You are on page 1of 18

Definisi Myasthenia Gravis

Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang
menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot,
dan Gravis untuk berat atau serius.
Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran,
penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringanjaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum
terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk
dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang
membantu pernafasan juga dapat terserang.
Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis sebagai
penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot skelet adalah
serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot) yang berhubungan
dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat (fatigabilitas) dan
kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.

Penyebab Myasthenia Gravis


Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah bahkan merusak
penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot. Antibodi ini

dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan
dalam golongan penyakit autoimun.
Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai
berikut :
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak. Impul-impul
syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syaraf-syaraf bertemu
dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan serabut otot. Ada
tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf bagian akhir
ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan menyeberangi jarak
yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan neuromukcular) menuju serabut
otot dimana banyak diikat oleh reseptor asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor
telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada
angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan
merintangi reseptor asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun. Biasanya antibodi
secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang menyerang
tubuh.Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong tubuh untuk
melindungi dirinya dari protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem
imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada
persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam darah pada banyak
orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat
dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak
dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan mengenai
kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar thymus yang terletak
di daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan penting dalam mengembangkan
system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari system normal imun

tubuh. Kelenjar ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara berangsur-angsur sampai masa
pubertas, dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan dengan pertumbuhan bersama usia.
Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini
mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia. Kondisi ini
umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat reaksi aktif imun.
Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar
thymus. Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara kelenjar
thymus dan Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan percaya
bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai produksi antibodi
reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.
Sumber :

MGFA, Inc. Facts About Autoimmune Myasthenia Gravis for Patients & Families
(www.myasthenia.org, 2001)

Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological


Disorders and Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.

Gejala-Gejala Myasthenia Gravis

Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang timbul juga
dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang paling sering diserang
adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan mengunyah, dan bahkan
pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot pernafasan. Dengan ikut terserangnya
otot-otot yang mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa
gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek, kesulitan untuk menarik nafas yang
dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan bantuan ventilator.
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang menimbulkan
ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda). Diagnosis dapat ditegakkan
dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas
pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan
menyebabkan kematian.

Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara (dysarthria),
dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat
berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi mampu untuk
membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan
panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus dan
membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang hari,
dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya aktivitas. Jika
dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang menjadi kesulitan
pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut cenderung menjadi lebih
buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi serta pada penderita dengan
akhir masa kehamilan.
Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang
lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala mata
saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari Myasthenia Gravis dicapai
dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5 tahun pada 85 % dari kasus. Aspek yang
paling berbahaya dari Myasthenia Gravis disebut Myasthenia Krisis, yang memungkinkan
diperlukannya ventilator pada beberapa kasus.

Kelaziman/Prevalensi Myasthenia Gravis


Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan. Umumnya
menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu penyakit turunan ataupun
jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG adalah 5-10 kasus per 1 juta populasi per tahun,
yang mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul
dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang, artinya MG kelihatannya menyerang dengan

sembarangan dan tanpa disengaja dan tidak dalam hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman
rasial, tapi orang-orang yang terkena MG pada usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang >
40 tahun, 60 % nya adalah pria. Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG
adalah penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat
karena memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin.
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi Myasthenia Gravis
dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi. Sebelum dipelajari, terlihat bahwa
wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia yang paling umum terserang adalah pada usia
20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria. Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia
yang terserang meningkat, dan sekarang pria lebih sering terserang dibanding wanita, dan
permulaan munculnya tanda-tanda biasanya setelah usia 50.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari ibu yang terkena
Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi adalah sementara dan gejalagejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu setelah kelahiran. Myasthenia Gravis
tidak secara langsung diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada
lebih dari satu orang dalam keluarga yang sama.
Sumber :

Yale Neuromuscular MDA/ALS Program.Loc.cit

Howard, James F., Jr. Myasthenia Gravis A Summary (www.myasthenia.org, 2001)

