You are on page 1of 9

SEJARAH & PERKEMBANGAN PSIKOLOGI KOGNITIF

Pra Simposium dan Pasca Simposium Teknologi Informasi di MIT


Dosen Pengampu : R. Landung Eko P., M.Psi.

Disusun Oleh:
Agiesta Dwiningtyas

119114050

Karina Megawati

139114014

Patricia Natasha K

139114093

Gregory Rickzy V

139114147

Carolus Hari Aji

139114148

Endamia Kerianhenta

149114019

Universitas Sanata Dharma


Yogyakarta
2015

A. PRA-SIMPOSIUM
Para filsuf dan ahli teoritis telah berspekulasi mengenai proses berpikir
manusia selama 23 abad. Salah satu contohnya, seorang filsuf asal Yunani yaitu
Aristoteles (384-322 SM) telah membahas topik-topik seperti persepsi, memori,
dan perbedaan jiwa. Aristoteles menekankan pentingnya bukti empiris atau bukti
ilmiah yang didapatkan dari hasil eksperimen dan observasi. Penekanannya pada
bukti-bukti empiris serta topik-topik yang ia pelajari ternyata sejalan dengan
psikologi kognitif di abad ke-21 ini. Leahey (2003) berpendapat bahwa Aristoteles
dapat disebut sebagai psikolog pertama dalam ranah psikologi kognitif.
Wilhelm Wundt. Seorang peneliti dalam sejarah psikologi adalah Wilhelm
Wundt, yang hidup di Leipzig, Jerman sejak 1832-1920. Para sejarawan banyak
memberi pujian pada Wundr karena telah membuat aliran baru di psikologi sebuah aliran yang terpisah dari filsafat dan fisiologi.
Wundt mengusulkan bahwa psikologi harus mempelajari proses mental,
dengan menggunakan teknik yang disebut introspeksi. Introspeksi, dalam hal ini
artinya observer yang telah terlatih secara sistematis akan menganalisis sensasi
pada diri mereka sendiri dan melaporkannya seobjektif mungkin. Misalnya, dalam
suatu situasi, observer secara objektif diminta untuk melaporkan reaksi mereka
pada sebuah instrumen musik, tanpa mengandalkan pengetahuan mereka
sebelumnya tentang musik.
Teknik introspeksi Wundt memang terdengar subjektif bagi sebagian besar
psikolog kognitif terkini. Seperti yang kita sadari, introspeksi yang kita lakukan
pun terkadang tidak akurat.
Early Memory Reasearchers. Peneliti bernama Herman Ebbinghauss
(1850-1905) melakukan penelitian yang berfokus pada memori manusia.
Ebbinghaus mengkonstruksi lebih dari 2000 kata-kata yang tak bermakna
(contoh : DAK) dan menguji kemampuan dirinya dalam mempelajari stimulus
tersebut. Dalam penelitiannya ia juga memeriksa berbagai faktor yang
mempengaruhi seperti jumlah waktu saat mempresentasikan daftar tersebut.
Ebbinghaus memilih kata yang tak bermakna untuk mengurangi pengalaman yang

