You are on page 1of 28

Draft Laporan Praktik Lapangan

MEMPELAJARI KONSUMSI ENERGI PADA STASIUN


PENGUAPAN PENGOLAHAN GULA TEBU
PT PG RAJAWALI II UNIT PG SUBANG
JAWA BARAT

CHRISTONI P. SITORUS
F14120023

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul
Nama
NIM

: Mempelajari Konsumsi Energy Pada Stasiun Penguapan


Pengolahan Gula Tebu PT PG Rajawali II Unit PG Subang, Jawa
Barat
: Christoni P. Sitorus
: F14120023

Disetujui oleh

S. Ragil Wijaya M, STP


Pembimbing Lapangan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan praktik lapang ini merupakan kegiatan intrakurikuler bagi
mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mahasiswa diharapkan berperan aktif dalam
kegiatan ini seperti dalam kegiatan pengumpulan informasi atau data serta
melakukan latihan kerja yang sesuai dengan topik yang sudah disepakati.
Mahasiswa juga diharapkan mengikuti dan menaati ketentuan yang berlaku di
perusahaan serta dibimbing oleh pembimbing lapangan dan dosen pembimbing.
Topik yang dipelajari penulis adalah konsumsi energi pada stasiun penguapan
pengolahan tebu menjadi gula di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang. Secara
umum kegiatan praktik lapangan diharapkan tidak hanya mengamati topik khusus
yang diambil melainkan belajar sebanyak-banyaknya mengenai proses pengolahan
gula dari hulu hingga hilir. Pabrik gula Subang merupakan pilihan yang tepat
karena praktikan selaku penulis dibimbing untuk belajar semua proses pengolahan
tebu menjadi gula.
Kegiatan praktik lapangan ini diharapkan mampu menjawab rasa ingin tahu,
wawasan, dan pengalaman mahasiswa mengenai proses pengolahan tebu menjadi
gula khususnya pada konsumsi energi pada stasiun pengupanan pengolahan tebu
menjadi gula. Hasil pengamatan yang dilakukan mahasiswa akan dituliskan dalam
laporan ini sehingga pengalaman yang diperoleh oleh mahasiswa dapat dibagi
kepada orang yang membaca.
Tujuan
Tujuan dalam pelaksanaan program Praktik Lapangan mahasiswa Fakultas
Teknologi Pertanian IPB dibagi menjadi dua, yaitu:

Instruksional
a) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan mahasiswa melalui
latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang
keahliannya.
b) Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi,
merumuskan, dan memecahkan masalah sesuai dengan keahliannya di
lapangan secara sistematis dan interdisiplin.

Institusional
Memperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi
Pertanian dengan masyarakat dan memperoleh masukan atau pertimbangan bagi
penyusunan kurikulum sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang
sesuai dengan kemajuan Iptek dan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna.
Secara khusus tujuan praktik lapangan ini adalah untuk mempelajari aspek
keteknikan dan konsumsi energi pada proses pengolahan tebu menjadi gula
khususnya konsumsi energi pada stasiun penguapan, sehingga dapat menjadi
sumber pembelajaran dan pengalaman secara langsung bidang teknik energi
khususnya bagi peserta praktik lapang.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktik lapangan dilaksanakan mulai 22 Juni sampai dengan 14 Agustus 2015
di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang, Jawa Barat.
Metodologi Pelaksanaan
Metodologi pelaksanaan kegiatan praktik lapangan ini adalah sebagai berikut:

Pengamatan (observasi) dan identifikasi secara langsung


Pengamatan langsung di lapangan terhadap proses pengolahan gula
mencakup spesifikasi, bahan bakar, tipe dan beberapa hal terkait yang
diperlukan.

Pengukuran
Langkah ini digunakan untuk mengetahui suatu nilai besaran yang presisi dari
suatu objek yang akan diamati.

Wawancara
Dilakukan untuk mengumpulkan data menegenai topik yang diamati.
Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan topik
yang diamati berdasarkan bimbingan dan arahan dari pembimbing Praktik
Lapangan.

Latihan kerja
Langkah ini dilakukan sebagai peran aktif mahasiswa dalam program yang
disusun oleh perusahaan. Langkah ini bertujuan agar mahasiswa terampil
sehingga mampu mengembangkan profesi sesuai dengan disiplin ilmu yang
ditekuninya.

Pembandingan dengan pustaka


Dilakukan untuk membandingkan data hasil pengamatan dan perhitungan
dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada literatur terkait.

Analisis
Analisis dilakukan terhadap data dan informasi yang telah diperoleh untuk
kemudian disajikan secara sistematis dalam bentuk laporan praktik lapangan.
KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
1.1. Profil PT. PG Rajawali II

PT. PG Rajawali II pada awalnya berasal dari Pabrik Gula (PG) milik
perorangan bangsa Belanda yang berjumlah enam buah (Tabel 1.) yang kemudian
dinasionalisasikan oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 86 tahun 1958.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 159 tahun 1961 dan tergabung dalam PPN

Kesatuan Jabar VI dan pada tahun 1963 PP No. 1 tahun 1963 dibentuk PPN baru
dimana ke enam Pabrik Gula tersebut berdiri sendiri.
Badan Pimpinan Umum (BPU) PPN Gula dibentuk untuk mengkoordinir
keenam pabrik tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1963 yang
berkedudukan di Jakarta dan bertindak sebagai koordinator, untuk mempermudah
pengawasan dibentuk inspeksi yang mempunyai wilayah tertentu. Wilayah Jawa
Barat di bentuk inspeksi BPU PPN Gula Wilayah III berkedudukan di Cirebon
sebagai Perkebunan PPN Kesatuan Jawa Barat VI.
Perkembangan selanjutnya keenam Pabrik Gula tersebut tergabung dalam PNP
XIV Cirebon, perubahan status ini berdasarkan PP No. 14 tahun 1968. Kemudian
pemerintah memandang perlu membentuk perusahaan perseroan (Persero) atas
dasar PP No. 10 tahun 1981 tentang penyertaan modal Negara maka status PNP
XIV berubah menjadi PT. Perkebunan XIV.PG. Jatitujuh (1978) dan PG. Subang
(1984) termasuk dalam perubahan status menjadi perseroan.
PT. PG Rajawali II resmi berdiri pada tahun 1996 di Jawa Barat dengan status
anak perusahaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Adapun visi dan misi dari PT.
PG Rajawali II sebagai dasar acuan dalam bergeraknya suatu perusahaan sebagai
berikut :
Visi :
Sebagai perusahaan dengan kinerja terbaik dalam bidang agroindustri berbasis
tebu di Indonesia, siap menghadapi tantangan, unggul dalam kompetisi global dan
bertumpu pada kemampuan sendiri.
Misi :
1. Sebagai perusahaan yang dikelola secara profesional dan
inovatif dengan orientasi kualitas produk dan pelayanan
pelanggan yang prima (Excellent Customer Service) sebagai
karya sumber daya manusia yang handal, mampu tumbuh dan
berkembang
memenuhi
harapan
pihak-pihak
yang
berkepentingan (Stakeholders).
2. Turut melaksanakan kebijaksanaan dan menunjang program
akselerasi produksi gula nasional pada umumnya serta
pembangunan sektor perkebunan, pertanian dan industri gula
pada khususnya.