Diagnosa Myasthenia Gravis


Keterlambatan diagnosa terhadap suatu penyakit seringkali terjadi. Demikian pula halnya dengan
Myasthenia Gravis, keterlambatan 1 atau 2 tahun pada penyakit ini bukanlah sesuatu yang luar
biasa. Hal ini disebabkan karena kelemahan yang merupakan cirri dari penyakit Myasthenia
Gravis juga merupakan gejala umum dari penyakit-penyakit lainnya, sehingga mengakibatkan
adanya salah diagnosa bagi orang-orang yang kelemahannya hanya pada sebagian kecil otot saja.

Diagnosa Myasthenia Gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis sebagai berikut :
bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-apa, makin siang (penderita
melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita merasa makin lemah atau
mudah lelah, pandangan mata ganda (diplopia), atau suara makin lemah dan kesulitan menelan.
Selain dengan melihat tanda-tanda awal tersebut, ada beberapa test yang dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnose penyakit Myasthenia Gravis. Test-test yang dapat dilakukan itu antara
lain :
1. Test Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test Wartenberg. Penderita
diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu benda yang terletak diatas dan diantara
bidang kedua mata untuk beberapa waktu lamanya. Pada Myasthenia Gravis, kelopak
mata yang terkena akan menunjukkan ptosis.
2. Test Prostigmin atau Test Neostigmin
Prostigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas kemudian disuntikkan
kedalam pembuluh darah penderita (intramuskularis atau subcutan). Test dianggap positif
apabila gejala-gejala kelemahan menghilang dan tenaga membaik. Prostigmin secara oral
juga bisa diberikan sebagai dosis test. Efeknya masih perlahan pada permulaan dan
berakhir lebih dari 2 sampai 3 jam.
Raymon D. Adams, Maurice Victor dan Allan H. Ropper memberikan penjelasan
mengenai test neostigmin sebagai berikut : Neostigmin metilsulfat disuntikkan ke dalam
otot dengan dosis 1.5 mg. Atropin sulfat (0.8 mg) harus diberikan beberapa menit terlebih
dahulu untuk meniadakan efek muskarinik. Neostigmin mungkin diberikan melalui
pembuluh darah dengan dosis 5 mg, tapi penambahan harus selalu diawali dengan
atropine sulfat untuk menyingkirkan bahaya dari ventricular fibrilitasi dan perhentian
jantung. Kemajuan obyektif dan subyektif terjadi dalam 10 sampai 15 menit, mencapai
puncaknya pada 20 menit, dan berakhir 2 atau 3 jam.
Test yang negatif, tidak meniadakan Myasthenia Gravis tapi ini adalah poin yang kuat
untuk mendiagnosa lagi. Percobaan neostigmin secara oral, 15 mg setiap 4 jam selama
sehari, kadang direkomendasikan pada kasus-kasus yang meragukan, tapi cara ini juga
belum teruji akurasinya.
3. Test Edrophonium Chloride (Tensilon)
Test ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi antireseptor asetilkolin tidak dapat
dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif, sementara secara klinis masih tetap diduga
adanya Myasthenia Gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah test 1-2 mg
intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada
perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangkan
ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya

kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Test ini dapat
dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.
Test Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosa MG. Enzim asetilkolineterase
membongkar asetilkolin (ACh) setelah otot dirangsang, mencegah perpanjangan respon
otot ke impul syaraf tunggal. Edrophonium chloride (Tensilon) adalah obat yang secara
berkala merintangi aksi dari asetilkolineterase. Pada MG, ada sedikit penerima asetilkolin
(AChR) pada otot dan asetilkoline dihancurkan sebelum bisa secara penuh menstimulasi
otot, sehingga menghasilkan kelemahan otot. Dengan merintangi aksi dari
asetilkolineterase, tensilon memperpanjang stimulasi otot dan secara berkala
memperbaiki kekuatan.
Pada test ini, tensilon diberikan melalui pembuluh darah (ke dalam urat darah halus) dan
respon otot akan dievaluasi. Test Tensilon paling efektif ketika dapat dengan mudah
terlihat kelemahan, dan sedikit kurang berguna untuk yang samar-samar atau keluhan
yang turun naik. Efek samping dari test ini adalah secara temporer membuat irama
jantung menjadi abnormal, seperti irama jantung yang lebih cepat (atrial fibrilasi) dan
irama jantung yang lambat (bradicardia).
4. Test Single Fiber Electromyography (EMG)
Serabut otot dirangsang dengan impul elektrik, bisa juga mendeteksi gangguan syaraf ke
transmisi otot. EMG mengukur potensi elektrik dari sel-sel otot. Serat-serat otot pada MG
dan juga pada penyakit neuromuskular lainnya, tidak memberi respon yang baik pada
rangsangan elektrik yang berulang-ulang dibanding dengan otot-otot pada individu yang
normal. Test ini memiliki kesensitifan hingga 95 % secara sistem dan 84 % pada MG
ocular, membuat test ini menjadi yang paling sensitif untuk penyakit ini.
5. Test Darah
Test darah dilakukan untuk menentukan tingkatan serum dari beberapa antibodi (seperti,
AChR-pengikat antibodi, AChR-modulasi antibodi, antitriasional antibodi). Tingkat yang
tinggi dari antibodi-antibodi ini dapat mengindikasikan MG. 80 % dari semua pasien
dengan MG memiliki peningkatan serum antibodi yang tidak normal. Tapi hasil test yang
positif, mungkin kurang disukai oleh pasien dengan MG ocular murni. Peluang untuk
menerima hasil test positif yang salah dari laboratorium yang ternama adalah kecil, akan
tetapi garis batas test-test harus diulang-ulang.
6. Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Digunakan untuk mengidentifikasi kelenjar thymus yang tidak normal atau keberadaan
dari thymoma.
7. Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru)
Test mengukur kekuatan pernafasan untuk memprediksikan apakah pernafasan akan
gagal dan membawa kepada krisis Myasthenia.
Sumber :

Keesey, John. C dan Sonshine, Rena. A Practical Guide to Myasthenia Gravis


(www.myasthenia.org, 2001)

Adams, Raymon D; Victor, Maurice dan Ropper, Allan H. Op.cit.p.1470

Harsono. Op.cit.hlm.299-300

Yale Neuromuscular MDA/ALS Program.Loc.cit

Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological


Disorders and Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.

Klasifikasi Myasthenia Gravis


Klasifikasi Klinis Myasthenia Gravis
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus
kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum
1. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan
bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka
kematian rendah.
2. Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara),
disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan
Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi
obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berat

o Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan
bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya
penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini,
persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis
Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat
kematian tinggi.
o Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress
gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara
perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan
kedua. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana
menjadi :

Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular

Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan


Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat

Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot
pernafasan

Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

Pengobatan Myasthenia Gravis


Tidak dikenal adanya penyembuhan untuk Myasthenia Gravis, namun saat ini Myasthenia Gravis
bisa dikontrol dengan beberapa terapi yang ada, yang dirasakan cukup efektif untuk membantu
para penderita Myasthenia Gravis. Terapi-terapi tersebut bisa berupa obat-obatan maupun
beberapa tindakan medis, yaitu :

Obat-obatan

A. Anticholinesterase

Anticholinesterase (contohnya mestinon) memperkenankan asetilkolin untuk tinggal pada


persimpangan neuromuskular lebih lama dari biasanya sehingga dengan begitu, lebih banyak
tempat penerima yang bisa diaktifkan. Neostigmin dapat menginaktifkan atau menghancurkan
kolinesterase sehingga asetilkolin tak segera dihancurkan. Akibatnya, aktivitas otot dapat
dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90 % dari kekuatan dan daya tahan semula. Selain
neostigmin (Prostigmin), dapat juga digunakan piridostigmin (Mestinon) dan ambenonium
klorida (Mytelase), yang merupakan obat-obat analog sintetik lain dari fisostigmin (Eserine).
Obat-obat ini tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan MG, tapi obat-obatan ini dapat
memberikan pertolongan sementara untuk menolong pasien menjadi lebih baik. Beberapa otot
mungkin membaik untuk beberapa jam ketika yang lainnya mungkin tidak merespon atau bahkan
bertambah lemah dengan obat-obatan ini.

