Professional Documents
Culture Documents
Akrual secara teknis merupakan selisih laba dengan kas. Pengertian konseptual agak susah dicari
karena laba sendiri hanya didefinisi secara teknis dalam standar akuntansi, yaitu sebagai hasil
pendapatan dikurangi biaya.
Akrual muncul karena aturan-aturan akuntansi seperti depresiasi, cadangan kerugian, dsb.
Keputusan mengenaik aturan akuntansi tersebut tentu saja dibuat oleh managemen. Kalau kebijakan
akrual diputuskan/dibuat oleh managemen maka mengapa ada istilah diskresioner-nondiskresioner?
Sebagai catatan, diskresioner berarti kebijakan sehingga akrual diskresioner berarti akrual yang
timbul akibat kebijakan managemen.
Secara umum, walaupun diputuskan oleh managemen, akrual terikat dengan fenomena ekonomik
perusahaan. Katakanlah, perusahaan X mempunyai rata-rata cadangan kerugian piutang sekitar
10%. Bila piutang perusahaan X naik atau turun Rp 20 miliar maka cadangan kerugian piutang juga
akan cenderung naik atau turun secara berkesesuaian (accordingly).
Namun demikian, ada kalanya managemen membuat keputusan terkait akrual yang tidak sesuai
dengan fenomena ekonomik perusahaan. Contohnya kasus Luscent Technologies (Sender 2002
dalam Lev 2003). Luscent membuat biaya kerugian piutang sebesar $192 juta pada kuartal pertama
2002. Padahal untuk kuartal yang sama tahun sebelumnya (2001), biaya kerugian piutang Luscent
sebesar $750 juta. Dengan kondisi perekonomian yang cenderung memburuk, tampak aneh bila
(cadangan) kerugian piutang Luscent justru mengecil secara signifikan dari $750 juta ke $192 juta.
Inilah yang disebut akrual diskresioner, yaitu akrual yang tidak memiliki hubungan dengan
fenomena ekonomik perusahaan dan, tampaknya, muncul dari kebijakan managemen saja.
Secara operasional dalam riset akuntansi, akrual diskresioner merupakan error term yang muncul
dalam persamaan akrual total. Akrual total adalah seluruh akrual yang timbul (i.e. laba dikurangi
kas) dalam satu periode waktu. Total akrual dapat dikategori dalam 2 kelompok: nondiskresioner
dan diskresioner.
Akrual nondiskresioner adalah bagian akrual yang variasinya dapat dijelaskan oleh variasi
fenomena ekonomik perusahaan. Ketika aset makin besar maka akrual terkait aset (e.g. depresiasi)
juga akan makin besar. Porsi inilah yang dimaksud dengan akrual diskresioner. Bila anda
menggunakan model Jones (1991), misalnya, maka ada 3 fenomena ekonomik yang dianggap
berpengaruh pada akrual nondiskresioner yaitu aset, perubahan pendapatan, dan property, plant,
and equipment (PPE).
Contoh:
Tahun ini perusahaan X memiliki akrual total sebesar Rp200 juta. Setelah melalui berbagai
perhitungan, kita menemukan bahwa Rp 175 juta-nya terjadi karena fenomena ekonomik
perusahaan (e.g. terkait aset, pendapatan, PPE). Sisanya, Rp 25 juta, merupakan akrual diskresioner.
Akrual diskresioner Rp 25 juta ini adalah bagian yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena
ekonomik perusahaan yang ada dalam model. Mungkin kemudian anda bertanya, apakah Rp 25
juta tersebut menunjukkan akrual yang tidak terkait fenomena ekonomik alias diada-adakan oleh
managemen alias terkait manipulasi laba?
Sebelum itu, istilah model di sini perlu memperoleh catatan tersendiri. Model adalah
penyederhanaan suatu fenomena dan, oleh karenanya, memiliki peluang cukup besar untuk tidak
sempurna. Bisa jadi, akrual diskresioner yang kita peroleh dari model sebenarnya masih terkait
dengan fenomena ekonomik, namun tidak tertangkap dengan baik secara statistis. Oleh karenanya,
akrual diskresioner, dalam artian operasional, tidak memiliki arti khusus kecuali bahwa tia
merupakan bagian akrual yang tidak dapat dijelaskan oleh model.
sebagai indikator manipulasi laba. Akrual diskresioner dalam kondisi tersebut disebut akrual
diskresioner abnormal (abnormal discretionary accrual).
Dalam contoh di atas, kita lihat bahwa dalam kasus laporan keuangan yang diutak-atik, perusahaan
mengurangi jumlah akrual pengurang labanya dari 100 menjadi 25. Ada akrual diskresioner
abnormal senilai 75 di sini. Dengan demikian, angka laba naik dari -50 menjadi 25.
