You are on page 1of 33

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Anatomi dan Histologi Kulit


Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis atau
jaringan subkutan. Setiap lapisan akan semakinn berdiferensiasi (menjadi masak
dan memiliki fungsi yang lebih spesifik) ketika tumbuh dari lapisan stratum
germinativum basalis ke lapisan stratum korneum yang letaknya paling luar.

Gambar 1. Struktur lapisan kulit


Fungsi kulit antara lain yaitu sebagai perlindungan, sensibilitas, keseimbagan
air, pengaturan suu, produksi vitamin dan sebagai fungsi respon imun.
Dermis
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan
kekuatan dan struktur pada kulit. Dermis atau Korium (Kulit Jangat) adalah
lapisan jaringan ikat bagian bawah. Pada permukaan dermis tersusun papilpapil kecil yang berisi ranting-ranting pembuluh/kapiler darah, kandung
rambut, serta ujung-ujung saraf dari alat indera. Dermis dipisahkan dari
lapisan epidermis dengan adanya membrane dasar atau lamina. Membran ini
terusun dari dua lapisan jaringan ikat yaitu lapisan papilaris dan lapisan

retikularis. Lapisan ini mengikat epidermis dengan struktur yang ada di


bawahnya. Lapisan papilaris dermis berada langsung di bawah epidermis dan
tersusun dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu
bentuk kolagen yaitu

suatu

komponen

dari

jaringan

ikat.

Lapisan retikularis terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi


kolagen serta berkas-berkas serabut elastik.

Gambar 2. Lapisan dermis


Epidermis
Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak
berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk)
Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti,
protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini
lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
Stratum Spinosum (stratum Malphigi)

Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih


karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila
semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat
jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma
dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk
penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel
spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.
Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal
bermitosis dan berfungsi reproduktif.

Gambar 3. Lapisan epidermal


Subkutis (Hipodermis)
Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak
yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa.
Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan
getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya
berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut
lebih tebal (sampai 3 cm) 1.

Gambar 4. Lapisan hipodermis


B.

Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi
(misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) 2,3.
Luka bakar dalam ilmu kedokteran disebut Combustio, berasal dari bahasa
Yunani (Greek) artinya ignition. Didalam bahasa inggris modern, istilah yang
kerap digunakan saat ini adalah Burn Injury atau Burns 2.

C. Epidemiologi
Kelompok insiden terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-aak
kelompok usia di bawah 6 tahun; bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2
tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja, yaitu pada usia kerja
25-35 tahun 3.
Secara global, luka bakar menyebabkan 195.000 kematian tiap tahunnya, baik
itu dari luka bakar akibat listrik maupun akibat fackor lainnya. Kematian akibat
luka bakar itu sendiri menempati posisi ke-15 diantara anak-anak dan dewasa
muda berusia 5-29 tahun 6.
Insiden luka bakar terutama terjadi pada pia, oleh karena dominasi pekerja
pria pada industry berat dan kehidupan pria yang beresiko lebih tinggi. Cedera

luka bakar lebih sering melibatkan kelompok sosio ekonomi yang kurang
beruntung 5.
Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan
usia. Lebih dari 6% pasien luka bakar terjadi dalam kisaran usia produktif dimana
pria lebih banyak daripada perempuan. Hingga 55% disebabkan api. 40% karena
air mendidih, dan selebihnya dikarenakan kimia dan listrik 3.
D.
a.
b.
c.
d.
e.

Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
Luka bakar akibat api
Luka bakar akibat cairan panas (mendidih)
Luka bakar kontak dengan benda panas atau dingin
Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa kuat.
Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik tegangan
tinggi 4,8.

E. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan
suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh
sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah
kebocoran intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan 4.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskuler, pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih
dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemikdisertai gejala yang khas, seperti
gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,
dan prodksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal setelah
delapan jam 4.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia 4.