B. Corticosteroid dan Immunosuppressant


Kortikosteroid (contohnya prednisone) dan immunosupresan (contohnya imuran) bisa digunakan
untuk menekan reaksi tidak normal dari sistem imun yang terjadi pada MG. Di antara preparat
steroid, prednisone paling sesuai untuk Myasthenia Gravis, dan diberikan sekali sehari selangseling untuk menghindari efek samping.
Pada kasus yang berat, prednisone dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari,
dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh
perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan
klinis, maka dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh
dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian prednisone secara mendadak harus dihindari.

C. Immunoglobulin
Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah terkadang digunakan juga untuk
mempengaruhi fungsi atau produksi dari antibodi yang tidak normal.
Penggunaan immunoglobulin melalui pembuluh darah, sama dengan pertukaran plasma, yakni
untuk menghasilkan perbaikan yang lebih cepat untuk menolong pasien melalui periode sulit dari

kelemahan Myasthenia atau sebelum menjalani pembedahan.


Pengobatan ini memiliki keuntungan yaitu tidak memerlukan peralatan khusus untuk jalan
masuk ke pembuluh darah. Dosis yang umum adalah 400 mg/kg per hari untuk 5 hari berturutturut (total dosis = 2 g/kg). Perbaikan terjadi pada sekitar 70 % dari pasien, dimulai sekitar 4
sampai 5 hari setelah pengobatan dan dilanjutkan beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Pengobatan ini tidak memiliki pengaruh yang konsisten pada nilai atau kadar sirkulasi antibodi
AChR.

C. Plasmapheresis
Plasmapheresis atau pertukaran plasma mungkin juga berguna pada pengobatan MG. Cara ini
memindahkan atau mengangkat antibodi tidak normal dari plasma darah. Kemajuan pada
kekuatan otot mungkin terlihat jelas tetapi biasanya tidak bertahan lama karena produksi antibodi
yang tidak normal masih terus berlanjut. Ketika plasmapheresis dilakukan, ini akan memerlukan
pertukaran yang berulang-ulang. Pertukaran plasma mungkin khususnya berguna pada saat
kelemahan MG yang sangat hebat atau sebelum menjalani pembedahan.
Plasmapheresis (penarikan plasma) adalah sebuah pengobatan jangka pendek yang mahal,
dimana beberapa liter dari darah diangkat dari pembuluh darah pasien, diolah dalam sebuah
mesin, dan sel darah merah dikembalikan melalui pembuluh darah ke dalam plasma tiruan
(albumin dan larutan garam). Plasmapheresis dilakukan berulang-ulang untuk 2 minggu ketika
manfaat pengobatan jangka pendek sangat diperlukan bagi pasien, seperti ketika sedang
mengalami krisis pernafasan atau sebelum menjalani pembedahan atau penyinaran. Beberapa
pasien menjadi lebih kuat beberapa hari setelah menjalani proses ini, tapi manfaatnya hanya
berlangsung beberapa minggu saja.

