You are on page 1of 10

Polio

Poliomyelitis berasal dari kata Yunani, polio berarti abu-abu, yang


myelon yang bersifat saraf perifer, sering juga disebut paralis infatil.
Poliomielitis atau sering disebut polio. Sejarah penyakit ini diketahui dengan
ditemukannya gambaran seorang anak yang berjalan dengan tongkat dimana
sebalah kiri mengecil pada lukisan artefak Mesir Kuno tahun 1403-1365
sebelum masehi.
Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang
dapat

mengakibatkan

terjadinya

kelumpuhan

yang

permanen.

Gejala

meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri
pada kaki, tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan
merusakkan

jaringan

syaraf,sehingga

menimbulkan

kelumpuhan

yang

permanen.
Penyakit polio menjadi terus meningkat dan rata-rata orang yang
menderita penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian meningkat
akibat penyakit ini. Penyakit polio menyebar luas di Amerika Serikat tahun
1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena penyakit ini ( Miller,N.Z,
2004).
1. Kebijakan Nasional Tentang penyakit Polio
SELAMA tiga tahun ( 1995 s.d 1997) pemerintah Indonesia gencar
mengampanyekan pemberantasan polio yang populer dengan sebutan PIN
(Pekan Imunisasi Nasional), sebagai bagian dari program Dunia Bebas Polio
yang dicanangkan WHO. Saat itu PIN dinilai sukses, dan harapannya polio
yang menyebabkan kaki cacat tidak akan muncul lagi di Indonesia.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengakui keberhasilan tersebut.
Namun reputasi itu kini terancam , karena ternyata masih ada beberapa
negara tetangga yang menyimpan virus polio liar.
Transportasi antarnegara di era globalisasi nyaris tanpa batas, menimbulkan
kekhawatiran; jangan-jangan virus polio liar dari negara lain terbawa masuk
ke Indonesia, sementara generasi anak pasca PIN 1997 sampai sekarang
belum pernah mendapat upaya pemberantasan massal.

1 | Page

Timbul gagasan, sebaiknya PIN 2002 dilaksanakan, di tengah kondisi


negara yang masih terpuruk akibat berbagai krisis. Gagasan tersebut
menjadi silang pendapat yang cukup ramai di kalangan para ahli, sementara
dengan dalih era Otda, dukungan dana dari Pusat dan negara donor tidak lagi
segencar PIN sebelumnya.
Beberapa kejadian luar biasa polio yang terjadi beberapa tahun yang
lalu adalah di Buton (1948), Bandanaire, Balikpapan, Jakarta dan Bandung
(1951), Surabaya, Malang, Sidoarjo, dan Tuban (1952), Semarang dan
Yogyakarta (1954), Palu (1956), Bangka (1958), Bali (1976), Jabar (1978,
1980), Jatim, Bali dan Kalteng (1981) dan Irian Jaya (1982).
Dengan pelaksanaan imunisasi polio (1981-2000) yang semakin baik,
maka kejadian penyakit polio cenderung turun dari tahun ke tahun. Tahun
1995 virus polio liar ditemukan di 4 Provinsi (Sumut, Sumsel, Jateng dan
Jatim).
Di Jawa Tengah tahun 1995 virus polio liar ditemukan di Cilacap (1
penderita) dan Boyolali (1 penderita). Tahun 1996-2000 tidak ditemukan lagi
adanya laporan virus polio liar.
Memusnahkan
Pada tahun 1988, dalam sidang ke-41, WHA (World Health Assembly,
Sidang para Menteri Kesehatan dari negara-negara anggota WHO), telah
menetapkan