Secara umum, investor dan pihak eksternal lainnya tidak memiliki sumber daya (e.g. waktu, akses,
kemampuan) untuk mengetahui apakah angka laba dimanipulasi atau tidak ataupun berapa besar
jumlah manipulasinya. Oleh karenanya, mereka bergantung pada auditor untuk mengkonfirmasi
angka laba tersebut. Kadang kala, angka laba manipulasian itu lolos dan tersaji sebagai angka laba
laporan keuangan auditan. Angka tersebut dipercaya oleh investor dan kemudian digunakan untuk
melakukan penilaian kinerja.
Contoh:
Bila investor menggunakan laba yang tidak dimanipulasi maka ia akan memutuskan untuk tidak
menambah investasinya ke dalam proyek terkait. Sementara, bila investor menggunakan laba yang
dimanipulasi maka ia justru akan memutuskan untuk menambah investasinya dalam jumlah besar.
Logika yang sama juga berlaku bagi investor pasar modal. Dengan kriteria yang sama, pemegang
saham mungkin sedang mempertimbangkan untuk menjual, mempertahankan (hold), ataupun
membeli lagi saham perusahaan X. Dalam kasus tersebut, investor akan menjual sahamnya bila ia
mengetahui laba sebenarnya, tanpa manipulasi. Namun, dengan laba manipulasian, ia justru akan
membeli lagi saham perusahaan X.
Angka laba manipulasian menyebabkan investor keliru mengambil keputusan. Angka laba tersebut
tidak berkualitas. Sudah menemukan hubungannnya? Laba yang dimanipulasi adalah laba yang
tidak berkualitas. Laba tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Bicara teknis, akrual diskresioner dapat digunakan baik sebagai proksi manipulasi laba atapun
sebagai proksi kualitas laba, seperti 2 sisi dari koin yang sama.
Terakhir, apakah penelitianmu termasuk penelitian manipulasi laba atau kualitas laba? Ini tidak
dapat dilihat dari proksi yang kamu gunakan (i.e. akrual diskresioner). Kamu harus melihatnya dari
pertanyaan penelitian yang kamu ajukan dan konteks yang melatarbelakangi pertanyaan penelitian
itu (set-up).
Manajer memiliki diskresi terhadap waktu ketika sebuah peristiwa ditunjukkan dalam
akuntansi. Contoh ketika ada piutang tidak tertagih atau penghapusan aset.
b. Timing transaksi yang mempengaruhi laba yang dilaporkan. Contohnya pada akhir
tahun finansial, proyek R&D atau biaya advertensi diakui sehingga biaya tersebut
mempengaruhi laba pada periode berikutnya.
Pilihan metoda akuntansi pada riset yang telah dilakukan untuk menguji apakah
perusahaan menggunakan income increasing atau income decreasing, penilaian sediaan dan
pilihan metoda depresiasi, serta kapitalisasi atau expense terkait dengan intangible aset dan
bunga (Watts dan Zimmerman, 1986, Fields et.a.2001). Studi ini mengindikasikan bahwa
perusahaan yang mengkapitalisasi R&D akan terleverage lebih tinggi, biasanya perusahaan
skalanya kecil, dengan tingkat laba yang rendah serta dekat pada restriksi dividen daripada
perusahaan yang memilih untuk menggunkaan expense (Raley, Vigeland, 1993 dan Abbody
dan Lev, 1998). Hal ini mendukung bahwa perusahaan memilih kapitalisasi dengan tujuan
untuk kelihatan lebih kuat pada aspek finansial dan peningkatan pembayaran dividen. Teoh
et.al (1998c) membandingkan pilihan metode depresiasi pada IPO yang dicocokkan dengan
kelompok non IPO. Analisis menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan IPO yang memilih
metode akuntansi mengaplikasikan metoda depresiasi yang lebih meningkatkan laba dari
pada yang digunakan perusahaan yang non IPO. Teoh et.al. (1998c) juga menguji dimensi
timing dari trasaksi akuntansi ketika diuji untuk penghapusan hutang yang bermasalah
dalam perusahaan saat melakukan IPO. Mereka menemukan bukti bahwa perusahaan IPO
rata-rata menghapuskan hutang bermasalah lebih sedikit daripada setelah IPO. Penelitian
Beaty et.al (2002) menunjukkan bahwa bank publik cenderung untuk merealisasi
keuntungan sekuritas lebih tinggi dan kerugian sekuritas yang lebih rendah untuk
mentransfomasi penurunana yang lebih kecil untuk melaporkan peningkatan laba.