sebelumnya pada kata yang memiliki makna (Fuchs & Milar, 2003; Zangwill,
2004a).
Di U.S, penelitian yang sama juga dilakukan oleh Mary Whiton Calkins
(1863-1930). Dari penelitiannya, Calkins menemukan adanya recency effect yang
merujuk pada observasi bahwa kita bisa mengingat kembali secara akurat saat
item terakhir pada suatu rangsangan. Ebbinghaus dan Calkins serta beberapa
peneliti lain menginspirasi banyak peneliti untuk memeriksa bagaimana variable
yang terpilih mempengaruhi memori. Namun pada hasilnya, penelitian ini sulit
diterapkan ketika manusia mengingat hal yang memiliki makna.
William James. James (1842-1910) tidak sependapat dengan introspeksi
dari Wundt ataupun dengan kata-kata tak bermakna dari Ebbinghaus. James lebih
tertarik dengan pengalaman psikologis yang dialami sehari-hari. Dalam bukunya
Principles of Psychology, dideskripsikan secara rinci tentang pengalaman orang
sehari-hari. Di dalam buku itu juga ditekankan bahwa pikiran manusia itu aktif
dan selalu menyelidiki. Selain itu dalam bukunya juga dibahas mengenai persepsi,
atensi, memori, penalaran dan fenomena tip-of-the-tongue.
Behaviorisme. Selama paruh pertama abad kedua puluh, behaviorisme
adalah perspektif teoritis yang paling menonjol di Amerika Serikat. Menurut
pendekatan behaviorisme, psikologi harus fokus pada tujuan, mengamati reaksi
rangsangan (stimulus) di lingkungan (Pear, 2001). Psikolog U.S. yang paling
menonjol pada awal behaviorisme adalah John B. Watson (1913).
Karena Watson dan behavioris lainnya menekankan perilaku yang dapat
diamati, mereka benar-benar menolak pendekatan Wundt mengenai introspeksi
(Bargh & Ferguson, 2002; Epstein, 2004). Mereka juga menghindari istilah yang
disebut peristiwa mental, seperti gambar, ide, atau pemikiran (Fuchs & Milar,
2003).
Behavioris berpendapat bahwa peneliti tidak bisa obyektif mempelajari
proses mental (Epstein, 2004; Skinner, 2004). Meskipun mereka tidak melakukan
penelitian dalam psikologi kognitif, mereka memberikan kontribusi yang
signifikan

untuk

metode

penelitian

kontemporer.

Misalnya,

behavioris

menekankan pentingnya definisi operasional, definisi yang tepat yang menentukan


dengan tepat bagaimana konsep yang akan diukur. Demikian pula, psikolog
kognitif di abad kedua puluh satu perlu menentukan persis bagaimana memori,
persepsi, dan proses kognitif lainnya akan diukur dalam percobaan. Behavioris
juga dihargai penelitian dikontrol dengan hati-hati, sebuah tradisi yang
dipertahankan dalam penelitian kognitif saat ini (Fuchs & Milar, 20013).
Kita juga harus mengakui kontribusi penting dari behavioris ke psikologi
terapan kontemporer. Prinsip pembelajaran mereka digunakan secara ekstensif
dalam psikoterapi, bisnis, dan pendidikan (Rachlin, 2002; Staddon, 2001).
Pendekatan Gestalt. Behaviorisme berkembang di Amerika Serikat selama
beberapa dekade, tapi itu kurang berpengaruh pada psikologi Eropa. Sebuah
perkembangan penting di Eropa pada awal abad kedua puluh adalah psikologi
gestalt.

Psikologi

Gestalt

menekankan

bahwa

kita

manusia

memiliki

kecenderungan dasar untuk secara aktif mengatur apa yang kita lihat; Selanjutnya,
keseluruhan lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya (Coren, 2003).
Perhatikan, misalnya, angka di Demonstrasi 1.2. Anda mungkin melihat wajah
manusia, bukan hanya oval dan dua garis lurus. Itu merupakan gestalt, atau
keseluruhan kualitas yang melampaui elemen individual (Fuchs & Milar, 2003).
Karena psikolog gestalt menghargai kesatuan fenomena psikologis,
mereka sangat keberatan dengan teknik introspeksi Wundts yang menganalisa
pengalaman

menjadi

komponen-komponen

yang

terpisah.