program

eradikasi

polio

global

(global

polio

eradication

initiative) untuk mengeradikasikan atau membasmi penyakit polio pada


tahun 2005.
Eradikasi

bukan

sekadar

mencegah

terjadinya

penyakit

polio,

melainkan juga menghentikan terjadinya transmisi virus-polio-liar di seluruh


dunia dengan cara memusnahkannya.
Hasil

Sidang

WHA

tersebut

kemudian

diperkuat

dengan

hasil

pertemuan World Summit for Children pada tahun 1990.Tahun 2004

2 | Page

diharapkan semua negara di Afrika, Mediterania Timur dan Asia Tenggara


mendapatkan sertifikasi bebas polio dan pada tahun 2005 Sertifikasi Bebas
Polio Seluruh Dunia diharapkan tercapai, sekaligus dikeluarkan rekomendasi
untuk menghentikan imunisasi polio pada tahun 2010.
Indonesia, sebagai salah satu anggota WHO, ikut menandatangani
kesepakatan untuk eradikasi polio tahun 2005. Pada tahun 2000, DPR
menetapkan UU No 22 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional,
yang salah satu tujuannya adalah penyelenggaraan eradikasi polio di
Indonesia.
Di Indonesia masih dilakukan imunisasi polio rutin. Imunisasi ini
merupakan pemberian imunisasi polio tetes (Oral Polio Vaccine) pada bayi
sebanyak 4 kali pemberian dengan 2 tetes vaksi setiap pemberiannya.
Secara periodik 3 bulanan, petugas imunisasi Puskesmas melakukan
identifikasi desa dengan cakupan imunisasi rendah (kurang dari 80%) dan
melakukan imunisasi pada bayi yang belum mendapat imunisasi atau yang
belum lengkap. Setiap dua tahun, Puskesmas melakukan identifikasi desa
dengan cakupan imunisasi rendah dan kemudian melakukan imunisasi masal
pada semua anak berusia kurang dari dua tahun tanpa memandang status
imunisasinya
Kegiatan imunisasi polio rutin ini dibarengi dengan penyelenggaraan
PIN (Pekan Imunisasi Nasional) yang diselenggarakan secara nasional selama
tiga tahun berturut-turut pada tahun 1995, 1996 dan 1997. Pilihan anak
balita ditetapkan berdasarkan analisis epidemiologi, menurut umur kasuskasus polio di Indonesia adalah anak balita. PIN dilaksanakan pada bulan di
mana transmisi virus polio liar di Indonesia paling rendah, sehingga
mempunyai efektivitas pemutusan transmisi virus yang paling baik, yaitu
pada bulan September, Oktober dan November.
Berbeda dengan strategi imunisasi rutin, strategi PIN lebih diarahkan
pada upaya memutus transmisi virus polio liar. Oleh karena itu kriteria masal
dan serentak dalam periode waktu pemberian singkat menjadi syarat utama
3 | Page

dalam keberhasilan strategi PIN, dan target operasionalnya harus lebih dari
80% dan merata.
2. Epidemiologi
Sejak 1979 Tidak ada laporan kasus infeksi poliovirus di Amerika
Serikat. Sampai tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus
vaksin yang dilaporkan setiap tahun. Karena dari semua lembaga vaksin
inactivated poliovirus (IPV) kebijakan dalam jadwal imunisasi rutin, jumlah
vaksin-kasus terkait telah menurun secara signifikan. Empat kasus vaksin
berasal poliovirus diidentifikasi pada tahun 2005 di kalangan anak-anak di
sebuah unvaccinated masyarakat Amish di Minnesota. Insiden global
mengenai infeksi poliovirus ini telah menurun lebih dari 99% sejak tahun
1988. Meskipun tidak ada wabah yang dilaporkan di belahan bumi barat sejak
1991, Pan American Health Organization melaporkan sebuah kejadian di Haiti
dan Republik Dominika pada tahun 2001. Sejak 2001, tidak ada tambahan
wabah penyakit yang disebabkan oleh poliovirus di Amerika. Dari kelompokjenis penyakit masih ditemukan di beberapa daerah di Afrika dan Asia
Tenggara. Semenjak tahun 2004, hanya 5 negara dimana poliovirus transmisi
tidak pernah terputus diantaranya adalah India, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan
Afghanistan.

