Professional Documents
Culture Documents
BIOMETRI
Preceptor:
dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M
Oleh:
Inez Saraswati
1018011066
Meiriyan Susanto
10180110
KATA PENGANTAR
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
"KATARAK MATUR SENILIS ODS tepat pada watunya. Adapun tujuan
pembuatan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepanitraan Klinik Bagian Mata Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Moloek
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M. yang telah
meluangkan waktunya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya menyadari
banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bukan
hanya untuk kami, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Singh (1983) mengatakan bahwa dari 200 pasien yang dioperasi katarak dan
setelah operasi menggunakan kacamata, ditemukan 85 % pasien tersebut tidak
dapat bekerja efektif seperti sebelumnya karena mengalami gangguan penglihatan
perifer sehingga hal ini dapat menurunkan produktifitas kerja.1 Lensa kontak
dapat mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan akibat pemakaian kacamata
positif, namun bagi pasien yang bekerja di lingkungan yang berdebu hal ini
menyulitkan, selain itu dekompensasi endotel kornea maupun ulkus kornea dapat
terjadi akibat pemakaian lensa kontak tersebut.1
Operasi katarak disertai penanaman IOL merupakan operasi mata yang
paling banyak dilakukan.9, 10 Lebih dari 90 % semua operasi katarak di Amerika
Serikat diikuti dengan implantasi lensa intraokuler.8 Penelitian yang dilakukan di
Medan, dimana 75 orang pasien katarak (45-85 tahun) dengan visus prabedah
1/300-3/60 sebanyak 80% dan 20% untuk visus 4/60-6/60, menghasilkan visus
3
pasca bedah 6/12-6/6 sebanyak 80% kasus.11 Membaiknya teknik bedah dan
implant lensa ini memainkan peranan yang besar.8
Perkembangan bedah katarak akan terus menerus mengalami perubahan
untuk mencapai tujuan yang ideal. Tujuan yang dimaksud adalah untuk
terpenuhinya 5 kriteria, yaitu prosedur operasi yang aman, mempunyai efektifitas
dan prediktabilitas yang tinggi, hasilnya stabil untuk jangka panjang, serta
memberikan kepuasan bagi penderita. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat
diartikan sebagai persentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat
tercapai, dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri serta pemilihan formula
yang tepat untuk menentukan power IOL, dan seiring perkembangan teknologi
dan variasi masing-masing individu maka formula ini terus berubah dari waktu ke
waktu. Kalkulasi (pengukuran) power IOL yang benar dan akurat akan
menghasilkan status dan target refraksi pasien pasca operasi yang baik.5, 9
Karena pentingnya kalkulasi power IOL ini, dimana memberikan manfaat
dan koreksi yang baik, menghindari terjadinya over koreksi serta menurunnya
kualitas hidup pasien pasca operasi. Hal inilah yang melandasi penulis untuk
menyusun referat ini.
Penulisan ini ditujukan untuk memahami tentang sejarah implantasi dan
perkembangan
formula yang digunakan untuk kalkulasi power IOL, cara kalkulasi power IOL
dan aplikasi klinis dari berbagai jenis formula. Selain itu penyusunan referat ini
dapat juga untuk meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di bidang ilmu
kedokteran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
selanjutnya
yang
berkembang
adalah
dengan
ikut
yang pertama kali diproduksi khusus untuk mata adalah Sonomed Digital
Biometri Ruler DBR-300 pada tahun 1975.5, 12
2.2. Biometri
Sebanyak 54% kesalahan target refraksi pasca implantasi IOL bersumber
dari biometry.9 Ada 3 faktor utama dalam ruang lingkup biometri yang sangat
menentukan akurasi dari power IOL yang akan ditanamkan, yaitu panjang bola
mata (axial length, AXL), kurvatura kornea yang sekaligus menentukan power
refraksi kornea (K readings) dan posisi IOL di dalam mata.5
2.2.1. Panjang Bola Mata (axial length)
Adalah jarak antara permukaan anterior kornea dengan retina sensoris, dan
dinyatakan dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22 24,5 mm.9
Prinsip pengukuran panjang bola mata (AXL) dengan alat ultrasound adalah
berdasarkan waktu yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat dikeluarkan
dari probe transmitter, berjalan menuju target serta kembali lagi ke probe
receiver, kedua probe ini disatukan pada probe ultrasound sehingga disebut
sebagai transciever. Kecepatan gelombang suara pada berbagai media di dalam
mata sudah diketahui sebelumnya (Tabel 1).1, 13
6
VELOCITY
1461 m/det
1532 m/det
1640 m/det
987 m/det
2660 m/det
980 m/det
2026 m/det
6040 m/det
Teknik yang selama ini dikenal dalam hal penggunaan biometry A-Scan
ada 2 jenis, yaitu : 5, 14
1. Applanasi
Teknik ini bila dikerjakan secara hati-hati mempunyai akurasi yang cukup
baik (gambar 2).