Berdasarkan visi dan misi tersebut PT. PG Rajawali II membagi perusahaan


mereka dalam tiga unit perusahaan yaitu unit pabrik gula, unit industri hilir dan
unit usaha lain.
1.2.Sejarah Unit PG Subang
Tahun 1812 sampai dengan
1833
: Merupakan areal
perkebunan karet milik swasta
asing (inggris)
Tahun 1833 sampai dengan
1957
:
Dikuasai
perusahaan
swasta
asing
Belanda
dengan
nama
Pamanoekan and Tjiasem
Land
Tahun 1958 sampai dengan
1967
:
Dikuasai

perusahaan
perkebunan
Negara (PPN) dengan UU No.
86 tahun
1968, tentang
nasionalisme
perusahaanperusahaan milik Belanda
Tahun 1968 : Menjadi PTP XXX
dengan PP No. 14 tahun 1968
Tahun 1976 :
Berdasarkan
Instruksi
Mentan
No.
12/INS/6/UM/1976
mengadakan
uji
coba
penanaman tebu bersama
PPG
Tahun 1978 : Penanaman tebu
pertama seluas 800 Ha dan
digiling di PTP XIV, PG Tersana
Baru. Pengelolaan Kebun Pasir
Bungur, Pasir Muncang, dan
Manyingsal diserahkan ke PTP
XIV dengan SK Mentan No.
681/Mentan/X/1978
Tahun1981 : Pembangunan PG
Subang mulai dilaksanakan
berdasarkan SK Mentan No.
667 /KPTS/ORG/8 /1981
Tahun 1984 :
PG
Subang
melaksanakan giling pertama
pada tanggal 18 Oktober
dengan total tebu giling
sebesar 1.122.716 kuintal
Tahun 1996 :
Dengan
keputusan Menkeu No. C29432.HT.0104/1996 PTP XIV di
ubah menjadi PT. PG. Rajawali
II
Tahun 2003 : PT. PG. Rajawali II
resmi
menjadi
anak
perusahaanPT.
Rajawali
Nusantara
IndonesiadanPG.
Subang sebagai salah satu
unit produksi PT. PG. Rajawali
II

1.3 Profil Unit PG Subang


Lokasi
: Desa Pasir Bungur, Kecamatan Purwadadi,
Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat
Ketinggian
: 31-33 meter dpl
Suhu Udara
: 22oC sampai dengan 32oC
Kelembaban Nisbi
: Rata rata 81.2%
Curah Hujan
: 1100 sampai dengan 2200 mm per tahun

Topografi

Sumber Air Injeksi


Luas Hak Guna Usaha

Relatif datar agak bergelombang, dengan


kemiringan 3-10%
: Mayoritas Latosol dengan struktur porus (Rayon
Pasir Bungur dan Pasir Muncang) dan Podzolik
(Rayon Manyingsal)
: Irigasi Tarum Timur
: 4.951,501 Ha yang dipergunakan untuk :

Tanah Sewa
Tebu Rakyat Bebas
Luas Bangunan Pabrik
Kapasitas Pabrik
Kapasitas Operasional
Proses Pengolahan

: 359, 941 Ha dari seluruh lahan tanaman Tabu


: 532,029 Ha dari seluruh lahan tanaman Tebu
: 10,500 Ha
: 3000 TCD
: 2800 TCD
: Sulfitasi Alkalis dengan gula hasil SHS IA

Jenis Tanah

1. Tanaman Tebu : 4.951,501 Hayang


terbagi dalam 3 rayon yaitu Pasir Bungur
1.331,272 Ha, Pasir Muncang 1907 Ha
dan Manyingsal 1191,851 Ha
2. Emplacement, dll : 143,561 Ha
3. Lebung, dll : 367,317 Ha

Tabel 2. Performa Giling PG Subang 5 Tahun Terakhir


Tahun

Kapasitas TCD

Luas areal
digiling
(Ha)

Tebu digiling
(Ku)

Rendem
en
(%)

Produksi
Tebu/Ha
(Ku/Ha)

Hari
Giling
Tetap

Inclusive

Exclusive

2010

2,306.3

2,832,9

5.143,511

3.437.251,7

5,70

668

151

2011

2,603.9

2,908,4

4.981,069

3.436.468,8

6,69

690

134

2012

2,615.7

2,859,0

5.092,147

3.256.585.5

7,09

640

122

2013

2,092.0

2,775,0

4.808.392

2.982.393,9

5,52

620

151

2014

2,409.1

2,769.6

4,854.989

2,849,547.1

5,61

587

120

1.4. Struktur Organisasi PG. Subang


Susunan organisasi Unit Pabrik Gula Subang adalah sebagai berikut:
General Manager
: Sugeng Hadi Winarno
Kepala Bagian Tanaman
: Iip Saefudin, S.P.
Kepala Bagian Instalasi
: Agus Prasetyo, S.T.
Kepala BagianPabrikasi
: Soleh Iskandar, S.T.
Kepala Bagian Tata Usaha & Keuangan : Asep Humaidi, S.E.
Kepala BagianSDM & Umum
: Heru Purbo Yunanto, S.E.

Berikut merupakan struktur organisasi PG Subang :

Gambar 1. Struktur Organisasi unit PG. Subang


Jumlah karyawan PG. Subang :
1. Total karyawan : 780 orang
2. Karyawan tetap : 220 orang yang terdiri dari staff dan non- staf
3. Karyawan tidak tetap : 560 orang dengan tiga sistem kerja yaitu sistem
Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT), Surat Pengantar Kerja (SPK),
dan musiman.

KEGIATAN PRAKTIK LAPANG


ALAT DAN MESIN PRODUKSI
A. Stasiun Penerimaan
1. Timbangan
Timbangan ini berfungsi untuk menimbang berat tebu yang dibawa dari kebun
kepabrik yang terdiri atas dua jenis timbangan yaitu,
Spesif
kasi
Merk
Tipe
Jenis
Kapasi
tas
Jumlah

Tabel 1. timbangan
Timbanga
Timbanga
nI
n II
Berkel
Berkel
Toledo
Toledo
RE-2
RE-2
Jembatan
Jembatan
Timbang
Timbang
80 ton

80 ton
1

2. Hillo (Pengankat tebu)

Hillo berfungsi untuk membongkar muatan dari trailer pengangkut tebu


dengan menggunakan sistem hidrolik langsung ke cane table atau ditimbun untuk
pengolahan pada malam hari.
Tabel 2. Hillo
Spesi
ketera
fkasi
ngan
kapas
itas
10 ton
Motor
peng
hidroli
gerak
k
Daya
15 KW
Jumla
h
2

3. Cane stacker
Cane stacker berfungsi untuk memuat tebu yang berada di cane yard ke cane
table dan mengatur sistem penumpukan yang ada di cane yard. Cara kerjanya
adalah dengan mengangkat dan mendorong tumpukan tebu yang ada di cane yard.
Tabel 3. Cane Stacker
Spesifkasi
keterangan
Merk
Kawasaki
Tipe
KSS 80
Isuzu E 120
Model
PK
Kapasitas
dorong
12 ton
Kasitas
angkut
7 ton
Lebar garpu
2.95 m
jumlah
garpu
4

4. Cane table
Berfungsi sebagai pengumpan tebu untuk kemudian dimasukkan ke cane cutter.
Spesifkasi
Tipe
Kapasitas
Panjang
Lebar
Kemiringa
n
Jumlah
alur rantai
Kecepatan

