain jika spasi bidang
diskontinuitas di lapangan diperhitungkan maka nilai FS kemungkinan akan lebih besar.
Analisis kesetimbangan batas untuk longsoran tipe baji dilakukan pada perpotongan
bidang diskontinuitas yang berada pada zona daylight envelope. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa secara umum
kondisi perpotongan kedua diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan longsoran tipe
baji adalah stabil dengan kondisi aman (FS > 1,2). Beberapa perpotongan diskontinuitas
yang mempunyai nilai FS < 1 (ditandai dengan tulisan dicetak tebal dalam Tabel 5) di
lapangan justru menunjukkan kondisi stabil. Hal ini kemungkinan karena analisis
kesetimbangan batas menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart tidak
memperhitungkan jarak dua bidang sesar yang sangat jauh yang dapat menyebabkan garis
perpotongan dua bidang sesar sangat dalam. Lebih lanjut, perpotongan kekar dan sesar
sulit dilakukan pemodelan lebih lanjut karena posisi dan kemenerusan kekar yang tidak
diketahui secara pasti.
Kondisi Kestabilan Lereng
Analisis kestabilan lereng yang telah dilakukan baik secara kinematika dan metode
kesetimbangan batas menghasilkan kesimpulan berkaitan kondisi kestabilan lerengnya.
Untuk memperoleh hasil analisis kestabilan lereng yang acceptable dan dapat
diimplementasikan dengan aman serta ramah lingkungan, maka analisis kestabilan lereng
di Tambang Batu Hijau - PT NNT dilakukan secara terintegrasi berdasarkan hasil analisis
kinematika dan kesetimbangan batas yang disesuaikan dengan karakteristik longsoran yang
terjadi di Tambang Batu Hijau. Ringkasan hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada
Tabel 6.
Kesimpulan stabil atau tidak stabil untuk hasil analisis kinematika adalah berdasarkan
kondisi bidang diskontinuitas yang berpotensi menghasilkan longsoran tersebut masuk
pada zona daylight (tidak stabil) atau non daylight (stabil), sedangkan untuk analisis
kesetimbangan batas, kesimpulan mengenai kondisi kestabilan lereng adalah berdasakan
nilai FS yang dihasilkan dari perhitungan. Penjelasan untuk masing-masing blok analisis
adalah sebagai berikut:
5

1. Blok TL-1 dan TL-2. Walaupun analisis kinematika menunjukkan bahwa blok ini
berpotensi mengalami longsoran baji dan longsoran bidang, analisis kesetimbangan
batas menunjukkan bahwa blok ini memiliki kondisi kritis terhadap longsoran bidang
dan aman terhadap longsoran baji.
2. Blok TL-3. Blok ini berpotensi mengalami longsoran baji. Namun, analisis
kesetimbangan batas menunjukkan bahwa blok ini dalam kondisi aman.
3. Blok U-1 dan BL-1. Berdasarkan analisis kesetimbangan batas dan kinematika, blok ini
memiliki kondisi kritis terhadap longsoran bidang dan longsoran baji.
4. Blok U-2. Analis kinematika menujukkan bahwa blok ini hanya berpotensi mengalami
longsoran bidang dan analisis kesetimbangan batas menujukkan bahwa blok ini
memiliki kondisi kritis terhadap longsoran bidang.
5. Blok U-3. Analisis kinematika dan kesetimbangan batas menunjukkan bahwa blok ini
kondisinya aman dari keruntuhan.

KESIMPULAN

Hasil analisis kinematika menunjukkan bahwa potensi longsoran di daerah penelitian