2. Imersi
Sedikit lebih akurat dibandingkan dengan teknik applanasi, karena probe
ultrasound sama sekali tidak menyentuh kornea sehingga menghindari
penekanan (indentasi) yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran AXL.
Akan tetapi teknik imersi ini kurang praktis dibandingkan teknik applanasi
karena membutuhkan waktu yang lama dalam mempersiapkan pasien.
Posisi pasien juga mempengaruhi, dimana ketepatan pengukuran akan lebih
baik jika dilakukan pada pasien dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan
dengan posisi berbaring.5, 13, 14, 15
Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa
Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus
Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50 s/d 75%
Bila gambaran echo lemak orbita di belakang echo retina, hal ini
menunjukkan bahwa pemeriksaan tersebut tidak pada daerah makula melainkan
pada daerah nervus optikus, sehingga ukuran panjang bola mata (axial length)
yang diperoleh tidak benar.5, 15
2.2.2 Kurvatura Kornea (K readings)
Adalah jari-jari kelengkungan kornea anterior, dinyatakan dalam mm.
Ukuran power kornea (radius kurvatura kornea) didapat dari nilai kelengkungan
kornea, dimana semakin tajam kelengkungannya akan memberikan kekuatan
diopter yang lebih besar, diukur dengan alat keratometer. Radius kurvatura kornea
yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi power dalam satuan diopter
dengan mempertimbangkan indeks refraksi kornea (Normal 43 Dioptri). Sumber
kesalahan dari pengukuran radius kurvatura kornea ini biasanya bersumber dari
alat yang tidak ditera (baik alat keratometer manual maupun yang otomatik).
Selain itu perlu juga diperhatikan, bahwa pada pasien yang menggunakan lensa
kontak, sebaiknya pengukuran kornea dilakukan setelah 2 minggu tidak memakai
lensa kontak.5, 9, 15
2.2.3 Posisi IOL di dalam Mata
Implantasi IOL pada umumnya ditempatkan di dalam kapsul lensa (in the
bag), sehingga jika IOL kita tempatkan bukan di dalam kapsul lensa (misalnya di
sulkus), maka power IOL yang digunakan harus disesuaikan. Biasanya hal seperti
ini cukup dikurangi sekitar 0,5 diopter dari power IOL yang seharusnya, dan ini
berlaku pada mata dengan panjang bola mata normal. Namun posisi IOL di dalam
mata sulit untuk diprediksi karena dipengaruhi oleh faktor lain seperti panjang
bola mata, kedalaman bilik mata pre-operasi, ketebalan lensa, dan diameter
kornea.5
10
Colenbrander (1973)
Hoffer (1979)
Haigis (1991).
2. Empirical formula
Adalah formula yang diperoleh dari hasil analisa data-data retrospektif.