Tabel 4. cane table


keterangan
Chain Drive and Leveler
15 ton
8m
6m
6 derajat
6 buah
5 rpm

putar
Penggerak
Daya
Jumlah

Electrick
motor
regulator speed
15 hp
2 buah

dengan

B. Stasiun Gilingan
1. Cane cutter
Berfungsi untuk memotong- motong tebu menjadi potongan kecil dan
menyerupai serabut kasar untuk memudahkan pengambilan nira tebu.
Tabel 5. Cane cutter
Spesifk
Ketera
asi
ngan
Blade
Tipe
knife
Jumlah
32
Pisau
buah
Kecepat
an
600
putar
rpm
Panjang
600
pisau
mm
Lebar
200
pisau
mm
Tebal
pisau
20 mm
Pengge
Turbin
rak
uap

2. Unigrator
Sering juga disebut dengan hammer mill yang berfungsi untuk memperhalus
ukuran serabur dari hasil cane cutter sehingga memudahkan untuk pengambilan
nira tebu. Berikut ini merupakan tabel spesifikasi unigrator:

Tabel 6. Unigrator
Spesifkasi
keterangan
Tipe
Mosh IV
Jumlah
hammer
60 buah
Kecepatan
putar
600 rpm

Panjang
hammer
Lebar
hammer
Tebal
hammer

495 mm
(90 x 90) mm
60 mm
Turbin uap SHM
HD 163 R

Penggerak

3. Gilingan tebu
Berfungsi untuk memerah tebu yang sudah dalam bentuk serabut dengan 4
kali perahan nira.
Spesifkasi
Panjang
(in)
Alur roll
Kedalama
n (mm)
Kecepatan
(rpm)
Tekanan
(kPa)
Penggerak

Tabel 7. Gilingan Tebu


Gilingan
Gilingan
Gilingan
I
II
III

Gilingan
IV

78
Meschea
rt

78
Meschea
rt

78
Meschea
rt

78
Meschea
rt

48

48

48

48

5.4

5.1

5.0

4.6

21,364
Turbin
uap

19,6
Turbin
uap

21,654
Turbin
uap

22,442
Turbin
uap

C. Stasiun Pemurnian
1. Juice Heater
Berfungsi untuk memanaskan nira untuk keperluan proses pengolahan
selanjutnya seperti proses evaporasi pada stasiun penguapan.
Tabel 8. Juice heater
Juice
heater
Spesifkasi
I
Suhu nira keluar (C)
75
Tekanan uap masuk (C)
78,4
Diameter pipa pindah
panas (mm)
33/36
Tinggi pipa pindah panas
(m)
4
Jumlah
pipa
pindah
panas (buah)
496
Luas pemanas (m2)
200

Juice
heater
II
105
78,4

Juice
heater
III
110
78,4

33/36

33/36

496
200

496
200

2. Sulfur Tower
Sebagai tempat untuk melangsungkan reaksi antara nira mentah terkapur
dengan gas sulfit atau belerang.
Tabel 9. Sulfur Tower
Nira
Spesifkasi
mentah
Diameter (mm)
1000
Tinggi Kolom (mm)
7000
Tipe Sirkulasi
Buffer
Jumlah
tirai / bufle
(buah)
8

Nira kental
600
9000
Jatuh bebas
11

3. Tangki Nira Mentah


Berfungsi untuk menampung nira mentah
Tabel 10. Tangki Nira Mentah
Spesifkasi
Keterangan
Panjang
8,2 m
Tinggi
4,4 m
Lebar
4,1 m
Kapasitas
2500 TCD

4. Door clarifier
Berfungsi untuk memisahkan kotoran- kotoran yang terbawa didalam nira
dengan cara diendapkan.
Tabel 11. Door clarifer
keteran
Spesifkasi
gan
Diameter (mm)
9500
Tinggi total (mm)
9000
Tinggi
efektif
(mm)
6000
Diameter pipa jiwa
(mm)
914
Volume
pengendapan
(m3)
425
Luas
area
pengendapan
(m2)
70,8
Jumlah tray (buah)
3

D. Stasiun penguapan
1. Evaporator
Berfungsi untuk menguapkan sejumlah air untuk memudahkan proses
pemasakan nira kental.

Spesifkasi
Luas
pemanas
(mm)
Diameter
pipa
pemanas
(mm)
Panjang
pipa
pemanas
(mm)
Jumlah pipa
pemanas
(buah)

Evapora
tor I

Tabel 12. Evaporator


Evaporat Evaporat Evaporat
or II
or III
or IV

Evaporat
or V

1400

1400

1100

1100

1100

33/36

33/36

33/36

33/36

33/36

2500

2500

2000

2000

2000

5525

5525

5490

5490

5490

SS

SS

SS

SS

SS

3890

3890

3790

3790

3790

Bahan pipa
Diameter
badan
(mm)

E. Stasiun Kristalisasi (masakan dan putaran)


1. Vacuum Pan masakan
Berfungsi sebagai bejana pemasakan nira kental yang berasal dari hasil
penguapan untuk menghasilkan bibit ataupun proses awal pembentukan kristal
gula. Vacuum pan masakan pada PG. Subang ini ada delapan dan berikut
spesifikasinya:
Spesifk
asi
Nama

I
Vacuu
m

II
Vacu
um

III
Vacu
um

IV
Vacu
um

V
Vacu
um

VI
Vacu
um

VII
Vacu
um

VIII
Vacu
um

Kapasit
as (m3)
Luas
peman
as (m2)
Tekana
n kerja

PAN

PAN

PAN

PAN

PAN

PAN

PAN

PAN

50

27,5

25

40

40

40

40

40

350
1,5
Kg/cm

64
cmH
g

150
64
cmH
g

240
64
cmH
g

240
64
cmH
g

240
64
cmH
g

240
64
cmH
g

240
64
cmH
g

2. Low grade centrifugal (LGC)


Berfungsi untuk memutar hasil masakan C dan D untuk menghasilkan stroop
ataupun klare yang terdiri atas 5 unit LGC. Berikut ini merupakan tabel spesifikasi
LGC:
Tabel 14. Low Grade Centrifugal
Spesifikasi
Hein Lehman
Kapasitas
4 ton/ jam
Dimensi
1000 mm x 68 mm < 34
Jenis Penggerak
Motor Listrik
Daya Penggerak
55 KW

BMA
2 ton/jam
< 30o
Motor Listrik
37 KW

3. High Grade Centrifugal


Berfungsi untuk memutar hasil putaran dari masakan untuk menghasilkan
butiran gula SHS dan juga stroop. HGC terdiri atas total 8 unit putaran. Berikut ini
merupakan spesifikasinya,
Tabel 15. High Grade Centrifugal
Spesifikasi
Broadbent
RRI
Kapasitas
650 kg/cycle
1350 kg/cycle
Dimensi (mm)
1220 x 760 x 178
1200 x 760 x 178
Jenis Penggerak
Motor Listrik
Motor Listrik
Daya penggerak
75 KW
130 KW