Mereka

juga

mengkritik behavioris menekankan pada perilaku menjadi unit stimulus-respon


individu dan mengabaikan konteks perilaku (Sharp & Wertheimer, 2002;
Sternberg, 1999). Psikolog Gestalt dibangun dengan sejumlah hukum yang
menjelaskan mengapa komponen tertentu dari suatu pola terlihat seperti menjadi
satu.
Psikolog Gestalt juga menekankan pentingnya wawasan (insight) dalam
pemecahan masalah (Fuch & Milar, 2003; benda tajam & Wertheimer, 2000;
Viney & King, 2003). Ketika Anda mencoba untuk memecahkan masalah, bagian
dari masalah awalnya tampak tidak berhubungan satu sama lain. Namun, dengan

insight yang datang secara tiba-tiba, bagian dari masalah-masalah tersebut


menjadi satu menjadi satu solusi. Para psikolog Gestalt melakukan sebagian besar
penelitian awal dalam pemecahan masalah.
Frederic C. Barlett. Ketika di U.S behavioristik sangat dominan dan di Eropa
psikologi Gestalt sangat kental, Barlett (1886-1969) melakukan penelitiannya
tentang memori manusia. Barlett menentang penelitian yang terkontrol seperti
Ebbinghaus. Barlett lebih memilih materi penelitian dengan cerita yang panjang.
Ia menemukan bahwa manusia sesungguhnya membuat kesalahan yang sistematis
ketika mengingat kembali cerita-cerita tersebut. Bagi Barlett hal ini menunjukkan
bahwa pikiran manusia itu aktif dan memiliki proses konstruktif. Pada era 1930,
penelitian ini ditolak di U.S karena sebagian besar psikologU.S pada masa itu
menganut behaviorisme. Namun setengah abad kemudian, penelitiannya ini
diterima dan mendapat apresiasi.
B. PASCA SIMPOSIUM
Pada tahun 1950-an, studi terhadap proses kognitif kembali diminati.
Sebuah generasi baru ilmu psikologi telah muncul. Tepat pada tahun 1956, George
Miller menerbitkan artikel The Magical Number Seven, Plus or Minus Two:
Some Limits on Our Capacity for Processing Information, yang menjadi pionir
dalam evaluasi empiris terhadap kognisi dan memicu gelombang revolusi
kognitif.
Pada musim panas tahun 1956, sebuah sImposium tentang teori informasi
diadakan di kampus Massachussets Institute of Technology (MIT). Berbagai tokoh
penting teori komunikasi hadir dan mendengarkan para pembicara seperti Noam
Chomsky (Linguistik), Jerome Bruner (Pikiran), Allen Newell dan Herbert Simon
(Ilmu Komputer) ,dan George Miller (Pemrosesan Informasi). Dalam pertemuan
tersebut secara signifikan mengubah konseptualisasi proses proses psikologis.
George Miller menulis (1979): keyakinan kuat yang lebih bersifat intuitif bahwa
psikologi eksperimen, lingkungan teoritis dan simulasi computer tentang proses
kognitif adalah bagian bagian dari sebuah ilmu yang utuh, dan ilmuwan
ilmuwan masa depan akan menyaksikan koordinasi dan elaborasi yang kian
progresif dalam minat minat mereka.

Munculnya Psikologi Kognitif Modern


Psikolog kognitif telah sepakat bahwa lahirnya psikologi kognitif adalah
pada 1956. Selama tahun ini, peneliti mencetak banyak buku yang berpengaruh
dan artikel tentang atensi, memori, bahasa, konsep formasi, dan penyelesaian
masalah. Antusiasme pendekatan kognitif tumbuh dengan cepat, sekitar 1960,
yaitu metodologi, pendekatan, cara berpikir, yang berubah pada hakekatnya.
Dukungan perkembangan untuk pendekatan kognitif disebut sebagai revolusi
kognitif. Berikut ada beberapa faktor yang berkontribusi pada meningkatnya
popularitas psikologi kognitif. Dan kita akan mempertimbangkan pendekatan
informasi-proses, satu dari yang paling berpengaruh pada perkembangan
psikologi kognitif.
Faktor yang Berkontribusi dalam Berkembangnya Psikologi Kognitif.
Mulai munculnya pendekatan kognitif berhubungan dengan kekecewaan
psikolog pada behaviorisme, maupun perkembangan terbaru pada linguistik,
memori, dan pendekatan mental psikologi. Pada akhir 1960an, kekecewaan para
psikolog pada pandangan behaviorisme yang mendominasi psikologi amerika
meningkat. Perilaku manusia yang kompleks tidak bisa belum bisa dijelaskan
dengan konsep dari teori teori behaviorisme tradisional, seperti stimulus yang
Nampak, respon, dan reinforcement (penguatan). Pendekatan ini tidak
memberikan apapun tentang proses psikologis yang menarik, seperti pemikiran
dan strategi yang digunakan sesorang saat mencoba menyelesaikan masalah.
Perkembangan terbaru pada aspek linguistik juga meningkatkan ketidak
puasan psikolog dengan behaviorisme(bargh & Ferguson, 2000). Kontribusi
terpenting datang dari seorang ahli bahasa Noam Chomsky, yang menekankan
bahwa struktur bahasa terlalu komplek untuk dijelaskan di terminology
behaviorisme. Chomsky dan ahli lainnya berpendapat bahwa mamiliki
kemampuan bawaan untuk menguasai kerumitan dan variasi aspek dari bahasa.
Perspektif ini dangat berkontradiksi dengan perspektif behaviorisme yaitu
kemahiran berbahasa semuanya dapat dijelaskan dengan psinsip belajar.