Pada kebakaran ruang tertutup atau bila terjadi pada wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup.
Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala sesak napas, takipneu, stridor, suara parau, dan dahak berwarna
gelap akibat jelaga 4,5.
Demling dalam artikelnya berjudul The Edema formation: Current Consept
mengungkapkan adanya kerusakan struktur penunjang endotel (kolagen dan asam
hialuronat) yang secara langsung disebabkan oleh trauma termis.
Temuan Demling yang sangat esensial adalah pembentukan edema. Lebih
lanjut dijelaskan pula bahwa edema yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh
cairan yang digunakan untuk tujuan resusitasi, dalam hal ini kristaloid (Ringers
Lactate) 2.
Secara detil ia menguraikan bahwa pada luka bakar, edema maksimal terjadi
di antara 12-18 jaam pasca trauma, 94% timbul dalam 6 jam pertama. Sedangkan
proses reabsorpsi dimulai dalam 24 jammengalami penurunan setelah empat hari
dna berlangsung hingga 8-10 hari 2.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya dieresis 4.
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami thrombosis. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nasokomial
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai antibiotik 4.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau
sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang mungkin meninggalkan parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik sangat jelek 4.
Respon inflamasi sistemik dapat menyebabkan sepsis, disfungsi organ
multiple dan bahkan sampai ke kematian. Fase permulaan luka bakar protein
tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolism tinggi, dan mudah terjadi
infeksi. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari
pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat
kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa
sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban
kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa
yang disebut schizophrenia postburn 4,7.
Jackson membedakan tiga area pada luka bakar sebagai berikut:
a. Zona Koagulasi, Zona Nekrosis
Daerah yang mengalami kontak langsung. Kerusakan jaringan berupa
koagulasi (denaturasi) protein akibat oengaruh trauma termisTitik kerusakan
maksimum terjadinya kehilangan jaringan irreversible akibat koagulasi
protein. Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami
nekrosis ebberapa saat setelah kontak, karenanya disebut juga sebagai zona
nekrosis.

b. Zona Statis
Area hipoperfusi yang mengelilingi zona nekrotik yang masih
berpotensi untuk diselamatkan dan mempunyai tingat kerusakan sedang.
Merupakan target utama resusitasi untuk meningkatkan perfusi ke daerah ini
dan mencegah kerusakan baru yang ireversibel. Kerusakan yang terjadi di
daerah ini terjadi karena perubahan endotel pembuluh darah, trombosit dan

leukosit yang diikuti perubahan permeabilitas kapiler, thrombosis dan respon


onflamasi local, mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi (no flow
phenomena). Proses tersebut biasanya berlangsung dalam dua bela sa,pai dua
puluh empat jam pasca trauma, mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
c. Zona Hiperemia
Di zona ini perfusi jaringan meningkat, ditandai dengan vasodilatasi
akibat inflamasi yang mengelilingi luka bakar dan mengandung jaringan yang
tampak jelas sebagai tempat mulainya proses penyembuhan, umumnya tidak
berisiko berkembang menjadi nekrosis 2,3,8.

F.

Gambar 5. Diagram zona luka bakar menurut Jackson


Fase Luka Bakar
Dalam perjalanan penyakitnya, luka bakar dibedakan dalam tiga fase
sebagaimana diuraikan sebagai berikut.
a. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini masalah utama berkisar pada gangguan yang berupa
respon tubuh yang terjadi pada suatu bentuk trauma. Berbagai kondisi yang
menyebabkan gangguan asupan, distribusi dan utilisasi oksigen merupakan
ancaman bagi kehidupan dan dapat diuraikan melalui pendekatan ABCtraumatologi. Gangguan asupan oksigen timbul akibat trauma pada saluran
napas (A, airway), misalnya trauma inhalasi dan gangguan mekanisme
bernapas (B, breathing mechanism) akibat eskar melingkar di dindig dada yang
menghambat gerakan pengembangan rongga toraks, atauadanya trauma
multiple di rongga toraks yang tidak jarang terjadi. Kedua masalah ini

