Professional Documents
Culture Documents
membranes
KASUS
Identitas Pasien :
Nama : Ny. An
Usia
: 20 th
Alamat: Sukoharjo,
Mojowarno
Tgl. Masuk : 21 September
2015
ANAMNESA
Pasien mengeluh keluar cairan bening seperti kencing,
merembes sejak jam 01.30 (20/9/2015), darah lendir
(+), kenceng2 (+). ANC teratur di Puskesmas.
RPD : (-)
RPK : (-)
Riwayat Menikah 1x selama 3tahun
Riwayat Obstetri :
I: 9 bln/Spt/Bidan/Laki/2500gr/9th
II: hamil ini
HPHT : 26-12-2014
HPL : 2-10-2015
UK : 37/38minggu
Pemeriksaan Fisik
KU: baik, sadar, tidak anemis.
Vital sign :
TD :110/80 mmHg
N : 88x/mnt
R : 22x/mnt
t
: 37,1
Palpasi : janin tunggal memanjang
LI : teraba bokong, TFU : 33 cm
LII : puka, DJJ 146X/menit
LIII : teraba kepala, sudah masuk panggul
LIV : kepala teraba 4/5 bagian
TBJ : 3000 gram
DJJ (+)
HIS (-)
VT : 2 / 25% / Kepala / SSmel / UPD normal / Ketuban (-) /
PS4
Edema :
-
Diagnosis :
GI P0 uk 38/39 THIU + KPD bayi aterm + TBJ 3000
gram
Terapi :
NST
Bed rest
Obs tr / 3 jam
Rippening dgn misoprostol 50 mcg / p.o / 6 jam sd PS5
Bila PS 5, pro OD 12 jam setelah misoprostol terakhir.
Bila inpartu pro lahir spontan
Inj. Amoxicillin 1 gram (drip)
Evidence Based
Management for premature
rupture
of
membranes
This research shows that with proper care, waiting for up to
48-72 hours after the water breaks does not increase the
risk of infection to babies who are born to mothers that
meet certain criteria. However, waiting means that women
may have a higher chance of experiencing infection
themselves (Hannah et al., 1996; Pintucci et al., 2014).
Erythromycin should be given for 10 days following the
diagnosis of PPROM.
Between 77% and 95% will go into labor within 24 hours of
their water breaking (Conway et al., 1984; Pintucci et al.,
2014; Zlatnik, 1992). In a recent large study, 76.5% of
women with term PROM went into labor within 24 hours,
and 90% were in labor within 48 hours (Pintucci et al.,
2014).
Epidemiologi
Insiden ketuban pecah dini adalah 5-10% dari persalianan,
dan 1% dari seluruh kehamilan. Mencapai 70% dari kasus
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm, namun
pada beberapa center penelitian lebih dari 50% terjadi saat
kehamilan preterm.
Pada kehamilan aterm, onset terjadinya persalinan dalam
24 jam setelah ketuban pecah pada 80-90% pasien. Pada
periode laten lebih dari 24 jam pada 57-83%, atau lebih dari
72 jam pada 15-26% pasien, dan dalam 7 hari atau lebih
pada 19-41% pasien. Pada 8-10% kehamilan aterm terjadi
KPD. Naiknya insidensi ketuban pecah dini sebanding
dengan angka faktor resiko seperti kurang gizi saat masa
kehamilan, konsumsi alkohol, dan keadaan kandungan
seperti hidroamnion.
Etiologi
1. Faktor umum:
Infeksi STD.
Faktor sosial: perokok, peminum, keadaan sosial
ekonomi rendah.
2. Faktor keturunan:
Kelainan genetik.
Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.
3. Faktor obstetrik, antara lain:
a. Overdistensi uterus:
o Kehamilan kembar
o Hidramnion
Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi
janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan
janin.
Konservatif:
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga
masa kehamilan dapat diperpanjang.
Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotik
sehingga dapat menghindari infeksi.
Antibiotik
enatalaksanaan konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg
atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x
500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32- 34 minggu,
dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban
tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum
inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason,
observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi
pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan
32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid
untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Penatalaksanaan
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan
oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula diberikan misoprostol 25ug 50 ug
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila
ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik
dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila skor
pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor
pelvik > 5, induksi persalinan.