Penelitian memori(ingatan) manusia dimulai oleh blossom pada akhir


1950an, selanjutnya meningkat karena kekecewaan dengan behaviorisme.
Psikolog menguji organisasi dari memori atau ingatan, dan mengusulkan model
dari memori. Mereka seringkali menemukan bahwa bahan telah diubah selama
ingatan oleh pengetahuan sebelumnya dari seseorang. Psinsip behaviorisme
seperti reinforcement tidak dapat menjelaskan perubahan ini.
Penelitian lain datang dari proses perkembangan anak oleh Jean Piaget,
menurutnya seorang anak aktif mengeksplorasi dunianya untuk mengerti suatu
konsep penting. Selanjutnya, strategi kognitif anak brubah berubah seperti
kedewasaannya. Selama masa kecil, contohnya, bayi bisa menguasai permanensi
objek, pengetahuan tentang objek tersebut tetap ada, walaupun sudah tidak
melihatnya. Perbedaannya, seorang remaja sering mengunakan strategi piawai
unuk mengadakan sebuah eksprimen tentang prinsip ilmiah.
Jadi, perkembangan dari pendekatan kognitif yang didorong oleh penelitian dalam
linguistic, memori, dan psikologi perkembangan.

Pendekatan Pemrosesan Informasi (The Information-Processing Approach)


Pada masa 1950an, ilmu komputer dan komunikasi berkembang pesat dan
semakin populer. Pada masa itu, para penliti mulai berasumsi bahwa proses
berpikir manusia bisa dilihat dari persepktif yang sama. Ada komponen yang
penting dalam pendekatan ini, yaitu :
1. Proses mental dapat dibandingkan dengan operasi komputer.
2. Proses mental dapat diinterpretasikan sebagai progres informasi melalui
sistem dalam berbagai tahap.
Ada berbagai model yang menjelaskan proses mental dengan pendekatan ini
salah satu nya adalah model Atkinson-Shiffrin (1968) yang juga disebut
dengan istilah model modal. Model ini menjelaskan bahwa memori dapat
dijelaskan dengan beberapa tahap, dimana informasi tersebut ditransfer dari

penyimpanan yang satu ke penyimpanan yang lain. Model ini dapat dijelaskan
dengan bagan berikut :
STIMULUS EKSTERNAL

LOS
T

LOS
T

Sensory
memory
:
sistem
penyimpanan
informasi yang didapat
dari
indra.
Hanya
bertahan sekitar 2 detik.
Short-term memory :
sistem penyimpanan yang
hanya bisa menampung
sejumlah kecil informasi.
Hanya
bisa
bertahan
sekitar 30 detik.
Long-term memory :
memiliki
kapasistas
penyimpanan yang sangat
besar,
ingatan
yang
tersimpan
cenderung
bersifat permanen.

DAFTAR PUSTAKA
Mattlin. 2010. Cognitive Psychology.
Solso.

You might also like