PROSES PRODUKSI PEMBUATAN GULA


1. Stasiun Penerimaan
Tahapan awal dalam proses pembuatan adalah pengankutan bahan atau tebu
dari lahan ke stasiun penerimaan. Tebu yang diangkut ke stasiun akan ditimbun di

cane yard untuk kebutuhan penggilingan. Jumlah tebu yang dipasok ke cane yard
disesuaikan dengan permintaan pihak pabrikasi. Sistem pada stasiun penerimaan
dibagi menjadi dua yaitu tebu dari lahan langsung giling atau tebu dari lahan
ditimbun di cane yard. Sistem tersebut tergantung pada keadaan proses gilingan,
jika gilingan kosong dan tebu merupakan hasil bakaran maka sistem yang dipakai
adalah sistem giling langsung. Sistem penimbunan tetap dilakukan untuk
persediaan bahan pada malam hari karena proses tebangan kurang tepat jika
dilakukan pada saat malam hari.
Setiap tebu yang masuk ke cane yard akan dicatat dengan proses penimbangan
bruto dan tara. Pencatatan dilakukan dengan mencatat timbangan truk atau trailer
pengakut tebu masuk dan keluar sehingga nanti akan diperoleh berat tebu
sebenarnya yang masuk ke cane yard dari selisih timbangan pengangkut masuk
dan keluar. Timbangan yang digunakan ada dua jenis, untuk penimbangan masuk
dan keluarnya pengangkut tebu. Sistem bongkar pada cane yard ada tiga jenis
yaitu dengan menggunakan tippler truck, cantolan, dan hillo. Sedangkan sistem
muat ke cane table ada dua yaitu langsung bongkar dari trailer menggunakan hillo
dan menggunakan cane stacker. Cane stacker bekerja dengan cara mengangkat
dan mendorong tebu ke meja pengumpan.
2. Stasiun Gilingan
Tahapan awal proses pengambilan nira adalah pada stasiun gilingan. Pada
stasiun gilingan ini tebu akan mengalami perlakuan pemotongan serta
penumbukan. Tebu yang masuk dari meja pengumpan akan di potong-potong pada
saat melewati cane cutter menjadi serabut- serabut kasar dan setelah melewati
cane cutter tebu yang sudah dalam bentuk serabut kasar akan dibawa
menggunakan cane carrier atau konveyor menuju ke unigrator atau biasa juga
disebut hammer mill. Dari unigrator serabut tadi akan di cacah menjadi serabutserabut yang lebih halus. Ketinggian serabut yang akan masuk kegilingan juga
diatur ketinggiannya dengan menggunakan leveler. Tujuan dari proses
pemotongan dan pencacahan adalah untuk memudah proses pengambilan nira
yang tersimpan didalam tebu. Setelah melewati unigrator serabut tersebut akan
ditambahkan kapur untuk mengurangi aktifitas mikroorganisme.
Stasiun gilingan PG. Subang menggunakan empat penggiling sesuai dengan
kemampuan sumber energi penggerak. Penggiling disusun seri dengan setiap unit
gilingannya terdiri dari 3 silinder penggiling yang disusun piramid dengan satu
depan, atas dan belakang. Kerapatan susunan penggiling semakin ke gilingan 4
semakin sempit untuk memakasimalkan proses ekstraksi atau pemerahan.
Gilingan satu akan menghasilkan nira yang akan langsung dialirkan menuju
saringan DSM untuk kemudian dibawa ke stasiun pemurnian. Proses ekstraksi
yang dilakukan adalah dengan menggunakan air imbibisi dari hasil pemerahan
gilingan 2. Proses ekstraksi pada gilingan 2 menggunakan air imbibisi dari hasil
pemerahan gilingan 3 ditambah air panas dan hasil akan digunakan ke gilingan 1.
Begitu juga dengan proses gilingan 3 dimana air imbibisi yang digunakan adalah
hasil dari gilingan 4 ditambah air panas dan hasil gilingan 3 akan digunakan untuk
gilingan 2. Sementara itu gilingan empat dengan keadaan silinder penggiling yang
semakin rapat menggunakan air imbibisi air panas saja. Serabut sisa dari hasil
penggilingan akan dibawa menggunakan konveyor menuju ke boiler untuk
digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap.

3. Stasiun Pemurnian
Proses pemurnian pada PG. Subang ini adalah menggunakan proses
sulfikasi.Tahapan awal proses pemurnian adalah penampungan nira hasil
penggilingan dari stasiun penggilingan di bak penampung. Bak penampung sudah
dilengkapi dengan flow meter sebagai alat pengukuran yang digunakan untuk
mengukur jumlah nira yang akan dimurnikan yang dikontrol dengan sistem
otomatis dari ruang kontrol pH.
Pada bak penampung ini nira hasil penggilingan ditambahkan dengan dengan
fosfat (P2O5) kemudian dialirkan ke juice heater 1 atau pemanas 1 dan nira mentah
dipanaskan sampai suhu 75o C. Setelah nira mentah dipanaskan sampai pada suhu
75o C nira tersebut selanjutnya dialirkan ke defekator berupa pipa yang biasa
disebut operator sebagai shacarat untuk selanjutnya ditambahkan susu kapur yang
diumpankan ke aliran nira kental sampai pHnya mencapai kisaran 8,5 sampai 9,2.
Setelah pH yang diinginkan tercapai selanjutnya aliran nira tersebut dialirkan ke
sulfur tower yang didalamnya sudah diberikan umpan berupa gas belerang atau
sulfur (proses sulfikasi) sampai pHnya menurun sampai dikisaran 7-7,2.
Pengukuran pH pada pabrik ini sudah menggunakan sistem semi otomatis.
Tahapan selanjutnya dari proses sulfikasi nira tersebut dialirkan ke pemanas 2
sampai pada suhu 105o untuk mempercepat laju reaksi yang terjadi pada nira.
Tahapan selanjutnya adalah pada tahan penyaringan dengan menggunakan door
clarifier. Sebelum masuk kedalam door clarifier nira yang sudah disulfutasi akan
dicampur dengan flokulan yang memiliki daya tarik terhadap kotoran-kotoran
yang terbawa. Sebelum masuk kedalam door clarifier nira dilewatkan dari flash
tank yang berfungsi untuk membuang gas yang tidak bereaksi berupa gas amonia.
Door clarifier yang digunakan oleh PG ini sudah dimodifikasi sehingga terbagi
menjadi tiga tray yang masing-masing dasar tray dilengkapi dengan alat penyapu
yang diputar oleh poros pipa sehingga kotoran yang diikat oleh flokulan tadi
disapu dan diarahkan ke dasar tray untuk kemudian dihisap menggunakan pompa
membran yang menggunakan sistem klep.
Kotoran yang terendapkan yang biasa disebut mud tersebut kemudian
dialirkan ke RVF (rotary vacum filter) untuk diperas kembali karena hasil endapan
tersebut masih memiliki kadar gula yang tinggi. RVF akan menyerap nira yang
tersimpan didalam endapan tersebut dengan menggunakan pompa vakum dan juga
membran filrat dan bantuan cake yang terbentuk dari ampas tebu halus sehingga
kotoran-kotoran tidak ikut terserap. RVF terdiri dari 3 kondisi tekanan dalam satu
putaran. Keadaan tekanan yang pertama adalah low vakum yang digunakan pada
saat bagian silider RVF tenggelam pada penampung endapan sementara sehingga
endapan tersebut melekat pada saringan membran RVF. Setelah bagian yang
tenggelam tersebut mencapai udara maka keadaan tekanan adalah high vakum
yang mengakibatkan terhisapnya nira yang tersimpan dari endapan hasil door
clarifier. Endapan yang sudah diambil niranya kemudian akan dilepas dengan
menggunakan pengikis dan untuk mempermudah proses pelepasan maka tekanan
vakumnya di nol kan sehingga endapan yang sudah diambil niranya jatuh ke
konveyor dan diangkut kadalam truk pengangkut untuk langsung digunakan
sebagai pupuk tanaman tebu di lahan. Endapan yang sudah diambil niranya biasa
disebut sebagai blotong yang memiliki nilai ekonomi sebagai pupuk tanaman
karena mengandung nitrogen yang cukup tinggi. Sementara itu disisi lain nira