(gangguan A dan B) menyebabkan terhambatnya asupan oksigen. Gangguan


distribusi (delivery, transportasi) oksigen terjadi karena adanya gangguan
sirkulasi (C, circulation), kondisi ini menyebabkan terganggunya pengiriman
logistic yang dibutuhkan oleh sel yaitu oksigen dan zat lainnya, sehingga sel
tidak dapat menyelenggarakan fungsi (metabolisme) normal. Permasalahan
luka bakar yang pada fase akut ini merupakan kondisi yang umum dijumpai
pada suatu critically ill trauma.
b. Fase sub akut, pasca syok, setelah syok berakhir
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang diikuti oleh Multisystem Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Keduanya merupakan
kelanjutan perkembangan masalah yang dijumpai pada fase pertama, bermula
dari kerusakan jaringan (epitel, endotel) yang berperan sebagai inisiator (factor
pencetus) atau efektor tombulnya SIRS dan MODS. Ditinjau dari aspek
manajemen, kedua fase ini masuk dalam kategori Acute Burn Injury.
c. Fase lanjut
Fase ini berlnagsung sejak proses epiteliasi sempurna hingga maturasi
jaringan. Tidak ada batasan yang tegas bilamana fase ini dimulai, karena
mungkin saja bermula selama fase subakut. Masalah yang dihadapi adalah
proses epitelisasi yang berlangsung lamban, lebih lama dibandingkan proses
epitelisasi pada luka bakar oleh sebab lain, dan penyulit dari luka bakar, berupa
parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lainnya.
Ketiga fase proses penyembuhan luka bakarr tidak terjadi sebagaimana
luka sayat. Fase inflamasi berlangsung lebih hebat danlama, fase fibroplasias
terganggu (terhambat) dan dengan sendirinya, penyulit luka sebagaimana
disebutkan pada paragraph sebelumnya adalah suatu hal yang lazim.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur 2.

10

G.

Diagnosis
Besar masalah yang timbul sangat tergantung pada beratnya trauma (severity
of injury). Oleh karenanya, sebelumnya perlu diketahui beberapa hal penting
sebagaimana diuraikan berikut ini. untuk mendiagnosis luka bakar didasarkan
pada:
a. Luas luka bakar
Wallace rule of Nine
Baik dan cepat. Lebih sering digunakan pada dewasa dihitung
menggunakan rumus sembilan yang diprovokasi oleh Wallace, dikenal dengan
rule of nine atau rule of Wallace, didasari atas perhitungan kelipatan 9, dimana
luas permukaan tubuh adalah luas telapak tangan penderita (bukan tangan
pemeriksa). Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan
bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas
relatif permukaan kaki lebih kecil, sehingga pengukurannya kurang akurat
pada anak-anak.
Kepala dan leher
Lengan masing-masing 9%
Badan depan 18%
Tungkai masing-masing 18%
Genetalia perineum
Total

: 9%
: 18%
: 36%
: 36%
: 1%
: 100 %

11

Gambar 6. Luas luka bakar berdasarkan Wallace


Lund and Browder
Dapat digunakan pada bentuk tubuh dan usia bervariasi. Pada anakanak menggunakan table dari Lund dan Browder yang mengacu pada ukuran
bagian tubuh yang terbesar pada seorang bayi/anak, yaitu kepala. Sedangkan
pada bayi dekenal rumus 10 untuk menghitung luas luka bakar 2,3,5,9.

Gambar 7. Rumus menentukan luas luka bakar

12

Gambar 8. Tabel Lund and Browder


b. Derajat (kedalaman) luka bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya
pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilati tubuh, baju yang ikut
terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju ayang paling aman adalah
yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dekron,
selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi
lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar 4.
1. Luka Bakar Derajat I
Hanya mengenai lapisan luar epidermis (superficial), perlekatan
epidermis dan dermis (dermis-epidermis junction) tetap terpelihara baik
dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari
(sunburn). Luka tampak kering, eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitivitas setempat karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak menimbulkan
jaringan parut dan merupakan masalah klinis yang berarti dalam kajian
terapetik, luka bakarderajat satu tidak dicantumkan dalam perhitungan
luas luka bakar.