2. Metode Akrual
Deteksi atas kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan
secara umum diteliti melalui penggunaan akrual. Akrual, secara teknis, merupakan
perbedaan antara kas dan laba. Akrual merupakan komponen utama pembentuk laba dan
akrual disusun berdasarkan estimasi-estimasi tertentu. Misalnya saja biaya depresiasi, untuk
mengetahui besarnya biaya ini kita harus mengetahui biayanya, umur manfaat (estimation),
dan metode depresiasi yang digunakan. Nilai biaya memang sudah tetap (fixed) dan tidak
bisa diubah-ubah namun umur manfaat dan metode depresiasi bisa diubah sesuai dengan
kebijakan atau pertimbangan atau discretion managemen. Secara umum, akrual, yang
merupakan produk akuntansi, dapat dianggap memiliki jumlah yang relatif tetap dari
tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan aturan akuntansi terkait juga tidak mengalami
perubahan. Perubahan akrual yang terjadi, oleh karenanya, dapat dianggap sebagai hal yang
tidak normal (abnormal). Perubahan ini merupakan hasil penggunaan kebijakan (discretion)
managemen yang berlebihan dan bila pada saat yang sama managemen juga memiliki
insentif/motif untuk memanipulasi laba maka perubahaan akrual yang terjadi dianggap
sebagai bentuk manipulasi laba yang dilakukan managemen.
Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi.
Total akrual dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
(i) Nondiscretionary accruals
Bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan
keuangan, disebut normal accruals atau nondiscretionary accruals. Nondiscretionary
accruals merupakan komponen akrual yang terjadi seiring dengan perubahan dari
aktivitas
perusahaan.
Banyak
dari
model
estimasi
akrual
nondiskresioner
perusahaan dari level akrual masa lalu perusahaan sebelum periode ketika tidak
terdapat manajemen laba yang sistematik (Jones, 1991).
(ii) Discretionary accruals
Bagian akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan
abnormal accruals atau discretionary accruals. Discretionary accruals merupakan
komponen akrual yang berasal dari earnings management yang dilakukan manajer.
Akrual diskresioner tidak bisa diobservasi lansung dari laporan keuangan, maka hasus
diestimasi melalui beberap model. Model tersebut membentuk ekspektasi pada level
akrual non diskresioner dan jumlah deviasi yang diobservasi secara aktual, hal ini
Keterangan:
NDAt
Jones mengajukan model yang menolak asumsi bahwa non discretionary accrual
adalah konstan. Model ini mencoba mengontrol pengaruh perubahan keadaan
ekonomi perusahaan pada non discretionary accrual sebagai berikut:
NDAt =
Keterangan:
REVt
: revenue pada tahun t dikurangi revenue pada tahun t-1 dibagi total
PPEt
NDAt =
Keterangan:
RECt :Net receivable (piutang bersih) pada tahun t dikurangi piutang bersih pada
tahun t-1 dibagi total aktiva tahun t-1.
f. The Adjusted Model (1991)
NDAt =
The adjusted model (Dechow dan Sloan,1991) mengasumsikan bahwa variasi
determinasi dari non discretionary accrual adalah sama dalam jenis industri yang
sama. non discretionary dari model ini diperoleh dengan:
NDAt =
Keterangan:
COit
: Loan charge-off (pinjaman yang dihapus bukukan)
LOAN : Loans outstunding (pinjaman yang beredar)
NPAit
: Non performing assets (aktiva produktif yang bermasalah) terdiiri dari
aktiva produktif berdasarkan tingkatan kkolektibilitasnya yaitu:
a) Dalam Perhatian Khusus (DPK)
b) Kurang Lancar (KL)
c) Diragukan (D)
d) Macet (M)
NPAit+1 : Selisih nonperforming assets t+1 dengan nonperforming asset t.
Semua variabel dideflasi dengan nilai buku ekuitas ditambah cadangan kerugian
pinjaman. Jadi perhitungan akrual kelolaan yaitu
DAit = TAit + NDAit
Keterangan:
TAit
: Total akrual (untuk yang model akrual khusus, total akrual dihitung
berdasarkan total saldo penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP))
DAit
: Akrual kelolaan
NDAit
: Akrual non kelolaan
h. The Cross-Sectional Models
Baik model Jones cross-sectional dan model Jones modifikasi cross-sectional
adalah sama dengan model Jones dan model Jones modifikasi, kecuali bahwa
parameter model diestimasi dengan menggunakan data cross-sectional bukan data
time series. Model cross-sectional dan time series berbeda asumsi. Model crosssectional mengasumsikan bahwa korelasi antara akrual non kelolaan dan penentuan
akrual, seperti perubahan dalam pendapatan dan PPE (bruto), ditentukan oleh
kelompok industri dan situasi ekonomi sekarang sedangkan model time series
mengasumsikan bahwa korelasi ditentukan oleh karakteristik spesifik perusahaan.