yang bersih dari clarifier dihisap dari permukaan tray clarifier dengan
menggunakan pipa koil dan dialirkan ke penampung sementara untuk di cek
kualitas dari kemurnian nira.
Kemudian dari penampungan sementara nira tersebut disaring dengan DSM
dan selajutnya ke saringan nilon dan untuk pemurnian akhir nira yang sudah
bersih dialirkan kepemanas tiga untuk dialirkan ke stasiun penguapan. Pemanasan
ini diperlukan untuk memudahkan pencapaian suhu yang lebih mudah dan juga
hemat energi pada evaporator.
Tujuan dari proses pemurnian yang dilakukan adalah untuk memurnikan nira
yang akan diolah menjadi gula. Nira mentah akan dipisahkan dengan perlakuan
penambahan kapur dan juga penambahan gas belerang serta penambahan flokulan
untuk membuat proses pengendapan dapat berlangsung sehingga dihasilkan nira
dengan keadaan bersih. Kotoran kotoran yang paling banyak mengotori nira
adalah tanah serta debu-debu halus yang melewati saringan-saringan nira. Jika
dibandingkan cara pemanenannya maka nira yang berasal dari pemanenan dengan
cara manual atau tenaga manusia jauh lebih bersih dibandingkan dengan sistem
pemanenan semi-mekanis ataupun mekanis. Perbedaan kejernihan juga dapat
dilihat dari tebu yang dibakar dan tidak dibakar. Tebu hasil bakaran akan lebih
berwarna pekat karena debu sangat halus sisa bakaran yang tidak dapat diikat oleh
flokulan.
4. Stasiun Penguapan
Nira yang berasal dari hasil pemurnian biasa disebut sebagai nira mentah akan
diuapkan untuk menghasilkan nira kental dengan obe diantara 30-33. Proses
penguapan penguapan pada PG. Subang ini menggunakan uap bekas dari turbin
gilingan dengan tekanan uap kerja rata- rata sebesar 0,6- 1 kg/cm2. Stasiun
penguapan ini menggunakan quadrupple efek dengan di badan akhir diberikan
tekanan vakum.
Nira jernih dari stasiun pemurnian dialirkan ke evaporator badan satu melalui
pipa pemanas melewati uap yang masuk diantara pipa-pipa pemanas tersebut. Nira
yang sudah diuapkan dari badan satu akan dialirkan secara kontinu kebadan
penguapan selanjut dengan bantuan pompa dan juga tekanan vakum. Pemanasan
pada badan uap satu adalah menggunakan uap bekas dari penggilingan dan badan
dua menggunakan uap bekas dari badan satu dan demikian juga dengan badanbadan uap selanjutnya menggunakan uap bekas dari badan uap bekas penggunaan
badan uap sebelumnya.
Nira hasil penguapan jika sudah mencapai obe 30-33 akan dialirkan ke
sulfitator untuk ditambahkan gas SO2 sampai pH mencapai 5,6 dan kemudian
dialirkan menuju stasiun masakan untuk dimasak membentuk kristal-kristal gula.
Jika keadaan be tidak mencapai 30-33 maka akan dilakukan pembersihan pada
pipa pemanas evaporator secara terjadwal dan tarikan nira mentah jernih dari
stasiun pemurnian akan diperkecil untuk menghasilkan obe yang sesuai dengan
SOP sehingga pada saat proses masakan tidak lagi membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menghasilkan bakal-bakal kristal gula.
5. Stasiun Masakan

Nira kental dari stasiun penguapan akan dialirkan menuju ke penampungan


nira kental dan kemudian akan dimasak di dalam cacuum pan masakan. Pan
masakan pada PG. Subang ada 8 vacuum pan masakan. Untuk spesifikasinya
dapat dilihat pada daftar alat dan mesin produksi. Sistem kerja pada stasiun
masakan ini berbeda dengan stasiun penguapan. Stasiun masakan bersifat single
effect dan tidak kontinu (batch) dengan waktu tinggal rata-rata 2-3 jam
pemasakan, tergantung pada kualitas uap yang digunakan. Untuk memudahkan
pemasakan nira kental setiap vacuum pan masakan ini diberikan tekanan vakum
rata-rata 60-65 cmHg, sehingga titik didih air pada nira kental mengalami
penurunan sehingga air akan cepat menguap dan nira akan cepat jenuh dan
membentuk kristal. Selain itu pemberian tekanan vakum adalah untuk
mempercepat nira kekeadaan jenuh sehingga waktu tinggal didalam vacuum pan
masak tidak teralalu lama serta untuk menghidari suhu yang terlalu tinggi (over
heating) yang dapat merusak nira dan mencegah pembentukan karamel.
Tahapan pemasakan pada PG. Subang menggunakan sistem A-C-D dimana
masakan A yang terdiri dari vacuum pan masakan 1, 2, 3, 4 sedangkan vacuum
pan masakan 5 digunakan sebagai vacuum pan untuk bibit kristal C-D. Masakan
C terdiri dari satu vacuum pan masak saja yaitu vacuum pan 5 sedangkan masakan
D terdiri dari vacuum pan masakan 7 dan 8. Untuk uap yang digunakan setiap
vacuum pan masakan menggunakan uap bekas langsung bukan uap bekas dari
vacuum pan masakan lain.
Proses masakan merupakan salah satu dari dua proses kristalisasi gula. Proses
masakan dimulai dari masakan A. Lama masak pada masakan A relatif lebih cepat
dibandingkan dengan masakan C dan D karena nira kental atau bahan untuk
masakan A memiliki kandungan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bahan masakan C dan D. Pemasakan di masakan A ditujukan untuk menghasilkan
ukuran kristal berkisar 0,8- 1,2 mm, dan jika keadaan tersebut tercapai maka hasil
masakan A akan diturunkan ke High Grade Centrifugal untuk diputar kembali
dengan putaran SHS untuk menghasilkan gula SHS dan juga hasil sampingan
klare SHS.
Berbeda dengan masakan A, masakan C digunakan untuk mekristalisasi
kembali hasil sampingan dari putaran A berupa stroop A karena masih memiliki
kadar gula yang tinggi. Pada PG Subang pemasakan C berlangsung diantara 4-5
jam dengan suhu operasional 55 oC dan setelah proses masakan maka hasil
masakan tersebut didinginkan di palung pendingin selama kurang lebih 1 jam
untuk kemudian diputar di putaran C dan menghasilkan gula C sebagai bibit
masakan A dan kelebihannya dilebur kembali untuk dicampur dengan nira kental
jika HK syarat pemasakan sebesar > 75 tidak tercapai.
Proses masakan D merupakan masakan dengan menggunakan bahan dari
hasil putaran hasil masakan C yang biasa disebut stroop C. Masakan D
berlangsung lebih lama karena bahan yang dimasak merupakan bahan yang
memiliki kadar gula yang lebih kecil dibandingkan dengan bahan masakan A dan
C. Kadar gula yang kecil pada stroop C mengakibatkan kesulitan dalam
membentuk kristal gula, untuk itu pada proses masakan D ditambahkan FCS
berupa bahan yang mampu mempercepatnya pembentukan kristal gula dengan
cara menarik kristal- kristal gula yang sangat kecil sehingga berkumpul
membentuk kristal gula yang lebih besar. Hasil masakan dari masakan D akan
diputar sebanyak dua kali. Putaran yang pertama adalah putaran menggunakan