Tokoh yang mempelopori formula ini yaitu :
Maloney (1979)
Tetapi sekarang, formula IOL yang mutakhir merupakan gabungan dari teori dan
pengamatan empiris sehingga disebut juga sebagai hybrid formula. Berdasarkan
perkembangannya formula IOL dapat dikelompokkan menjadi beberapa generasi.5
11
P = A 2,5L - 0,9K
Keterangan :
P = Power IOL
A = A constant
L = Axial length
K = Rata-rata keratometer
Variabel A constant biasanya dilampirkan pada masing-masing IOL,
misalnya posterior chamber IOL mempunyai A constant 116,2 sampai 118,7;
anterior chamber 114,2 sampai 115,8; sedangkan iris-fixated IOL 114,2 sampai
115,6. Dari sini kita dapat melihat bahwa semakin besar A-constant maka IOL
ditempatkan lebih ke arah posterior (lebih dekat ke retina).1, 5, 12
12
P = A1 2,5L - 0,9K
keterangan :
P = Power IOL
A1 = A constant bergantung dari panjang bola mata
L = axial length dalam mm
K = Rata-rata keratometer dalam diopter
Untuk A1: jika L < 20 mm
: A1 = A+3
20 L < 21 : A1 = A+2
21 L < 22 : A1 = A+1
22 L < 24,5: A1 = A
L > 24,5
: A1 = A-0,5
13
Axial length
Keratometry
Lens thickness
Keratometer
Ketebalan lensa
Usia pasien
14
Berdasarkan keterangan diatas, maka formula IOL generasi ke-4 (Holladay II)
baik digunakan pada ukuran AXL yang rata-rata (mendekati nilai normal: 23,45
mm). Formula ini juga tepat digunakan untuk penderita katarak dengan bola mata
yang kecil, seperti katarak pada anak dan juga baik untuk perhitungan power IOL
pada pemasangan piggyback IOL (Implantasi dua buah IOL pada satu mata dan
biasanya dilakukan pada penderita hipermetropia yang tinggi).5, 19
: SRK/T
: Holladay-1
: Hoffer-Q
15
:-----------------------:
:
IOL/D
REF/D
:
:-----------------------:
:
22.5
-0.95
:
:
22.0
-0.58
:
:
21.5
-0.22
:
: > 21.0 <
0.13
:
:
20.5
0.48
:
:
20.0
0.83
:
:
19.5
1.17
:
:-----------------------:
:IOL #1 A-Const: 118.00:
:-----------------------:
:Emmetropia-IOL:
21.19:
:-----------------------:
:-----------------------:
:
IOL/D
REF/D
:
:-----------------------:
:
24.0
-1.06
:
:
23.5
-0.71
:
:
23.0
-0.37
:
: > 22.5 <
-0.03
:
:
22.0
0.31
:
:
21.5
0.64
:
:
21.0
0.97
:
:-----------------------:
:IOL #1 A-Const: 119.00:
:-----------------------:
:Emmetropia-IOL:
22.46:
:-----------------------:
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Alpar JJ, Fechner PU. The Determination of Intraocular Lens Power in Fechners
Intraocular Lenses, 1st edition. New York: Thieme Inc; 1986. 70-99.
2. Intraocular Lens; http://en.wikipedia.org/wiki/intraocularlens [diakses 10 Oktober
2006].
3. Cahyadi H. Perancangan Perangkat Ukur Jari-Jari Kelengkungan Lensa
Intraokuler PMMA; http://www.tf.lib.itb.ac.id [diakses 22 September 2006].
4. Thompson V, Lee J, Bailey G. Cataracts and Cataract Surgery 2006;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 10 Oktober 2006].
5. Soekardi I, Hutauruk JA, Gondowiardjo TD. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi:
Langkah-langkah menguasai teknik dan menghindari komplikasi. Edisi 1.
Jakarta: GRANIT; 2004. 2-209.
6. Slonim
CB.
Intraocular
Lenses
(IOLS):
New
Advances;
S,
Rahayu
T.
Predictability
of
Phacoemulcification
in
Cipto
18
J.
Intraocular
Lens
Power
Calculations;
19
Lampiran 1
Hasil Pemeriksaan
Keratometry
20
Lampiran 2
21