13

Gambar 9. Derajat I luka bakar


2. Luka Bakar Derajat IIA (Partial thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian
superficial dermis. Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut
disertai proses eksudasi. Pada fase ini terasa nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi. Luka derajat II ini dibedakan menjadi dua, yaitu
derajat dua dangkal dan derajat dua dalam:
a. Derajat II Dangkal (Superficial partial thickness burn)
Kerusakan mengenai epidermis dan sebagian (sepertiga bagian

superficial) dermis.
Dermal-epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi
epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulla, blister).
Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal.
Bila epidermis terlepas (terkelupas), terlihat dasar luka berwarna

kemerahan-kadang pucat-edematus dan eksudatif.


Apendises kulit (integument, adneksa kulit) seperti folikel rambut,

kelenjar keringat, keringat sebasea utuh.


Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu
antara 10-14 hari, hal ini dimungkinkan karena membrane basalis
dan Apendises kulit etatp utuh, diketahui keduanya merupakan
sumber proses epitelisasi.

14

b. Derajat II Dalam (Deep partial thickness burn)


Kerusakan mengenai hamper seluruh

(duapertiga

baguan

superficial) dermis
Apendises kulit (integument) seperti folikel rambut rambut,

kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian utuh.


Kerap dijumpai eskar tipis di pemrukaan, harus dibedakan dengan

eskar pada luka bakar derajat III.


Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang
tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua
minggu.

Gambar 10. Derajat II luka bakar


c. Derajat III (Full thickness burn)
Meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ
yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup tersisa yang
memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, biasanya diikuti engan
terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat dematurasi
protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kesembuhan
harus dilakukan skin grafting.
Apendises kulit, seperti folikel rambut rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Kulit yang terbakar tampak

15

berwarna pucat sampai berwarna hitam kering atau lebih putih karena
terbentuk eskar, tidak ada bulla, dengan permukaan lebih rendah daripada
bagian yang tidak terbakar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri,
bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik
mengalami kerusakan/kematian (dibuktikan dengan tes pin-prick). Bila
kontak langsung denga nyala api, terbentuk lesi yang kering dengan
gambaran koagulasi seperti lilin di permukaan kulit, yang dikenal sebagai
eskar.
Penyembuhan terjadi lama. Proses epitelisasi spontan baik dari tepi
luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit (folikel rambut
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea) yang mempuyai fungsi
epitelisasi tidak dimungkinkan terjadi karena struktur- struktur jaringan
tersebut mengalami kerusakan 2,5,8.

Gambar 11. Luka Bakar Derajat III

C. Penyebab
Sebagaimana disampaikan sebelumnya, luka bakar disebabkan oleh
kontak dengan sumber termis, tidak hanya api. Untuk membedakan atau
menjelaskannya, perlu diketahui klasifikasi luka bakar berdasarkan penyebab
antara lain:
Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya (pada literature

disebur dengan istilah burn).


Luka bakar karena air panas (scald)

16

H.

Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat

(chemical burn)
Luka bakar karena sengatan listrik dan petir (electric burn atau

electrocution dan lightning).


Luka bakar karena radiasi.
Luka bakar karena ledakan (ledakan bom, ledakan tabung gas, dsb).
Trauma akibat suhu sangat rendah (frost bite) 8.

Kriteria Berat Ringan luka bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh


Kedalaman luka bakar
Anatomi/lokasi luka bakar
Umur penderita
Riwayat pengobatan yang lalu
Trauma yang menyertai atau bersamaan
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association

(ABA), yakni :
a. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar 2o dan 3o <10% pada usia <10 sampai >50 tahun
- Luka bakar 2o dan 3o <15% pada kelompok usia lain.
- Luka bakar 2o dan 3o <10% pada semua kelompok usia, tanpa cedera
pada tangan, kaki dan perineum
b. Luka bakar sedang (Moderate)
- Luka bakar 2o dan 3o 10-20 % pada usia <10 sampai >50 tahun
- Luka bakar 2o dan 3o 15 25% pada kelompok usia lain, dengan luka
bakar 3o <10%
- Luka bakar 3o < 10 % pada semua kelompok usia, tanpa cedera pada
tangan, kaki dan perineum
c. Luka bakar berat, Luka bakar kritis, Luka bakar masif
- Luka bakar 2o dan 3o >20 % pada usia <10 sampai >50 tahun
- Luka bakar 2o dan 3o 25 % pada kelompok usia lain

17

- Trauma inhalasi
- Luka bakar multiple
- Luka bakar pada resiko tinggi
-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera listrik 2,9.
H. Penatalaksanaan
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air, atau
melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelag sumber panas dihilangkan adalah merendam
daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan aor mengalir selama
sekurang-kurangnya

15

menit.