didominasi oleh tipe bidang, baji dan kombinasi keduanya. Hampir semua blok yang
dianalisis memiliki kondisi kritis, kecuali blok TL-3 dan U-3 memiliki kondisi aman.
Dalam perhitungan Fs longsoran tipe baji menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart
perlu dilakukan analisis lebih lanjut karena metode perhitungan ini tidak memperhitungkan
jarak kedua bidang diskontinuitas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis pertama mengucapkan terima kasih kepada PT. Newmont Nusa Tenggara
(Departemen Geoteknik dan Hidrogeologi, PT Newmont Nusa Tenggara) atas kesempatan
untuk melakukan penelitian di Tambang Batu Hijau.
REFERENSI
Adriansyah, Y., 2013. Prediksi Longsor Berdasarkan Data Hasil Pemantauan Pergerakan
Lereng di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Studi Kasus dari
Beberapa Longsoran). Seminar Nasional Geomekanika II, Peran Geomekanika
dalam Pembangunan Sektor Pertambangan, Perminyakan dan Infrastruktur, Aston
Primera Pasteur, Bandung, Indonesia.
Departemen Geoteknik, PT NNT, 2013, Laporan Intern Departemen Geoteknik dan
Hidrogeologi PT. Newmont Nusa Tenggara, Sumbawa Barat (Tidak diterbitkan).
Bieniawski, Z.T., 1989. Engineering Rock Mass Classification. John Wiley & Sons, New
york, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore, 257h.
Garwin, S., 2000. Distric-scale Expression of Intrusion-related Hydrothermal Systems Near
the Batu Hijau Porphyry Copper-Gold Deposit, Sumbawa, Indonesia. Proceedings
of Banda and Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI Annual Convention, Malang, Jawa
Timur.
Hoek, E. dan Bray, J.W., 1981, Rock Slope Engineering, 3rd Ed, The Institution of Mining
and Metallurgy, London, 356h.
Krahn, J., 2004. Stability Modelling with SLOPE/W. GEO-SLOPE/W International, Ltd.,
Canada, 1st ed., 396h.
Lisle, R. J. dan Leyshon, P. R., 2004. Stereographic Projection Technique: for Geologist
and Civil Engineers. Cambridge University Press, United Kingdom, 2nd ed., 112h.
Maryadi, D., 2014. Komunikasi secara langsung.

Priest, S.D. dan Brown, E.T. 1983. Probabilistic stability analysis of variable rock slopes,
Transactions of Institution of Mining and Metallurgy. (Section A: Mining Industry),
pp A1 - A12.
Read, J. dan Stacey, P., 2009. Guidelines for Open Pit Slope Design. CSIRO Publishing,
Collingwood VIC 3066, Australia, 485.
Sudradjat, A., Mangga, S.A. dan Suwarna, N., 1980. Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Syarbini, K., 2014. Komunikasi secara langsung.
West, Terry, R., 1995. Geology applied to Engineering. Waveland Press Inc, USA, 560h.
Wyllie, D.C. dan Mah, Ch. W., 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining. Spon
Press, London dan New York, 4th ed., 431h.
Tabel 1. Hasil analisis balik 3 longsoran.
Longsoran
Material
c (kN/m2)
()
F#X1

F#X2

F#X3

Kekar
Sesar
Kekar
Sesar
Kekar
Sesar (Roni)
Kekar
Sesar (Roni)
Kekar
Sesar
Kekar
Sesar (Ciremai)

0
0
85
0
0
0
60
0
0
0
57
0

35,4
20
25
20
33
19,5
27
17
40
27,5
27
16

Nilai FS
1,000
1,003
1,003
1,004
1,003
0,999

Tabel 2. Data perpotongan bidang diskontinuitas yang berpotensi longsoran baji di blok
TL-1.
Perpotongan bidang
diskontinuitas
Charly dan Ciremai
Charly dan Kerinci
Charly dan Ferry
Ferry dan Joint set (7)
Charly dan Joint set (7)

Orientasi garis
perpotongan
(Plunge, Trend)
56, N230E
53, N219E
44, N202E
39, N197E
39, N218E

Zona daylight
/non-daylight
Non-daylight
Non-daylight
Non-daylight
Daylight
Daylight

Tabel 3. Tipe logsoran yang mendominasi pada tiap blok analisis.