Meskipun

kemajuan

signifikan

telah

dibuat

terhadap

pemberantasan penyakit infeksi ini di negara-negara tersebut, peningkatan


jumlah kasus yang diamati pada tahun 2006 ini tetap ada ( L. Heymann, 2004
).
Virus polio dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini menular
melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan selalu
menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000
anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan
Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang
dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi
di enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah
berakhir.
Pada awal Maret tahun 2005, Indonesia muncul kasus polio pertama
selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai negeri bebas polio yang
disandang selama 10 tahun pun hilang ketika seorang anak berusia 20 bulan
di Jawa Barat terjangkit penyakit ini. (Lebih lanjut baca "Polio: cerita dari
4 | Page

Jawa Barat)

Menurut analisa, virus tersebut dibawa dari sebelah utara

Nigeria. Sejak itu polio menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan


menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan
kelumpuhan dan kematian. Virusnya cenderung menyebar dan menular
dengan cepat apalagi di tempat-tempat yang kebersihannya buruk.
17 Januari 2006 indonesia mengalami 302 kasus polio baru yang
menyebar di 10 propinsi. Jumlah ini merupakan 18,5% total jumlah penderita
polio didunia. Indonesia menduduki rangking ke 3 setelah Nigeria (629 kasus)
dan Yaman (476 kasus). (Sumber : Subdit Imunisasi Ditjen PP & PL DepKes RI)
.

Triad Epidemiologi
Triad epidemiologi merupakan kpnsep dasar epidemiologis yang
memberikan gambaran hubungan antara host, agent, dan environment
dalam terjadinya penyakit atau masalah kesehatan lainnya.
Agent
Polio disebabkan oleh virus. Virus polio termasuk genus enterovirus.
Terdapat tiga tipe yaitu tipe 1,2, dan 3. Ketiga virus tersebut bisa
menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah di isolasi ,
diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang diisolasi. Tipe yang sering
menyebabkan wabah adalah tipe 1, sedangkan kasus yang dihubungkan
dengan vaksin yang disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.

5 | Page

Host
Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat
kelumpuhan yang bervariasi. Penyakit ini dapat menyerang pada semua
kelompok umur, namun yang peling rentan adalah kelompok umur kurang
dari 3 tahun.
Resiko terjadinya polio:
Belum mendapatkan imunisasi polio
Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
Kehamilan
Usia sangat lanjut atau sangat muda

Luka

di

mulut/hidung/tenggorokan

(misalnya

baru

menjalani

pengangkatan amandel atau pencabutan gigi)


Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh).

Environment/ Lingkungan
Anak yang tinggal di daerah kumuh mempunyai antibodi terhadap
ketiga tipe virus polio . Sedangkan anak yang tinggal di daerah yang tidak
kumuh hanya 53% anak yang mempunyai antibodi terhadap ketiga virus
polio. Status antibodi terhadap masing-masing tipe virus polio dari anak di
Bekasi adalah 96% anak mempunyai antibodi terhdap virus polio tipe-1, 96%
anak mempunyai antibodi polio tipe-2 dan 76% mempunyai antibodi polio
tipe-3. Sedangkan anak di Jakarta yang mempunyai antibodi terhadap
masing-masing virus polio tipe-1, tipe-2 dan tipe-3 sebesar 96%,98% dan
56%.
Dapat disimpulkan bahwa anak yang tinggal di daerah kumuh "Herd
Immunity"nya lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah
yang tidak kumuh. .

3. Morfologi dan Taksonomi


MORFOLOGI POLIO
Virus polio adalah virus yang paling kecil dibandingkan dengan virus
lainnya. Virus polio termasuk kedalam family Picornaviridae ( Pico adalah
6 | Page

bahasa Yunani yang artinya kecil ). Kekecilan virus ini tidak hanya dari ukuran
patikel saja, tetapi juga dari ukuran genomnya.
Virus ini memiliki diameter sekitar 30 nm, berbentuk ikosahedral
sampul (envelope) dengan genom RNA. Single stranded RNA membentuk
hamper 30 % bagian viron dan sisanya terdiri atas 4 protein besar ( VP 1 4 )
dan satu protein kecil (Vpg) dan memiliki RNA benang positif ( positive strand
RNA ) sebagai genomnya dengan panjang sekitar 7,5 kilobasa. Tidak
mempunyai kapsul, virion polipetida tersusun simetri cubical, diameter 27
nm, RNA rantai tunggal, mengandung 42 kapsomer, terdiri dari 89 galur.
TAKSONOMI POLIO
Virus polio

Struktur virus polio bila dilihat menggunakan mikroskop elektron.