Upaya

pendinginan

ini,

dan

upaya

mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses


koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terus
berlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi terus meluas.
Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar dengan selama 15 menit pertama
dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan
lebih dangkal dan diperkecil, luka yang sebebnarnya menuju derajat dua dapat
berhenti pada derajat satu, atau luka yang akan menjadi derajat tiga dihentikan
pada derajat dua atau satu. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan
air apa saja yang dingin, tidak usah steril.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan
daerah yang terbakar dengan air, mencehag infeksi dan member kesempatan sisa-

18

sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat
dirawat secara tertutup atau terbuka.
Primary Survey
Airway
Sama halnya dengan bantuan hidup lanjut, sebaiknya servikal tetap dilindungi
kecuali yakin tidak terdapat jejas servikal. Inhalasi gasa panas dapat
menyebabkan edema pita suara beberapa saat kemudian. Oleh karena itu jaga
jalan naas tetap paten. Bila diperlukan dapat dilakukan intubasi.
Tanda-tanda trauma inhalasi adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Riwayat luka bakar karena api atau luka bakar di ruangan tertutup.
Luka bakar yang luas dan dalam di daerah wajah, leher atau upper torso.
Bulu hidung yang terbakar.
Adanya sputum berkarbon atau partikel karbon di orofaring.
Indikasi untuk dilakukan intubasi adalah sebagai berikut:
a. Edema atau eritema area orofaring dari inspeksi langsung dengan
laringoskop.
b. Suara yang berubah menjadi kasar atau batuk kasar.
c. Stridor, takipneu atau dispneu.gerakan dada dan membuat ventilasi
inadekuat.
Breathing
Seluruh pasien luka bakar sebaiknya mendaat oksigen 100% dengan
non-rebreathing mask.
- Luka bakar yang mengelilingi dada, atau sangat luas dan dalam di area
dada, dapat membatasi pergerakan dada dan membuat ventilasi inadekuat.
-

Dibutuhkan tindakan eskarotomi.


Jejas yang mempenetrasi menyebabkan tension pneumothorax, kontusio
paru, dan trauma alveolar yang dapat menyebabkan adult respiratory

distress syndrome.
Sekalipun telah dingin, hasil kombustio dapat masuk ke dalam paru-paru
dan meniritasi paru yang menyebabkan inflamasi, bronkospasme,

bronkorhoea
Circulation

19

Buat dua jalur intravena yang besar segera di area tanpa luka.
Disability
Periksa tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale.
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena hipoksia atau hipovolemi.
Environment
Seluruh permukaan tubuh apsien harus diperiksa termasuk punggung,
untuk mendapatkan estimasi akurat dari area luka bakar dan jejas yang
menyertai. Pasien sebaiknya segera ditutupi selimut karena rentan hipotermi,
terutama anak-anak.
Fluid Resuscitation (Resusitasi Cairan)
Pada luka bakar >20% diperlukan pemasangan kateter urin untuk
memonitor keluaran urin. Pada anak, bila tidak memungkinkan dengan akses
intravena, dapat menggunakan akses interoseus untuk sementara. Namun,
jalur IV harus tetap dipasang.
Jika pasien dengan luka bakar yang luas tidak segera mendapat
resusitasi cairan yang tepat, maka dapat terjadi syok akibat luka bakar dan
bagian dari luka bakar yang cedera namun masih hidup, dan akan berlanjut
menjadi nekrosis. Selama 50 tahun belakangan pergantian cairan yang
progresif dengan segera salama 1 jam pada pasien pasca luka bakar telah
menurunkan angka kematian akibat luka bakar. Tujuan utama dari resusitasi
cairan adalah untuk mengambalikan dan mengontrol perfusi organ vital dan
mencegah terjadinya syok luka bakar.
Sebelum infus diberikan. Luas dan dalamnya luka bakar harus
ditentukan secra teliti. Kemudian, jumlah cairan infuse yang akan diberikan
dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Metode Baxter/Parkland
Karena cairan luka mirip dengan plasma, maka larutan elektrolit yang
memiliki kandungan paling mirip dengan elektrolit plasma muncul
sebagai cairan resusitasi yang efektif untuk mengatasi sindrom syok.
Baxter menganjurkan larutan