putaran D1 dan menghasilkan gula D1 serta hasil sampingan berupa tetes tebu
yang sudah tidak memiliki nilai atau kadar gula yang sudah tidak dapat
dikristalkan tetapi memiliki nilai ekonomi untuk proses industri lain seperti untuk
pembuatan MSG, kecap dan bahan- bahan lain. Sementara itu gula hasil putaran
pertama tadi berupa gula D1 akan dicampur kembali dengan air panas dan
membentuk magma D1 untuk kemudian diputar dengan putaran D2 dan
menghasilkan klare D untuk digunakan sebagai bahan masakan D itu sendiri. Gula
D2 akan dilebur kembali untuk digunakan sebagai bibit masakan C.
6. Stasiun Putaran
Stasiun putaran merupakan stasiun untuk melaksanakan proses pemisahan
kristal dari larutannya. Stasiun putaran berfungsi untuk membantu proses
pemasakan serta untuk melakukan pemisahan antara cairan yang tidak mengkristal
dengan kristal gula padat yang akan di proses di stasiun penyelesaian. Stasiun
putaran terdiri dari dua tipe putaran yaitu Low Grade Centrifugal (LGC) dan High
Grade Centrifugal (HGC) serta HGC terdapat putaran yang disebut putaran SHS.
High Grade Centrifugal (HGC) digunakan untuk memisahkan cairan dengan
gula kristal yang berasal dari masakan A. Sistem kerjanya menggunakan prinsip
sentrifugal, dimana hasil masakan akan diputar dengan kecepatan tinggi sehingga
cairan yang melekat pada kristal gula terlempar. Satu unit HGC terdiri dari satu
silinder yang pada selimutnya dilengkapi dengan penyaring yang sangat kecil
yang menahan bahan yang akan diputar sehingga bahan yang terlempar kebagian
ruang diantara silinder dan juga badan putaran. Putaran HGC akan menghasilkan
dua produk yaitu gula A dan juga cairan hasil pemisahan dari masakan A yang
biasa disebut sebagai stroop A yang akan digunakan sebagai bahan masakan C.
Gula A yang dihasilkan dari putaran HGC belum dapat diproses dalam
stasiun penyelesaian. Gula hasil putaran ini akan diturunkan ke penampungan AB
yang dicampur dengan air panas untuk memudahkan proses pemompaan ke
putaran SHS. Selanjutnya pada putaran SHS akan dihasilkan kristal gula yang
akan diproses pada stasiun penyelesaian dan hasil sampingannya adalah klare
SHS yang digunakan untuk masakan A.
Low Grade Centrifugal berfungsi untuk memisahkan hasil masakan dari
masakan C dan D menjadi gula C dan juga gula D. Prinsip kerjanya sama dengan
HGC dengan menggunakan prinsip sentrifugal hanya saja terdapat beberapa
perbedaan pada alat pemutarnya. Jika pada HGC menggunakan silinder dengan
bagian selimutnya terdapat saringan dan yang diharapkan terlempar adalah cairan
sedangkan pada LGC pemutarnya berbentuk kerucut terbalik yang biasa disebut
basket. Pada putaran LGC yang diharapkan terlempar adalah butiran kristal dan
cairan yang ada akan terdifusi kebagian bawah basket yang sudah dilengkapi
dengan saringan yang sangat halus. Butiran yang terlempar dari putaran ini akan
terlempar ke dinding putaran dan akan turun ke penampung gula C ataupun D,
sedangkan cairannya akan melewati pusat putaran yang sudah dihubungkan
dengan pipa-pipa menuju proses selanjutnya seperti pemasakan kembali untuk
stroop dan klare sementara itu untuk tetes akan dimuat langsung kedalam tangki
truk pengangkut atau jika berlebih akan disimpan di tangki penampungan tetes
tebu PG. Subang.

Proses perawatan alat juga dilakukan baik untuk putaran HGC ataupun LGC.
Proses perawatan adalah proses pencucian HGC dan LGC dengan menggunakan
air panas dengan rata- rata suhu sekitar 100oC untuk mencairkan gula yang
tersangkut pada saringan. Proses pencucian HGC dan LGC berbeda karena
perbedaan bahan kotoran bahan yang dipisahkan. Untuk HGC pencucian
dilakukan diselang waktu antara pembongkaran dan pengisian kembali dengan
menggunakan semprotan air panas otomatis didalam alat pemutar. Sistem
pencucian pada LGC adalah dengan menerapkan sistem gilir karena untuk
pencucian dilakukan dengan cara manual dan alat dapat dibersihkan dengan cara
pembongkaran penutup dari alat putar tersebut.
7. Stasiun Penyelesaian
Pada stasiun ini gula yang dihasilkan dari putaran berupa gula SHS akan
dilewatkan melalui alat yang disebut sebagai talang goyang sebagai alat yang
digunakan untuk menyalurkan hasil gula SHS menuju konveyor untuk kemudian
dibawa ke pengeringan. Sistem pengeringan adalah dengan memutar gula didalam
suatu tabung pengering dengan menggunakan udara panas kerig secara berulangulang sampai gula tersebut kering. Gula hasil pengeringan suhunya lumayan
tinggi dan untuk menurunkannya dari arah yang berlawanan dengan udara panas
sesaat sebelum gula keluar akan ditiupkan udara dingin kering sehingga suhunya
berkurang.
Setelah mengalami pengeringan gula masih belum dapat di packing karena
ukuran gula yang masih belum merata. Gula yang berasal dari ruang pengeringan
memiliki ukuran yang berbeda- beda dan sebagian besar ada yang berbentuk
gumpalan dan juga debu gula. Gula hasil pengeringan ini akan disaring 1 kali
saringan kasar dengan ukuran hasil penyaringan 0,8-1,2 mm. Pada PG. Subang ini
penyaringan hanya dilakukan 1 kali sehingga tidak ada sistem penyaringan untuk
debu gula.
Gula hasil penyaringan dari mesh 30 akan disaring kembali menggunakan
saringan mesh 8 untuk memisahkan gula yang berukuran lebih besar dari 1,2 mm
dengan ukuran dibawah 1,2 mm akan digunakan sebagai gula produksi dan siap
untuk dikemas. Sedangkan untuk gula yang berukuran lebih dari 1 mm akan
dianggap sebagai gula gagal yang kemudian akan dilebur kembali untuk dijadikan
bahan masakan. Produk jadi dari PG. Subang di packing dengan kemasan karung
dengan berat 50 kg dan 1 kg. Sistem packing pada PG ini sudah menggunakan
sistem otomatis dengan menggunakan sistem kontrol timbangan hidrolik 50 kg
dan untuk 1 kg menggunakan sistem wadah atau chamber dengan ukuran 1 kg.
Produk dari PG. Subang ini bermerek Raja Gula yang kemudian disimpan
digudang produksi PG. Subang untuk selanjutnya disalurkan kepihak distributor.
8. Instalasi Pengolahan Air Limbah
Limbah cair yang berasal dari sisa proses pengolahan akan diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke aliran sungai karena mengadung senyawa kimia yang
membahayakan untuk lingkungan dan mahluk hidup di sungai dan sekitarnya. Air
limbah yang diolah merupakan sisa pengolahan serta merupakan hasil buangan
dari pencucian alat- alat proses seperti evaporator, juice heater dan pemutar.