Nama Blok
Tipe longsor yang
Mendominasi
TL-1
Longsoran bidang dan baji
TL-2
Longsoran baji
TL-3
Longsoran baji
U-1
Longsoran baji
U-2
Longsoran baji
U-3
Longsoran baji
BL-1
Longsoran bidang dan baji
7

Tabel 4. Hasil perhitungan FS pada longsoran bidang


Nama Blok
Sayatan C
(di atas ramp)
Sayatan C
(di bawah ramp)
Sayatan B
(di atas ramp)
Sayatan B
(di bawah ramp)
Sayatan A

Nilai FS
1,07
1,01
1,02
1,02
1,05

Tabel 5. Hasil perhitungan faktor keamanan lereng (FS) untuk longsoran baji.
Lereng
Timurlaut (TL-1)
Timurlaut (TL-2)
Timurlaut (TL-3)
Utara
(U-1)
Baratlaut (Bl-1)

Perpotongan bidang
diskontinuitas
Charly dan Set_1
Ferry dan Set_1
Charly dan Set_10
Set_1 dan Set_2
Set_2 dan Set_5

Nilai FS

Set_2 dan Set_4


Set_2 dan Set_3
Set_2 dan
Tongolokapuna
Set_3 dan
Tongolokapuna
Tongolokapuna
dan Ferry
Tongolokapuna
dan Kerinci
Perigi dan Set_2
Perigi dan Ferry
Perigi dan Sindoro
Perigi dan Kerinci
Kerinci dan Set_2
Kerinci dan Set_3
Kerinci dan Ferry
Ferry dan Sindoro
Ferry dan Set_2
Ferry dan Set_3

1,47
1.1
1.12

1,34
1,76
1,26
2,6
1,01

1,79
0.87
1,00
1,08
0,82
1,86
0,96
0,96
5,373
3,64
0,96
0.93
2,3

Tabel 6. Rangkuman hasil analisis kestabilan lereng Phase 6.


Bagian Blok
Hasil analisis kinematika
Analisis Kesetimbangan Batas
dinding
Longsoran
Longsoran baji
FS longsoran
FS longsoran
utara
bidang
bidang
baji
Timurlaut TL-1 Tidak stabil
Tidak stabil
1,01 (kritis)
1,34-1,76 (aman)
TL-2 Tidak stabil
Tidak stabil
1,07 (kritis)
1,26 (aman)
TL-3 Stabil
Tidak stabil
2,6 (aman)
Utara
U-1 Tidak stabil
Tidak stabil
1,02 (kritis)
1,01 (kritis)
U-2 Tidak stabil
Stabil
1,02 (kritis)
U-3 Stabil
Stabil
Baratlaut BL-1 Tidak stabil
Tidak stabil
1,05 (kritis)
0,96-1,86 (kritis)
8

Gambar 1. Tipe keruntuhan lereng (Hoek dan Bray, 1981).

Gambar 2. Lokasi penelitian di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara.

Gambar 3. Kenampakan andesit (A) dan diorit kuarsa (B).

10

Gambar 4. Peta Geologi daerah penelitian (Dept Geoteknik PT. NNT, 2013 dengan
modifikasi).

Gambar 5. Struktur geologi daerah penelitian (Dept Geoteknik PT. NNT, Desember 2013
dengan modifikasi).

11

Gambar 6. Kenampakan sesar (A); Kenampakan kekar (B) di Dinding Utara Tambang
Batu Hijau.

Gambar 7. Peta RMR daerah penelitian (Departemen Hidrogeologi dan Geoteknik PT.
NNT, Maret 2014 dengan modifikasi).

Gambar 8. Pembagian blok analisis kinematika (Departemen Geoteknik PT. NNT, Maret
2014 dengan modifikasi).
12

Gambar 9. Lokasi longsoran di daerah penelitian (Dept. Geoteknik, PT. NNT, 2014
dengan modifikasi).

Gambar 10. Lokasi pembuatan sayatan untuk analisis kesetimbangan batas terhadap
longsoran bidang (Dept. Geoteknik, PT. NNT, 2014 dengan modifikasi).

13

Gambar 11. Analisis kinematika blok TL-1. Lingkaran putus-putus menunjukkan titik
perpotongan diskontinuitas yang berpotensi wedge failure.

Gambar 12. Ilustrasi longsoran kombinasi antara sesar dan kekar.

14

Gambar 13. Hasil analisis kesetimbangan batas plane failure untuk sayatan 50.

15

You might also like