ringer laktat sebagai cairan yang mirip

dengan cairan ekstraseluker dan tidak mahal, mudah didapat dan berhasil

20

menyelamatkan kasus-kasus luka bakar yang berat tanpa komplikasi


kelebihan cairan, dan gangguan komposisi elektrolit.
Biasanya pada pasien luka bakar yang luas, diperlukan volume cairan
yang besar, sehingga kandungan dextrose 5% dalam larutan ringer laktat
akan menyebabkan tingginnya dosis dextrose dalam tubuh pasien.
Kebutuhan cairan luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg x
4mL larutan RL, pemberiannya dengan cara separuh kebutuhan diberikan
dalam 8 jam pertama pasca trauma dan separunhnya diberikan dalam 16
jam sisanya. Hari kedua diberikan setengah dari hari pertama. Pemberian
cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya bila penderita dalam keadaan
syok, atau jika dieresis kurang
Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari dieresis normal yaitu
sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24 jam atau 1 mL/kkBB/jam dan

3mL/kgBB/jam pada pasien anak


Metode Evans Brooke
Evans dan Brooke menggunakan larutan fisiologik, koloid dan glukosa
dalam resusitasi. Cara Evans yaitu: 1) luas luka dalam persen x BB dalam
kg menjadi mL NaCL per 24 jam, 2) luas luka dalam persen x BB dalam
kg menjadi mL plasma per 24 jam. Keduanya merupakan pengganti cairan
yang hilang karena udem. Plasma diperlukan untuk mengganti plasma
yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanann osmosis sehingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar. 3) sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan,
diberikna 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan dari hari pertama. Pada mula-mula dipuasakan karena peristaltic
usus terhambat pada keadaan prasyok dan mulai diberikan minum segera
setelah fungsi usus normal kembali. Kalau dieresis pada hari ketiga
memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infuse dapat
dikurangi bahkan dihentikan

2,3,4,5,9

21

Obat-obatan
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada
infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.
Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiate melalui IV dalam dosis
serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa
disertai hipotensi. Selanjutnya diberikan pencegah tetanus berupa ATS dan/atau
toksoid 3.
Perawatan Luka Bakar
Luka bakar derajat I dan II perlu dilakukan tidakan pencegahan infeksi. Pada
luka lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit
yang mati dan memberi obat topikal dengan daya tembus tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka maupun
tertutup. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan
dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang
minimal.
Pemakaian obat topikal membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri,
bisa menenmbus eskar dan mempercepat epitelisasi. Ada beberapa jenis obat yang
dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist
exposure burn ointment). Obat topikal yang dipakai dapat berupa larutan, salep
atau krim. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat
bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua
kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan tanpa
pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka
yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan
untuk menutup luka dari kemungkinan, kontaminasi, tapi tutupnya sedemikian
rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya pengaupan.

22

Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan
cangkok kulit (early exicision and grafting ).
Lakukan reposisi anggota tubuh agar tidak terjadi kontraktur dengan siku
difleksikan maksimum fleksi 30o, aksila abduksi minumum 60o, lipat paha
abduksi 10o, lutut difleksikan sudut 10o, dan tumit pada sudut 90o.
Tindak Bedah
Pemotongan eskar atau eskarotomi pada luka bakar derajat tiga yang
melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati.
Debrideman dilakukan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati
dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sedini mungkin setelah
keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan
perdarahan. Biasanya dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7. Eksisi tangensial
sebaiknya tidak dilakukan pada lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena
dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak.
Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan
skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri (skin grafting
autologus). Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau
kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat keterbatasan
luas kulit penderita atau keadaan penderita terlalu payah.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan tia dilakukan
skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang
hipertrofik. Dapat dilakukan pada hari kesepuluh sebelum timbulnya jaringan
granulasi 4,8.
I.