D. Thymectomy
Thymectomy (pembedahan menghilangkan kelenjar thymus) adalah pengobatan lain yang
digunakan pada sebagian pasien. Kelenjar thymus terletak di belakang tulang dada dan ini adalah
bagian penting dari sistem imun. Ketika ada tumor pada kelenjar thymus (10-15 %), akan
dilakukan pengangkatan dikarenakan resikonya yang berbahaya. Thymectomy seringkali
mengurangi kehebatan dari kelemahan MG setelah beberapa bulan. Pada beberapa orang,
kelemahan mungkin hilang sepenuhnya. Ini disebut masa remisi. Tingkat sampai dimana
thymectomy bisa dikatakan menolong, adalah bervariasi pada setiap pasien.
Dalam sebuah bukunya, Harrison mengatakan bahwa harus dibedakan antara pembedahan untuk
menghilangkan thymoma, dengan thymectomy sebagai pengobatan bagi Myasthenia Gravis.
Pembedahan untuk menghilangkan thymoma diperlukan karena adanya kemungkinan

menyebarnya tumor lokal, walaupun banyak thymoma jinak. Dengan ketidak adaan tumor, faktafakta yang ada memperkirakan hingga 85 % pasien mengalami perbaikan setelah thymectomy,
dan karena ini sekitar 35 % mencapai remisi bebas obat. Tetapi, perbaikan ini biasanya berjalan
lambat hingga hitungan bulan atau tahun.
Keuntungan dari thymectomy yaitu menawarkan manfaat jangka panjang, dalam beberapa kasus
terjadi berkurangnya kebutuhan untuk meneruskan pengobatan medis. Dalam tinjauan dari
potensi manfaat dan resiko, tidak berarti di tangan yang ahli, thymectomy memperoleh
penerimaan yang cukup luas sebagai pengobatan bagi MG. Dengan kesepakatan bahwa
thymectomy harus dilakukan pada pasien-pasien MG umum antara usia puber dan kurang dari 55
tahun, apakah thymectomy direkomendasikan untuk anak-anak dan orang dewasa diatas 55
tahun, dan apakah thymectomy juga perlu dilakukan pada pasien yang kelemahannya terbatas
hanya pada mata saja, hal ini masih merupakan perkara yang diperdebatkan. Thymectomy harus
dilakukan di rumah sakit yang sudah terbiasa melakukannya dan memiliki staf yang
berpengalaman dalam proses sebelum dan sesudah pembedahan, pembiusan serta teknik
pembedahan thymectomy.

Sumber :

Harrison. Priciple of Internal Medicine Fourteenth Edition (New York : McGraw-Hill,


1998), p 2472

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. Fisiologi Proses-Proses Penyakit
(Clinical Concepts of Disease Processes) (Penerbit Buku Kedokteran EGC), p 1001-1002

MGFA, Inc. Facts About Autoimmune Myasthenia Gravis for Patients & Families
(www.myasthenia.org, 2001)

Harsono. Op.cit.hlm.297 & 301

Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological


Disorders and Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.

Penyakit Autoimun Miastenia Gravis, Manifestasi Klinis dan


Pengobatan
Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf
atau neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan
otot menahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya mulai timbul
pada usia 20-40 tahun.

Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu sistem
sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan
akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter
yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami
gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot
terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.
Penyebab

Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor
acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan
kelenjar thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita
akan menjalani operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada
jaminan penyakit autoimun ini akan sembuh.

Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi


antibodi. Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan
akan menghilang seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu,
kelenjar thymus terus tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas
dan menyebabkan tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar
thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar membedakan antara
tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan
reseptor acetylcholine.

Anatomi dan Fisiologi Neuro Muscular Junction

Di bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran yang


biasa disebut bouton terminale atau terminal bulb. Terminal Bulb ini memiliki
membran yang disebut juga membran pre-synaptic, struktu ini bersama
dengan membran post-synpatic (pada sel otot) dan celah synaptic
(celah antara 2 membran)membentuk Neuro Muscular Junction.

Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan dalam


bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated
Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini akan mengakibatkan
terjadinya influx Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel
tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami
docking pada tepi membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang
terkandung di dalam vesikel tersebut akan dilepaskan ke dalam celah
synaptic.

ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR)
yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukanlekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein,
yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta. Subunitsubunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh.

Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya gerbang


Natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx
Na+. Influx Na+ ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada
membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu
(firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut.
Potensial aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah sesuai
dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan
kontraksi.

ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim
Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak
pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin
kemudian akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk
membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah
terjadinya potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi
terus menerus.

Patofisiologi Myasthenia Gravis

Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline


Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi
menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh
yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah
serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian
menyebabkan rasa sakit pada pasien.

Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses autoimmun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat
memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada
tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia
Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin
G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejalagejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor
immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.

Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi


kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui.
Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang
disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies.
Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh
Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia
Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic
mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.

Strabismus dan ptosis pada penderita dengan myasthenia gravis mencoba


membuka mata. Blepharoptosis pada mata

Tanda Dan Gejala


Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan pada otot, yang memburuk ketika digerakkan dan
membaik ketika beristirahat. Karakteristik yang lain adalah sebagai berikut : Kelemahan otot
ekstra okular (Extra Ocular Muscle) atau biasa disebut Ptosis. Kondisi ini terjadi pada lebih dari
50% pasien. Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dr Myasthenia Gravis, walaupun hal ini
masih belum diketahui penyebabnya. Kelemahan otot menjalar ke otot-otot okular, fascial dan
otot-otot bulbar dalam rentang minggu sampai bulan. Pada kasus tertentu kelemahan EOM bisa
tetap bertahan selama bertahun-tahun Sebagian besar mengalami kelemahan. Perbaikan secara
spontan sangat jarang terjadi, sedangkan perbaikan total hampir tidak pernah ditemukan.
Gejala-gejala miastenia gravis pada pasein usia produktif antara lain

Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)

Penglihatan ganda

Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke tapi tidak
disertai gejala stroke lainnya)

Gangguan menelan

Gangguan bicara

Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan (respiratory


paralysis), yang biasanya menyerang bayi yang baru lahir

Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, tetapi bisa muncul kembali bila
otot kembali beraktifitas. Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan tergantung kerusakan
sistem saraf yang dialami.

Bisa terjadi kesulitan dalam berbicara dan menelan serta kelemahan pada
lengan dan tungkai.

Kesulitan dalam menelan seringkali menyebabkan penderita tersedak.

Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami


kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi
kelumpuhan.

Sekitar 10% penderita mengalami kelemahan otot yang diperlukan untuk


pernafasan (krisis miastenik).

Klasifikasi Myasthenia Gravis berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB)
of the Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :

Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih
normal

Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat
kelemahannya

Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot


oropharyngeal

Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga


mempengaruhi ekstrimitas

Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya


kelemahan pada otot okuler

Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot


oropharyngeal

Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga


mempengaruhi ekstrimitas

Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat pada
otot okuler

Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-otot


oropharyngeal

Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan oropharyngeal,


Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas

Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus postoperative)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami


kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau

kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang
jika otot yang terkena diistirahatkan.

Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan


pengujian guna memperkuat diagnosis.
Yang paling sering digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat
ini disuntikkan intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki
kekuatan otot pada penderita miastenia gravis.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf


dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap asetilkolin.

Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang


mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.

CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.


Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang mengalami


kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau wajah, atau
kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan atau berkurang
jika otot yang terkena diistirahatkan.

Pemeriksaan diagnostik lainnya adalah penilaian fungsi otot dan saraf


dengan elektromiogram dan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap asetilkolin.

Beberapa penderita memiliki tumor pada kelenjar timusnya (timoma), yang


mungkin merupakan penyebab dari kelainan fungsi sistem kekebalannya.

CT scan dada dilakukan untuk menemukan adanya timoma.

Pengobatan

Memberi obat-obatan yang bisa menekan reaksi autoimun atau antibodi yang
menyerang acetylcholine

Cuci darah atau hemodialisis, dengan menyaring antibodi dan membuatnya


tidak aktif lagi

Pada penderita thymoma, maka tumor pada kelenjar thymus harus dioperasi

Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk melakukan


pengujian guna memperkuat diagnosis. Yang paling sering digunakan untuk
pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan intravena, maka untuk

sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot pada penderita miastenia


gravis.

You might also like