Klasifikasi virus
Kelas: Kelas IV ((+)ssRNA)
Ordo: Picornavirales
Famili: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Tipe spesies
Human enterovirus C
Species
Human enterovirus C

7 | Page

Virus polio adalah virus yang termasuk dalam famili Picornaviridae dan
merupakan penyebab penyakit poliomielitis. Virus ini memiliki diameter ~30
nm, tahan pada keadaan asam (pH 3 atau lebih rendah), dan berbentuk
ekosahedral. Virion (partikel penyusun) virus polio terdiri dari empat protein
kapsid yang berbeda, disebut VP1, VP2, VP3, dan VP4. Genom (materi
genetik) dari virus polio terdiri dari RNA utas tunggal positif (+) yang
berukuran 7441 nukleotida.
Virus polio diklasifikasikan menjadi tiga golongan berdasarkan sifat
antigenik dari struktur protein penyusunnya.

Virus ini menyebar melalui

kontaminasi tinja pada makanan ataupun pasokan air.

Untuk bereplikasi,

genom virus akan masuk ke dalam sel inang melalui endositosis sementara
partikel virus lainnya dibuang. Reseptor untuk pengikatan virus ini terletak
pada epitelium usus manusia.

Apabila virus ini telah berhasil menginfeksi

usus maka dapat terjadi kerusakan jaringan dan mengakibatkan diare.


4. Siklus Hidup/ Cara Penularan
Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan)
atau tinja penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari
manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak
jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman
atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita
masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah
penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat
lainnya.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka
terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus,
tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan
suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah
dan air permukaan bahkan hingga berkilo-kilo meter dari sumber penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio
dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah
satu inang atau mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat
ini adalah manusia.
5. Cara teknis untuk mendiagnosis penyakit polio

8 | Page

Penyakit polio dapat didiagnosis dengan 3 cara yaitu :


1. Viral Isolation
Poliovirus dapat dideteksi adri faring sesorang yang diduga terkena
penyakit polio. pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal
adalah diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat.
Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut,
orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide
atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut
bersifat ganas atau lemah.
2. Uji Serology
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita.
Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa
orang tersebut terkena polio adalah benar. Akan tetapi zat antibody
tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut
sakit.
3. Cerebrospinal Fluid (CSF)
CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan
jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel
limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak 40 50 mg/100 ml
( Paul,2004)
6. Cara pencegahan pencegahan penyakit polio
Word Health Assembly (WHA) pada tahun 1988 menetapkan dunia
bebas polio pada tahun 2005, dengan tahapan : (1) tahun 200 diharapkan
tidak ada transmisi virus polio liar lagi, (2) tahun 20054 diharapkan South
East Asian Region Organization (SEARO) terbentuk. SEARO adalah system
pembagian wilayah WHO yang meliputi regional Asia Tenggara. Pencegahan
polio ialah dengan cara ERADIKASI POLIO. Sebenarnya upaya eradikasi polio
sudah berjalan sejak 1988-kurang lebih 17 tahun lalu. Saat itu, semua pihak
optimistis bisa memenuhi target eradikasi tahun 2005, bercermin dari
keberhasilan dunia membebaskan diri dari penyakit cacar. Dalam situs WHO
disebutkan, lebih dari 200 negara ikut berpartisipasi dan melibatkan 200 juta
sukarelawan dengan total investasi 3 miliar dollar AS. Sejak diluncurkannya
upaya eradikasi global itu, kasus polio turun drastis di seluruh dunia. Kalau
9 | Page

tahun 1988 masih terdapat 350.000 kasus polio, akhir tahun 2003 cuma
ditemukan 700 kasus.
Selain itu pencegahan nya dilakukan dengan imunisasi polio. Terdapat
2jenis vaksin yang beredar dan yang umum diberikan di Indonesia adalah
vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya adalah melalui
mulut. Dibeberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT
dan polio.
Pemberian Imunisasi Polio :
Dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B dan DPT
Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu

kurang dari satu bulan


Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-

6tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12tahun)


Diberikan dengan cara meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes
langsung kedalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok
yang dicampur dengan gula manis.

Upaya ketiga adalah survailance accute flaccid paralysis atau penemuan


penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun. Mereka
harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi
massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah
lima tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

10 | P a g e

You might also like