Tahapan pengolahan air limbah pabrik dimulai dengan penambahan kapur ke


limbah yang sudah tersaring pada kolam penampungan sehingga pHnya naik
mendekati pH normal. Penambahan kapur dilakukan karena limbah pabrik
merupakan limbah dengan kadar asam yang sangat tinggi. Sistem pengolahan
limbah pada PG. Subang masih dilakukan secara manual sehingga dalam
pengaturan bukaan kapur adalah sesuai dengan perkiraan operator setelah
pengujian dilakukan.
Tujuan penambahan kapur selain menetralkan suhu adalah untuk
memungkinkan penambahan bakteri untuk mengolah zat- zat kimia yang terbawa
didalam limbah. Limbah yang sudah ditambahkan kapur akan ditampung di kolam
aerasi 1. Pada kolam aerasi 1 terdapat 3 aerator yang berfungsi untuk menyuplai
oksigen ke bakteri pengurai sehingga kadar oksigen cukup dan bakteri tidak mati.
Kolam aerasi 1 dilengkapi dengan kompresor karena dibandingkan dengan kolam
aerasi yang lain kolam ini berisi limbah dengan kadar zat yang harus diuraikan
lebih tinggi sehingga secara otomatis bakteri yang dibutuhkan lebih banyak dan
banyaknya bakteri membutuhkan suplay oksigen yang banyak pula. Jika suplai
oksigen hanya dengan aerator tidak mencukupi sehingga dilakukanlah
penambahan suplay dengan menggunakan kompresor.
Setelah melewati kolam aerasi 1 limbah dialirkan ke kolam aerasi 2 untuk
diuraikan kembali sampai kadar zat kimia yang ditolerir tercapai. Pada kolam
aerasi 2 terdapat 3 aerator untuk suplay oksigen. Aliran pada sistem pengolahan
air limbah di kolam aeratoer adalah kotinu. Pengendapan akan dilakukan pada
kolam clarifier yang pada titik pusat kolam terdapat poros yang dapat diputar
dengan kecepatan rpm yang kecil sehingga endapan tidak terapung kepermukaan.
Endapan pada kolam ini akan dibuang setiap 8 jam sekali dan endapan yang
berasal dari kolam ini akan dipompakan kembali ke kolam aerasi 1 karena masih
memiliki sejumlah bakteri yang masih dapat digunakan.
Tahapan akhir dari pengolahan air limbah ini adalah pengendapan terakhir
dikolam endapan akhir untuk kemudian dialirkan ke lebung air yang berada di
kebun. Pengembang biakan bakteri yang digunakan pada pengolahan air limbah
ini dikembang biakkan di kolam penampungan bibit yang setiap 3 hari sekali akan
dimasukkan bibit yang baru. Untuk memastikan keadaan buangan air limbah
IPAL pada PG. Subang ini melakukan uji COD karena yang diutamakan pada
instalasi ini adalah pengolahan limbah kimia cair yang terbawa didalam limbah.
Pada instalasi ini dilakukan kontrol alat secara berkala oleh operator jaga.
Pengamatan terhadap alat ini adalah pengamatan pada alat berupa pompa baik
aerator maupun kompresor ataupun pompa air. Perawatan yang dilakukan adalah
dengan menyetel ulang poros aerator sehingga putaran yang dilakukan sempurna.
Selain itu kerusakan yang sering terjadi adalah kerusakan pada impeler pompa
yang rusak akibat korosi dari asam limbah dan untuk menanggulanginya
dilakukan pergantian dan pompa yang diperbaiki akan diganti dengan pompa
cadangan. Berikut ini merupakan skema atau diagram alir proses pengolahan tebu
menjadi gula:

Skema 1. Diagram alir proses pengolahan gula PG Subang


SUMBER ENERGI PABRIK GULA PG SUBANG
Sumber energi utama yang digunakan oleh PG. Subang adalah boiler yang
berjumlah 2 unit. Untuk melihat spesifikasi sumber energi utama yang digunakan
di PG. Subang dapat dilihat pada tabel di bawah :
Tabel 16. Boiler
Spesifkasi
Keterangan
Merk
Yoshimine Japan
Type
H- 1600 S
Jumlah (unit)
2
Luas pemanas (m2)
1600
Tekanan
kerja
normal
(Kg/cm2)
20
Tekanan kerja maksimum
(Kg/cm2)
24
Evaporator Rate (Kg/cm2 LP/
jam)
31
Kapasitas ketel (uap ton/
jam)
50
Temperatur uap (uap kering
oC)
325
Kapasitas kerja @ boiler
(ton)
50

Pembangkit listrik
Kapasitas @ generator

Turbo generator 2
unit
2,8 MW

Sistem pindah panas pada boiler yang digunakan pada pabrik ini merupakan
sistem pindah panas yang biasa disebut dengan water tube. Sistem water tube
merupakan sistem dimana proses pemanasan untuk menghasilkan uap jenuh
menggunakan aliran air didalam pipa sementara api berada diluarnya. Kapasitas
tekanan design boiler pada pabrik ini sebesar 24 kg/cm2 tetapi pada saat ini boiler
hanya mampu menghasilkan tekanan sebesar 20- 22 kg/cm 2. Tekanan kerja yang
diijinkan untuk dapat menjalan semua proses yang ada di pabrik adalah tekanan >
20 kg/cm2 dan jika tekanan dibawah tekanan kerja yang diharapkan tidak tercapai
maka proses pabrikasi akan terganggu terutama untuk proses gilingan dan proses
produksi di stasiun- stasiun yang membutuhkan uap bekas.
Bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan air adalah bagas sisa dari
penggilingan tebu. Sistem pengisian bahan bakar adalah menggunakan koveyor
elevator dengan yang dikontrol dari ruang kontrol. Untuk penyalaan awal boiler
digunakan kayu bakar sebagai bahan bakar awal untuk penyalaan bagas tebu.
Penyalaan awal dilakukan dengan cara menunggu sampai tekanan kerja yang
memungkinkan untuk proses produksi tercapai kemudian, jika tekanan sudah
tercapai maka uap akan dialirkan terlebih dahulu ke kolektor uap berupa tabung
dan kemudian setelah uap terkumpul melalui uap kolektor dialirkan ke turbin
pembangkit listrik dan ke turbin penggerak penggilingan. Konsumsi uap paling
banyak digunakan adalah untuk kebutuhan turbin pembangkit listrik tenaga uap
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik. Kemudian uap
dialirkan ke turbin penggerak gilingan dengan beberapa persen uap bekas
digunakan kembali untuk proses produksi pada evaporator, juice heater, dan
pemasakan.
Air yang digunakan sebagai bahan yang akan diuapkan adalah air yang
berasal dari kondensat dengan pH yang normal. Jika pH air kondensat yang akan
digunakan dalam keadaan basa ataupun asam makan air kondensat tersebut akan
digunakan sebagai air imbibisi pada proses ekstraksi. Jika air kondensat pHnya
normal maka air kondensat dapat digunakan untuk proses penguapan. Air
kondensat sebelum masuk kedalam pipa pemanasan di dalam boiler, dipanaskan
terlebih dahulu dengan menggunakan daerator ekonomizer dengan memanfaatkan
uap panas yang berasal dari buangan boiler. Pemanasan awal digunakan untuk
memudahkan dan mempersingkat waktu pencapaian perubahan air menjadi uap
jenuh yang akan dialirkan ke turbin-turbin.
Dapur pembakaran pada boiler PG. Subang berjumlah 4 buah tiap boilernya.
Pembakaran pada boiler ini menghasilkan debu halus yang terbuang melalui pipa
pembuangan dengan bantuan blower yang digunakan sebagai suplay oksigen
pembakaran. Debu bakaran yang tidak dapat terbawa oleh udara yang berasal dari
boiler akan mengendap dibagian bawah dapur pembakaran dan dapat menutupi
lubang-lubang suplay oksigen bakaran, sebagai tindakan preventif sebelum
terjadinya penyumbatan setiap 8 jam akan dilakukan pembuangan debu yang
sudah tertampung pada abu kolektor tepat dibagian bawah dapur pembakaran.