Permasalahan Pasca Luka Bakar


Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang
dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang

23

buruk sekali, terutama jika parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi
memerlukan fisioterapi intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Gagal ginjal akut
Tukak Curling
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Infark Miokard
Kontraktur
Kematian 2,4,5.
J.

Prognosis
Adapun faktor yang berperan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Faktor penderita

Usia penderita

Factor gender

Factor gizi

Factor premorbid

2. Faktor trauma

Jenis luka bakar

Luas luka bakar

Kedalaman luka bakar

Lokasi luka bakar

Trauma penyerta

Respon individu terhadap trauma dan terapi

3. Faktor penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada fase awal/akut/syok

24

Penatalaksanaan pada fase setelah fase akut (fase kedua)

Perawatan luka 2.

BAB III
PEMBAHASAN
Luka bakar atau combustio adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh
penyebab lain dengan seperti air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. Diagnosis
luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasi dari luka
bakar tersebut. Pada kasus, dari anamnesis didapatkan keluhan luka dan nyeri pada
kepala, leher, punggung atas dan kedua tangan akibat terbakar oleh api yang dialami
penderita 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penyebab luka bakar atau combustio adalah paparan api, scalds (air panas), aliran
listrik, frost bife (suhu dingin), zat kimia (asam dan basa), dan radiasi. Pada penderita
ini, luka bakar terjadi akibat kontak dengan paparan api. Awalnya penderita
menyiram dirinya sendiri dengan bensin kemudian membakar dirinya dengan api.
Pada pemeriksaan fisik kepala tampak rambut terbakar, pada wajah, hidung,
telinga dan leher tampak luka bakar derajat IIA pada berwarna kehitaman,bulla, yang
sudah pecah dan belum pecah, tampak kulit yang terkupas dan dasar luka kemerahan,
disertai krusta. Nyeri pada tes sensibilitas. Didapat pula luka bakar derajat IIA pada
manus dextra dan digiti I-V manus sinistra. Tampak bulla, dasar luka terlepas dasar
luka kemerahan dan tampak krusta pada bulla yang sudah pecah.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di daerah ekstremitasatas yaitu
pada tangan kanan (1%) sedangkan kepala dan leher (8%) serta trunkus anterior (3%).
Luas luka ditentukan menurut diagram rules of nine atau rumus 9 dari Wallace
dengan memakai telapak tangan dimana luas luka seluas 1 telapak tangan dihitung

25

sebagai 1 persen. Pada penderita ini total luas bakar mencapai 12% dengan
kedalaman derajat IIA.
Luka bakar pada penderita ini digolongkan derajat IIA sebab Kerusakan meliputi
seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superficial dermis. Respon yang timbul
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada pasien ini merasakan nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi akibat luka bakar yang dialami. Dermalepidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti
terbentuknya lepuh (bulla, blister) pada region punggung atas, region frontalos,
telinga dan region colli posterior Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar
derajat II dangkal (IIA). Pada pasien juga tampakepidermis terlepas (terkelupas), dan
terlihat adanya dasar luka yang berwarna kemerahan-kadang pucat-edematus dan
disertai eksudatif (krusta) diatas tempat bulla yang pecah.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini adalah debridement. Pada
pasien ini debridement dilakukan pada hari perawatan ke-3, dimana hal ini
merupakan tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris. Tujuannya adalah
mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. dengan dibuangnya
jaringan nekrosis agar proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera
dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar penderita terjadi
oedem, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan
terjadinya iskemi pada jaringan tersebut atau menghambat proses penyembuhan dari
luka tersebut.
Tujuan lain dari debridement adalah untuk memutus rantai proses inflamasi yang
dapat berlanjut. Tindakan ini disertai dengan anestesi baik loka maupun general dan
pemberian cairan melalui infus. Pada penderita ini, debridement dilakukan diruang
operasi dengan anestesi general dan pemberian cairan berupa RL.
Setelah dilakukan debridement, luka dicuci menggunakan NaCl 0,9%, betadine
dan H2O2, kemudian luka dioleskan salep sulfadiazine dan ditutup menggunakan kasa
steril untuk selanjutnya dilakukan perawatan luka tiap harinya. Perawatan luka bakar
tiap harinya adalah dengan membersihkan luka bakar dengan cairan atau