KONSUMSI ENERGI EVAPORATOR PADA STASIUN PENGUAPAN


1. Sistem Operasional Kerja Evaporator
Sistem kerja pada evaporator di stasiun penguapan pada pabrik gula subang
ini menggunakan sistem quadrupple effect foward. Pengoperasian evaporator
dimulai dengan tahapan persiapan. Tahapan persiapan dimulai dengan membukan
pipa uap nira. Bukaan inlet dan outlet badan evaporator yang akan digunakan
diatur dan pada tahapan persiapan ini pipa amoniak dan kondensat dibuka dan
kemudian tahapan akhir persiapan adalah penyiapan pompa kondensat dan pompa
nira kental yang akan digunakan.
Evaporator dioperasikan dengan cara membuka pipa uap nira induk dengan
keadaan vakum diantara 60-62 cmHg kemudian badan I dipanaskan dengan uap
bekas secara pelan- pelan. Bukaan pipa inlet nira diatur sesuai dengan
kemampuan pasokan uap yang masuk kedalam badan I. Nira akan mengalir
dengan sendirinya karena adanya perbedaan tekanan dari badan I ke badan IV.
Kemudian dilakukan kontrol terhadap pompa kondensat untuk memastikan bahwa

pompa kondensat berfungsi dengan baik. Berikut ini merupakan tabel uraian
kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh operator jaga sesuai dengan SOP,
Objek pengamatan
SOP
Suhu (C)
Uap bekas
0,7- 0,9 kg/cm2
118
Badan I
0,25 kg/cm2
108
Badan II
15 cmHg
98
Badan III
35 cmHg
85
Badan IV
60-62 cmHg
60
Nira kental
30-33 Be
Pompa
Pengawasan yang dilakukan operator selain dari SOP tersebut adalah
pengawasan pada badan awal evaporator karena jika uap yang masuk kedalam
evaporator lebih kecil dari besarnya uap yang sesuai maka nira akan dialirkan
secara manual ketahapan proses selanjutnya. Jika uap yang masuk kurang bagus
(tidak memenuhi SOP) maka bukaan pipa nira akan diperkecil sesuai dengan
kemampuan menguapkan uap yang masuk kedalam evaporator.
2. Perawatan Evaporator
Tipe pindah panas pada evaporator di stasiun penguapan pada PG. Subang ini
menggunakan sistem sheel and tube. Tipe pindah panas dimana uap akan
memanaskan nira dengan konduksi melalui dinding pipa pemanas yang
didalamnya dialirkan nira yang akan dipanaskan. Perawatan yang dilakukan
adalah dengan mencuci secara rutin pipa- pipa pemanas. Tujuan dari pencucian
adalah untuk menghindari terbentuknya kerak atau fouling yang akan
menghambat pindah panas uap ke nira, sehingga perpindahan panas dari uap
melalui pipa pemanas berlangsung secara maksimal sehingga target brix yang
diharapkan dapat dicapai.
Pada stasiun penguapan ini pencucian dilakukan setiap harinya satu buah
evaporator dengan sistem gilir. Tahapan pencucian awal adalah dengan
mengosongkan nira dari dalam evaporator kemudian untuk memudahkan
pencucian maka ditambahkan soda api yang berfungsi untuk melunakkan kerakkerak nira yang melekat pada dinding pemanas. Penambahan soda ini akan
dibiarkan minimal selama 8 jam. Setelah mencapai waktu 8 jam maka akan
dilakukan pencucian secara manual menggunakan sikat kawat. Sikat kawat ini
digunakan dengan bantuan pompa berporos putar sehingga pencucian lebih cepat
dan lebih maksimal.
3. Konsumsi Energi
Konsumsi energi pada stasiun penguapan adalah dalam bentuk penggunaan
uap bekas yang berasal dari turbin penggerak gilingan. Pada kegiatan PL ini akan
coba dihitung konsumsi uap yang digunakan untuk penguapan nira encer menjadi
nira kental yang siap untuk proses selanjutnya pada pemasakan. Berikut ini
merupakan data dan pembahasan mengenai konsumsi energi berupa uap bekas
pada evaporator:
Data dan Hasil

Parameter
Kapasitas (laju)
Laju Nira mentah
% brix nira mentah
Suhu nira mentah
Nira encer % tebu
Tekanan Uap
Bekas
Suhu Uap Bekas
% brix nira kental

Nilai
Satuan
125000 kg/jam
125000 Kg/jam
12 %
30 oC
125550 Kg/jam
0,8 Kg/cm2
117 oC
64 %

Tabel 17. Data Teknis Evaporator


Menghitung Jumlah Air yang diuapkan:
%brix nira mentah
Air diuapkan = %brix nira kental x Laju nira mentah
=

12
x 125550
64

= 103971, 09 kg/jam
Asumsi untuk masing- masing efek:
Total Air diuapkan = 103971,09 kg/ jam = 4 x
Maka x = 25992,77 kg/jam

Menghitung jumlah air yang diuapkan tiap badan evaporator 4 efek:

Badan
Evaporator 1
Evaporator 2
Evaporator 3
Evaporator 4
Total

air diuapkan
25992,77
25992,77
25992,77
25992,77
103971,09

satuan
kg/jam
kg/jam
kg/jam
kg/jam
kg/jam

luas
pemana
s (m2)
1400
1100
1100
1100
4700

air diuapkan
tiap m2
18,57
23,63
23,63
23,63
22,12

Tabel 18. Data Hasil Perhitungan air diuapkan

Cara perhitungan:
Air diuapkan =
=

air diuapkan tiap jam


luas pemanasbadan penguapan
25992,77 kg/ jam
1400 m 2

= 18,57 kg/m2 jam


Nira yang keluar dari setiap badan pengupan

Nira keluar Badan evap I

99557,23

kg/jam

Nira keluar Badan evap II

73564,45

kg/jam

Nira keluar Badan evap III

47571,68

kg/jam

satuan
kg/ m2 jam
kg/ m2 jam
kg/ m2 jam
kg/ m2 jam
kg/ m2 jam

Nira keluar Badan evap IV

21578,91

kg/jam

Tabel 19. Laju Nira yang keluar dar setiap badan


Perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui kebutuhan uap adalah dengan
trial and error. Pada PG. Subang ini dilakukan diasumsikan bahwa konsumsi uap
adalah sekitar 25768,74 kg uap/jam dengan nilai kalor yang diperoleh dari tabel
527,80 kkal/kg untuk menguapkan air total penguapan sebesar 103971,10 kg
air/jam. Asumsi tersebut sangat mendekati dengan jumlah total air yang diuapkan
melalui perhitungan sebesar 103971,09 kg air/jam.
KESIMPULAN
Evaporator di stasiun penguapan PG. Subang merupakan evaporator
quadruple effect foward. Evaporator memiliki kemampuan kerja untuk
menguapkan air sebesar 103971,09 kg/jam dengan penggunaan uap sebesar
25768,74 kg/jam dengan nilai kalor 527,80 kkal/jam. Uap yang digunakan
merupakan uap bekas yang berasal dari turbin penggerak pada gilingan. Sistem
perawatan yang dilakukan adalah dengan melakukan pencucian secara kontinu
dengan sistem selang seling dan setiap hari dilakukan pembersihan 1 evaporator
karena jumlah evaporator yang ada adalah 5 buah. Pencucian dilakukan untuk
menjaga kemampuan pindah panas dari pemanas yang ada didalam evaporator
sehingga panas yang terbawa oleh uap pindah secara maksimal untuk proses
penguapan air dari nira mentah

You might also like