26

salepsulfadiazine sampai terjadinya epitelisasi. Balutan dinilai dalam waktu 24-48


jam.
Pada penderita ini, perawatan luka bakar dibersihkan menggunakan cairan NaCl
0,9% untuk membersihkan jaringan nekrotik dan yang lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi.Setelah dibersihkan, luka bakar penderita diberikan
salep sulfadiazine yang mengandung komponen pengobatan yang mempunyai efek
berupa analgesik, anti-inflamasi, anti-infeksi dan mampu mengurangi pembentukan
jaringan parut.

Selain komponen pengobatan, salep sulfadiazine ini juga

mengandung komponen nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit yang terbakar.
Kemudian luka bakar penderita ditutup menggunakan kasa steril.
Pada pasien juga diberikan obat-obatan seperti analgesic dalam hal ini pasien
diberikan injeksi ketorolac 1 ampul/8jam dan jugadiberikan terapi oral dengan
ibuprofen tablet 3 kali sehari untuk mengurangi rasa sakit akibat luka bakar derajat II
dimana terjadi reaksi hipersensitivitas dikarenakan iritasi ujung-ujung saraf sensorik
akibat luka bakar. Pasien juga diberikan antibiotik spectrum luas seperti injeksi
ceftriaxon 1gr/12 jam, obat tablet cefadroxil 3x1 sehari.
Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi yang berarti, namun pasien
disarankan untuk diet TKTP agar mempercepat proses penyembuhan luka juga rajin
menggerakkan anggota badan yang terkena luka bakar agar tidak terjadi hipertrofi
dan kekakuan otot-otot pada daerah yang mengalami luka bakar.
Prognosis pada pasien ini yaitu baik karena usia penderita yang masih muda
yaitu 34 tahun, disertai kondisi gizi pasien yang baik, tidak adanya factor komorbid
yang menyertai luka bakar yang dialami. Pasien juga cepat melakukan pengobatan
luka bakar dan mendapat penanganan yang tepat dimana pada saat pertama pasien
dibawa ke RS. Bhayangkara dan disitu pasien mendapat resusitasi cairan juga
antibiotic salep yang dioleskan ke organ yang mengalami luka bakar. Peda saat ini
juga pasien telah dilakukan pengobatan yang adekuat dan tidak ada angka rekurensi,
juga telah dilakukan debridement untuk membuang jaringan yang nekrosis dan
membantu mempercepat kembali proses epitelisasi sel yang mengalami kerusakan
akibat luka bakar sehingga pada pasien ini mempunyai prognosis yang baik/bonam.

27

Dokumentasi

28

29

30

31

32

33

DAFTAR PUSTAKA
1.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.


Edisi 6.Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2011.

2.

Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 4: Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2014

3.

Tanto, Chris, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Essential of Medicine. Jakarta:


Media Aesculapius. 2014.

4.

R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku


Kedokteran. EGC. 2007.

5.

Schwartz, Seymour I, Intisari prinsi-prinsip ilmu bedah / Seymour I. Schwartz


; editor,G. Tom Shires, Frank C. Spenser, Wendy CH ; alih bahasa, Laniyati et
al ; editor bahasaIndonesia, Linda C. Jakarta. EGC, 2007

6.

Fortuna, Fory. Early Detection of Elevated Serum Procalcitonin Is Required


as Warnig Sign of Sepsis in Burn Patients. Burn: JPR Journal. 2014.

7.

Jeschke, Marc. Handbook of Burns Volume 1: Acute Burn Care. 2012

8.

Townsend, Courtney. Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston. Edisi 17: Jakarta.
EGC: Penerbit Buku Kedokteran. 2010.

You might also like